Anda di halaman 1dari 33

Pendidikan Agama Islam

LISA NURLYENI
Peta Penyebaran Islam di Nusantara

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 2


Awal Masuknya Islam di Indonesia

Proses Islamisasi di setiap daerah di Indonesia dilakukan secara bertahap. Daerah yang
pertama mendapat pengaruh Islam adalah daerah Indonesia bagian Barat. Daerah ini
merupakan jalur perdagangan internasional sehingga pengaruh dapat dengan cepat tumbuh di
sana. Daerah pesisir itu nantinya menumbuhkan pusat-pusat kerajaan Islam seperti Samudera
Pasai, Pidie, Aceh, Banten, Demak, Banjarmasin, Goa Makasar, Gresik, Tuban, Cirebon,
Ternate dan Tidore sebagai pusat kerajaan Islam yang berada disekitar pesisir. Kota-kota
pelabuhan seperti Jepara, Tuban, Gresik, Sedayu adalah kota-kota Islam di Pulau Jawa. Di
Jawa Barat telah tumbuh kota-kota Islam seperti Cirebon, Jayakarta, dan Banten
Ada beberapa pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia. Menurut Ricklefs,
proses Islamisasi dilakukan dengan dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan
dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing (Arab, India,
Persia, dan lain-lain) yang telah memeluk agama Islam bertempat tinggal secara permanen di
suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal
sehingga ajaran Islam dengan mudah masuk dalam kehidupan pribumi (orang Indonesia).
Perkembangan berikutnya penyebaran Islam dilakukan melalui pertunjukan kesenian,
diplomasi politik dengan penguasa setempat, membuka lembaga-lembaga pendidikan seperti
pesantren, dan tasawuf.
Para sejarawan Indonesia berpendapat bahwa proses Islamisasi di Indonesia sudah
dimulai pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini berdasarkan bukti
bahwa pada abad ke-7 di pusat kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-
perkampungan pedagang Arab. Pendapat lain dikemukan oleh Mouquette (Ilmuwan Belanda)
yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-13-14 Masehi. Penentuan
waktu itu berdasarkan tulisan pada batu nisan yang ditemukan di Pasai. Batu nisan itu berangka
tahun 17 Djulhijah 831 atau 21 September 1428 M dan identik dengan batu nisan yang
ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 1419 M) di Gresik, Jawa Timur.
Begitu juga dengan ditemukannya batu nisan Malik al-Saleh (raja Samudera Pasai) yang
berangka tahun 698 H atau 1297 M. Selain sumber batu nisan, sumber lainnya didapat dari
tulisan Marcopolo (pedagang Venesia) yang singgah di Sumatera dalam perjalanan pulangnya
dari Cina pada tahun 1292. Di sana disebutkan bahwa Perlak merupakan kota Islam.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 3


Golongan Pembawa Islam di Nusantara

Adanya interaksi antara pedagang dari penjuru dunia dengan intensitas yang tinggi,
memunculkan beragam teori mengenai siapakah sebenarnya yang memperkenalkan Agama
Islam kepada penduduk Nusantara. Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di
Nusantara menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya Menemukan sejarah, wacana
pergerakan Islam di Indonesia, terdapat tiga teori waktu masuknya Islam ke Nusantara, asal
negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Adapun ketiga
teori tersebut yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Nusantara antara lain sebagai
berikut :
a. Islam datang dari Arab (Teori Mekah)
b. Islam datang dari Gujarat (Teori Gujarat)
c. Islam datang dari Persia (Teori Persia)

1. Islam datang dari Arab (Teori Mekah)


Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori
Gujarat. Dasar teori ini adalah :
a. Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 M dipantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan
Islam (Arab) dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan
perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b. Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafii, dimana pengaruh mazhab Syafii
terbesar pada waktu itu di Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut
mazhab Hanafi.
c. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al-Maliki yaitu gelar tersebut berasal dari
Mesir. Pendukung teori Mekah ini adalah Buya Hamka, Alwi Shihab, Ahmad Mansur
Suryanegara, Fazlur Rahman, Crawford, Niemann, De Holander. Para ahli yang
mendukung teori ini menyatakan bahwa abad ke-13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam,
jadi masuknya Agama Islam ke Nusantara terjadi sebelumnya yaitu abad ke-7 M dan yang
berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 4


Prof. Dr. H. Hamka

2. Islam datang dari Gujarat (Teori Gujarat)


Pendapat ini dikemukakakan oleh Soetjipto Wirjosoeparto dan Christian Snouck
Hurgronje dari Belanda. Ia berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara bukan dari Arab.
Melainkan dari Gujarat/India. Hubungan langsung antara Nusantara dan Arab baru terjadi pada
masa kemudian yaitu contohnya hubungan utusan dari Mataram dan Banten ke Mekah pada
pertengahan abad ke-7 M. Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur Islam di
Nusantara yang menunjukkan persamaannya dengan India.
Menurut pendapat Prof. DR. Azyumardi Azra (Direktur Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah), Teori Gujarat yang dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje tidak benar. Dia
mengatakan Islam dibawa oleh pedagang yang datang dari Gujarat pada abad ke- 12 atau abad
ke-13. Padahal masa itu, Gujarat dikuasai oleh kerajaan Hindu yang kerap mengusir kapal-
kapal pedagang muslim yang disanggah.

Christian Snouck Hurgronje

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 5


3. Islam datang dari Persia (Teori Persia)
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Nusantara abad ke-13 M dan pembawanya
berasal dari Persia (Iran). Teori ini mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki
oleh beberapa kelompok masyarakat Islam Nusantara dengan penduduk Persia. Misalnya
peringatan hari Asyura (10 Muharam) atas meninggalnya Hasan dan Husen cucu Nabi
Muhammad, yang sangat dijunjung oleh orang Syi’ah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan
tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan
pembuatan bubur Syuro, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab
untuk tanda-tanda bunyi harakat. Baris atas disebut Jabar, bawah disebut Ajer, dan depan
disebut Pes, sedang dalam bahasa Arab ejaan itu disebut Fathah, Kasrah dan Dhommah.
Didalam tulisan Arab, Sin bergigi sedangkan dalam tulisan Persia tidak bergigi sementara itu,
Oemar Amir Hoesin mengatakan bahwa di Persia terdapat suku bangsa ”Leren”. Beliau inilah
yang dahulu datang ke tanah Jawa sebab di Giri terdapat Kampung Leran, dan nisan Maulana
Malik Ibrahim (1419) di Gresik.Pendukung teori Persia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat,
Haji Muhammad Said, J.C. Van Leur, M. Dahlan Mansur dan Haji Abu Bakar Aceh.

Hoessein Djajadiningrat

Peran penyebaran Islam di Nusantara


Proses persebaran pengaruh Islam di Nusantara berjalan dengan lancar. Hal itu terbukti
dari wilayah persebaran yang luas, mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara.
Penyebabnya antara lain sebagai tersebut :
1. Agama Islam yang menyebar di Nusantara disesuaikan dengan adat dan tradisi bangsa
Indonesia dan dalam penyebarannya dilakukan dengan damai tanpa kekerasan.
2. Agama Islam tidak mengenal sistem kasta dan menganggap semua manusia mempunyai
kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 6


3. Upacara-upacara dalam Agama Islam sangat sederhana bila dibandingkan dengan Agama
lainnya.
4. Faktor politik ikut memperlancar penyebaran Agama Islam di Nusantara, yaitu keruntuhan
kerajaan Sriwijaya dan Majapahit sebagai kerajaan Budha dan Hindu di Nusantara.
5. Syarat-syarat masuk agama Islam sangat mudah.Seseorang telah dianggap telah masuk
Islam bila ia telah mengucapkan dua kalimat syahadat

Dari faktor penyebab tersebut, agama Islam dapat diterima oleh bangsa Indonesia tidak terlepas
dari:

Peran Ulama dalam Penyebaran Agama Islam

Tokoh ulama yang besar perannya dalam penyebaran agama islam di Nusantara
terutama kelompok Walisongo yang memusatkan kegiatannya di Demak. Walisongo terdiri
dari:
1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Gresik disebut juga "Maulana Maghribi". Dikalangan rakyat kecil beliau
terkenal sebagai ulama yang berbudi luhur dan sangat dermawan. Beliau berperan
menyebarkan Islam di Gresik dan sekitarnya. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 7


sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di
Gapura Wetan Gresik.
2. Sunan Ampel (Raden Rahmad)
Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia
sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan
terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat,
yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M. Dalam berdakwah
beliau berusaha membimbing rakyat agar menjalankan ajaran Islam dengan menghilangkan
kebiasaan masyarakat yang bukan ajaran Islam. Beliau salah seorang yang berjasa mendirikan
Masjid Demak dan Kerajaan Demak.
3. Sunan Bonang (Raden Maulana Makdum Ibrahim)
Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama
Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M. Beliau
berperan menyebarkan agama Islam didaerah Tuban dan Lasem. Dalam berdakwah beliau
menggunakan media gamelan yang disebut bonang, sehingga beliau dipanggil Sunan Bonang.
4. Sunan Giri (Raden Paku)
Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum
Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya
sebagai mufti tanah Jawa. Dalam Penyebaran Islam beliau mendirikan pondok pesantren.
Muridnya berasal dari berbagai penjuru tanah air, misalnya dari Ternate, Tidore, Pulau
Bawean, Madura dsb.
5. Sunan Drajat (Raden Qosim)
Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah
beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari
berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon. Beliau terkenal sebagai ulama yang
besar jiwa sosialnya. Gamelam merupakan media dakwah yang digunakan. Beliau berperan
menyebarkan Islam didaerah Drajat, sekitar Lamongan.
6. Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid)
Ia tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat
wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang di islamkan. Sunan Giri sempat menentangnya,
karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang bentuknya jauh dari manusia utuh.
Beliau terkenal sebagai ulama yang berjiwa besar, pandai bergaul disemua lapisan masyarakat.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 8


Disamping sebagai seorang mubaligh, beliau juga ahli filsafat, budayawan dan kesenian. Sunan
Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah sekitar Demak.
7. Sunan Kudus (Ja'far Shodiq)
Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa
menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang
sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.Beliau berperan
menyebarkan Islam didaerah Kudus. Beliau seorang wali yang menguasai ilmu agama Islam,
seperti tauhid, fiqih dan Hadist. Menara Kudus adalah peninggalan beliau yang sangat terkenal.
8. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah
lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.Sunan Muria putra
Sunan Kalijaga berperan menyebarkan Islam didaerah Colo lereng Gunung Muria. Beliau suka
bergaul dengan rakyat jelata sambil berdakwah.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Ia memiliki kesultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga
salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan
Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga
kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja
Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.Beliau
berperan menyebarkan Islam di Banten dan Cirebon. Disamping sebagai ulama beliau juga
penglima perang, dan sebagai raja.

Adapun peranan wali secara garis besar adalah:


1. Dibidang agama sebagai penyebar agama Islam, baik melalui dakwah, mendirikan pondok
pesantren maupun melalui media seni.
2. Dibidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat
raja-raja Islam, atau sebagai raja.
3. Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang
disesuikan dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 9


Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam

Islam masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Adapun
kota pelabuhan dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama Islam diabad ke-16
adalah Malaka. Saat para pedagang muslim menunggu perubahannya arah angin untuk menuju
tempat tertentu dalam berlayar, mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk menyebarkan
Islam kepada para pedagang dari daerah lain, termasuk pedagang Indonesia.
Jatuhnya Malaka ketangan Portugis 1511, semakin mendorong perkembangan Islam di
Nusantara, sebab Portugis menerapkan perdagangan monopoli, yang menyebabkan pedagang
Islam memindahkan kegiatannya. Diantaranya ke Aceh, Banten, Banjarmasin, Goa dll. Dari
pusat-pusat perdagangan yang ada ditepi pantai, agama Islam kemudian tersebar kedaerah-
daerah pedalaman.

Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam

Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak pedagang
Arab, Persia dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri bangsawan atau
raja. Misalnya Syeh Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri raja Blambangan yang
menurunkan Sunan Giri. Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung
Majapahit yang berkuasa di Tuban, menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, dsb. Dengan
cara ini, banyak yang ikut memeluk Islam.

Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam

Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di pondok-


pondok pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak penyebaran Islam
didaerahnya masing-masing. Pondok Pesantren tersebut misalnya:
1. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Gresik di Gresik Jawa Timur.
2. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya.
3. Pondok Pesantren yang didirikan Sunan Giri di Giri Kedaton Gresik.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 10


Perkembangan Kerajaan Islam di Nusantara

1. Kerajaan Perlak
Kesultanan Perlak merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada
tanggal 1 Muharam 225 H atau 804 M. Kesultanan ini terletak di wilayah Perlak, Aceh Timur,
Nangroe Aceh Darussalam, Indonesia.

Sejarah Masuknya Islam


Kesultanan Perlak berdiri pada tahun 840 dan berakhir pada tahun 1292. Proses
berdirinya tidak terlepas dari pengaruh Islam di wilayah Sumatera. Sebelum Kesultanan Perlak
berdiri, di wilayah Perlak sebenarnya sudah berdiri Negeri Perlak yang raja dan rakyatnya
merupakan keturunan dari Maharaja Pho He La (Meurah Perlak Syahir Nuwi) serta keturunan
dari pasukan-pasukan pengikutnya.
Pada tahun 840 ini, rombongan berjumlah 100 orang dari Timur Tengah menuju pantai
Sumatera yang dipimpin oleh Nakhoda Khilafah. Rombongan ini bertujuan untuk berdagang
sekaligus membawa sejumlah da'i yang bertugas untuk membawa dan menyebarkan Islam ke
Perlak. Dalam waktu kurang dari setengah abad, raja dan rakyat Perlak meninggalkan agama
lama mereka (Hindu dan Buddha), yang kemudian secara sukarela berbondong-bondong
memeluk Islam.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa salah seorang anak buah dari Nakhoda
Khalifah, Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dikawinkan dengan Makhdum Tansyuri, yang
merupakan adik dari Syahir Nuwi, Raja Negeri Perlak yang berketurunan Parsi. Dari buah
perkawinan mereka lahirlah Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Shah, yang menjadi
sultan pertama di Kesultanan Perlak sejak tahun 840. Ibu kotanya Perlak yang semula bernama
Bandar Perlak kemudian diubah menjadi Bandar Khalifah sebagai bentuk perhargaan terhadap
jasa Nakhoda Khalifah.

Masa Permusuhan Sunni-Syiah


Sejarah keislaman di Kesultanan Perlak tidak luput dari persaingan antara kelompok
Sunni dan Syiah. Perebutan kekuasaan antara dua kelompok Muslim ini menyebabkan
terjadinya perang saudara dan pertumpahan darah. Silih berganti kelompok yang menang
mengambil alih kekuasaan dari tangan pesaingnya.
Aliran Syi'ah datang ke Indonesia melalui para pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia.
Mereka masuk pertama kali melalui Kesultanan Perlak dengan dukungan penuh dari dinasti

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 11


Fatimiah di Mesir. Ketika dinasti ini runtuh pada tahun 1268, hubungan antara kelompok Syi'ah
di pantai Sumatera dengan kelompok Syi'ah di Mesir mulai terputus. Kondisi ini menyebabkan
konstelasi politik Mesir berubah haluan. Dinasti Mamaluk memerintahkan pasukan yang
dipimpin oleh Syaikh Ismail untuk pergi ke pantai timur Sumatra dengan tujuan utamanya
adalah melenyapkan pengikut Syi'ah di Kesultanan Perlak dan Kerajaan Samudera Pasai.
Sebagai informasi tambahan bahwa raja pertama Kerajaan Samudera Pasai, Marah Silu
dengan gelar Malikul Saleh berpindah agama, yang awalnya beragama Hindu kemudian
memeluk Islam aliran Syiah. Oleh karena dapat dibujuk oleh Syaikh Ismail, Marah Silu
kemudian menganut paham Syafii. Dua pengikut Marah Silu, Seri Kaya dan Bawa Kaya juga
menganut paham Syafii, sehingga nama mereka berubah menjadi Sidi Ali Chiatuddin dan Sidi
Ali Hasanuddin. Ketika berkuasa Marah Silu dikenal sebagai raja yang sangat anti terhadap
pemikiran dan pengikut Syi'ah.
Aliran Sunni mulai masuk ke Kesultanan Perlak, yaitu pada masa pemerintahan sultan
ke-3, Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah. Setelah ia meninggal pada tahun 363 H (913
M), terjadi perang saudara antara kaum Syiah dan Sunni, yang menyebabkan kesultanan dalam
kondisi tanpa pemimpin. Pada tahun 302 H (915 M), kelompok Syiah memenangkan perang.
Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah dari aliran Syiah kemudian memegang
kekuasaan kesultanan sebagai sultan ke-4 (915-918). Ketika pemerintahannya berakhir, terjadi
pergolakan antara kaum Syiah dan Sunni, hanya saja untuk kali ini justru dimenangkan oleh
kelompok Sunni.
Kurun waktu antara tahun 918 hingga tahun 956 relatif tidak terjadi gejolak yang
berarti. Hanya saja, pada tahun 362 H (956 M), setelah sultan ke-7, Sultan Makhdum Alaiddin
Abdul Malik Shah Johan Berdaulat meninggal, terjadi lagi pergolakan antara kelompok Syiah
dan Sunni selama kurang lebih empat tahun. Bedanya, pergolakan kali ini diakhiri dengan
adanya itikad perdamaian dari keduanya. Kesultanan kemudian dibagi menjadi dua bagian.
Pertama, Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah (986 – 988).
Kedua, Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim
Shah Johan Berdaulat (986 – 1023).
Kedua kepemimpinan tersebut bersatu kembali ketika salah satu dari pemimpin kedua
wilayah tersebut, yaitu Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah meninggal. Ia meninggal ketika
Perlak berhasil dikalahkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Kondisi perang inilah yang
membangkitkan semangat bersatunya kembali kepemimpinan dalam Kesultanan Perlak. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat, yang awalnya hanya menguasai
Perlak Pedalaman kemudian ditetapkan sebagai Sultan ke-8 pada Kesultanan Perlak. Ia

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 12


melanjutkan perjuangan melawan Sriwijaya hingga tahun 1006. Sultan ke-8 sebenarnya
berpaham aliran Sunni, namun sayangnya belum ditemukan data yang menyebutkan apakah
terjadi lagi pergolakan antar kedua aliran tersebut.

Silsilah
Sebelum berdirinya Kesultanan Perlak, di wilayah Negeri Perlak sudah ada rajanya, yaitu
Meurah Perlak Syahir Nuwi. Namun, data tentang raja-raja Negeri Perlak secara lengkap belum
ditemukan. Sedangkan daftar nama sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Pelak adalah
sebagai berikut:
1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (840-864)
2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (864-888)
3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (888-913)
4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932-956)
7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200-1230)
17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267)
18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)
Catatan: Sultan-sultan di atas dibagi menurut dua dinasti, yaitu dinasti Syed Maulana Abdul
Azis Shah dan dinasti Johan Berdaulat, yang merupakan keturunan dari Meurah Perlak asli
(Syahir Nuwi).

Periode Pemerintahan
Sultan Perlak ke-17, Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan
Berdaulat, melakukan politik persahabatan dengan negeri-negeri tetangga. Ia menikahkan dua
orang puterinya, yaitu: Putri Ratna Kamala dinikahkan dengan Raja Kerajaan Malaka, Sultan

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 13


Muhammad Shah (Parameswara) dan Putri Ganggang dinikahkan dengan Raja Kerajaan
Samudera Pasai, al-Malik al-Saleh.
Kesultanan Perlak berakhir setelah Sultan yang ke-18, Sultan Makhdum Alaiddin
Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat meninggal pada tahun 1292. Kesultanan Perlak kemudian
menyatu dengan Kerajaan Samudera Pasai di bawah kekuasaan sultan Samudera Pasai yang
memerintah pada saat itu, Sultan Muhammad Malik Al Zahir yang juga merupakan putera dari
al-Malik al-Saleh.

Wilayah Kekuasaan
Sebelum bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai, wilayah kekuasaan Kesultanan
Perlak hanya mencakup kawasan sekitar Perlak saja. Saat ini, kesultanan ini terletak di pesisir
timur daerah aceh yang tepatnya berada di wilayah Perlak, Aceh Timur, Nangroe Aceh
Darussalam, Indonesia.

Kehidupan Sosial-Budaya
Perlak dikenal dengan kekayaan hasil alamnya yang didukung dengan letaknya yang
sangat strategis. Apalagi Perlak sangat dikenal sebagai penghasil kayu perlak, yaitu jenis kayu
yang sangat bagus untuk membuat kapal. Kondisi semacam inilah yang membuat para
pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia tertarik untuk datang ke daerah ini. Masuknya para
pedagang tersebut juga sekaligus menyebarkan ajaran Islam di kawasan ini. Kedatangan
mereka berpengaruh terhadap kehidupan sosio-budaya masyarakat Perlak pada saat itu. Sebab,
ketika itu masyarakat Perlak mulai diperkenalkan tentang bagaimana caranya berdagang. Pada
awal abad ke-8, Perlak dikenal sebagai pelabuhan niaga yang sangat maju.
Model pernikahan percampuran mulai terjadi di daerah ini sebagai konsekuensi dari
membaurnya antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang. Kelompok pendatang
bermaksud menyebarluaskan misi Islamisasi dengan cara menikahi wanita-wanita setempat.
Sebenarnya tidak hanya itu saja, pernikahan campuran juga dimaksudkan untuk
mengembangkan sayap perdagangan dari pihak pendatang di daerah ini.

2. Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai terletak di sebelah utara Perlak di daerah Lhokseumawe
(sekarang pantai timur Aceh). Kerajaan Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di
Nusantara dan berdiri pada abad ke- 13 M. Wilayahnya strategis karena menghadap Selat
Malaka.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 14


Kota Samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir)
yang masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh
Marah Sile yang masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syekh
Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian
dinobatkan menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.
Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai
berkembang pesat menjadi pusat perdagangan dan pusat studi Islam
yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina
serta daerah di sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.
Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah
pedalaman meliputi Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang,
Benua, Samudera, Perlak, Hambu Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.

Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:
1) Sultan Malik al Saleh (1290 - 1297)
2) Muhammad Malik az Zahir (1297 – 1326)
3) Mahmud Malik az Zahir (1326 – 1345)
4) Mansur Malik az Zahir (…. – 1346)
5) Ahmad Malik az Zahir (1346 – 1383)
6) Zain al Abidin Malik az Zahir (1383 – 1405)
7) Nahrasiyah (1405 – 1412)
8) Sallah ad Din (1412 - …)
9) Abu Zaid Malik az Zahir (… - 1455)
10) Mahmud Malik az Zahir (1455 – 1477)
11) Zain al Abidin (1477 – 1500)
12) Abdullah Malik az Zahir (1501 – 1513)
13) Zain al Abidin (1513 – 1524)
Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa
pemerintahan raja-raja berikut ini:
1. Sultan Malik al Saleh
Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam
menjalankan pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di Kerajaan
Samudera Pasai, yakni kota Samudera dan kota Pasai, serta menjadikan masyarakatnya
sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat pada tahun 1297, jabatan beliau diteruskan oleh

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 15


putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua cucunya
yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.
2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur
Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah
memindahkan ibu kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua perdana
menterinya.
3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal
Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera
Pasai pertama kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan/Kesultanan lain, yakni Kesultanan
Delhi (India).

Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial


Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada
kegiatan perdagangan, pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya
pedagang asing yang sering singgah bahkan menetap di daerah Samudera Pasai, yakni
Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang dari berbagai negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat
kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan agama serta kebudayaannya
masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Samudera Pasai
bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan, pelayaran dan keagamannya.
Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di
Timur Tengah. Hal itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera
Pasai. Perubahan aliran tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di Mesir
sedang terjadi pergantian kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi’ah kepada Dinasti
Mameluk yang beraliran Syafi’i.
Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan adat
istiadat setempat. Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam
dengan adat istiadat setempat.

Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai


Pada waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan
politik ekspansi. Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera Pasai dan
Delhi yang membahayakan kedudukannya, maka pada tahun 1350 M segera menyerang
Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai mengalami kemunduran. Pusat perdagangan

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 16


Samudera Pasai pindah ke pulau Bintan dan Aceh Utara (Banda Aceh). Samudera Pasai runtuh
ditaklukkan Aceh.

3. Kerajaan Aceh
Pendiri kerajaan ini ialah Ali Mughayat Syah (1513-1528 M). Pada masa
pemerintahannya, Aceh menyatukan kerajaan-kerajaan disekitarnya, seperti Kesultanan
Samudra Pasai, Perlak, Lamuri, Benua Tamiang dan Indera Jaya. Raja berikutnya Sultan
Alauddin Riayat Syah (1537-1568 M). Dalam masa kekuasaannya, Aceh terus berusaha
mengusir Portugis yang berkeinginan menguasai wilayahnya dan menyerang Johor yang
bersekutu dengan Portugis. Usaha membangun kebesaran Aceh lainnya adalah menjalin
hubungan dengan Turki, Persia, India dan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa.
Kerajaan Aceh mencapai kejayaannya dibawah Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Pada masa kekuasaanya, wilayah Aceh semakin luas yaitu dari pesisir barat
samudra sampai Bengkulu, pesisir timur Sumatera sampai Siale, Johar, Pahang dan Pattani.
Sultan Iskandar Muda kemudian digantikan oleh Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M). Pada
masa kekuasaannya, ia lebih memperhatikan pengembangan dalam negeri ketimbang politik
ekspansi, berkembangnya studi Islam masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani karena
didukung oleh kehadiran Nuruddin ar Raniri (seorang ahli tasawuf yang berasal dari Gujarat,
India. Nuruddin ar Raniri pernah singgah di Aceh sekitar tahun 1637 – 1644 M. Nuruddin ar
Raniri banyak menulis buku tasawuf. Hasil karyanya yang terkenal adalah Bustanus Salatin
yang berisi sejarah Aceh). Setelah Sultan Iskandar Thani wafat, kerajaan Aceh mulai
mengalami kemunduran.

4. Kerajaan Malaka
Kerajaan Malaka didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Parameswara
berasal dari Sriwijaya, dan merupakan putra Raja Sam Agi. Saat itu, ia masih menganut agama
Hindu. Ia melarikan diri ke Malaka karena kerajaannya di Sumatera runtuh akibat diserang
Majapahit. Pada saat Malaka didirikan, di situ terdapat penduduk asli dari Suku Laut yang
hidup sebagai nelayan. Mereka berjumlah lebih kurang tiga puluh keluarga. Raja dan
pengikutnya adalah rombongan pendatang yang memiliki tingkat kebudayaan yang jauh lebih
tinggi, karena itu, mereka berhasil mempengaruhi masyarakat asli. Kemudian, bersama
penduduk asli tersebut, rombongan pendatang mengubah Malaka menjadi sebuah kota yang
ramai. Selain menjadikan kota tersebut sebagai pusat perdagangan, rombongan pendatang juga

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 17


mengajak penduduk asli menanam tanaman yang belum pernah mereka kenal sebelumnya,
seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah.
Rombongan pendatang juga telah menemukan biji-biji timah di daratan. Dalam
perkembangannya, kemudian terjalin hubungan perdagangan yang ramai dengan daratan
Sumatera. Salah satu komoditas penting yang diimpor Malaka dari Sumatera saat itu adalah
beras. Malaka amat bergantung pada Sumatera dalam memenuhi kebutuhan beras ini, karena
persawahan dan perladangan tidak dapat dikembangkan di Malaka. Hal ini kemungkinan
disebabkan teknik bersawah yang belum mereka pahami, atau mungkin karena perhatian
mereka lebih tercurah pada sektor perdagangan, dengan posisi geografis strategis yang mereka
miliki.
Berkaitan dengan asal usul nama Malaka, bisa dirunut dari kisah berikut. Menurut
Sejarah Melayu (Malay Annals) yang ditulis Tun Sri Lanang pada tahun 1565, Parameswara
melarikan diri dari Tumasik, karena diserang oleh Siam. Dalam pelarian tersebut, ia sampai ke
Muar, tetapi ia diganggu biawak yang tidak terkira banyaknya. Kemudian ia pindah ke Burok
dan mencoba untuk bertahan disitu, tapi gagal. Kemudian Parameswara berpindah ke Sening
Ujong hingga kemudian sampai di Sungai Bertam, sebuah tempat yang terletak di pesisir
pantai. Orang-orang Seletar yang mendiami kawasan tersebut kemudian meminta Parameswara
menjadi raja. Suatu ketika, ia pergi berburu. Tak disangka, dalam perburuan tersebut, ia melihat
salah satu anjing buruannya ditendang oleh seekor pelanduk. Ia sangat terkesan dengan
keberanian pelanduk tersebut. Saat itu, ia sedang berteduh di bawah pohon Malaka. Maka,
kawasan tersebut kemudian ia namakan Malaka.
Dalam versi lain, dikatakan bahwa sebenarnya nama Malaka berasal dari bahasa Arab
Malqa, artinya tempat bertemu. Disebut demikian, karena di tempat inilah para pedagang dari
berbagai negeri bertemu dan melakukan transaksi niaga. Demikianlah, entah versi mana yang
benar, atau boleh jadi, ada versi lain yang berkembang di masyarakat.

Keadaan Politik
Dalam menjalankan dan menyelenggarakan politik negara, ternyata para sultan
menganut paham politik hidup berdampingan secara damai (co-existence policy) yang
dijalankan secara efektif. Politik hidup berdampingan secara damai dilakukan melalui
hubungan diplomatik dan ikatan perkawinan. Politik ini dilakukan untuk menjaga keamanan
internal dan eksternal Malaka. Dua kerajaan besar pada waktu itu yang harus diwaspadai adalah
Cina dan Majapahit. Maka, Malaka kemudian menjalin hubungan damai dengan kedua

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 18


kerajaan besar ini. Sebagai tindak lanjut dari politik negara tersebut, Parameswara kemudian
menikah dengan salah seorang putri Majapahit.
Sultan-sultan yang memerintah setelah Prameswara (Muhammad Iskandar Syah) tetap
menjalankan politik bertetangga baik tersebut. Sebagai bukti, Sultan Mansyur Syah (1459—
1477) yang memerintah pada masa awal puncak kejayaan Kerajaan Malaka juga menikahi
seorang putri Majapahit sebagai permaisurinya. Di samping itu, hubungan baik dengan Cina
tetap dijaga dengan saling mengirim utusan. Pada tahun 1405 seorang duta Cina Ceng Ho
datang ke Malaka untuk mempertegas kembali persahabatan Cina dengan Malaka. Dengan
demikian, kerajaan-kerajaan lain tidak berani menyerang Malaka.
Pada tahun 1411, Raja Malaka balas berkunjung ke Cina beserta istri, putra, dan
menterinya. Seluruh rombongan tersebut berjumlah 540 orang. Sesampainya di Cina, Raja
Malaka beserta rombongannya disambut secara besar-besaran. Ini merupakan pertanda bahwa,
hubungan antara kedua negeri tersebut terjalin dengan baik. Saat akan kembali ke Malaka, Raja
Muhammad Iskandar Syah mendapat hadiah dari Kaisar Cina, antara lain ikat pinggang
bertatahkan mutu manikam, kuda beserta sadel-sadelnya, seratus ons emas dan perak, 400.000
kwan uang kertas, 2600 untai uang tembaga, 300 helai kain khasa sutra, 1000 helai sutra tulen,
dan 2 helai sutra berbunga emas. Dari hadiah-hadiah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa,
dalam pandangan Cina, Malaka adalah kerajaan besar dan diperhitungkan.
Di masa Sultan Mansur Syah, juga terjadi perkawinan antara Hang Li Po, putri
Maharaja Yung Lo dari dinasti Ming, dengan Sultan Mansur Shah. Dalam prosesi perkawinan
ini, Sultan Mansur Shah mengirim Tun Perpateh Puteh dengan serombongan pengiring ke
negeri China untuk menjemput dan membawa Hang Li Po ke Malaka. Rombonga ini tiba di
Malaka pada tahun 1458 dengan 500 orang pengiring.
Demikianlah, Malaka terus berusaha menjalankan politik damai dengan kerajaan-
kerajaan besar. Dalam melaksanakan politik bertetangga yang baik ini, peran Laksamana
Malaka Hang Tuah sangat besar. Laksamana yang kebesaran namanya dapat disamakan
dengan Gajah Mada atau Adityawarman ini adalah tangan kanan Sultan Malaka, dan sering
dikirim ke luar negeri mengemban tugas kerajaan. Ia menguasai bahasa Keling, Siam dan Cina.

Hang Tuah
Hang Tuah lahir di Sungai Duyung Singkep. Ayahnya bernama Hang Machmud dan
ibunya bernama Dang Merdu. Kedua orang tuanya adalah rakyat biasa yang hidup sebagai
petani dan penangkap ikan. Keluarga Hang Tuah kemudian pindah ke Pulau Bintan. Di sinilah
ia dibesarkan. Dia berguru di Bukit Lengkuas, Bintan Timur. Pada usia yang masih muda, Hang

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 19


Tuah sudah menunjukkan kepahlawanannya di lautan. Bersama empat orang kawan
seperguruannya, yaitu Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiyu, mereka
berhasil menghancurkan perahu-perahu bajak laut di sekitar perairan dan selat-selat di
Kepulauan Riau, sekalipun musuh mereka jauh lebih kuat.
Karena kepahlawanan Hang Tuah dan kawan-kawannya tersebut, maka Sultan
Kerajaan Malaka mengangkat mereka sebagai prajurit kerajaan. Hang Tuah sendiri kemudian
diangkat menjadi Laksamana Panglima Angkatan Laut Kerajaan Malaka. Sedangkan empat
orang kawannya tersebut di atas, kelak menjadi prajurit Kerajaan Malaka yang tangguh.
Dalam pengabdiannya demi kebesaran Malaka, Laksamana Hang Tuah dikenal
memiliki semboyan berikut:
1. Esa hilang dua terbilang
2. Tak Melayu hilang di bumi.
3. Tuah sakti hamba negeri.
Hingga saat ini, orang Melayu masih mengagungkan Hang Tuah, dan keberadaanya hampir
menjadi mitos. Namun demikian, Hang Tuah bukanlah seorang tokoh gaib. Dia meninggal di
Malaka dan dimakamkan di tempat asalnya, Sungai Duyung di Singkep.

Malaka Sebagai Pusat Penyebaran Agama Islam


Sebelum muncul dan tersebarnya Islam di Semenanjung Arabia, para pedagang Arab
telah lama mengadakan hubungan dagang di sepanjang jalan perdagangan antara Laut Merah
dengan Negeri Cina. Berkembangnya agama Islam semakin memberikan dorongan pada
perkembangan perniagaan Arab, sehingga jumlah kapal maupun kegiatan perdagangan mereka
di kawasan timur semakin besar.
Pada abad VIII, para pedagang Arab sudah banyak dijumpai di pelabuhan Negeri Cina.
Diceritakan, pada tahun 758 M, Kanton merupakan salah satu tempat tinggal para pedagang
Arab. Pada abad IX, di setiap pelabuhan yang terdapat di sepanjang rute perdagangan ke Cina,
hampir dapat dipastikan ditemukan sekelompok kecil pedagang Islam. Pada abad XI, mereka
juga telah tinggal di Campa dan menikah dengan penduduk asli, sehingga jumlah pemeluk
Islam di tempat itu semakin banyak. Namun, rupanya mereka belum aktif berasimilasi dengan
kaum pribumi sehingga penyiaran agama Islam tidak mengalami kemajuan.
Sebagai salah satu bandar ramai di kawasan timur, Malaka juga ramai dikunjungi oleh
para pedagang Islam. Lambat laun, agama ini mulai menyebar di Malaka. Dalam
perkembangannya, raja pertama Malaka, yaitu Prameswara akhirnya masuk Islam pada tahun

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 20


1414 M. Dengan masuknya raja ke dalam agama Islam, maka Islam kemudian menjadi agama
resmi di Kerajaan Malaka, sehingga banyak rakyatnya yang ikut masuk Islam.
Selanjutnya, Malaka berkembang menjadi pusat perkembangan agama Islam di Asia
Tenggara, hingga mencapai puncak kejayaan di masa pemeritahan Sultan Mansyur Syah
(1459-1477). Kebesaran Malaka ini berjalan seiring dengan perkembangan agama Islam.
Negeri-negeri yang berada di bawah taklukan Malaka banyak yang memeluk agama Islam.
Untuk mempercepat proses penyebaran Islam, maka dilakukan perkawinan antarkeluarga.
Malaka juga banyak memiliki tentara bayaran yang berasal dari Jawa. Selama tinggal
di Malaka, para tentara ini akhirnya memeluk Islam. Ketika mereka kembali ke Jawa, secara
tidak langsung, mereka telah membantu proses penyeberan Islam di tanah Jawa. Dari Malaka,
Islam kemudian tersebar hingga Jawa, Kalimantan Barat, Brunei, Sulu dan Mindanau (Filipina
Selatan). Malaka runtuh akibat serangan Portugis pada 24 Agustus 1511, yang dipimpin oleh
Alfonso de Albuquerque. Sejak saat itu, para keluarga kerajaan menyingkir ke negeri lain.

Silsilah
Raja/Sultan yang memerintah di Malaka adalah sebagai berikut:
1. Permaisura yang bergelar Muhammad Iskandar Syah (1380—1424)
2. Sri Maharaja (1424—1444)
3. Sri Prameswara Dewa Syah (1444—1445)
4. Sultan Muzaffar Syah (1445—1459)
5. Sultan Mansur Syah (1459—1477)
6. Sultan Alauddin Riayat Syah (1477—1488)
7. Sultan Mahmud Syah (1488—1551)

Periode Pemerintahan
Setelah Parameswara masuk Islam, ia mengubah namanya menjadi Muhammad
Iskandar Syah pada tahun 1406, dan menjadi Sultan Malaka I. Kemudian, ia kawin dengan
putri Sultan Zainal Abidin dari Pasai. Posisi Malaka yang sangat strategis menyebabkannya
cepat berkembang dan menjadi pelabuhan yang ramai. Akhir kesultanan Malaka terjadi ketika
wilayah ini direbut oleh Portugis yang dipimpin oleh Alfonso d’albuquerque pada tahun 1511.
Saat itu, yang berkuasa di Malaka adalah Sultan Mahmud Syah.
Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun
1512, Sultan Mahmud Syah yang dibantu Dipati Unus menyerang Malaka, namun gagal
merebut kembali wilayah ini dari Portugis. Sejarah Melayu tidak berhenti sampai di sini. Sultan

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 21


Melayu segera memindahkan pemerintahannya ke Muara, kemudian ke Pahang, Bintan Riau,
Kampar, kemudian kembali ke Johor dan terakhir kembali ke Bintan. Begitulah, dari dahulu
bangsa Melayu ini tidak dapat dipisahkan. Kolonialisme Baratlah yang memecah belah
persatuan dan kesatuan Melayu.

Wilayah Kekuasaan
Dalam masa kejayaannya, Malaka mempunyai kontrol atas daerah-daerah berikut:
1. Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, Trenggano, dan sebagainya).
2. Daerah Kepulauan Riau.
3. Pesisir Timur Sumatra bagian tengah.
4. Brunai dan Serawak.
5. Tanjungpura (Kalimantan Barat).
Sedangkan daerah yang diperoleh dari Majapahit secara diplomasi adalah sebagai berikut.
1. Indragiri.
2. Palembang.
3. Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran.

5. Kerajaan Inderapura
Kerajaan Inderapura merupakan kerajaan yang berada di wilayah Kabupaten Pesisir
Selatan sekarang, di dekat perbatasan dengan provinsi Bengkulu. Secara resmi kerajaan ini
merupakan bawahan (vazal) Kerajaan Pagaruyung. Pada prakteknya Inderapura berdiri sendiri
serta bebas mengatur urusan dalam dan luar negerinya. Kerajaan ini pada masa jayanya
meliputi wilayah pantai barat Sumatera mulai dari Padang di utara sampai Sungai Hurai di
selatan. Produk terpenting Inderapura adalah lada, dan juga emas.

Pemerintahan
Pada akhir abad ketujuh belas pusat wilayah Inderapura, yang mencakup lembah sungai
Airhaji dan Batang Inderapura, terdiri atas dua puluh koto. Masing-masing koto diperintah oleh
seorang menteri, yang berfungsi seperti penghulu di wilayah Minangkabau lainnya. Daerah
Anak Sungai, yang mencakup lembah Manjuto dan Airdikit (disebut sebagai Negeri Empat
Belas Koto), dan Muko-muko (Lima Koto). Sistem pemerintahan di sini tak jauh berbeda. Di
bagian paling selatan pemerintahan dilakukan sesuai dengan adat Sumatera Selatan. Desa-desa
berada di bawah wewenang peroatin (kepala yang bertanggung jawab menyelesaikan sengketa

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 22


di muara sungai). Peroatin ini pada awalnya berjumlah 59 orang (peroatin nan kurang satu
enam puluh). Para menteri dan peroatin ini tunduk pada kekuasaan raja atau sultan.

Pada penghujung abad ketujuh belas para peroatin masih berfungsi sebagai kepala wilayah.
Namun tugas-tugas menteri mulai bergeser seiring dengan proses terlepasnya Inderapura
menjadi kerajaan terpisah dari Pagaruyung. Menteri Dua Puluh Koto di Inderapura bertindak
sebagai penasihat kerajaan. Menteri Empat Belas Koto bertugas mengatur rumah tangga istana,
sedangkan Menteri Lima Koto bertanggung jawab atas pertahanan.

Sejarah Berkembangnya Inderapura


Inderapura dikenal juga sebagai Ujung Pagaruyung. Dengan melemahnya kekuasaan
Pagaruyung selama abad kelima belas, seperti daerah-daerah pinggiran Minangkabau lainnya,
antara lain Indragiri dan Jambi, Inderapura dibiarkan mengurus dirinya sendiri.
Namun perkembangan Inderapura baru benar-benar dimulai saat Malaka jatuh ke
tangan Portugis pada 1511. Arus perdagangan yang tadinya melalui Selat Malaka sebagian
besar beralih ke pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Perkembangan dan ekspansi
Inderapura terutama ditunjang oleh lada.
Saat tepatnya Inderapura mencapai status negeri merdeka tidak diketahui dengan pasti.
Namun diperkirakan ini bertepatan dengan mulai maraknya perdagangan lada di wilayah
tersebut. Pada pertengahan abad keenam belas didorong usaha penanaman lada batas selatan
Inderapura mencapai Silebar (sekarang di propinsi Bengkulu). Pada masa ini Inderapura
menjalin persahabatan dengan Banten dan Aceh. Saat itu Kesultanan Aceh sudah melakukan
ekspansi sampai wilayah Pariaman.
Persahabatan dengan Aceh dipererat dengan ikatan perkawinan antara Raja Dewi, putri
Sultan Munawar Syah dari Inderapura, dengan Sri Alam Firman Syah, saudara raja Aceh saat
itu, Sultan Ali Ri’ayat Syah (1568-1575). Lewat hubungan perkawinan ini dan kekuatan
ekonominya Inderapura mendapat pengaruh besar di Kotaraja (Banda Aceh). Hulubalang dari
Inderapura disebut-sebut berkomplot dalam pembunuhan putra Sultan Ali Ri’ayat Syah,
sehingga melancarkan jalan buat suami Raja Dewi naik tahta dengan nama Sultan Sri Alam
pada 1576. Namun kekuasaannya hanya berlangsung selama tiga tahun sebelum disingkirkan
dengan dukungan para ulama.
Namun pengaruh Inderapura tak dapat disingkirkan begitu saja. Dari 1586 sampai 1588
saudara Raja Dewi memerintah dengan gelar Sultan Ali Ri’ayat Syah II, sebelum akhirnya
terbunuh oleh intrik ulama Aceh.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 23


Kemerosotan
Di bawah Sultan Iskandar Muda (1607-1636), seraya memerangi negeri-negeri
penghasil lada di Semenanjung Malaya, Aceh berusaha memperkuat cengkeramannya atas
monopoli lada dari pantai barat Sumatera. Kendali ketat para wakil Aceh (disebut sebagai
panglima) di Tiku dan Pariaman atas penjualan lada mengancam perdagangan Inderapura lewat
pelabuhan di utara. Karena itu Inderapura mulai mengembangkan bandarnya di selatan,
Silebar, yang biasanya digunakan untuk mengekspor lada lewat Banten.
Inderapura juga berusaha mengelak dari membayar cukai pada para panglima Aceh. Ini
memancing kemarahan Iskandar Muda yang mengirim armadanya pada 1633 untuk
menghukum Inderapura. Raja Putih yang memerintah Inderapura saat itu dihukum mati beserta
beberapa bangsawan lainnya, dan banyak orang ditawan dan dibawa ke Kotaraja. Aceh
menempatkan panglimanya di Inderapura dan Raja Malfarsyah diangkat menjadi raja
menggantikan Raja Putih.
Di bawah pengganti Iskandar Muda, Sultan Iskandar Tsani kendali Aceh melemah.
Pada masa pemerintahan Ratu Tajul Alam pengaruh Aceh di Inderapura mulai digantikan
Belanda (VOC).
Dominasi VOC diawali ketika Sultan Muhammadsyah meminta bantuan Belanda
memadamkan pemberontakan di Inderapura pada tahun 1662. Pemberontakan ini
menyebabkan Sultan Inderapura terpaksa melarikan diri beserta ayahnya, Raja Malfarsyah, dan
kakak iparnya, Raja Sulaiman. Sebagai imbalan dijanjikan hak monopoli pembelian lada, dan
hak pengerjaan tambang emas.
Sebagai reaksi terhadap serbuan rakyat ke kantor dagang di Inderapura tanggal 6 Juni
1701 VOC membalas dengan mengirim pasukan yang tidak hanya membunuhi dan merampok
penduduk tetapi juga memusnahkan semua tanaman lada yang merupakan sandaran ekonomi
Inderapura. Keluarga raja Inderapura mengungsi ke pegunungan. VOC mengangkat Sultan
Pesisir sebagai raja.
Inderapura akhirnya benar-benar runtuh pada 1792 ketika garnisun VOC di Airhaji
menyerbu Inderapura karena pertengkaran komandannya dengan Sultan Pesisir. Raja
Inderapura mengungsi ke Bengkulu dan meninggal di sana (1824).

6. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan islam pertama di Jawa. Pendirinya ialah Raden
Fatah (1478 – 1518 M). Kerajaan ini memiliki wilayah yang luas dan membentang di pesisir

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 24


utara Jawa, bekas Kerajaan Majapahit. Setelah sebagian besar wilayah Jawa dikuasainya,
Kerajaan Demak melakukan ekspansi ke luar Jawa. Caranya, dengan menyerang Malaka yang
sudah jatuh ketangan Portugis. Pemimpin serangan itu ialah Pati Unus (1518-1521 M) dan
dikenal dengan Pangeran Sabrang Lor. Serangan itu mengalami kegagalan, karena jarak
serangan terlalu jauh dan Demak kurang memiliki persenjataan. Walaupun gagal, kerajaan
Demak telah membuktikan bahwa kerajaan Nusantara mampu melawan kekuatan bangsa
Barat.Kerajaan Demak mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521-1546 M). Pada masa pemerintahannya, Demak berusaha membendung masuknya
Portugis ke Jawa. Setelah Sultan Trenggono wafat, Demak mengalami kemunduran yang
disebabkan adanya perebutan kekuasaan dan kelemahan sistem pemerintahan di Kerajaan
Demak. Kerajaan Demak memiliki peranan besar sebagai pusat penyebaran Islam di
Jawa. Demak pun membangun masjid yang menggunakan perpaduan antara kebudayaan Jawa
dan Islam. Masjid yang dimaksud adalah Masjid Raya Demak dan Masjid Raya Kudus.

7. Kerajaaan Mataram Islam


Pendiri Kerajaan Mataram ialah Kyai Ageng Pamanahan. Setelah meninggal tahun
1575 M, Pamanahan digantikan oleh anaknya bernama Sutawijaya. Pada masa pemerintahan
Sutawijaya, wilayah kekuasaan Mataram meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, Cirebon dan
sebagian Priangan.
Sutawijaya kemudian digantikan Mas Jolang (1511-1613 M). Pada masa pemerintahan
Mas Jolang, Mataram Islam tidak mampu memperluas wilayahnya karena disibukkan dengan
usaha mengatasi para pemberontak.
Pengganti Mas Jolang ialah Raden Rangsang (1613-1645 M) yang bergelar Sultan
Agung Hanyokrokusumo. Cita-cita perjuangan kedua pendahulunya tetap dilanjutkan sejak
tahun 1614 M, Sultan Agung mulai bergerak menaklukkan kembali daerah di pesisir utara
Jawa. Balatentara Mataram berhasil menaklukkan Lumajang, Pasuruan, Kediri, Tuban, Pajang,
Lasem, Madura, Surabaya dan Sukadana (Kalimantan). Sedangkan di daerah pedalaman yang
tidak mau tunduk kepada kerajaan Mataram Islam, yaitu Madura, Ponorogo, Blora dan
Bojonegoro. Setelah Surabaya jatuh hampir seluruh Jawa dikuasainya hanya tinggal Cirebon,
Banten dan Batavia yang belum dikuasai. Pada tahun 1628 M dan 1629 M Mataram menyerang
Batavia, namun tidak berhasil karena kurangnya persiapan logistik. Sultan Agung adalah
seorang organisator, ahli politik, ahli filsafat dan ahli sastra. Berikut ini adalah hasil karya
Sultan Agung, yaitu :

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 25


a. Tahun 1833 M, Sultan Agung menciptakan Tarikh Jawa Islam yang dimulai 1 Muharam
1043 H.
b. Mengarang buku ”sastra gending” yang berisi ajaran filsafat mengenai kesucian jiwa.
c. Membuat buku undang-undang hukum pidana dan perdata yang diberi nama ”surya alam”.

8. Kerajaan Cirebon
Awalnya Cirebon merupakan bagian dari kerajaan Pajajaran. Pada abad ke- 16, Cirebon
berkembang menjadi pelabuhan yang ramai dan pusat perdagangan di pantai Jawa Barat bagian
utara. Setelah jumlah pedagang semakin banyak dan proses Islamisasi berkembang terus,
Sunan Gunung Jati segera membentuk pemerintahan kerajaan Islam Cirebon.
Cirebon dan Demak memiliki hubungan dekat. Secara ekonomi, pelabuhan Banten
dijadikan sebagai pelabuhan bagi perkembangan ekonomi Demak di wilayah Cirebon, sebelum
pelabuhan ini berdiri sendiri sebagai kerajaan. Adapun secara politik dan budaya, hubungannya
terjadi melalui perkawinan. Pada tahun 1524 M, Sunan Gunung Jati menikahi saudara
perempuan raja Demak. Dari perkawinan tersebut, Sunan Gunung Jati memperoleh anak
bernama Hasanuddin yang kemudian dinobatkan sebagai Sultan Banten, setelah Demak
merebut Banten dari penguasa Pajajaran. Adapun Sunan Gunung Jati, setelah meletakkan
dasar-dasar pemerintahan kesultanan Banten segera membentuk pemerintahan di Cirebon pada
tahun 1552 M. Masih ada perbedaan pendapat mengenai apakah Sunan Gunung Jati dengan
Fatahillah sama orangnya atau berbeda ? Selama ini terdapat dua versi mengenai tokoh
tersebut. Versi pertama dikemukakan oleh sejarawan Hoesien Djajadiningrat (1913) yang
merujuk pada sumber-sumber yang dikemukakan oleh catatan sejarah bangsa Portugis dan
sumber-sumber lainnya mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati ialah sama dengan Fatahillah,
Falatehan, Tagaril, atau Syarif Hidayatullah. Versi kedua dikemukakan oleh sejarawan Atja
(1972) dan Edi S. Ekadjati (2000) mengatakan bahwa Fatahillah dan Sunan Gunung Jati ialah
dua orang yang berbeda, walaupun keduanya ialah sama-sama tokoh penyebar Islam di
Cirebon. Versi kedua ini didukung oleh Babad Cirebon dan naskah Carita Purwaka Caruban
Nagari.

9. Kerajaan Banten
Hasanuddin sebagai anak dari Sunan Gunung Jati dianggap sebagai raja dari
Kerajaan/Kesultanan Banten yang pertama. Adapun Sunan Gunung Jati dianggap sebagai
pendiri kerajaan Banten. Seperti halnya ayahnya, Hasanuddin memiliki hubungan keluarga

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 26


dengan Raja Demak (Sultan Trenggono) melalui perkawinan. Dari perkawinan tersebut,
Hasanuddin memperoleh dua orang anak, yaitu Maulana Yusuf dan Pangeran Jepara. Anak
kedua diangkat menjadi penguasa Jepara, sedangkan Maulana Yusuf sebagai anak pertama
diangkat menjadi Raja Banten.
Perebutan tahta di Banten terjadi sepeninggal Maulana Yusuf, yaitu antara Maulana
Muhammad (anak Maulana Yusuf) dengan Pangeran Jepara. Namun usaha ini dapat
digagalkan oleh pasukan Banten. Dari kegagalan serangan tersebut, Banten dan
Cirebon berdiri sebagai kerajaan yang berdaulat.
Banten mencapai masa kejayaannya dibawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa
(1651-1682 M). Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan
VOC. Kegigihan Sultan Ageng ditentang oleh Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC
untuk menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat
ditangkap Belanda tahun 1683 M dan dipenjara di Batavia sampai akhirnya wafat tahun 1692
M. Akhirnya, Sultan Haji dipaksa untuk menandatangani perjanjian dengan VOC. Harus
menerima kenyataan bahwa Belanda memonopoli perdagangan di Banten.

Daftar penguasa Banten:


1. Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 - 1570
2. Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 - 1585
3. Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 - 1596
4. Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 - 1647
5. Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 - 1651
6. Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
7. Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 - 1687
8. Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 - 1690
9. Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 - 1733
10. Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 - 1747
11. Ratu Syarifah Fatimah 1747 - 1750
12. Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 - 1773
13. Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 - 1799
14. Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 - 1803
15. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 - 1808
16. Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 – 1813

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 27


10. Kerajaan Makassar
Pada abad ke- 16 di pulau Sulawesi berkembang banyak kerajaan diantaranya kerajaan
Luwu, Gowa, Wajo, Soppeng, Tallo dan Bone. Diantara kerajaan-kerajaan tersebut terdapat
persaingan perebutan hegemoni di Sulawesi Selatan dan kawasan Indonesia bagian Timur. Dua
kerajaan berhasil memenangkan persaingan tersebut, yaitu Gowa dan Tallo yang kemudian
lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar.Kerajaan Makassar mencapai puncak kejayaannya
pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).
Sultan Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya di Sulawesi Selatan
termasuk Kerajaan Bone. setelah VOC mengetahui pelabuhan Makassar yaitu Sombaopu
cukup ramai dan banyak menghasilkan beras. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan memiliki
tradisi merantau.Tradisi ini berkaitan dengan kehidupan ekonomi perdagangan antar pulau.
Pada masa kejayaannya, pedagang Makassar melakukan kegiatan perdagangan dengan
berbagai Pelabuhan di seluruh Nusantara.Hubungan diplomatik juga dilakukan antara lain
dengan kerajaan-kerajaan di Asia, seperti Mindanao, Mogul, Turki dan Sulu. Sikap terbuka
masyarakat Kerajaan Makassar menyebabkan terbentuknya perdagangan bebas di kawasan
ini. VOC mulai mengirimkan utusan untuk membuka hubungan dagang serta membujuk
Sultan Hasanuddin untuk bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun,
bujukan VOC itu ditolak. Setelah peristiwa itu antara Makassar dan VOC mulai terjadi Konflik.
Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering
mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar oleh karena itu, VOC memperalat Aru
Palaka (Raja Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan
merdeka. Akhirnya Makasar diduduki VOC melalui Perjanjian Bongaya tahun 1667 M.

11. Kerajaan Ternate dan Tidore


Kerajaan Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan di kepulauan Maluku. Dalam
sejarah perkembangannya, kedua kerajaan tersebut bersaing untuk memperebutkan kekuasaan
politik dan ekonomi. Tidak jarang mereka melibatkan kekuatan-kekuatan asing, seperti
Portugis, Spanyol dan Belanda. Kekuatan-kekuatan asing tersebut dalam perkembangannya
berambisi pula untuk menguasai secara monopoli perdagangan rempah-rempah di kawasan ini.
Persaingan antara kerajaan Ternate dan Tidore diperburuk dengan ikut campurnya bangsa
Portugis yang membantu Ternate dan bangsa Spanyol yang membantu Tidore. Setelah
memperoleh keuntungan, kedua bangsa barat tersebut bersepakat untuk menyelesaikan
persaingan mereka dalam Perjanjian Saragosa (22 April 1529). Hasil perjanjian tersebut,

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 28


Spanyol harus meninggalkan Maluku dan menguasai Philipina, sedangkan Portugis tetap
melakukan perdagangan di kepulauan Maluku.
Walaupun sedang bersaing memperebutkan hegemoni di kawasan tersebut, kerajaan-
kerajaan di Maluku tetap tidak menginginkan bangsa-bangsa barat mengganggu kegiatan
perdagangan di kawasan tersebut. Hal itu merupakan salah satu ciri kerajaan-kerajaan Islam di
Maluku. Oleh karena itu, mereka selalu mengadakan perlawanan terhadap kekuasaan asing.
Misalnya, perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Hairun (1550 – 1570 M) dan perlawanan
Sultan Baabullah (1570-1583).Perlawanan yang terakhir ini mampu memaksa bangsa
Portugis meninggalkan Maluku dan memindahkan kegiatannya ke Timor Timur (sekarang
Timor Leste). Adapaun perlawanan terhadap Belanda dilakukan pada masa pemerintahan
Sultan Nuku (1780 – 1805 M).

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 29


Peninggalan Sejarah Bercorak Islam di Nusantara

Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara meninggalkan warisan sejarah yang sangat


berharga. Peninggalan tersebut merupakan hasil dari proses belajar masyarakat Islam
Nusantara pada masa kejayaannya, baik hasil perpaduan antara kebudayaan asing dan
kebudayaan setempat maupun yang digali dari masyarakat Nusantara sendiri. Peninggalan-
peninggalan tersebut antara lain:

1. Masjid
Dalam bidang arsitektur atau seni bangun, peninggalan yang sangat berharga, yaitu
arsitektur bangunan masjid yang merupakan perpaduan antara seni bangun dari berbagai
kawasan dunia Islam dan kebudayaan setempat. Contoh bangunan Masjid Agung Cirebon,
Masjid Agung Banten dan Menara Kudus yang mengadopsi kebudayaan setempat. Contoh
lainnya, bentuk bangunan gerbang Masjid Sumenep yang mengadopsi gaya Portugis. Adapun
gaya India dan Eropa tampak pada arsitektur Masjid Penyengat dan Masjid Baiturrahman.
Ciri khas dari bangunan masjid kuno di nusantara adalah sebagai berikut :
1. Disekitar masjid (kecuali bagian barat) biasanya terdapat tanah lapang (alun-alun).
2. Letak masjid tepat ditengah-tengah kota atau dekat dengan istana.
3. Dikiri kanan masjid terdapat menara sebagai tempat menyerukan panggilan shalat.
4. Didalam masjid terdapat barisan tiang yangmengelilingi tiang induk yang disebut
soko guru.
5. Atap masjid awalnya beratap tumpeng
6. Halaman masjid dikelilingi pagar tembok dengan satu atau dua pintu gerbang.
7. Mesjid mempunyai denah bujur sangkar.

Masjid Menara Kudus Masjid Agung Banten

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 30


2. Keraton
Keraton adalah tempat untuk melakukan kegiatan-kegiatan penting yang menyangkut
urusan kerajaan. Di keraton, Sultan beserta keluarganya tinggal. Keraton dibangun sebagai
lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Keraton Islam di Nusatara memiliki ciri-ciri khusus,
antara lain:
a. Di depan keraton biasanya terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun.
b. Bangunan utama keraton dikelilingi pagar tembok, parit atau sungai kecil buatan.

Kraton Yogyakarta Sisa pondasi Kraton Banten (Surosuwan)

3. Batu Nisan
Batu nisan adalah bangunan terbuat dari batu yang berdiri di atas makam. Nisan
berfungsi sebagai tanda adanya suatu makam seseorang yang sudah meninggal. Bentuk nisan
juga bermacam-macam. Nisan-nisan yang bercorak Islam biasanya dihiasi dengan tulisan Arab
dalam bentuk kaligrafi.

Batu Nisan Makam Sultan Malik Al-Saleh Batu Nisan Makam Fatimah binti Mamun

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 31


4. Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan merangkai huruf-huruf Arab atau ayat-ayat
suci al-Qur’an sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Biasanya yang menjadi objek seni
kaligrafi adalah tokoh manusia, tumbuhan atau binatang. Contoh kaligrafi antara lain:
a. Kaligrafi pada batu nisan.
b. Kaligrafi bentuk wayang dari Cirebon.
c. Kaligrafi bentuk hiasan.

Contoh Kaligrafi Kaligrafi dengan Obyek Berbentuk Manusia

5. Seni Sastra
Peninggalan karya sastra bercorak Islam di Nusantara dapat dibagi ke dalam empat
kelompok, yaitu:
a. Hikayat c. Syair
b. Babad d. Suluk

Hikayat Amir Hamzah Babad Tanah Jawi

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 32


6. Seni pertunjukkan
Peninggalan sejarah yang bercorak Islam dalam bentuk seni pertunjukkan adalah:
1. Permaianan Debus merupakan satu jenis tarian yang agak mengerikan, dimana pada
puncak acara penari memasukan benda tajam ke badannya, tetapi tidak tembus. Tarian
ini diawali dengan nyanyian atau pembacaan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an atau
Salawat Nabi.
2. Seudati merupakan jenis tarian yang terdapat di Aceh. Seudati berasal dari kata
syaidati, yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman
(delapan), karena permainan itu mula-mula dilakukan oleh delapan pemain. Dalam
seudati, para penari menyanyikan lagu tertentu yang isinnya berupa Shalawat Nabi.

PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSANTARA 33

Anda mungkin juga menyukai