Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH PERADABAN ISLAM DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah “Sejarah Peradaban Islam”

Dosen Pengampu : Jakaria Umro, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok 10

1. I’anatul Izza (202011001012)


2. Ina Mumtadzah (202011001013)
3. Mufti Turmudzi Maskur (2020110010117
4. Shofiatul Ilmiyah (202011001031)

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) PGRI


PASURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Juni, 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur panjatkan kepada tuhan yang maha esa karena telah melimpahkan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kami mampu
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Sejarah Peradaban
Islam”. Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna serta masih
banyak kekurangan, baik mengenai isi di dalamnya maupun dari segi
pengerjaannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang kami
miliki. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang inovatif
demi perbaikan masa yang akan datang .

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca tentunya.

Pasuruan, 15 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A. Proses Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia..................................3

B. Kerajaan Islam Kemajuan dan Kehancurannya..........................................10

C. Akulturasi Budaya dan Peradaban Islam di Indonesia................................13

D. Pengumpulan Politik Islam di Indonesia....................................................15

BAB III..................................................................................................................18

PENUTUP.............................................................................................................18

A. Kesimpulan.................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kedatangan Islam di Nusantara membawa aspek-aspek peradaban dalam
dimensi yang sangat luas, termasuk sistem politik, ekonomi, budaya, bahasa, dan
aksara. Mengikuti pendapat Koentjaraningrat, yang diikuti pula oleh Badri
Yatim, peradaban sering dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang
mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan
ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.1 Peradaban Isalm adalah peradaban
umat Islam yang lahir dari ruh ajaran Islam dan terwujud dalam berbagai bentuk.

Landasan peradaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud


idealnya, sehingga aspek-aspek yang dijangkau oleh peradaban Islam pun
meliputi tujuh aspek kebudayaan. Ketujuh aspek tersebut ialah sistem religi,
sistem ilmu pengetahuan, organisasi kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem
mata pencaharian, serta sistem teknologi dan peralatan. Sementara itu,
kebudayaan islam lahir dari realisasi semangat tauhid yang bersumber pada Al-
Qur’an. Jadi, peradaban Islam tidak lain dari hasil manifestasi nilai-nilai Al-
Qur’an dalam seluruh bidang kehidupan umat Islam.

Sistem aksara, sebagai sarana perpindahan ilmu pengetahuan dari satu


masyarakat ke masyarakat lainnya, dengan demikian juga merupakan salah satu
aspek peradaban. Aksara Arab adalah sistem aksara yang utama digunakan di
dunia Islam. Bersaamaan dengan masuknya Islam di Indonesia, aksara Arab
diserab dan mengambil bentuk kreatif menjadi aksara jawi atau pegon. Aksara
ini dengan cepat menjadi sistem tulis utama yang digunakan di Semenanjung
Melayu, menggeser aksara-aksara lokal lainnya. Namun, di Jawa sistem aksara
ini tidak serta merta menggeser kedudukan aksara jawa yang telah mapan,
termasuk dalam tradisi tulis di Kraton Yogyakarta dan Surakarta.
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dinasti Islamiyah II), Jakarta : Manajemen Grafindo
Persada, 1993), hal. 2; Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta :
Gramedia, 1985), hal 10.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses masuk dan perkembangan Islam di Indonesia?
2. Apa kemajuan dan kehancuran kerajaan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana akulturasi budaya dan peradaban Islam di Indonesia?
4. Bagaimana pengumpulan politik Islam di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui proses masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
2. Memahami kemajuan dan sebab-akibat kehancuran kerajaan Islam di
Indonesia
3. Memahami akulturasi budaya dan peradaban Islam di Indonesia
4. Mengetahui pengumpulan politik Islam di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Masuk dan Perkembangan Islam di Indonesia


1. Proses Masuk Islam di Indonesia

Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal


sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal abad Masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara
kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara. 2
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang
dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang
berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan Sumatra, untuk kemudian
dijual pada pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan
Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi pedagang asing,
seperti Lamuri (Aceh) , Baurus dan Palembang di Sumatra, (Sunda Kelapa
dan Gresik di Jawa). 3

Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia, dan India juga ada


yang sampai beberapa kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad
ke-7 M (abad 1 H), ketika Islam pertama kali berkembang di Timur
Tengah. Malaka, jauh sebelum ditaklukkan Portugis (tahun 1511), dimana
dulu Malaka ini merupakan pusat utama lalu lintas perdagangan dan
pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh
pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang
2
Marwati Djiened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia II,
Jakarta : Balai Pustaka, 1984, hal. 2.
3
Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta : Majelis Ulama Indonesia, 1991,
hal. 34

3
melakukan hubungan dagang secara langsung dengan penduduk pribumi
asal Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata
rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan
laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang menjadi dua.
Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz,
ke Teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk Aden dan Laut Merah, dan dari
kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan ke Kairo dan
Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab, Persia,
dan India mulai berbolak-balik dari Barat ke Timur dan terus ke negeri
Cina dengan mengguanakan angin musim pelayaran pulang perginya.4

Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan tersebut


sesudah abad ke-9 M, tetapi tidak lama kemudian kapal-kapal tersebut
hanya sampai di pantai barat India, karena barang-barang yang diperlukan
sudah dapat dibeli di sini. Kapal-kapal Indonesia juga mengambil bagian
dalam perjalanan niaga tersebut. Pada zaman Sriwijaya, pedagang
Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cinda dan pantai Timur
Afrika. Menurut J.C. Van Leur, berdasarkan berbagai cerita perjalanan
dapat diperkirakan bahwa sejak tahun 674 M ada koloni-koloni Arab di
barat laut Sumatra, yaitu di Barus, daerah penghasil kapur barus terkenal. 5
Dari berita Cina bisa diketahui bahwa di masa Dinasti Tang (abad ke 0-10
M) orang-orang Ta-Shih sudah ada di Kanton (Ka-fu) dan Sumatra. Ta-
Shih meurpakan sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika
itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional antara negeri-negeri di Asia
bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam
di bawah kekuasaan Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Cina
zaman Dinasti Tang di Asia bagian timur serta kerajaan Sriwijaya di Asia
Tenggara. Akan tetapi, menurut Taufik Abdullah, belum ada bukti bahwa
pribumi Indonesia ditempat-tempat yang disinggahi oleh para pedagang
Muslim itu beragama Islam. Adanya koloni itu, diduga sejauh yang paling

4
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta : PN Balai Pustaka, 1984, hal. 122
5
J.C. van Leur, Indonesia Trade and Society, (Bandung : Sumur Bandung, 1960), hal. 91

4
bisa dipertanggungjawabkan, yaitu para pedagang Arab tersebut, hanya
berdiam untuk menunggu musim yang baik bagi pelayaran.

Baru pada zaman berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam,


bermula dari penduduk pribumi di koloni-koloni pedagang Muslim itu.
Menjelang abad ke-13 M, masyarakat Muslim sudah ada di Samudra
Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatra. Di Jawa, makam Fatimah binti
Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan
makam-makam Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M
merupakan bukti berkembangnya komunitas Islam, termasuk di pusat
kekuasaan Hindu-Jawa ketiku itu, yakni kerajaan Majapahit. Namun,
sumber sejara yang shahih yang memberikan kesaksian sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan tentang berkembangnya masyarakat Islam di
Indonesia, baik berupa prasasti dan historiografi tradisional maupun berita
asing, baru terdapat ketika “komunitas Islam” berubah menjadi pusat
kekuasaan.6

Sampai berdirinya kerajaan-kerajaan Islam itu, perkembangan agama


Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu :

1) Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan


Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, Cina.
2) Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah
kepulauan Indonesia. Sumbernya, adanya makam-makam Islam
di Nusantara.
3) Berdirinya kerajaan Islam

Proses masuknya agama Islam ke Nusantara tidak berlangsung secara


revolusioner, cepat dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-lama, dan
sangat beragam. Menurut para sejarawan, teori-teori tentang kedatangan
Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi :

a. Teori Mekkah

6
Taufik Abdullah, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta : LP3ES, 1989, Cetakan
I), hal. 38

5
Mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Mekkah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad
pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan
teori ini adalah H. Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnua ini pada tahun 1958, saat orasi yang
disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri
(PTIN) di Yogyakarta. Pamdangan HAMKA ini hampir sama
dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang
mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah
melakukan Islamisasi awal di Indonesia.7
b. Teori Gujarat
Mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal
dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini
terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab.
Menurut J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19.
Menurutnya, orang-orang Arab bermazhab syafi’i telah bermukim
di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 M), namun
yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurutnya bukanlah dari
orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.
Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang
dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hungronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa
berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah
keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau
“syarif” di depan namanya. Teori Gujarat kemudian dikembangkan
oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan
batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17
Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan
di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun
7
Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.
(Bandung : Penerbit Mizan,1996), hal.81-82

6
1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan
nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Mouqetta berkesimpulan
bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya
dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar
kaligrafi khas Gujarat.
c. Teori Persia
Mengatakan bahwa proses kedatangan Islam di Indonesia berasal
dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini
adalah Hoesein Djadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesin lebih menitik beratkan
analisisnya pada kesaamaan budaya dan tradisi yang berkembang
antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain :
 Tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro
 Ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran yang
dibawanya yaitu sufi Al-Hallaj dari Persia
 Adanya kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan
yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia.
 Umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafi’i dengan
beredarnya kitab-kitab sekaligus ajaran mazhab tersebut, sama
seperti kebanyak muslim di Iran8
d. Teori Cina
Bahwa proses kedatangan Islam di Indonesia (khususnya di Jawa)
berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan
dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indoensia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok
telah berbaur dengan penduduk Indonesia melalui kontak dagang.
Bahkan ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M,
masa dimana agama ini baru berkembang. Menurut sejumlah
sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa,
yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan

8
GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim,
Sharon Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam in Southeast Asia, (Singapore : Institute of
Southeast Asia Studies, 1985), hal. 7-19

7
Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan
(sekarang termasuk Vietnam). Bukti-bukti lainnya adalah masjid-
masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh
komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa.
Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik,
misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama oleh
para pelaut dan pedagang Cina.
2. Perkembangan Islam di Indonesia
Sebelum Islam masuk ke Nusantara, wilayah ini sebelumnya pernah
berdiri dua kerajaan besar, Sriwijaya dan Majapahit serta banyak kerajaan
kecil lain yang masyarakatnya memeluk agama Hindu atau Buddha. Islam
awal yang berkembang di Nusantara, karena masih kentalnya pengaruh
langsung dari para penyebarnya (yakni orang Gujarat, dan Hadramaut serta
beberapa orang Arab non Hadramaut) yang beraliran Syi’ah, maka yang
berkembang adalah Islam Syi’ah. Aliran ini cenderung pada tasawuf, hal
ini dapat lebih mendekatkan diri dengan penduduk pribumi yang beragama
Hindu dan Budha. Kedua agama ini pada prinsipnya mempunyai
kedekatan dalam pemaaman tentang hakekat hidup manusia. Perenungan
yang sejalan dengan prinsip-prinsip tasawuf. Hal ini diperkuat dengan
pemikiran yang dianut oleh Hamzah Fansur (wafat 1590 M) dan Nuruddin
al-Raniri (wafat 1658 M), yaitu pemikiran yang mengarah pada
immanensi. Sehingga pemikiran-pemikiran Islam dalam lebih menyatu
pada pemikiran masyarakat Nusantara pada waktu itu.
Ditinjau dari waktu masuknya Islam ke Indonesia terlihat bahwa
pemikiran Islam yang masuk ke Indonesia telah berbaur dengan
pemikiran-pemikiran Persia-India yang menggunakan pandangan esoteris,
sebagai perluasan dari prinsip-prinsip yang terdapat dalam agama Islam.
Hal ini diperkuat dengan pikiran yang dianut oleh Hamza Fanzuri dan
Nuruddin al-Raniri, yaitu pemikiran yang lebih mengarah pada immanensi.
Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran yang berkembang di Indonesia,
sehingga pemikiran Islam dapat masuk dan menyatu dengan arus
pemikiran yang berkembang pada waktu tersebut. Pemikiran ini mengajak

8
manusia untuk memikirkan hakikat dirinya, hubungan dengan Sang
Pencipta dan mencari jalan bagaimana manusia dapat mendekatkan diri
dengan Tuhannya. Pandnagan ini berkembang di Indonesia selama kurang
lebih dua abad.
Praktek-praktek ibadah yang diperintahkan oleh Islam yang
berkembang di Nusantara tidak dilepaskan dari pengaruh akibat
pergolakan yang terjadi dimana Islam lahir dan tumbuh. Aliran Sunni
masuk dan menyebar ke Nusantara melalui perantaraan para jama’ah haji,
menggantikan aliran Syi’ah yang lebih dahulu masuk dan berkembang
sebelumnya.
Aktivitas perdagangan di Nusantara tumbuh dan berkembang pada
kerajaan Islam melalui kerajaan seperti Samudra Pasai, Banda Aceh,
Palembang, Malaka, Demak, Jepara, Banten, Cirebon, Gresik, Jaratan,
Ternate, Banda, Gowa Makasar dan lainnya. Untuk melindungi berbagai
kepentingannya, para saudagar membentuk kelompok berdasarkan daerah
asalnya dan bermukim di kerajaan tersebut. Kemudian dibangunlah
permukiman atas persetujuan penguasa kerajaan untuk bermukim di
kawasan tersebut. Adapun kawasan yang diperuntukkan oleh etnis tertentu
seperti kawasan Pecinan, tempat bermukim orang Cina. Ada pula Pakojan
yang diperuntukkan tempat bermukim pedagang muslim dari berbagai
negeri Islam. Disamping itu juga terdapat “Kampung Jawa”, “Kampung
Melayu”, “Kampung Banda”, “Kampung Arab” dan lainnya.9
Pembentukan komunitas berdasarkan ras, suku atau agama ini salah
satu keuntungannya adalah memudahkan dalam mengidentifikasi
kelompok masyarakat tertentu sehingga memungkinkan dapat berinteraksi
dengan nyaman. Interaksi perdagangan diantara para saudagar secara tidak
langsung memunculkan budaya diantara para pedagang sendiri dengan
penduduk setempat. Kontak ini menimbulkan akulturasi budaya bagi
masyarakat lokal, yang dahulunya di dominasi oleh agama Hindu-Budha,
atau kepercayaan animisme lainnya, kemudian terjadi pencampuran
dengan budaya yang dipengaruhi agama Islam beserta budaya Arab.

9
Ibid, Tjandrasasmita hal 54

9
B. Kerajaan Islam Kemajuan dan Kehancurannya
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra
Pasai yang merupakan kerajaan kembar. Kerajaan ini terletak di pesisir
Timur Laut Aceh. Kemunculannya sebagai kerajaan Islam diperkirakan
mulai awal atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses
Islamisasi daerah-daerah pantai yang pernah disinggahi pedagang-
pedagang Muslim sejak abad ke-7, ke-8 M dan seterusnya.10 Bukti
berdirinya Kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M itu didukung
oleh adanya nisan kubur terbuat dari granit asal Samudra Pasai. Dari
nisan itu, dapat diketahui bahwa raja pertama kerajaan itu meninggal
pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan
dengan tahun 1297 M.
Malik Al-Saleh, raja pertama di Samudra Pasai sekaligus pendiri
kerajaan tersebut. Hal ini diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-raja
Pasai, Hikayat Melayu, dan juga hasil penelitian atas beberapa sumber
yang dilakukan sarjana-sarjana Barat, khususnya para sarjana Belanda,
seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L. Moens, J. Hushoff dan
lain-lain.11
Kemudian setelah Malik Al-Saleh meninggal, kerajaan dipimpin
oleh Sultan Muhammad Az-Zahir. Sang raja baru ini untuk pertama
kalinya memperkenalkan koin emas atau dirham sebagai mata uang.
Mata uang dirham secara resmi digunakan dalam perdagangan di
kerajaan Samudra Pasai pada tahun 1297. Mata uang ini berupa
kepingan emas yang memiliki diameter 10 mm dan berat sekitar 0,6
gram.
Pada tahun 1326, kekuasaan diteruskan oleh Sultan Mahmud Malik
Az-Zahir. Di masa pemerintahannya, kerajaan Samudra Pasai terkenal
sebagai kerajaan dagang yang maju. Di tempat ini, banyak dijumpai
pedagang dari India dan Cina yang membeli rempah-rempah, terutama
lada. Selain itu, di kerajaan Samudra Pasai terdapat beberapa jenis
10
Ibid, Badri Yatim..... hal. 205
11
Muhammad Ibrahim dan Rusdi Sufi, “Proses Islamisasi Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh, hal 420

10
barang dari Cina yang dapat dibeli pedagang tanpa harus berlayar ke
Cina.
Pada tahun 1521 di bawah pimpinan Sultan Zain Al-Abidin,
Portugis menyerang kerajaan ini karena iri dengan kemajuan dagang
yang begitu pesat. Angkatan perang Portugis yang lebih kuat, akhirnya
mereka berhasil menaklukkan Kerajaan Samudra Pasai. Keadaan
kerajaan ini melemah, yang kemudian dimanfaatkan oleh Sultan Ali
Mughyat Syah, raja Kerajaan Aceh Darussalam untuk mengambil alih
Kerajaan Samudera Pasai. Pada tahun 1524, akhirnya kerajaan Samudra
Pasai dimasukkan ke dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam. Hal
tersebut dibukttikan dengan dipindahkan Lonceng Corak Donya milik
Kerajaan Samudra Pasai ke Kerajaan Aceh Darussalam.
2. Kerajaan Demak
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan
melemahnya posisi Raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada
penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat
kekuasaan yang independen. Di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta,
Wali Songo bersepakat mengangkat Raden Patah menjadi kerajaan
pertama di Kerajaan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, dengan
gelar Senopati Jimbun Ngabdurahman Panembahan Palembang Sayidin
Panatagama.12 Raden Patah dalam menjalankan pemerintahannya,
terutama persoalan agama, dibantu oleh para ulama, Wali Sonngo.
Sebelumnya Demak masih bernama Bintoro merupakan daerah
Majapahit yang diberikan Raja Majapahit kepada Raden Patah. Daerah
ini lambat laun menjadi pusat perkembangan Islam yang
diselenggarakan oleh para wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung kira-kira di akhir abad ke-
15 hingga awal abad ke-16. Dikatakan, beliau adalah seorang anak Raja
Majapahit dari seorang ibu Muslim keturunan Campa. Beliau digantikan
oleh anaknya, Sambrang Lor, dikenal dengan nama Pati Unus. Menurut
Tome Pires, Pati Unus ketika berumur 17 tahun sekitar tahun 1507 ia

12
Ibid, Taufik Abdullah. Hal. 69

11
merencanakan suatu serangan kepada Malaka. Semangat perangnya
semakin memuncak ketika Malaka ditaklukkan oleh Portugis pada tahun
1511. Akan tetapi, sekitar tahun 1512-1513, tentaranya mengalami
kekalahan besar.
Pati Unus kemudian digantikan oleh Sultan Trenggono, dimana
masa pemerintahan beliau kerajaan Demak berhasil memperluas
kekuasaannya hingga ke Sunda Kelapa, Tuban, Surabaya, Pasuruan,
Malang, dan Blambangan. Dengan adanya kekuasaan yang dimilikinya,
akhirnya Kerajaan Demak juga berhasil menyebarkan agama Islam
secara luas.
Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke Blambangan, Sultan
Trenggono terbunuh. Beliau digantikan adiknya, Prawoto. Masa
pemerintahannya tidak berlangsung lama karena, terjadi pemberontakan
oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Praowoto sendiri
kemudian dibunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549.
Dengan demikian, kerajaan Demak berakhir dan dilanjutkan oleh
Kerajaan Pajang di bawah pimpinan Jaka Tingkir yang berhasil
membunuh Aria Penangsang.
3. Kerajaan Gowa-Tallo
Kerajaan Gowa-Tallo, kerajaan kembar yang saling berbatasan,
biasanya disebut Kerajaan Makasar. Kerajaan ini terletak di semenanjung
Barat Daya pulau Sulawesi, yang merupakan daerah transito sangat
strategis.
Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan
ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam
dari Gresik/Giri. Di bawah pemerintahan Sultan Babullah, Ternate
mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo. Ketika itulah,
raja Ternate berusaha mengajak penguasa Gowa-Tallo untuk menganut
agama Islam, tetapi gagal. Baru pada waktu Da’Ri Bandang datang ke
Kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk di kerajaan ini secara

12
menyeluruh. Alauddin (1591-1636) adalah sultan pertama yang
menganut Islam pada tahun 1605.13
Penyebaran Islam setelah itu berlangsung sesuai dengan tradisi
yang telah lama diterima oleh para raja, keturunan To Manurung. Tradisi
itu mengharuskan seorang raja untuk memberitahukan “hal baik” kepada
yang lain. Karena itu, kerajaan kembar Gowa-Tallo menyampaikan
“pesan islam” kepada kerajaan lain seperti Luwu, yang lebih tua, Waju,
Soppeng, dan Bone. Raja Luwu menerima pesan itu. Sementara 3
kerajaan : Wajo, Soppeng, dan Bone yang terikat dalam aliansi
Tallumpoeco (tiga kerajaan) dalam perebutan hegemoni dengan Gowa-
Tallo, Islam kemudian melalui peperangan. Wajo menerima Islam
tanggal 10 Mei 1610 dan Bone, sebagai saingan politik Gowa sejak
pertengahan abad ke-16. Raja Bone pertama yang masuk Islam adalah
Sultan Aam. Namun meski sudah Islam, peperangan antara dua kerajaan
yang bersaing itu pada masa selanjutnya masih terjadi dan bahkan
melibatkan Belanda untuk mengambil keuntungan politik daripadanya.

C. Akulturasi Budaya dan Peradaban Islam di Indonesia


Akulturasi kebudayaan terjadi sebagai akibat interaksi antar perbedaan
suku, agama, ras dan golongan di dalam masyarakat. Perbedaan menyebabkan
adanya ketertarikan sehingga tercipta adaptasi dan menghasilkan sebuah
akulturasi kebudayaan. Sosiolog Gilin dan Raimy menyatakan, akulturasi
merupakan proses modifikasi antara kebudayaan yang sudah ada di masyarakat
dengan kebudayaan lain. Modifikasi kebudayaan diakibatkan adanya dua
maupun lebih kebudayaan yang mengalami kontak sosial dan menghasilkan
akulturasi kebudayaan. Proses akulturasi kebudayaan terjadi secara dinamis
tanpa menghilangkan kebudayaan lama yang sudah ada. Pada akulturasi
kebudayaan secara kelompok, akulturasi ditunjukan dengan adanya perubahan
pada orientasi nilai dan adopsi nilai-nilai dari kelompok lain. Tanpa hal
tersebut, karena hal tersebut tercipta dari adanya nilai dan sikap secara alamiah.

Indonesia banyak memiliki akulturasi kebudayaan Islam yang terjadi di


masyarakat. Hal tersebut teradi karena sebelum Islam masuk sudah banyak
13
Ibid, Taufik Abdullah, hal. 89

13
terdapat kebudayaan suku asli, agama Hindu-Budha, dan lainnya. Beberapa
akulturasi kebudayaan Islam yang berkembang di Indonesia sebagai berikut :

1. Bentuk Nisan
Akulturasi budaya dilihat dalam bentuk batu nisan. Bentuk nisan
yang berkembang pada awalnya hanya berbentuk kapal terbalik
(lurus) dari Persia. Kemudian, berkembang bentuk lain seperti
teratai, keris, dan gunungan wayang yang dipengaruhi kebudayaan
jawa.
2. Arsitektur Bangunan Masjid
Banyak terdapat bangunan masjid di Indonesia seperti Masjid
Agung Demak, Masjid Gede Mataram, Masjid Soko Tunggal
Kebumen, dan lainnya. Beberapa arsitektur masjid yang yang
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Budha dan Barat sebagai
berikut :
 Bentuk atap masjid berbentuk kubah Ottoman Style dan
India style. Terdapat atas bersusun yang bentuknya semakin
kecil ke atas serta bagian atas seperti mahkota. Atapnya
berjumlah ganjil bilangan tiga atau lima.
 Terdapat bedug sebagai penanda tibanya waktu shalat
 Beberapa masjid seperti Masjid Agung Kudus memiliki
atap tumpeng. Sedangkan, Masjid Agung Banten memiliki
Menara berbentuk mecusuar.
3. Kesusasteraan
Berkembang kesastraan seperti hikayat dan syair. Di daerah
Melayu karya sastra banyak ditulis menggunakan bahasa Arab.
Sedangkan di jawa menggunakan bahasa jawa, walaupun beberpa
kesastraan menggunakan bahasa Arab terutama tentang soal
keagamaan.
4. Seni Wayang
Berkembang seni kebudayaan berupa wayang yang digunakan
untuk menyebarkan agama Islam oleh para Walisongo. Wayang

14
merupakan bentuk samaran gambaran manusia supaya tidak
melanggar aturan dalam Islam.

D. Pengumpulan Politik Islam di Indonesia


Cikal bakal kekuasaan Islam telah dirintis pada periode abad 1-5 H/ 7-8
M, tetapi semuanya tenggelam dalam hegemoni maritim Sriwijaya yang
berpusat di Palembang dan kerajaan Hindu-Jawa seperti Singasari dan
Majapahir di Jawa Timur. Periode ini para pedagang dan mubaligh muslim
membentuk komunitas Islam. Mereka memperkenalkan Islam yang
mengajarkan toleransi dan persamaan derajat di antara sesama, sementara
ajaran Hindu-Jawa menekankan perbedaan derajat manusia. Ajaran Islam ini
sangat menarik perhatian penduduk setempat. Karena itu, Islam tersebar di
kepulauan Indonesia terhitung cepat, meski dengan damai.

Masuknya Islam ke daerah-daerah di Indonesia tidak dalam waktu yang


bersamaan. Di samping itu, keadaan politik dan sosial budaya daerah-daerah
ketika didatangi Islam juga berlainan. Pada abad ke-7 sampai abad ke-10 M,
Kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka
sampai Kedah. Hal itu erat hubungannya dengan usaha penguasaan Selat
Malaka yang merupakan kunci bagi pelayaran dan perdagangan internasional.
Datangnya orang-orang muslim ke daerah itu sama sekali belum
memperlihatkan dampak politik, karena mereka datang hanya untuk usaha
pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang
politik baru terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam
pemberontakan petani-petani Cina terhadap kekuasaan T’ang pada masa
pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). akibat pemberontakan itu, kaum
muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah, wilayah yang
masuk kekuasaan Sriwijaya, bahkan ada yang ke Palembang dan membuat
perkampungan Muslim di sini.14

Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12


M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa
kemundurannya. Untuk mempertahankan posisi ekonominya, Kerajaan

14
Ibid, Tjandrasasmita....hal.2

15
Sriwijaya membuat peraturan cukai yang lebih berat bagi kapal-kapal dagang
yang singgah ke pelabuhan-pelabuhannya. Akan tetapi, usaha itu tidak
mendatangkan keuntungan bagi kerajaan, bahkan justru sebaliknya karena
kapal-kapal dagang asing seringkali menyingkir.15 Kemunduran ekonomi ini
membawa dampak bagi perkembangan politik.

Kemunduran politik dan ekonomii Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha


Kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini melakukan
ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan Kerajaan Melayu
di Sumatra. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang
dikuasai Kerajaan Sriwijaya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.

Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula para pedagang-pedagang


muslim untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan politik perdagangan.
Mereka mendukung daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan
diri sebagai kerajaan bercorak Islam, yaitu Kerajaan Samudra Pasai di pesisir
Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah disinggahi pedagang-pedagang muslim
sejak abad ke-7 dan abad ke-8 M. Proses islamisasi tentu berjalan disana sejak
abad tersebut. Kerajaan Samudera Pasai dengan segera berkembang baik dalam
bidang politik maupun perdagangan.

Karena kekacauan-kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan


kekuasaan di istana, Kerajaan Singasari, juga pelanjutnya, Majapahit, tidak
mampu mengendalikan daerah Melayu dan Selat Malaka dengan baik,
sehingga Kerajaan Samudera Pasai dan Malaka dapat berkembang dan
mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.

Di kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih Gajah Mada


masih berkuasa, situasi politik pusat kerajaan sudah mulai tenang, sehingga
banyak daerah di kepulauan Nusantara mengakui berada di bawah
perlindungannya. Tetapi sejak Gajah Mada meninggal dunia (1364 M ) dan
disusul Hayam Wuruk (1389 M), situasi Majapahit kembali mengalami
keguncangan. Perebutan kekuasaan antara Wikramawhardana dan Bhre
Wirabumi berlangsung lebih dari sepuluh tahun. Setelah Bhre Wirabumi
15
Ibid, hal 3

16
meninggal, perebutan kekuasaan di kalangan istana kembali muncul berlarut-
larut. Pada tahun 1468 M Majapahit diserang Girindrawardhana dari Kediri.
Sejak itu, kebesaran Majapahit dapat dikatakan sudah habis.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Islam masuk di Indonesia dan berkembang melalui cara perdagangan,
perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik dan di tambah dengan
saluran dakwah menurut referensi lain. Dari saluran di ataslah Islam bisa
menjangkau hampir ke seluruh pelosok Indonesia yang salah satu
pengaruhnya diakui sebagai kebudayaan Indonesia sampai sekarang seperti
pengaruh bahasa, nama, adat-istiadat dan pengaruh kesenian. Sebab itu,
masuknya Islam di Nusantara tidak merusak tatanan kebudayaan melainkan
mengakomodir yang dibangun pada mulanya dalam ajaran Islam.

B. Analisa Penyusun

Pada saat luar pribumi datang ke Nuasantara, sebagian besar wilayah


masih berada pada kekuasaan kerajaan kerajaan besar, seperti kerajaan
Sriwijaya, kerajaan singosari, dll yang pada dasarnya bercorak hindu. Akhirnya
para muslim membentuk komunitas/perkumpulan dakwah demi syiar agama
islam, yang pastinya syiar dengan cara yang damai dan di terima masyarakat.

Di sisi lain, beberapa akulturasi budaya juga dikembangkan guna


memperkuat tali persaudaraan antara umat Islam dan agama yang terlebih
dahulu masuk di Indonesia yakni Hindu-Budha.
Perkembangan islam di nusantara bisa di katakan cukup cepat sampai
pada akhirnya ada satu momen di mana kerjaan sriwijaya mengalami
kemunduran di sebabkan krisis ekonomi dan perebutan tahta. Peristiwa tersebut
di jadikan momen yang mengtungkan bagi muslim, yang di mana umat muslim
mendukung daerah yang bercorak islam mau melepaskan diri dari kerajaan
sriwijaya.
Salah satunya kerajaan Samudera Pasai, di situlah kaum muslim memulai
perpolitikan sebagai salah satu kerajaan di Nusantara.

18
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Dinasti Islamiyah II), Jakarta :


Manajemen Grafindo Persada, 1993),

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta :


Gramedia, 1985)

Marwati Djiened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto (Ed.), Sejarah Nasional


Indonesia II, Jakarta : Balai Pustaka, 1984..

Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta : Majelis Ulama
Indonesia, 1991.

Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta : PN Balai Pustaka,


1984.

J.C. van Leur, Indonesia Trade and Society, (Bandung : Sumur Bandung, 1960).

Taufik Abdullah, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta :


LP3ES, 1989, Cetakan I)

Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di


Indonesia. (Bandung : Penerbit Mizan,1996).

GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by


Ahmad Ibrahim, Sharon Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam
in Southeast Asia, (Singapore : Institute of Southeast Asia Studies, 1985

Muhammad Ibrahim dan Rusdi Sufi, “Proses Islamisasi Kerajaan-kerajaan Islam


di Aceh

19

Anda mungkin juga menyukai