Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROSES DAKWAH ISLAM OLEH PARA PEDAGANG DI INDONESIA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah:


Sejarah Islam Indonesia
Dosen Pengampu: Moh.Dzawinnuha, S.Hum.,M.Pd.

Disusun Oleh :
Moh Khusnul Abid (23010210005)
Annisa Nurmalasari (23010210045)
Muhammad Amir Azza (23010210055)
Sayida Abqaria Fairuz (23010210095)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SALATIGA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Datangnya Islam di Indonesia" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hadist.Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada beliau Bapak Moh.Dzawinnuha, S.Hum.,M.Pd.
selaku Dosen pembimbing Mata Kuliah Sejarah Islam Indonesia. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak
kekurangan.Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Salatiga,16 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar.......................................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah
................................................................................................................................
C. Tujuan Masalah
................................................................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN
A. Munculnya Kota-kota Dagang di Pesisir Pantai..................................................
B. Peranan Pesisir Dalam Penyebaran Agama Islam………………………………
C. Proses Masuknya Islam di Indonesia
................................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................................................................
B. Saran
................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kata sejarah dalam bahasa Arab disebut Tarikh, berasal dari


akar kata ta’rikh dan taurikh, yang menurut bahasa berarti ketentuan
masa,pemberitahuan tentang waktu, dan kadangkala kata tarikhusy-syay-
menunjukkan arti pada tujuan masa berakhirnya suatu peristiwa. Sedang menurut
istilah berarti “Keterangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah
lampau atau pada masa yang masih ada.
Kedudukan Nusantara sangatlah penting dalam percaturan
politik di AsiaTenggara bisa dilihat bagaimana Semenanjung Melayu, bandar-bandar
utama diteluk Thailand hingga Tiongkok Selatan, terhubung erat dengan berbagai
Negara yang terletak di pulau-pulau besar seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi,
dan kepulauan Maluku yang lebih jauh ke timur. Di pulau-pulau itu, sebagai bagian
dari jaringan perdagangan yang sama, terdapat pulau Jawa serta pulau-pulau lain
yang ada di Indonesia.
Pengislaman wilayah Nusantara sangat didominasi oleh para
kaum pedagang yang terlihat dengan perkembangan kota pesisir-pesisir berubah
menjadi kota-kota penting pada masa perkembangan Islam. Sehingga dalam tulisan
ini penulis berusaha menitikberatkan penelaahan secara kritis tentang peranan pesisir
dalam Islamisasi di Nusantara. Terutama pada penelaahan Kondisi pesisir sebelum

4
masuknya Islam, peranan pesisir dalam masuknya Islam di Nusantara, dan
perkembanga pengaruh Islam di Nusantara terhadap kehidupan masyarakat pesisir.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Proses Munculnya Kota-kota Dagang di Pesisir
2. Bagaimana Peran Pesisir Dalam Penyebaran Agama Islam
3. Bagaimana Proses Masuknya Islam di Indonesia

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui dan Memahami Proses Munculnya Kota Dagang Pesisir
Pantai
2. Untuk Mengetahui dan Memahami Peran Pesisir Dalam Penyebaran Agama
Islam di Indonesia
3. Untuk Mengetahui dan Memahami Proses Masuknya Islam di Indonesia

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Munculnya Kota-kota Dagang di Pesisir Pantai
Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah
menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah
menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang
dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga
sekitar pesisir.1
Secara teoritis, masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang
tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah
pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki
ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumber daya pesisir dan
lautan. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh nelayan, pembudidaya ikan dan
organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah ikan, supplier faktor sarana produksi
perikanan.
Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-
16 membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian
dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat,Tenggara dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik
kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan Masjid dan mendatangkan Mullah-
1
Siti Zubaidah, Sejarah Peradapan Islam, (Medan:PERDANA PUBLISHING, 2016),hlm 206

6
mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak.2

B. PERAN PESISIR DALAM MENYEBARKAN AGAMA ISLAM DI INDONESIA


Dalam sejarah masuknya Islam di Nusantara, banyak terdapat
daerah pesisir yang mempunyai peran penting dalam proses Islamisasi di Nusanatara
yaitu sebagai pintu masuk dalam Islamisasi sampai ke pedalaman Nusantara. Sehingga
membawa ke era baru dalam pembabakan sejarah. Peran pedagang pribumi yang
bersentuhan dengan pedagang dari India, Cina, pedagang Islam, Eropa dan pedagang dari
wilayah Asia Tenggara menyebabkan tumbuhnya kota-kota dagang di pesisir pantai di
Nusantara.3

C. PROSES MASUKNYA ISLAM DI PULAU-PULAU INDONESIA


Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah
bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerah-daerah yang didatanginya
mempunyai situasi politik dan sosial budaya yang berlainan
.
Berikut proses masuknya islam di beberapa pulau Indonesia
a. Pulau Jawa
Islam datang ke Indonesia pada permulaan abad pertama
hijriyah yang tersiar secara luas baru pada abad XIII Masehi.Tersiarnya Islam ke
Indonesia, juga di benua-benua lain adalah karena beberapa faktor: Sosial politik,
ekonomi dan agama.Tetapi di antara sebab itu yang paling menentukan dan merupakan
factor paling dominan terhadap hasil yang sedemikian besar itu adalah usaha-usaha keras
para Da’i dan para mubaligh.
Dalam beberapa sumber sejarah disebutkan bahwa Islam
masuk ke Majapahit melalui pelabuhan-pelabuhan yang berada di daerah pesisir pulau
Gujarat (india), Persia, Arab, dan Tiongkok yang menetap Orang-orang Gujarat dan
Persia sebagai orang-orang asing yang dihormati, baik Karena status ilmunya maupun
ekonomi,

2
Ibid hal. 207
3
Andriyanto Andriyanto dan Muslikh Muslikh, ‘’ PERANAN PESISIR DALAM PROSES ISLAMISASI DI NUSANTARA”,
Jurnal Content, Vol.1 No.1 (2019)

7
Persebaran agama Islam di Jawa dipelopori oleh para Wali
Sanga. Salah satu proses islamisasi yang dilalukan Wali Songo melalui pendidikan adalah
usaha mengambil-alih Lembaga pendidikan Shiwa-Budha yang disebut “asrama” atau
“dukuh”yang diformat sesuati dengan ajaran Islam menjadi Lembaga pendidikan pondok
pesantren. Usaha inimenunjukan hasil menakjubkan, karena para guru sufi dalam
lembaga Wali Songo mampu memformulasikan nilai-nilai siso-kultural religious yang
dianut masyarakat Shiwa-Budha dengan nilai-nilai Islam,terutama
memformulasikannilai-nilai ketauhidan Shiwa-Budha (adwayasashtra) dengan ajaran
tauhid Islam yang dianut para guru sufi.4
Berkembangnya Islam di Jawa bersamaan dengan semakin
melemahnya kekuasaan Majapahit. Kelemahan pemerintahan kerajaan Majapahit itu
memberi peluang kekuasaan yang independen, lepas dari control Majapahit. Demak
kemudian berhasil menggantikan posisi Majapahit sebagai kerajaan pusat kekuasaan di
Jawa. Meskipun proses islamisasi di Jawa sudah berlangsung cukup lama, namun
eksistensinya secara nyata mulai sejak terbentuknya kekuasaan dengan berdirinya
kerajaan Islam Demak.5
Kerajaan Islam Demak ditegakan oleh Raden Fattah dengan
gelar Senopati Jimbun Panembahan Palembang Sayidin Panatagama, yang merupakan
murid Sunan Ampel. Sekalipun Demak dianggap Krajaan Islam, namun tata
pemerintahan dan produk hukum yang dijadikan acuan penegakan Negara menunjuk
pada pola hukum Majapahit.Angger surya ngalam, kitab hukum era Demak, secara
substansial dapat dinilai lebih dekat kepada hukum yang termaktub di dalam kita
solokantar dan kutaramanawa Dharmasatra yang digunakan
di Majapahit. Hal itu menunjukan bahwa proses Islamisasi sosiokultural-religius
dilakukan juga pada usaha bina Negara.
RadenFattah, santri alumnus Dukuh Ampeldenta tersebut.
Bahkan belakangan, putra raden Fattah yang bernama Sultan
Trenggana,menyempurnakan syarat-syarat berdirinya sebuah kekuasaan tradional

4
Agus Sunyoto, Atlas Walisongo… P. 168
5
Ahmad Khalil, Islam Jawa Sufisme Dalam Etika Dan Tradisi…,
P. 60

8
dengan memboyong pusaka Majapahit ke Demak,sehingga Demak dianggap sebagai
kelanjutan Majapahit.

b. Pulau Sumatra
Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. .Hal ini di ketahui dari berita
Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692
H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Aceh juga
merupakan daerah yang pertama kali terdapat kerajaan islam di Indoesia.
.Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera,
pemegang emporium atas pelayaran dan perdagangan dari Barat ke Cina atau
sebaliknya adalah kerajaan Sriwijaya.Setelah beberapa abad lamanya memegang
kekuasaan pelayaran dan perdagangan datang masa kemerosotan dan
kemundurannya pada abad ke-11 sampai abad-13. Hal ini disebabkan antara lain
serangan dari Cola sekitar tahun 1025 M dan kekalahan atas kekuasaan di Jawa Timur
pada abad ke-13. Dengan mundur dan merosotnya kerajaan Sriwijaya sebagai
pusat perdagangan pemerintahan Sriwijaya dipindahkan dari Palembang ke
Jambi dan kedudukannya digantikan oleh bajak laut.Pusat perdagangan pun mulai
terpencar di antaranya di Pidie dan Samudera Pasai.
Demikian halnya dengan wilayah-wilayah yang berada di
bawah kekuasaan Sriwijaya, satu demi satu melepaskan diri sehingga pada awal abad
ke-14 muncul pusat-pusat kekuasaan baru seperti Kerajaan Aceh, Lamuri, Siak,
Arkat,Rupat, Kampar Tongkal, Indragiri, Klang, Bernas, dan Perlak.6
.Di antara kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan tersebut
pada akhirnya faktor ekonomi dan politik sangat menentukan siapa yang paling
berpengaruh. Pada akhir abad ke-14 Kerajaan Aceh telah berkembang sebagai pusat
perdagangan yang paling ramai, bahkan menurut sumber Portugis, sebagaisalah satu
pusat perdagangan yang terbesar di Asia.7

6
A. Cortesao, (ed. & transl.).,The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of Francisco Rodrigues, jilid.2,
(London, The Hakluyt Society, 1944), hlm. 260-261.
7
Ibid.,hlm. 268-278

9
c. Pulau Kalimantan
Kalimantan, awalnya lebih dikenal dengan nama Borneo,
melalui tiga jalur. Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai Kesultanan Islam
setelah Perlak dan Pasai. Jalur kedua, Islam datang dan disebarkan oleh para mubaligh
dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat
kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i
tersebut berusaha mencetak kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka
lahirlah para ulama besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Jalur ketiga yakni para da’i datang dari Sulawesi, lebih tepatnya Makasar terutama da’i
yang terkenal saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Tahun 1511 Kesultanan Malaka sebagai bandar perdagangan
terbesar dan teramai di Asia Tenggara saat itu runtuh ke tangan Portugis, yang mana hal
tersebut justru membawa berkah bagi penyebaran Islam. Sebagaimana jatuhnya
Baghdad ditahun 1258, runtuhnya kota pelabuhan Malaka membuat perkembangan
Islam lebih luas dan lebih jauh dari sebelumnya. Pedagang-pedagang muslim yang
pindah dari Malaka kemudian mencari dan membuat pemukiman baru serta melakukan
perdagangan ke daerah daerah bagian Timur kepulauan Nusantara. Oleh sebab itu
proses Islamisasi secara efektif di daerah-daerah kepulauan Nusantara bagian Timur
baru terjadi pada dasawarsa kedua abad ke-16.
Di antara para pedagang muslim dari Malaka, banyak yang
pindah dan menetap di Kalimantan. Sejak awal Kalimantan merupakan penghasil dan
pusat perdagangan intan. Akhirnya di pesisir Kalimantan Barat bagian utara berdiri
negara Islam yang masyhur yaitu Kesultanan Brunei. Dan Kesultanan sukadana di
bagian selatan pesisir Kalimantan Barat.
Banyak orang islam dari jawa yang melakukan penyebaran
Islam ke daerah-daerah Kalimantan Selatan dan Timur. Khususnya Para Mubaligh
banyak yang dikirim oleh negara Islam Kesultanan Demak untuk berdakwah
menyebarkan ajaran Islam di daerah tersebut. Pusat dakwah Islam di Kalimantan
Selatan berada di Banjarmasin. Maka di daerah ini kemudian berdiri sebuah negara
Islam yang disebut Kesultanan Banjar. Sedangkan Kesultanan Kutai sebuah negara

10
islam yang berada di Kalimantan Timur, yang merupakan kelanjutan kerajaan Kutai
yang bercorak Hindu.8

d. Pulau Sulawesi
Belum ada angka pasti yang mencatatkan secara pasti
mengenai keberadaan ajaran Islam di kawasan Laut Sulawesi. Dari semua sumber yang
ditemukan, beberapa di antaranya menghubungkan dengan tiga Kesultanan Islam yaitu
Ternate, Makassar, dan Sulu pada abad ke-16 dan ke-17. Pengaruh Islam di masa awal
dipengaruhi oleh peran para penguasa dari Kesultanan Ternate. Ternate menjadi
penguasa atas wilayah yang ada di sekitarnya, termasuk kawasan Laut Sulawesi.
Sebagai penguasa 72 pulau-pulau di antara Ternate dan Laut Sulawesi, Sultan Ternate
tidak hanya menaklukkan wilayah melainkan menyebarkan juga pengaruh ajaran Islam.
Bagi Kesultanan Ternate peran pedagang ikut membantu persebaran ajaran Islam di
kawasan Laut Sulawesi. Wilayah taklukkan dijadikan sebagai vasal dagang oleh Ternate
dan secara tidak langsung mereka juga sebagai aktor penyebar ajaran Islam.
Sedangkan bagi Makassar, peran penguasa turut menyebarkan
ajaran Islam hingga ke kawasan timur Pulau Sulawesi. Penguasa, yang sekaligus
pedagang, berhasil menguasai hampir seluruh daratan Pulau Sulawesi, hingga mampu
menanamkan pengaruh politik, ekonomi, hingga agama. Hal ini terlihat dari isi
perjanjian Bongaya dimana wilayah kekuasan dan pengaruh Kesultanan Makassar
mencapai Buton, Maluku, dan Manado. Di sisi lain, wilayah kekuasan Makassar dari
selatan berawal dari Makassar sampai Manado.
Kesultanan Sulu yang juga tidak lepas proses islamisasi yang
berpengaruh di Laut Sulawesi. Berdirinya kedatuan di kepulauan Sangihe tidak lepas
dari hubungan yang terjadi dengan Mindanao Selatan. Dalam tradisi lisan juga
dikisahkan bahwa ajaran Islam dibawa oleh seorang syarif dari Minangkabau yang
melakukan perjalan ke Sulu dan Mindanao sebagai seorang utusan. Pengaruh tokoh
tersebut juga sampai ke Pulau Sangihe di Laut Sulawesi pada abad ke-16 tersebut

8
K. Subroto, Negara-Negara Islam DiKalimantan, Syamina edisi 17 Desember 2018 hal. 6-7

11
menunjukkan bahwa terjadi penetration pacifique dalam persebaran ajaran Islam
dimana kawasan pesisir laut menjadi wadah perkembangan ajaran Islam yang
mengubah tatanan masyarakat. Perkembangan ini terus berlanjut melalui aktifitas
ekonomi para pedagang muslim dimanfaatkan sebagai penyambung antara pedagang
rempah-rempah di Nusantara.
Gorontalo, yang termasuk dalam kawasan Laut Sulawesi, telah
menerima pengaruh ajaran Islam dan tidak terlepas dari pengaruh Ternate pada abad ke-
17. Raja Amai menjadi salah satu bukti bahwa pengaruh islamsasi terjadi di Gorontalo.
Raja Amai bergelar “sultan” dan menjalankan aturan “Muhammad”, bahkan meminta
penduduk untuk mendirikan masjid. Selain Gorontalo, di daratan Sangihe dan kawasan
kepulauan lainnya pengaruh Islam juga terasa pada abad ke-17. Pengaruh ini
dihubungkan dengan aktifitas niaga dari Mindanao dan Ternate. Pengaruh ini kemudian
tidak dapat dipisahkan dari aktifitas niaga yang terjadi di sekitar abad ke-16 hingga abad
ke-19 dimana hampir seluruh wilayah merasakan pengaruh Islam.
Pengaruh kekuatan Eropa juga tidak dapat dilepaskan di
kawasan Laut Sulawesi. Perebutan pengaruh antara Spanyol dan Belanda di kawasan ini
berakibat pada berkurangnya pengaruh islamisasi. Paska terjadinya perjanjian
perdamaian antara Spanyol dan Belanda, keduanya memiliki wilayah yang menjadi
pusat pemerintahan di kawasan Laut Sulawesi, Spanyol di Zamboanga, dan Belanda di
Manado. Kekuatan keduanya berdampak pada perkembangan islamisasi di kawasan
Laut Sulawesi. Selain Eropa, pedagang Arab juga menjadi aktor penyebar ajaran Islam
di kawasan Laut Sulawesi. Hampir di selruh kawasan Laut Sulawesi ditemukan
pedagang muslim Arab, Bugis, dan Ternate, hingga Jawa. Kedatangan mereka
membawa pengaruh terhadap islamisasi di kawasan Laut Sulawesi hingga menjelang
abad ke-19.9

e. Pulau Ternate
Pada masa ini, terdapat beberapa hal yang dilakukan dalam
rangka melanjutkan usaha ayahnya untuk menonjolkan bahwa Ternate merupakan
kerajaan Islam, kebijakannya dikenal dengan sivilisasi Islam yang terdiri atas tiga
9
Muhammad Nur Ichsan Aziz, Islamisasi Dikawasan Laut Sulawesi Pada Abad ke 19, Jurnal Penelitian Sejarah Dan
Bhdaya Vol. 5 No. 1, Mei 2019 hall. 7-9

12
bentuk, yaitu: Pertama, pembatasan poligami. Kedua, larangan kumpul kebo dan
pergundilan. Ketiga, wanita diwajibkan berpakaian secara pantas dan memakai
cidaku(cawat) bagi laki-laki terlarang. Selain itu, Sultan Bayanullah juga menerapkan
hukum perkawinan Islam, meringankan biaya dalam perkawinan, dan mensyaratkan
bobato harus beragama Islam, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Di masa Sultan
Bayanullah ini, bangsa potrtugis untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di kawasan
Maluku, tahun 1512 M, armada Portugis sudah tiba di perairan Banda dengan kapten
Antonio de Abreu. Sultan lalu mengutus adiknya dan beberapa pejabat kesultanan untuk
melakukan pembicaraan dan akhirnya berhasil mengajak Fransisco Serrao, salah
seorang yang ikut ekspedisi Portugis.22Dalam perbincangannya dengan Fransisco,
terdapat beberapa kebijakan Sultan, yang pada perkembangannya melemahkan posisi
kesultanan ternate, yaitu pendatang dari Portugis itu diizinkan untuk membangun
benteng di Ternate pada tahun 1522 M, Portugis pun membangun benteng pertamanya
bernama benteng Toloko.23
Kedekatan Sultan dengan orangorang Portugis pada tahap
selanjutnya memunculkan keresahan dan kekecewaan dikalangan rakyat atau orang-
orang pribumi setelah Portugis ikut campur tangan dalam urusanurusan dalam negeri
Kesultanan Ternate, terutama dalam masalah pengangkatan dan pewarisan tahta
kerajaan. Kekecewaan itu mengakibatkan Sultan Bayanullah diracuni oleh rakyatnya
sendiri hingga meninggal. Setelah wafatnya Sultan Bayanullah, pergantian sultan
diwarnai dengan intrik Portugis, sehingga pergantiannya tidak berlangsung stabil.
Terdapat beberapa sultan yang hanya memerintah dalam waktu singkat pasca Sultan
Bayanullah, yaitu: Deyalo (1522-1529 M), lalu saudaranya Boheyat (1529-1532 M),
dan saudara bungsu mereka bernama Tabariji (1532-1535 M), kemudian mulai stabil
lagi pada masa Khairun Jamil (1535-1570 M) dengan agenda utamanya menjaga
kembali aqidah Islam. Sultan Khairun ini adalah salat satu dari empat Sultan Ternate
yang berhasil membawa kebesaran Ternate, tetapi kemudian ia dikhianati oleh orang
Portugis yaitu Lopez de Mesquita, yang mana pada sebuah kesempatan Sultan diudang
untuk menghadiri penjamuan besar, kesempatan itu dimanfaatkan Portugis untuk
membunuh Sultan, ketika Sultan hendak masuk gerbang, ia ditikam oleh Antonio
Pimental atas perintah Lopes, dan janazahnya dicincang-oleh orang Portugis dan

13
dilemparkan ke Laut.Setelah itu, Putranya Sultan Babullah menggantikannya sebaga
penerus Sultan Ternate, pada masa pemerintahannya Sultan Babullah tak hanya berhasil
mengusir Portugis dari Ternate, tetapi juga berhasil membawa kesultanan Ternate pada
masa keemasaanya, wilayah kekuasaannya pada waktu itu sampai Kepulauan Sulu,
Filipina. Dalam sejarah Nusantara, penguasa dari Kesultanan Ternate pada abad ke-16,
seperti Sultan Khairun dan Sultan Babullah dapat disejajarkan dengan para penguasa
besar daerah lain di Nusantara seperti Sultan Trenggono di Kesultanan Demak,
Fatahillah di Kesultanan Banten, Sultan Alauddin di Aceh, dan Sultan Abdul Jalil di
Johor. Kesultanan Ternate (1570-1610 M) juga menjadi salah satu kerajaan Islam
terbesar di Kepulauan Nusantara.
Pada waktu itu guru-guru agama banyak yang didatangkan dari
Makkah dan telah menjalin erat dengan kerajaan Islam lain trrutama dengan Demak,
Banten, dan Melayu.10

f. Pulau Tidore
Berdasarkan silsilah raja pertamanya, Sahajati merupakan
saudara Mayshur Malamo, raja pertama kerajaan Ternate. Mereka adalah putra dari
Ja’far Shadiq. Sebagaimana Masyhur Malamo, tidak ada keterangan yang menyebutkan
bahwa Sahajati menganut agama Islam. Berbagai sumber justru menyebutkan bahwa
raja Ciriati atau Ciriliyati-lah yang pertama kali masuk Islam, sedangkan pendahulunya
secara turun-temurun menganut kepercayaan yang dikenal dengan Symman yaitu
memuja roh-roh leluhur nenek moyang mereka. Raja Ciriliyati setelah masuk Islam
diberi gelar Sultan Jamaluddin. Keislaman raja ini mempercepat proses islamsasi di
kalangan rakyat Tidore, dan juga didukung oleh aktivas internal kerajaan yang lebih
difokuskan untuk membangun madrasah-madrasah dan masjid-masjid sebagai sarana
pendidikan dan ibadah rakyat.
Setelah Sultan Jamaluddin wafat, jabatannya sebagai sultan
Tidore digantikan oleh putra sulungnya, yaitu sultan Mansyur (1512-1526). Pada masa
ini, Tidore kedatangan orang Spanyol, dan diterima oleh Sultan Mansyur. Rombongan
Spanyol ini memberi hadiah kepada sultan berupa:jubah, kursi Eropa, kain linen halus,

10
Rusdiyanto, kesultanan Ternate Dan Tidore, Jurnal Aqlam Islam And Plurality Vol. 3 No. 1 Juni 2018 hal. 47-50

14
sutra brokat, beberapa potong kain India yang dibordir dengan emas dan perak, berbagai
rantai kalung dan manikmanik, tiga cermin besar, cangkir minum, sejumlah gunting,
sisir, pisau serta berbagai benda berharga lainnya. Sultan Mansyur pun menyambut
dengan senang hati, bahkan ia bilang kepada orang-orang Spanyol untuk menganggap
Tidore sebagai wilayahnya sendiri.Dua hari setelah kedatangan, orang-orang Spanyol
itu diundang oleh sultan ke istana Mareku untuk menghadiri jamuan makan siang.
Kemudian, Sultan Mansyur memberikan izin kepada orang-orang Spanyol untuk
menggelar dagangan mereka di pasar, bahkan Sultan ikut membantu mendirikan
tempat-tempat berdagang dari bambu, sehigga terejadilah perdagangan secara barter.
Hubungan yang erat ini, membuat orang-orang Portugis marah, yang akhirnya mereka
yang berkedudukan di Ternate pada tahun 1524 melakukan penyerangan terhadap
kesultanan Tidore, tujuannya untuk merebut Tidore dari pengaruh Spanyol. 11
Tahun 1526 Sultan Mansyur wafat, dan baru pada tahun 1529 putra bungsunya,
Amiruddin Iskandar Zulkarnain dilantik menjadi Sultan Tidore, pada usia yang masih
muda, sehingga diangkatlah Kaicil Rade, seorang bangsawan terpelajar, negosiator
ulung, sekaligus seotang prakjurit handal dan pemberani sebagai Mangkubumi. Pada
masa ini terjadi beberapa kali peperangan dengan Portugis dan Ternate yang berakhir
dengan perjanjian damai berisi dua pasal pokok yang pertama : Semua rempah-rempah
hanya boleh dijual kepada Portugis dengan harga yang sama yang dibayarkan Portugis
kepada Ternate. Lalu yang kedua Portugis akan menarik armadanya dari Tidore. Pasca
meninggalnya Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain pada tahun 1547 terjadi masa
transisi dimana terdapat tiga orang Sultan, yaitu Kie Mansur, Iskandar Sani, dan Gapi
Baguna. Barulah pada tahun 1657 Sultan Saifuddin dilantik dan berkuasa sampai
dengan tahun 1689, sultan Saifudidin merupakan salah salah satu Sultan Tidore yang
berhasil membawa kemajuan di Tidore, dan membawa Tidore disegani. Setelah itu,
pergolakan demi pergolakan mulai terjadi, terutama di daerah-daerah seberang laut,yang
harus dihaapi oleh sultan sultan pengganti Sultan Saifuddin, antara lain Sultan Hamzah
Fahruddin.Barulah satu abad kemudian, kesultanan Tidore diperhitungkan kembali
dalam sejarah Nusantara, ketika Sultan Nuku (Jamaluddin) dari Tidore bangkit melawan
Belanda, perlawanan ini mengakibatkan Sultan ditangkap oleh Belanda beserta

11
Rusdiyanto, kesultanan Ternate Dan Tidore, Jurnal Aqlam Islam And Plurality Vol. 3 No. 1 Juni 2018 hal. 47-50

15
keluarganya pada tahun 1780 M lalu dibuang ke Batavia dan kemudian ke Sri Langka.
Sultan Nuku ini wafat dalam pembuangan di Sri Langka.
Sebagaimana yang terjadi pada kesultanan Ternate, campur
tangan asing, khusunya Belanda terhadap urusan internal kekuasaan, mebuat rakyat
Tidore tidak senang, sehingga pada tahun 1983, rakyat Tidore menyerbu Istana
Tidore.Tidore bangkit kembali pada masa Sultan Kaicil Nuku yang mendapat gelar
kehormatan “Sri Maha Tuan Sultan Syaidul Jihad Amiruddin Syaifuddin Syah
Muhammad El Mabus Kaicil Paparangan Jou Barakati”, pada masa ini wilayah
kekuasaan Tidore sampai di Papuan bagian Barat, kepualauan Kei, kepulauan Aru,
bahkan sampai di kepulauan Pasifik. Selama masa pemerintahannya Sultan ini berusaha
mewujudkan empat cita-cita politiknya yaitu: Pertama, mempersatukan seluruh
kesultanan Tidore sebagai suatu kebulatan yang utuh. Kedua, memulihkan kembali
empat pilar kekuasaan Kesultanan Maluku. Ketiga, mengupayakan sebuah persekutuan
antara keempat kesultanan Maluku. Keempat, mengenyahkan kekuasaan dan penjajahan
asing dari Maluku. Keempat cita-cita itu walaupun tidak sepenuhnya berhasil
diwujudkan oleh Sultan Kaicil Nuku ini. Tahun 1805 tepatnya 14 November Sultan
Kaicil Nuku wafat dalam usia 67 tahun, setelahnya sultan-sultan penerusnya sering
terlibat konflik dalam memperebutkan kekuasaan, hal itu diperparah dengan adanya
intervensi Belanda dalam setiap proses peralihan kepemimpinan di Kesultanan Tidore.12

12
Ibid hal. 50-52

16
BAB III

KESIMPULAN
Proses Islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti,
juga tidak berakhir. Islamisasi lebih merupakan proses berkesinambungan yang
selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang akan datang.Islamtelah
dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islamber-pijak dan berkembang.Di samping
itu, Islamjuga menjadi tra-disi tersendiri yang tertanam dalam konteks sosio-ekonomi
dan politik

SARAN
Penyusun menyarankan kepada pembaca untuk
mendeskripsikan dan mendiskusikan lebih lanjut tentang Sejarah Islam Indonesia. Hal ini
perlu di lakukan agar pembaca semakin detail dalam mencari informasi, serta lebih
banyak mendapatkan pengetahuan yang luas. Agar kita semua bisa mengetahui dan
Memahami Sejarah Masuknya Islam di Indonesia.

17
DAFTAR PUSTAKA

Subroto, K. 2017. Negara Negara Islam di Kalimantan. Hal 6-7. Syamina edisi 18

Aziz, Muhammad Nur Ichsan. Mei 2019. “Islamisasi dikawasan laut Sulawesi pada
abad ke 19” dalam Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya Volume 5 No. 1 (hlm. 7-
9). Sulawesi utara

Rusdiyanto, Junk 2018. “Kesultanan Ternate dan Tidore” dalam Jurnal Aqlam:
Journal Of Islam And Plurality. Volume 3 (hlm. 47-52). Manad

Zubaiah, Dr.Siti. 2016. SEJARAH PERADAPAN ISLAM.


Andriyanto Andriyanto dan Muslikh Muslikh, ‘’ PERANAN PESISIR DALAM
PROSES ISLAMISASI DI NUSANTARA”, Jurnal Content, Vol.1 No.1 (2019)

. Cortesao, (ed. & transl.).,The Suma Oriental of Tome Pires and The Book of
Francisco Rodrigues, jilid.2, (London, The Hakluyt Society, 1944), hlm. 260-261.

Agus Sunyoto, Atlas Walisongo… P. 168

Ahmad Khalil, Islam Jawa Sufisme Dalam Etika Dan Tradisi…,

18

Anda mungkin juga menyukai