Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ISLAM DAN KEBERAGAMAN SOSIAL BUDAYA DI INDONESIA

OLEH KELOMPOK 6 :
1. ANDRASTYA SILVANSA FALAQI F1E022021
2. BAIQ HAZA NASHARA RIFADA F1E022027
3. Asep
4. MOHD. HIDAYATULLOH F1E022044
5. Asep

Dosen Pengampu : Budi Santosa, S.Pd, M.S.I.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
khususnya bagi penulis yang telah menyelesaikan makalah karya tulis ilmiah yang berjudul
“Islam dalam Lingkup Keberagaman”.

Dalam menulis karya tulis ilmiah ini, alhamdulillah penulis tidak mendapatkan kendala –
kendala, sehingga penyelesaiannya dapat dikerjakan dengan baik. Selain itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen sebagai pembimbing, orang tua, dan semua anggota
kelompok yang terlibat maupun yang telah memberikan dorongan dan motivasi sehingga karya
tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

Disini penulis juga sampaikan, jika seandainya dalam penulisan makalah ini terdapat hal –
hal yang tidak sesuai dengan harapan, untuk itu penulis dengan senang hati menerima
masukan, kritikan dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
karya tulis ilmiah ini. Semoga apa yang di harapkan penulis dapat di capai dengan sempurna.

Mataram, 31 Agustus 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................................3
1. Latar belakang..................................................................................................................3
2. Rumusan masalah.............................................................................................................6
3. Tujuan..............................................................................................................................6
BAB II..........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..........................................................................................................................6
1. Pandangan Islam tentang keberagaman/Plural..................................................................6
2. Persatuan dan Kesatuan ditengah Kehidupan Sosial Budaya Indonesia yang Plural........6
3. Alasan Islam bisa populer di Indonesia............................................................................ 0

BAB III........................................................................................................................................7
PENUTUP....................................................................................................................................7
1. Kesimpulan......................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................7

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam
suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku
bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari
sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis jenis bangsa
dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial,
ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami
daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan,
menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang akibat
percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.

Proses Islamisasi di Indonesia, Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di


Indonesia, terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat
kerajaan Sriwijaya dan Melayu: di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di
Kalimantan, Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat
perhatian khusus dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama
Islam dipandang lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena
Islam tidak mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam
masyarakat. Daya penarik Islam bagi pedagangpedagang yang hidup di bawah
kekuasaan raja-raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil.
Islam memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat
muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang
lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya

4
sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun
dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.

Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya dukungan dua
pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama Islam dan golongan
masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa masa kegoncangan
politik, ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama dengan mudah dapat
memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari pegangan hidup, lebih-lebih
cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam menyebarkan agama Islam,
yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang telah ada. Dengan demikian,
pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan saling pengertian akan kebutuhan &
disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya. Pembawa dan penyebar agama Islam pada
masa-masa permulaan adalah golongan pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor
ekonomi perdagangan sebagai pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu
bersamaan waktunya dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan
intemasional antara negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia.

2. Rumusan masalah
Bagaimana Islam dapat eksis dana menjadi agama yang paling banyak dianut di
Indonesia
3. Tujuan
1. Menjelaskan tentang proses masuknya Islam di indonesia
2. Menjelaskan apa yang diajarkan oleh islam ttg keberagaman
3. Menjelaskan alasan Islam bisa populer di Indonesia

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Proses masuknya Islam di Indonesia

Proses Penyebaran dan Berkembangnya Islam


1. Proses Masuk
Proses masuknya Islam di wilayah Nusantara tidak lepas dari kegiatan
perdagangan. Kepulauan Nusantara yang terkenal berbagai hasil buminya,
menjadi daya tarik bagi para pedagang dari berbagai bangsa. Antara lain
Cina, India, Arab, Persia. Mereka berdatangan ke Kepulauan Nusantara
untuk berdagang. Kedatangan mereka melalui Selat Malaka yang lambat
laun tumbuh dan berkembang sebagai salah satu jalur perdagangan
internasional. Melalui Selat Malaka para pedagang mengunjungi pusat-pusat
perdagangan, antara lain di Pulau Jawa, misalnya Jepara, tuban, Gresik.Dari
sana pelayaran dilanjutkan seperti ke Banjarmasin, Goa, Ambon, dan
Ternate yang dikenal sebagai pusat penghasil rempah-rempah.
Melalui hubungan dagang itulah, pedagang Persia, Arab, Gujarat yang
telah memeluk agama Islam dapat memperkenalkan agama dan budaya
Islam kepada penduduk Nusantara. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa masuknya Islam di Nusantara berlangsung secara damaimelalui
hubungan perdagangan. Hanya saja persoalan “kapan” agama Islam mula
pertama diperkenalkan belum dapat diketahui secara pasti. Hal ini sangat
berkaitan antara lain soal keletakan setiap wilayah secara geografis.
Misalnya, Selat Melaka, sudah dikenal sebagai jalur pelayaran dan

6
perdagangan sejak berkembangnya Kerajaan Sriwijaya. Hal ini dapat
dipastikan karena sejak abad ke-8 M, sudah banyak pedagang Muslim
yang sudah berdatangan di Malaka dan Sriwijaya. Mereka menyebut
Sriwijaya dengan sebutan Sribuza, Zabay, Zabag. Sesudah Srwiajaya
lemah, banyak Bandar melepaskan diri. Tindakan ini mengisyaratkan
bahwa kedudukan Bandar-bandar para pedagang Muslim itu sudah kuat,
sehingga dalam Negara baru banyak pedagang Muslim yang mendapat
tempat dan kedudukan. Mereka itu menjadi penguasa di Bandar itu. Salah

satu contoh ialah Negara Samudera Pasai 3 dari abad ke-13 M. Menurut
Hikajat Radja-Radja Pasai da Sedjarah Melayu, antara lain menyebutkan
bahwa Sultan Malik ash-Sholeh sebagai penguasa pertama Kerajaan
Samudera Pasai, ia wafat sebagaimana tertulis pada batu nisannya,
Ramadhan 696 H/1297 M. Di Barus, telah ditemukan makam seorang
wanita bernama Tuhar Amisuri, wafat pada 10 Shofar 602 H, yan berarti
96 tahun lebih tua dari makam Malik ash- Sholeh. Bukti ini telah
memperkuat pendapat bahwa di Barus sejak permulaan ke-13 M, sudah
ada pemukiman masyarakat Muslim.
Kehadiran dan keberadaan masyarakat Muslim di Sumatera ini

telah diperkuat oleh catatan perjalanan Marcopolo ke beberapa


pelabuhan Sumatera
bagian Timur. Marcopolo menyebut sebuah tempat di bagian Barat
Sumatera, Fansur dan tempat-tempat lain yang ia kunjungi sudah terdapat
pemukiman masyarakat Muslim. Dalam perjalanannya dari Tiongkok
kembali ke Negara asal yakni ke Venesia (Italy), pada tahun 1292 M, ia
singgah di Aceh bagian Utara. Di Peureula, Marcopolo menjumpai

penduduk yang beragama Islam, juga banyak pedagang Gujarat 7 yang giat
menyiarkan agama Islam. Mendasarkan pada catatan Marcopolo,
memperkuat dugaan bahwa Islam sudah disebarkan atau didakwahkan di
berbagai tempat di Sumatera, Semenanjung Malaka, dan beberapa daerah di

7
Pulau Jawa.
Walaupun pada abad ke-1 – 4 H/7-10 M Jawa tidak disebut-sebut
sebagai tempat persinggahan pedagang-pedagang Muslim, agama Islam
sudah dianut oleh sebagian orang di Pulau Jawa sejak abad ke-11 M. Hal
ini terbukti dengan ditemukannya sebuah batu nisan tertulis, di Leran,
dekat Gresik, Jawa Timur yang memuat keterangan tentang
meninggalnya seorang wanita Muslimah bernama Fatimah binti
Maimun, berangka tahun 1082 M. Angka tahun ini merupakan data
peninggalan Islam tertua – yang ditemukan, di wiayah Nusantara.
Berikut disampaikan sebagian orang-orang yang berjasa dalam syiar
Islam, yakni:
a. Masuknya Islam melalui Pedagang Gujarat
Keberadaan para pedagang Gujarat itu bertolak dari catatan perjalanan
Marcopolo, yang mengatakan bahwa selama kunjungannya ke
Pureula,tahun 1292 M,ia telah menyaksikan banyak pedagang asal
Gujarat giat menyiarkan agama Islam. Pendapat itu diperkuat dengan
adanya batu nisan Sultan Malik ash-Sholeh.
b. Masuknya Islam melalui Pedagang Persia
Pendapat ini didukung oleh Umar Amin Husein,dengan alasan bahwa di
Persia ada suku yang bernama Laren dan Jawi. Kemungkinan para
pedagang dari dua duku inilah yang mengajarkan huruf Arab di Pulau
Jawa yang dikenal dengan huruf Pegon, ahli lain yang mendukung
pendapat ini adalah Hossein Djajadiningrat yang mengatakan bahwa
terdapat pasangan dalam bahasa Arab yang disebut Jabar Jer. Istilah ini
termasuk bahasa Iran yang dalam bahasa Arab disebut fathah kasrah.
Selain itu, di sebagian wilayah Nusantara terdapat tradisi Muharram, yang
dihubungkan dengan Hussein putra Sayyidina Ali ra meninggal di Karbala.
Di Persia, upacara peringatan meninggalnya Hussein ini ditandai dengan
mengarak peti yang disebut tabut. Oleh karena itu, bulan Muharram dikenal

8
juga dengan sebutan bulan tabut dan diramaikan dengan perayaan yang
semisal, oleh masyarakat antara lain Aceh dan Minangkabau. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh Persia.
c. Masuknya Islam melalui Pedagang Arab
Pendapat ini datang antara lain dari Hamka,menurutnya : (1) Raja-Raja
Samudera Pasai menganut madzab Syafi’i. Penganut madzab Syafi’I
terbesar saat itu adalah masyarakat Mesir. Dan Makkah. Bila agama
Islam yang masuk di Nusantara berasal dari Persia tentu banyak
masyarakat Indonesia yang menganut faham Syiah seperti di Persia.
Atau bermadzab Hanafi, seperti di India;(2) Gelar al-Malik yang
digunakan oleh raja-raja Samudera Pasai, berasal dari Mesir. Sedangkan
gelar Syah yang berasal dari Persia, baru digunakan oleh raja-raja
Malaka pada awal abad ke-15 M.
Kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia

tenggara sejak permulaan abad Masehi 9. Melalui literature Arab terdapat


berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara. Sekalipun sumber
berita inimasih harus dikaji lebih teliti, berita tersebut umumnya
berkaitan dengan barang-barang dagangan dan rute perjalanan,dan hanya
sedikit berita tentang penduduk dan adapt-istiadatnya. Paul Weathly
mengemukakan bahwa di antara penulis Arab hingga abad ke-14 M,
hanya Abi Dulaf (abad ke-10 M) dan Ibnu Battutah yang benar-benar
melakukan perjalanan ke Asia Tenggara sampai ke negeri Cina. Adapun
penulis yang lain hanya berlayar hingga India atau di sekitar Teluk
Persia.

Ketiga pendapat tersebut di atas masing-masing memiliki alasan. Para


pedagang Muslim asal Persia,Gujarat, dan Arab sama-sama memiliki
perandalam usaha penyebaran agama Islam di Nusantara.

9
Nusantara dan Beberapa Jalur Perdagangan
Dari daerah pantai selatan Cina kapal-kapal dagang melalui Laut
cina Selatan, Selat Malaka, Teluk Benggala, ke India. DariIndia dapat
ditempuh dua jalan, yaitu melalui laut atau darat. Jalan laut, yaitu laut Arab,
Laut Merah, Terusan Suez (Mesir), Laut Tengah, Asia Kecil (Turki).
Ramainya jalan laut melalui Selat Malaka berarti juga melalui
perairanNusantara, terutama Sumatera, Kalimantan, Riau Kepulauan.
Akibatnya, melalui bentangan jalur-jalur laut tersebut, wilayah Nusantara
terlibat perdagangan internasional. Dalam kaitannya dengan penyebaran
wilayah pengaruh Islam, umumnya mengikuti jalur dan arus pelayaran
perdagangan di sepanjang pantai. Dengan kata lain, Islam menyebar ke
wilayah Nusantara melalui jalan perdagangan laut dan komunitas-komunitas
Muslim mulai berkembang di kota-kota pelabuhan. Maka tidak
mengherankan kalau pusat-pusat kekuasaan Islam juga bermula dibangun di
kota-kota pelabuhan.
a. Perkembangan Wialayah Pengaruh Islam di Nusantara
Proses perkembangan wilayah pengaruh Islam Nusantara dapat
dilakukan antara lain melalui beberapa jalur, sebagai berikut :
1) Jalur perdagangan
Para pedagang Muslim dari Arab, Gujarat, Persia yang berdatangan di
wilayah Nusantara umumnya tinggal selama berbulan-bulan di pusat-pusat
perdagangan. Sambil menunggu angina musim yang baik untuk berlayar
kembali ke Negara asal, kesempatan itu dimanfaatkan untuk mengadakan
transaksi dengan para pedagang setempat.
Pusat perdagangan di pantai atau pelabuhan merupakan terminal dan
tempat penghubung dengan daerah-daerah pedalaman. Pelabuhan pada
umumnya terletak di muara sungai, karenanya hubungan dagang dengan
daerah pedalaman lebih banyak dilakukan melalui sungai. Mula-mula para
pedagang hanya menyebarkan Islam pada masyarakat pelabuhan, tetapi

10
karena transaksi dagang masyarakat pedalaman dengan masyarakat pesisir
berlangsung terus menerus,maka lama kelamaan dakwah Islamiyah dapat
disampaikan hingga ke wilayah masyarakat pedalaman. Misalnya,
terdapatnya pemukiman masyarakat Muslim di lokasi berdirinya pusat
pemerintahan Majapahit. Indikator adanya masyarakat Muslim tersebut
ditemukan komplek makam Muslim di Sentono Rejo, Troloyo,
KecamatanTrowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Selain makam
bertulisan Arab, terdapat batu-batu nisan bertuliskan huruf Jawa berupa
angka tahun (wafat) - yang tertua 1203 Caka atau 1281 M, sedangkan
angka (tahun wafat) yang termuda sebagamana tertera pada batu nisan 1533
Cakaatau 1611 M. Daa berupa angka tahun dan tulisan Arab tersebut dapat
disimpulkan bahwa kehadiran pemukiman masyarakat Muslim di pusat
pemerintahan Majapahit ini telah berlangsung sangat lama, selama lebih
dari 300 tahun, yaki dari abad ke 14 hingga abad ke 17 M – suatu

bentangan waktu dimulai awal munculnya kerajaan Majapahit 10 hingga


masa kemundurannya, bahkan ketika kerajaan tersebut hilang sama
sekali dalam percaturan politik di Jawa, abad ke-17 M.

2). Jalur Dakwah


Kehadiran makam Muslim di Trowulan sebagaimana tersebut dalam angka-
angka tahun wafat di atas, telah menarik perhatian tentang kemungkinan
adanya masyarakat Muslim di dekat pusat kekuasaan Kerajaan
Majapahit.Pusat-pusat perdagangan di pesisir Utara Jawa, yakni Gresik,
Jepara, Cirebon, Banten, sejak akhir abad ke-15 M dan permulaan abad ke
16 M telah menunjukkan kegiatan keagamaan oleh para wali di Jawa,
hingga kemudian lahirnya kerajaan Islam Demak. Sejak itu, erkembangan
wilayah pengaruh Islam di Jawa telah dapat berperan secara politik.
Sesuai dengan ajaran agama Islam, setiap Muslim adalah “dai”. Para
muballigh, guru agama Islam mempunyai tugas khusus menyiarkan agama

11
Islam . Keberadaan mereka secara khusus telah mempercepat rposes
berkembangnya wilayah pengaruh Islam, antara lain melalui strategi
mendirikan pesantren Islam. Di Pulau Jawa, penyiaran agama Islam
dilakukan terutama oleh para wali yang dikenal dengan sebutan Walisongo.
Strategi dakwah yang mereka terapkan telah berhasil meluaskan wilayah
pengaruh Islam ke Banjarmasin, Hitu, Ternate, Tidore, serta Lombok.
Sultan Samudra – atas bantuan Demak, sebagai raja pertama kerajaan
Banjarmasin masuk Islam. Ia kemudian memakai gelar Maharaja
Suryanullah. Ketika Suryanullah naik tahta, beberapa daerah sekitarnya
sudah mengakui kekuasaannya, yaknidaerah Sambas, Batanglawai,
sukadana, Kotawaringin, Sampit,, Mendawi, /sambangan. Adapun Lombok,
meurut tradisi diislamkan oleh Sunan Prapen, dari giri, Gresik, Jawa Timur.
Kesultanan terbesar di Kepulauan Maluku abad ke 14-16 M adalah
Kesultanan Ternate. Sejak abad ke-10 M terkenal sebagai pusat
perdagangan rempah-rempah.Kapal-kapal dari Jawa, Malaka,dan Arab
secara teratur berlayar ke sana. Pada awalnya, Kesultanan itu menganut
animisme. Namun setelah Sultan Zainal Abidin (1486-1500), raja Ternate
ke-19 kembali dari Giri, Gresik dan menyandang gelar Sultan, agama Islam
menjadi agama resmi kerajaan.
Daerah yang agak terlambat menerima perkembangan Islam selain
tempat-tempat yang disebutkan di atas adalah Sulawesi kecuali beberapa
tempat seperti Buton dan Selayar, berdasarkan tradisi setempat telah
menerima pengaruh Islam dari Ternate pada pertengan abad ke-16 M.

Sejak Gowa-Tallo atau Makassar tampil sebagai pusat perdagagan laut,


kerajaan ini menjalin hubungan yang baik dengan Ternate, suatu
kerajaan pusat cengkeh, yang telah menerima Islam dari Gresik / Giri, di
bawah kekuasaan Sultan Babullah, ternate mengadakan perjanjian
persahabatan dengan Gowa Tallo. Ketika ini raja Ternate berusaha
mengajak penguasa Gowa Tallo untuk iku menganut agama Islam, tetapi

12
gagal.aru pada waktu Dato’ ri Bandang datang ke Gowa Tallo, agama
Islam masuk ke kerajaan ini. Sultan Alauddin (1591-1636) adalah sultan
Gowa Tallo yang pertama menganut Islam pada tahun 1605. Dua tahun
berikutnya, rakyat Gowa dan Tallo diislamka seperti terbukti dengan
dilakukannya smbahyang Jum.at bersama di Tallo pada 19 Rajab 1068
H/ Nvember 1607 M.

3) Jalur Perkawinan
Semakin berkembangnya perdagangan, semakin banyak pula para pedagang
Islam dari Persia , Arab, Gujarat yang datang ke Nusantara, bahkan banyak
di antara mereka yang kemudian menetap di berbagai wilayah Nusantara.
Daerah pemukiman mereka disebut Pekojan. Banyak di antara
mereka kemudian menikah dengan anggota masyarakat setempat. Jika
wanita yang dinikahinya itu berasal dari golongan elite, setidaknya akan
berpengaruh dan mendukung bagi proses dakwah Islamiyah terhadap
masyarakat.

4). Jalur Kesenian


Penyebaran agama Islam dengan menggunakan sarana kesenian,
disesuaikan denagan kondisi pada masanya. Saat itu kebudayaan pra Islam
(pra Sejarah, klasik) masih sangat kuat dan menyebabkan para mubaligh
memanfaatkan kesenian sebagai sarana syiar agama. Misalnya, di Jawa
menggunakan wayang kulit, gamelan, dan sebagainya.
Melalui jalur-jalur di atas setidaknya proses perluasan wilayah
Muslim di Nusantara mengalami perkembagan, hingga kemudian Islam
sebagai agama sebagai mayoritas panutan bagi masyarakat di wilayah
budaya Nusantara.

13
2. Apa saja yang diajarkan islam tentang keberagaman
Islam memandang pluralisme sebagai sikap saling menghargai dan toleransi
terhadap agama lain, namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak
menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian agama
lain, sembah. Namun demikian Islam tetap mengakui adanya pluralisme agama yaitu
dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dinukum
waliyadin), disini pluralisme diorientasikan untuk menghilangkan konflik, perbedaan
dan identitas agama-agama
Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus direnungi dan diyakini setiap
umat, kesadaran umat beragama menjadi kunci bagi keberlangsungan dalam
menjalankan agamanya masingmasing. Setiap agama memiliki substansi kebenaran,
dalam filsafat prenial suatu konsep dalam wacana filsafat yang banyak membicarakan
hakekat Tuhan sebagai wujud absolut merupakan sumber dari segala sumber wujud.
Sehingga semua agama samawi berasal dari wujud yang satu, atau adanya the common
vision menghubungkan kembali the man of good dalam realitas eksoterik agama-agama.
Disamping itu pluralisme harus dipahami sebagai pertalian sejati kebinnekaan dalam
ikatan-ikatan keadaban, bahkan pluralisme adalah suatu keharusan bagi keselamatan
manusia, melalui mekanisme dan pengimbangan masing masing pemeluk agama dan
menceritakan secara obyektif dan transparan tentang histores agama yang dianutnya.

Pandangan islam terhadap keberagaman agama


Islam telah mengajarkan umatnya untuk menghormati agama lain dan melarang
mencelanya. Bahkan dalam sebuah ayat, Allah SWT melarang kita untuk mencela
sesembahan – sesembahan para penyembah berhala
Al-Qur‘an dengan tegas mengakui keberadaan agama-agama lain dan
menyerukan kepada umat Islam untuk hidup berdampingan secara damai. Namun,
dengan mengakui keberadaan agama-agama lain, tidak berarti Islam membenarkan
agama-agama itu.

14
Keyakinan akan kebenaran agama yang dipeluk adalah cermin keimanan
seseorang. Setiap pemeluk agama tentu akan berpendapat bahwa agamanya lah yang
paling benar. Semua agama tentu menawarkan jalan keselamatan. Islam secara tegas
mengajarkan umatnya untuk senantiasa menjaga hubungan baik dengan sesama
manusia. Selama non-Muslim tidak mengganggu seorang muslim dalam menjalankan
ibadahnya, maka umat Islam dilarang untuk mengganggu pemeluk agama lain.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan yang sangat baik dalam hal ini. Beliau
adalah seorang pemimpin yang bijaksana dan senantiasa berlaku adil kepada semua
manusia. Fakta-fakta sejarah, antara lain seperti tertulis dalam Piagam Madinah,
menunjukkan toleransi yang luar biasa dari pihak muslim kepada golongan non-
Muslim. Seandainya prinsip-prinsip Piagam Madinah ini dapat diimplementasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tidak mustahil akan tercipta sebuah tatanan
kehidupan bernegara yang diidamkan oleh semua anak bangsa.

Pandangan islam terhadap keberagaman budaya, tradisi, dan adat istiadat.


Keanekaragaman adat istiadat, suku, ras, dan tradisi yang hidup di tengahtengah
manusia adalah sunnatullah. Allah SWT telah menciptakan manusia berbeda-beda, baik
dari suku, bahasa, maupun warna kulitnya.
Dalam konteks kehidupan beragama sikap persamaan merupakan sarana untuk
menciptakan tatanan masyarakat yang saling menghargai hak-hak manusia, persuasif
bebas dari paksaan dan diskriminatif. Toleransi dimaknai sebagai usaha penghormatan
dan penghargaan tidak mencampuradukkan toleransi dengan keyakinan.Toleransi dalam
Islam tidak mengenal kompromi dalam persoalan akidah.
Egaliterianisme atau sikap persamaan (al-musawwah) adalah sikap tidak
membedakan umat manusia atas jenis kelamin, asal usul etnis dan warna kulit, latar
belakang, historis, sosial, ekonomi dan sebagainya. Islam memandang umat manusia
sebagai satu kesatuan. Mereka diciptakan dari satu asal usul, nenek moyang mereka
adalah Adam dan Hawa. Atas dasar inilah Islam tidak memperkenankan seorang
menjadi penindas terhadap suatu ras, agama atau golongan lainnya, karena Islam adalah

15
agama cinta damai yang mengakui keberadaan pluralitas. Dengan semangat
egalitarianisme ini pada gilirannya menuntut umat Islam untuk menyikapi perbedaan
yang terdapat pada komunitas manusia sebagai sesuatu yang alamiah yang harus
dihormati dan meletakkannya pada kerangka untuk mengembangkan solidaritas dan
kerja sama yang kukuh antar manusia.

Keberagaman substansif
Beragama secara pokok memerlukan syariat yang bersifat rukun atau verbal.
Tetapi selain itu beragam juga memerlukan dimensi hakikat dan ma’rifat yang saat ini
sering disebut dengan dengan “Substansialisasi Agama” atau “beragama yang
substantif”.
Beragama secara substantif diperlukan saat ini. Beragama yang tetap memenuhi
hukum formal syariat, tetapi masuk ke dimensi makna dan fungsi yang hakiki, sehingga
membangun kesalihan individual dan sosial yang melintasi. Termasuk dalam
menghadapi musibah pandemi covid-19 yang bersifat darurat, tidak kaku pada
verbalisme ibadah berjamaah di masjid dan yang bersifat jamaah, tetapi beribadah di
rumah yang khusuk dan tahsinah (fungsional).
Pertama, Kini masyarakat menjadi sekuler, liberal, hedonis, dan oportunis
sesungguhnya nilai-nilai agama harus hadir atau dihadirkan sebagai kanopi suci dalam
melakukan spiritualisasi yang mencerdaskan dan mencerahkan. Bukan sekadar agama
serba ritual, simbolis, dan menjadi identitas formal belaka. Agama harus menjadi
petunjuk, pembimbing, dan fondasi nilai yang membawa kebahagiaan hidup umat
manusia di dunia menuju kehidupan akhirat yang kekal abadi dalam rengkuhan ridla
Ilahi.
Kedua, Perkembangan teknologi telekomunikasi dan transportasi menciptakan
perubahan besar terhadap tradisi, gaya hidup, dan pola keberagamaan dalam
masyarakat. Di antara dampaknya adalah mudahnya pengaruh dari tempat lain, baik
positif maupun negatif, masuk ke negeri ini hingga ke berbagai daerah terpencil. Tradisi
baca, orientasi seksual, model berpakaian, pola komunikasi antara manusia, hubungan
kekeluargaan (kawin-cerai), hedonism, serta interaksi lawan jenis dan tua-muda adalah

16
beberapa contoh dari perubahan sikap yang kadang dipengaruhi oleh arus globalisasi.
Keberagamaan pada sebagian kalangan cenderung menjadi bagian lifestyle dan
performance daripada kesadaran spiritual.”.
Ketiga, ilmu pengetahuan dan teknologi niscaya menjadi kekuatan strategis bagi
kemajuan peradaban bangsa, bukan menjadikan manusia sebagai “budak” dan “robot”
sebagaimana pandangan Alvin Toffler tentang “the modular man” dan Robert Marcuse
mengenai sosok “one-dimentional man”. Jika bangsa Indonesia ingin menjadi unggul
dan menguasai dunia moderen, maka niscaya harus berilmu dan menguasai teknologi.
Semua negara maju menguasai iptek dengan dominan, sehingga menjadi adidaya. Era
digital dengan dunia medsos justru produk dari penguasaan iptek yang canggih. Orang-
orang terkaya dunia saat ini ialah raja-raja industri teknologi. Karenanya dunia medsos
dan era digital harus dijadikan sarana membangun peradaban maju yang tetap berpijak
pada martabat manusia sebagai “khalifat fil-ardl”.

Keberagaman moderat
Keberagamaan moderat diperlukan sangat relevan saat ini karena ditemukan
sejumlah fakta dalam kehidupan beragama. Perkembangan mutakhir menunjukkan
gejala meningkatnya perilaku keberagamaan yang ekstrim antara lain kecenderungan
mengkafirkan pihak lain (takfiri). Di kalangan umat Islam terdapat kelompok yang suka
menghakimi, menanamkan kebencian, dan melakukan tindakan kekerasan terhadap
kelompok lain dengan tuduhan sesat, kafir, dan liberal. Kecenderungan takfiri
bertentangan dengan watak Islam yang menekankan kasih sayang, kesantunan,
tawasuth, dan toleransi. Sikap mudah mengkafirkan pihak lain disebabkan oleh banyak
faktor antara lain cara pandang keagamaan yang sempit, miskin wawasan, kurangnya
interaksi keagamaan, pendidikan agama yang eksklusif, politisasi agama, serta pengaruh
konflik politik dan keagamaan dari luar negeri, terutama yang terjadi di Timur Tengah.
Dalam menghadapi fakta tafkiri tersebut diuntut sikap kritis dengan berusaha
membendung perkembangan kelompok takfiri melalui pendekatan dialog, dakwah yang
terbuka, mencerahkan, mencerdaskan, serta interkasi sosial yang santun. Setiap muslim
memandang berbagai perbedaan dan keragaman sebagai sunnatullah, rahmat, dan

17
khazanah intelektual yang dapat memperkaya pemikiran dan memperluas wawasan
yang mendorong kemajuan. Persatuan bukanlah kesatuan dan penyeragaman tetapi
sinergi, saling menghormati dan bekerjasama dengan ikatan iman, semangat ukhuwah,
tasamuh, dan fastabiqu al-khairat. Dalam kehidupan masyarakat dan kebangsaan yang
terbuka, umat Islam diharapkan untuk mengembangkan sikap beragama yang tengahan
(wasathiyah, moderat), saling mendukung dan memperkuat, serta tidak saling
memperlemah dan meniadakan kelompok lain yang berbeda.
Karenanya diperlukan pandangan keislaman yang moderat atau “Islam
Wasathiyah” yang mengajarkan beragama yang tengahan dan damai, sekaligus
berkemajuan. Umat Islam Indonesia dan dunia tidak cukup hanya berkarakter moderat,
tetapi juga harus maju (berkemajuan), yakni unggul dalam segala bidang kehidupan,
sehingga kehadirannya sebagai pembawa misi rahmat bagi semesta alam benar-benar
terwujud dalam kehidupan nyata di muka bumi ini. Di sinilah relevansi pandangan
“Islam wasathiyah-berkemajuan” sejalan spirit Al-Quran Surat Al-Baqarah 143 untuk
dihadirkan sebagai gerakan Islam transformatif yang menghadirkan peran Islam
alterrnatif dalam memasuki dunia modern abad ke-21.

Keberagaman yang mencerahkan


Keberagamaan yang mencerahkan ialah beragama yang mampu mengeluarkan
diri dan orang lain serta lingkungan dari struktur dan keadaan yang ad-dhulumat (penuh
kegelapan) kepada an-nur (cahaya kebenaran & kebaikan) sehingga tercipta kehidupan
yang lebih baik.
Pertama, Beragama yang mencerahkan mengembangkan pandangan, sikap, dan
praktik keagamaan yang berwatak tengahan (wasathiyah), membangun perdamaian,
menghargai kemajemukan, menghormati harkat martabat kemanusiaan laki-laki maupun
perempuan, menjunjungtinggi keadaban mulia, dan memajukan kehidupan umat
manusia. Beragama yang mencerahkan diwujdukan dalam sikap hidup amanah, adil,
ihsan, dan kasih sayang terhadap seluruh umat manusia tanpa diskriminasi sebagai
aktualisasi nilai dan misi ramhatan lil-‘alamin.

18
Kedua, Beragama yang mencerahkan ialah menghadirkan risalah agama untuk
memberikan jawaban atas problem-problem kemanusiaan berupa kemiskinan,
kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan lainnya yang bercorak struktural
dan kultural. Gerakan pencerahan menampilkan agama untuk menjawab masalah
kekeringan ruhani, krisis moral, kekerasan, terorisme, konflik, korupsi, kerusakan
ekologis, dan bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan. Gerakan pencerahan berkomitmen
untuk mengembangkan relasi sosial yang berkeadilan tanpa diskriminasi, memuliakan
martabat manusia laki-laki dan perempuan, menjunjung tinggi toleransi dan
kemajemukan, dan membangun pranata sosial yang utama.
Ketiga, Beragama yang mencerahkan dengan khazanah Iqra menyebarluaskan
penggunaan media sosial yang cerdas disertai kekuatan literasi berbasis tabayun,
ukhuwah, ishlah, dan ta’aruf yang menunjukkan akhlak mulia. Sebaliknya menjauhkan
diri dari sikap saling merendahkan, tajassus, suudhan, mememberi label buruk,
menghardik, menebar kebencian, bermusuh-musuhan, dan perangai buruk lainnya yang
menggambarjan akhlak tercela.
Keempat, Dalam beragama yang mencerahkan, Muhammadiyah memaknai dan
mengaktualisasikan jihad sebagai ikhtiar mengerahkan segala kemampuan (badlul-
juhdi) untuk mewujudkan kehidupan seluruh umat manusia yang maju, adil, makmur,
bermartabat, dan berdaulat. Jihad dalam pandangan bukanlah perjuangan dengan
kekerasan, konflik, dan permusuhan.
Kelima, Dengan spirit beragama yang mencerahkan, umat Islam dalam
berhadapan dengan berbagai permasalahan dan tantangan kehidupan yang kompleks
dituntut untuk melakukan perubahan strategi dari perjuangan melawan sesuatu (al-jihad
lial-muaradhah) kepada perjuangan menghadapi sesuatu (al-jihad li-al-muwajahah)
dalam wujud memberikan jawaban-jawaban alternatif yang terbaik untuk mewujudkan
kehidupan yang lebih utama.
Keenam, Beragama yang mencerahkan diperlukan untuk membangun karakter
manusia Indonesia yang relijius dan berkemajuan untuk menghadapi berbagai
persaingan peradaban yang tinggi dengan bangsa-bangsa lain dan demi masa depan
Indonesia berkemajuan. Manusia yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapsitas mental

19
yang membedakan dari orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran,
keberanian, ketegasan, ketegaran, kuat dalam memegang prinsip, dan sifat-sifat khusus
lainnya yang melekat dalam dirinya. Sementara nilai-nilai kebangsaan lainnya yang
harus terus dikembangkan adalah nilai-nilai spiritualitas, solidaritas, kedisiplinan,
kemandirian, kemajuan, dan keunggulan.
Ketujuh, Beragama yang mencerahkan diwujudkan dalam kehidupan politik
yang berkeadaban luhur disertai jiwa ukhuwah, damai, toleran, dan lapang hati dalam
perbedaan pilihan politik. Seraya dijauhkan berpolitik yang menghalalkan segala cara,
menebar kebencuan dan permusuhan, politik pembelahan, dan yang mengakibatkan
rusaknya sendi-sendi perikehidupan kebangsaan yang majemuk dan berbasis pada nilai
agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Kedelapan, Jiwa, alam pikiran, sikap,
dan tindakan setiap muslim niscaya menunjukkan pencerahan yang Islami sebagaimana
diajarkan oleh Islam serta diteladankan dan dipraktikkan oleh Nabi akhir zaman.

3. Alasan Islam bisa populer di Indonesia


Islam merupakan agama yang paling cepat perkembangannya di Indonesia. Meski
bukan agama pertama yang masuk ke nusantara, Islam menjadi agama yang dipeluk
oleh mayoritas masyarakat Indonesia saat ini. Indonesia menduduki peringkat pertama
sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Lantas, mengapa Indonesia
mayoritas beragama Islam?
Berdasarkan data teranyar dari World Population Review, Indonesia menduduki
peringkat satu dengan jumlah populasi terbesar sebanyak 231 juta jiwa. Disusul dengan
Pakistan sebanyak 212,3 juta jiwa, India 200 juta jiwa, Bangladesh 153,7 juta jiwa, dan
Nigeria 95-103 juta jiwa.
Di samping itu, mengutip dari laman resmi kemenag.go.id terkait data demografis tahun
2020, pemeluk agama Islam di Indonesia telah mencapai sekitar 229,60 juta jiwa atau
sebanyak 87,1 persen dari total populasi penduduk. Merujuk pada data tersebut,
pernahkah kamu bertanya-tanya mengapa Indonesia mayoritas beragama Islam?
Padahal, jika menengok kembali sejarah bangsa Indonesia, Islam bukanlah agama

20
pertama yang masuk ke Indonesia.

Islam menyebar di Indonesia dengan cara damai, bukan dengan kekerasan. Tidak ada
catatan sejarah yang menjelaskan tentang kekerasan dalam penyebarannya di nusantara.
Terdapat beberapa cara yang menjadi sarana dalam penyebaran Islam di Indonesia,
seperti perdagangan, kesenian, perkawinan, dan pendidikan. Dengan cara yang damai
ini, masyarakat pun dengan senang hati memeluknya meski tanpa dipaksa.

Syarat masuk Islam mudah Agama Islam mudah diterima oleh rakyat indonesia sebab
untuk menjadi umat Islam caranya sangat mudah, tidak perlu memakai upacara-upacara
yang memerlukan biaya besar. Syaratnya hanyalah dengan mengucap kalimat syahadat.
Jika seseorang telah bersyahadat, maka ia telah masuk Islam dan menjadi pemeluknya.
Pelaksanaan ibadahnya sederhana Selain syarat masuknya yang mudah, pelaksanaan
ibadahnya pun sangat sederhana dan tidak mengeluarkan biaya. Dengan demikian,
setiap orang tidak merasa terbebani dalam menjalankan ibadah.

Islam adalah agama yang demokratis karena tidak mengenal sistem kasta pada
penganutnya. Dengan kata lain, kedudukan setiap orang sejajar atau sama rata.
Seseorang hanya dibedakan di mata Allah sesuai dengan kebaikan dan amalan yang
dilakukan semasa hidupnya. Ajaran Islam tidak memaksa Ajaran Islam tidak memaksa,
artinya setiap orang memiliki kebebasan untuk memilih agamanya masing-masing.
Dengan toleransi yang dimiliki Islam dalam beragama, membuat orang semakin tertarik
untuk memeluknya. Bangsa Indonesia memiliki jiwa terbuka Sebelum masuknya
pengaruh Islam, Indonesia telah memiliki kebudayaan sendiri yang kemudian terjadi
proses akulturasi dengan budaya Hindu-Buddha. Oleh karena itu, dapat dimengerti
ketika kebudayaan Islam masuk, masyarakat Indonesia tidak menganggapnya sebagai
hal yang asing. Masyarakat tidak menentangnya dan justru berusaha untuk mempelajari
karena memiliki jiwa terbuka. Referensi: Al-Aziz, Arief Nur Rahman. (2019).
Perkembangan Islam di Indonesia. Klaten: Cempaka Putih.

21
Menurut para ahli, berikut adalah alasan mengapa mayoritas Indonesia beragama Islam:

1. Islam dipandang sebagai ajaran agama yang ideal karena tidak mengenal sistem
kasta sehingga setiap pemeluknya memiliki egalitarianisme, yakni kesamaan
atau kesetaraan hak tanpa adanya diskriminasi
2. Ajaran Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai dan tidak bersifat
memaksa, sehingga penduduk bisa menerima Islam dengan baik pula
3. Nilai-nilai Islam dianggap cocok dan sesuai dengan pandangan hidup mayoritas
penduduk Indonesia,

22
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ditengah keberagaman agama di Indonesia ini, islam menjadi agama yang paling
populer karena menjadi umat Islam sangatlah mudah serta syariat Islam yang sesuai
dengan sebagian besar kebiasaan masyarakat sehingga sangat mudah diterima
masyarakat Indonesia.

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai