Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ISLAM DAN PERADABAN MELAYU

ULAMA-ULAMA PENYEBAR AGAMA ISLAM DAN KARYA-


KARYANYA DIKAWASAN MELAYU

Dosen Pengampu :

Dr. Tuti Indriyani, M.Pd.i

Disusun Oleh : Kelompok 5

Ariq Hibatullah (NIM : 201210188)


Cantika Mukti Andini (NIM : 201210197)
Fazia Zahrani Sutan (NIM : 201210212)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dengan judul " Ulama-ulama penyebar agama Islam dan karya-
karyanya dikawasan melayu" dapat tersusun sampai dengan selesai. Sholawat dan
salam untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan ummatnya dari
alam gelap ke alam terang benderang.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Islam dan Peradaban
Melayu pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam.

Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu


hingga terselesaikannnya makalah ini, terutama kepada Ibuk Dr. Tuti Indriyani,
M. Pd.i.

Semoga makalah ini bermanfaat. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, September 2021

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN..............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Islam dan Negeri Melayu...........................................................................3
B. Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam di Kawasan Melayu
1. Ahmad Hasan...................................................................................3
2. Abdul Rauf Singkel...........................................................................7
3. Syekh Nurudin Al-Raniri................................................................11
4. Abdul Samad Al-Palimbani...........................................................12
5. Muhammad Arsyad Al-Bantani....................................................14
6. Syekh Nawawi Al-Bantani.............................................................14
7. Ahmad Khatib
Minangkabau..................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................16
B. SARAN..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara
kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang
dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang
berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian
dijual kepada para pedagang asing.

Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-


1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri
(Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa dan Gresik di
Jawa.

Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal


dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam.
Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan
dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar
secara intensif ke seluruh wilayah Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1
1. Siapa sajakah Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di
wilayah Melayu?
2. Apa saja Karya-karya yang dibuat ulama tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di
wilayah Melayu
2. Mengetahui karya-karya yang dibuat oleh ulama tersebut

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Negeri Melayu


Masuk dan berkembang pesatnya agama Islam di Indonesia pada
abad ke- 13–17 M memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda
bahkan saling bertentangan. Khususnya tentang darimana agama ini
datang dan siapa yang membawanya masuk. Begitu pula mengenai
saluran-saluran komunikasi yang digunakan sehingga memungkinkan
agama ini diterima secara luas oleh penduduk Nusantara dalam waktu
yang relatif singkat.
Semula diduga bahwa yang membawa dan memperkenalkan
agama ini di kawasan ini ialah pedagang-pedagang dari Gujarat, India.
Sejak itu perdagangan dipandang sebagai saluran utama bagi pesatnya
perkembangan Islam di kepulauan Nusantara. Tetapi penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa faktornya sangat kompleks. Sebelum berkembang
pesat, Islam harus menempuh jalan yang berliku-liku dan rumit serta
panjang, dan faktornya bukan hanya perdagangan semata-mata.
Pada abad ke-12 dan 13 M, disebabkan banyaknya kekacauan dan
peperangan di Timur Tengah termasuk Perang Salib, mendorong
penduduk Timur Tengah semakin ramai melakukan kegiatan pelayaran ke
Asia Tenggara (Hasan Muarif Ambary 1998; Azyumardi Azra 1999 dalam
huda).Faktor lain bagi pesatnya perkembangsan Islam ialah mundurnya
perkembangan agama Hindu dan Buddha, mengikuti surutnya kerajaan
Hindu dan Buddha yang diikuti oleh mundurnya peranan politiknya. Abad
ke-13 M ketika agama Islam mulai berkembang pesat di kepulauan
Melayu, sebagai contoh, ditandai dengan mundurnya kerajaan Sriwijaya
atau Swarnabhumi.
Pada fase awal sampai jelang pertengahan abad ke-20, Indonesia
masih berada dalam situasi penjajahan dua kutub kekuatan besar dunia,
yaitu Belanda, mewakili kekuatan kawasan Eropa, dan lalu Jepang,

3
mewakili kekuatan wilayah Timur. Akibat penjajahan tersebut, masyarakat
Indonesia mengalami tekanan tidak hanya di bidang politik dan ekonomi,
tetapi juga sosial dan budaya, termasuk dalam hal keagamaan. Hal itu
ditandai dengan berkembangnya agama Kristen yang dibawa oleh penjajah
Belanda dan disebarluaskan kepada sejumlah besar masyarakat Indonesia
dan juga ajaran agama Shinto dari Jepang—dengan skala yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan agama Kristen tentunya. Tidak hanya itu,
terhadap umat Islam, penjajah Belanda menerapkan politik “belah bambu”
atau yang dikenal juga dengan divide et impera dengan menciptakan faksi-
faksi ataupun klasifikasi-klasifikasi tertentu. Akibatnya, umat Islam
terkotak-kotak menjadi sekian banyak kelompok yang terpisahkan oleh
pemikiran, pendapat, sikap, dan wacana keagamaan.
Situasi tersebut pastilah merugikan umat Islam di Indonesia dan
mendorong mereka untuk melakukan perlawanan. Di samping perlawanan
militer, terjadi juga semacam perlawanan keagamaan dan pemikiran yang
diwarnai nuansa keagamaan. Disadari atau tidak, semangat perlawanan
umat Islam terhadap penjajah Belanda maupun Jepang secara khusus
diwarnai oleh semangat keislaman yang kuat. Lebih jauh lagi, banyak
sekali ulama yang bahkan terlibat langsung dalam kancah perjuangan
melawan penjajah Belanda dan Jepang
Perjuangan para ulama yang masuk ke dalam kelompok ini
didasari oleh keprihatinan mereka atas kondisi umat Islam yang terpecah
belah akibat penjajahan dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga
memicu sejumlah tokoh ulama di nusantara untuk bergerak mempelopori
perbaikan khususnya kehidupan keislaman masyarakat.

B. Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam di Kawasan Melayu


1. Ahmad Hassan
Ahmad Hassan tercatat dilahirkan pada tanggal 31 Desember
1887 di Singapura. Beliau lahir dari pasangan keturunan India dari
garis ayah maupun ibu, yaitu Ahmad yang bernama asal Sinna Vappu

4
Maricar, dan ibu Muznah keturunan Mesir asal Madras India kelahiran
Surabaya, Indonesia. Nama beliau sebenarnya adalah Hassan1
Masa kecil dan pendidikan awal A. Hassan dilaluinya di
Singapura. Di sini beliau belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab,
Tamil, dan Inggris, selain bahasa Melayu sebagai bahasa setempat.
Beliau pun sedari kecil sudah belajar Alquran dan agama Islam dari
sejumlah guru di luar waktu sekolahnya. Oleh ayahnya, A. Hassan
dibina menjadi penulis seperti halnya sang ayah yang merupakan
pemimpin redaksi surat kabar “Nurul Islam” di Singapura. Tidak
hanya itu, A. Hassan diarahkan untuk berguru kepada sejumlah tokoh
ulama di Singapura pada masanya, seperti Muhammad Thaib, Said
Abdullah Al-Musawi, Abdul Lathif, Haji Hassan, dan Syekh Ibrahim
India.2 Dari sekian ulama itulah bakat-bakat keulamaan A. Hassan
terbina dan mulai terlihat di masa mudanya.
Di samping itu, A. Hassan pernah menjadi guru di sebuah
Madrasah Islam. Kariernya berlanjut ketika dia bekerja di sebuah
media massa “Utusan Melayu” sebagai penulis rubrik keagamaan.3 Di
situlah kiranya A. Hassan mulai memberikan kontribusi dalam hal
pemikiran keislaman bagi umat Islam di semenanjung Melayu dan
semakin kuat menampakkan profil keulamaannya
Keulamaan A. Hassan semakin tampak dan kokoh ketika
kemudian beliau menginjakkan kaki di sejumlah daerah di Indonesia.
Mulai dari awal hijrahnya ke Surabaya, lalu ke Bandung, dan terakhir
ke Bangil, Jawa Timur, A. Hassan berkontribusi besar bagi umat
Islam lewat perjuangannya di bidang pendidikan dan penyebaran

1
Iskandar, Salman, 99 Tokoh Muslim Indonesia. Penerbit Mizan, Bandung, 1999.

2
Hizbullah, Ahmad, Ahmad Hassan: Ulama Nasional yang Serba Bisa, Mandiri, Tegas, dan
Gigih Berdakwah, dalam http://dunia.pelajarislam.or.id/dunia.pii/arsip/ahmad-hassanulama-
nasional-yang-serba-bisa-mandiri-tegasdan-gigih-berdakwah.html (diakses tanggal 10 September
2014)
3
Mughni, Syafiq A., Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1994,
hlm.11-12.

5
pemikiran Islam. Riwayat perjuangan itulah yang membuatnya pantas
masuk ke dalam jajaran nama besar ulama nusantara yang
bersumbangsih bagi dinamika umat Islam pada eranya masing-
masing.
Persatuan Islam tampil dengan ide kembali kepada Alquran
dan Sunah sebagai dasar agama. A. Hassan melalui ormas Persatuan
Islam gencar mengampanyekan semangat itu sejak mulai intens
terlibat dalam diskusi dan dakwah kepada masyarakat di Bandung,
sampai akhirnya beliau hijrah ke Bangil dan menetap di sana.
Melalui jalur dan gaya pendekatan yang dipilihnya, A. Hassan
pun memiliki corak yang khas dan istimewa di tengah peta perjuangan
sekian banyak ulama nusantara lainnya dalam mendakwahkan Islam
kepada masyarakat. Jalur pendidikan yang dirintisnya, yaitu Pesantren
Persatuan Islam (PERSIS) merupakan sarana bagi A. Hassan dan
dilanjutkan oleh anak-cucunya, untuk menyebarkan gagasan
keislamannya secara sistematis dan terstruktur. Pesantren itu juga
menjadi sarana kaderisasi kaum muda muslim untuk meneruskan
kiprahnya menyebarkan paham Islam yang murni berasaskan Alquran
dan Sunah. Di luar pesantren, A. Hassan menggunakan metode debat
dan menulis dalam berdakwah. Dua langkah itu pula yang
mengantarnya kesohor sebagai ulama-penulis dan ahli debat yang
gigih dan lihai dalam dalam mempertahankan pendapatnya.
Selain mengajar, A. Hassan yang juga memiliki bakat tulis-
menulis, melanjutkan kegiatan itu dengan menulis artikel-artikel
keislaman yang diterbitkan oleh media yang dikelola oleh Persatuan
Islam. Selain artikel, ada pula beberapa topik keislaman yang
ditulisnya secara lebih komprehensif dan diterbitkan dalam bentuk
buku. Karya-karya itulah yang disebarluaskannya seiring dengan
aktivitasnya membina kehidupan beragama jemaah Persatuan Islam
dan umat secara luas. Pada tahun 1941 A. Hassan tercatat pindah dari
Bandung ke Bangil dan menetap di sana. Di tempat barunya, A.

6
Hassan mendirikan Pesantren Persatuan Islam dan juga membina
sendiri pesantren itu dengan mengajar dan menerbitkan buku yang
digunakan sebagai buku daras bagi para santrinya. Tidak hanya itu,
buku-buku karyanya dicetak, diterbitkan, dan dijualnya sendiri, selain
untuk membiayai kebutuhan pesantrennya, juga untuk media
dakwahnya kepada masyarakat di Bangil.

Karya-karya Ahmad Hassan


Sebagai perwujudan keulamaan dan kecendekiawanannya, A.
Hassan menulis banyak sekali karya dalam bentuk buku maupun
artikel keislaman di majalah yang diterbitkannya baik ketika di
Bandung ikut membesarkan Persatuan Islam, maupun setelah pindah
ke Bangil Jawa Timur dan membina Pesantren Persatuan Islam
Bangil.
Karya yang selanjutnya Al-Furqan Tafsir Qur’an, karya ini
memiliki tempat tersendiri di tengah masyarakat muslim di Indonesia.
Karya itu seolah sudah menjadi identitas tersendiri bagi penulisnya.
Al-Furqan adalah Ahmad Hassan, dan Ahmad Hassan adalah Al-
Furqan. Harus diakui, Al-Furqan Tafsir Qur’an adalah yang paling
monumental dan bisa dibilang sebagai masterpiece dari keseluruhan
karya tulis A. Hassan. Karyanya itu menempati posisi tersendiri dalam
sejarah panjang penerjemahan Alquran di nusantara. Federsfield
dalam hizbullah menyebutkan, periodisasi sejarah penerjemahan dan
penafsiran Alquran di Indonesia dibagi ke dalam tiga bagian. Periode
pertama dimulai sejak permulaan abad ke-20 hingga awal tahun 1960-
an, Periode kedua berlangsung antara tahun 1960 s.d 1970 dan periode
ketiga muncul mulai tahun 1970-an. Bila dibandingkan dengan karya
sejenis pada masa awal penerbitannya, Al-Furqan Tafsir Qur’an
memiliki kekhasan tersendiri. Dalam bagian Pendahuluan, misalnya,
sang penulis menguraikan berbagai hal yang dibagi ke dalam 35 pasal,
mulai dari riwayat singkat proses penulisan karyanya, keterangan

7
ringkas tentang metodologi penerjemahan (dan juga penafsiran),
sejarah, isi Alquran, gramatika Arab, makna konsep-konsep tertentu
dalam Alquran, hingga glosarium yang berisi beberapa kata atau
konsep penting dalam Alquran.

2. Abdul Rauf Singkel


Syeikh Abd. Rauf Singkel adalah seorang ulama yang sangat
terkenal pada abad ke-17M di Aceh. Beliau dilahirkan pada tahun
1024H/1615M3 di Fansur Singkel yang terletak di bahagian Pantai
Barat, Sumatera. Yaitu di Kabupaten Aceh Selatan. Nama lengkapnya
ialah Abdul Rauf bin Ali al-Jawi al Fansuri al-Singkeli. Setelah
meninggal dunia beliau dikenali dengan Teungku di Kuala atau Syiah
Kuala kerana dia mengajar dekat kuala sungai/krueng Aceh. Beliau
telah meninggal dunia pada hari Jumaat tahun 1105H/1693M dan
dimakamkan dekat kuala sungai Aceh tersebut4.
Syeikh Abdul Rauf Singkel telah memulaikan pendidikan di
kampung halamannya sendiri kemudian meneruskannya di ibu kota
kerajaan Aceh pula. Selepas itu beliau meneruskan pendidikannya ke
Tanah Arab (H:ijāz) pada tahun 1642M5 dan mengambil masa selama
19 tahun, di antaranya ialah beberapa tahun di Mekkah, Madinah,
Jeddah, Zebid, Betalfakih dan tempat-tempat lain. Beliau menuntut
ilmu daripada seorang guru/ulama yang terkenal di dunia Islam pada
masa itu, ulama tersebut ialah Ahmad al-Qusyasyi seorang pemimpin
atau Syeikh Tarikat Syatariyah. Syeikh Abdul Rauf Singkel juga telah
dapat menyelesaikan

4
Ibid., h. 125.

5
Prof. Dr. Azyumardi Azra (1999), Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, h. 133

8
pengajian beliau dengan jayanya melalui seorang lagi ulama terkenal,
yaitu Molla Ibrahim yang juga merupakan pengikut Syeikh Ahmad al-
Qusyasyi.6
Mengenai pengalamannya menuntut ilmu dikatakan sama saja
seperti pengalaman kebanyakan para penuntut ilmu yang lain, yaitu
sering saja berpindah dari satu tempat ke tempat lain dari seorang guru
kepada guru yang lain. Beliau juga mempelajari berbagai ilmu seperti
tata bahasa Arab, membaca al-Qur’an, ilmu hadist, fiqh dan lain-lain.
Namun demikian, beliau lebih mengutamakan tentang ilmu-ilmu asas
Islam pada permulaan pengajiannya semasa di Yamen. Di sini beliau
pernah belajar seni bacaan al-Qur’an pada seorang guru yang dianggap
sebagai qari terbaik pada masa itu, yaitu Sheikh Abdullah al-Adani.
Selain daripada itu, beliau juga belajar dengan Syeikh Ibrahim ibn
Abdullah yang kemudiannya beliau diperkenalkan pula kepada Syeikh
Ahmad al-Qusyasyi, yaitu gurunya dalam bidang tasawuf serta ilmu-
ilmu yang lain.7
a) Peranan Dalam Aspek Agama
Untuk mengetahui tentang peranan Abdul Rauf Singkel dalam aspek
keagamaan, perlulah dilihat ketika beliau pulang dari menuntut ilmu
di (Mekkah dan Madinah). Sebagaimana yang diketahui,
sekembalinya dari Tanah Arab pada tahun 1661M, pemikiran
pemikirannya dapat mempengaruhi kalangan penguasa istana.
Sehingga Sultanah Safiyatuddin yang sedang memerintah pada masa
itu telah menjadikan beliau sebagai rujukan keilmuan dan sebagai
penasihat istana.8
1) Pengiktirafan Sebagai Pegawai Agama
Salah seorang ulama terkemuka tersebut yang menjadi
orang kepercayaan Sultan Iskandar Muda ialah Syeikh Abdul
6
Ibid., h. 123.

7
Prof. Dr. Azyumardi Azra, op. cit., h. 133

8
J. B. Kristanto, op. cit., h. 461

9
Rauf Singkel. Beliau pada peringkat awalnya dilantik oleh
sultan sebagai imam Masjid Bait al-Rahim. Disamping tugasnya
sebagai imam masjid tersebut, beliau juga terkenal kerana
mempunyai sebuah pesantren yang cukup ramai muridnya.
Antara tahun 1641M sehinggalah tahun 1690-an Masehi,
Syeikh Abdul Rauf Singkel dipilih oleh Sultanah Safiyatuddin
dan pemerintah seterusnya untuk memegang jabatan Qadi Malik
Al-‘Adil atau “Jaksa Agung adalah untuk mengetuai satu
lembaga sebagai pembantu sultanah dalam menjalankan
pemerintahan.
2) Pengamal/Penyebar Tariqat Tasawuf
Kedudukan Abdul Rauf Singkel sebagai pemimpin Tarikat
Syatariyah melalui panduan dan ajaran gurunya Syeikh Ahmad
Qusyasyi, membolehkan beliau mengembangkan gagasan-
gagasan keagamaannya sendiri sehingga ke Tanah Melayu
melalui tarikat ini. Adapun muridnya yang turut
bertanggungjawab dalam menyebarkan gagasan ini ialah Syeikh
Abdul Muhyi setelah beliau pulang ke kampungnya di Jawa
Barat. Malah usaha beliau menyebarkan ajaran tarikat sangat
meluas hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, penyebaran
tarikat ini begitu cepat berkembang dan pengajarannya bukan
saja subur di kalangan rakyat jelata, bahkan mendapat tempat di
kalangan pembesar danpemerintah. Selain daripada Tarikat
Syatariyah yang tersebar luas di Nusantara terutamanya di Aceh,
terdapat berbagai aliran tasawuf lagi seperti Tarikat
Naqsyabandiyah, Qadariyah, Syaziliyah dan lain-lain.
3) Penyelesaian Konflik Intelektual
Pemikiran keagamaan yang diperkenalkan melalui Tarikat
Syatariyah oleh Abdul Rauf Singkel ini, banyak membantu
dalam menyelesaikan konflik keagamaan dan intelektual yang
terjadi di Aceh. Seperti terjadi pertembungan yang sengit antara

10
para pengikut doktrin Tasawuf Wujudiyah pimpinan Hamzah al-
Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani, dengan para pengikut
doktrin Tasawuf Shuhudiyah pimpinan Nuruddin al-Raniri dan
Abdul Rauf Singkel.

Karya-karya Abdul Rauf Singkel


a) Bidang Penulisan
Sebagai seorang pengarang, banyak karya-karya beliau yang
dihasilkan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Antara lain ialah:
 Tarikat al- Syatariyah
Tarikat Syatariyah yang mengikuti faham mazhab al-Syafi’ei,
dengan mengamalkan ajaran-ajaran mistiknya penuh dengan dalil-
dalil al-Qur’an, serta menekankan kepatuhan kepada syariah.
 Kifāyat al-Muhtajīn
karya ini, merupakan kitab yang membicarakan tentang ciriciri
utama ajaran tasawuf dan asas-asas pendiriannya.
 Mir’at al-Tullāb
yaitu sebuah kitab yang merupakan pengantar ilmu fiqh mengikut
mazhab al-Syafi’ei. Mengenai isi kandungannya hampir sama saja
dengan karya Nuruddin al-Raniri yang berjudul Sirat al-Mustaqim,
bedanya hanya terletak pada bentuk kupasannya. karya Nuruddin
al-Raniri mengupas tentang ibadah-ibadah
saja, sedangkan karya Syeikh Abdul Rauf Singkel mengupas
tentang ibadah dan ditambah juga dengan masalah muamalat.

b) Bidang Perndidikan
Selain sumbangan hasil karya beliau, Syeikh Abdul Rauf
Singkel juga memainkan peranan yang besar terhadap pendidikan
di Aceh, yaitu mulai dari Peringkat Asas hingga ketahap
Perguruan Tinggi. Sistem pendidikan di Aceh bermula dari
“Meunasah” (Madrasah), yaitu sesuai dengan tarafnya sebagai

11
sekolah peringkat rendah, murid-murid diajar menulis dan
membaca huruf Arab, membaca al-Qur’an, cara beribadah,
akhlak, kisah-kisah dari sejarah Islam, rukun iman serta
nyanyian/nasyid pada setiap malam Jumaat. Selepas menamatkan
pengajian di peringkat “Meunasah” para pelajar akan meneruskan
pelajaran menengah mereka di “Rangkang”. Semasa di peringkat
“Rangkang” inilah mereka akan mempelajari Bahasa Arab, ilmu
tauhid, ilmu fiqh, ilmu tasawuf, sejarah Islam dan ilmu-ilmu
umum yang lain seperti geografi, ilmu hisab dan sejarah umum.
Berikutnya selepas dari peringkat menengah, pengajian di
peringkat tinggi pula akan bersambung di sebuah institusi yang
dinamakan “Balee”. Kemudian, kumpulan daripada beberapa
“Rangkang” dan “Balee” ini akan melahirkan sebuah Kompleks
Pendidikan yang terkenal dengan nama “Dayah”.

3. Syekh Nurudin Al-Raniri


Nama lengkapnya adalah nurudin Muhammad bin Ali bin
Hasan Al-Hamid al-Quraysi al-Raniri. Dilahirkan di Ranir atau
randir sebuah pelabuhan tua di pantai Gujarat. Tidak ada informasi
yang pasti mengenai tanggal dan tahun keelahirannya, karena ia
tidak anyak berbicara mengenai dirinya baik karya-karyanya
maupun kepada murid-muridnya, tapi diperkirakan pada akhir abad
ke-16.

Ayahnya berasal dari keluarga imigran Arab Hadramy,


Arab Selatan, yang menetap di Gujarat India. Meskipun ia
keturunan Arab, Ar-Raniri dianggap lebih dikenal sebagai seorang
ulama Melayu dari pada India atau Arab.
Ar-raniri diangkat sebagai Syeikh Al Islam, pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Tsani. Dengan memperoleh
dukungan dari sultan, Ar-Raniri mulai melancarkan berbagai
pembaruan pemikiran Islam di tanah Melayu, khususnya di Aceh.
Selama lebih kurang tujuh tahun, ia menentang doktrin wujudiah
yang diajarkan oleh Hamzah Fansuri dan Syamsudin Al-Sumatrani.

12
Karya-karya Ar-Raniri

Al-Raniri adalah seorang ulama yang produktif, berpengetahuan


luas dalam berbagai bidang ilmu agama, karya-karyanya
membicarakan masalah-masalah dibidang fiqih, aqidah, tasawuf
dan hadits

1. Al-Shiratal al-Mustaqiem dalam bahasa indonesia dengan tema


pembahasan tentang fiqih meliputi shalat, zakat, puasa, haji dan
kurban serta hukum-hukumnya

2. Durrah al-fara’idh fi syarh al-aqaid dalam bahasa indonesia


dengan topik pembahasan analisis kritik terhadap pembahasan
syarh al-aqaid al-nasqfiyyah

3. Hidayah al-habib fi al-targhib wa al-tarhib fi al-hadits, memuat


381 hadits

4. Bustan al-salathinfi dzkr al-awwalin dan al-Akhirin,


merupakan karya terbesar dalam sejarah wilayah aceh, dengan
topik pembahasan meliputi sejarah nabi-nabi, raja-raja,
menteri-menteri dan wali-wali. Pada bagian penutup sejarah
negeri-negeri melayu, sedangkan bab terakhir membicarakan
akal, filsafat dan sifat-sifat perempuan

5. Nubdzah di da’wah al-dzill dengan topik pembahasan tasawuf


dan merupakan penegasan aliran pemikirannya yang menilai
konsep panteisme sesaat. Dan masih banyak lagi karya lainnya

4. Abdul Samad Al Palimbani


Palimbani merupakan keturunan arab Yaman, ayahnya
bernama Syekh Abdul Jalil bin syekh abdul wahab al-mahdani.
Hijrah kepalembang diakhir abad ke 17M, menjadi mufti diwilayah
kedah (sekarang salah satu profinsi diMalaysia) abdul samad
menghabiskan masa mudanya di Mekkah dan Madinah untuk
belajar menulis. Ia memperoleh ijazah dari syekh saman untuk
mengajar dan memperkenalkan tarekat samaniyah di palembang.
Atas petunjuk gurunya, ia belajar kepada Syekh Abdul Rahman bin

13
abdul azz al-maghribi yang mengajarkan beberapa buku filsafat
dan tasawuf
Selama berada di Mekkah dan Madinah, abdul samad
banyak menulis beberapa buku baik dalam bahasa arab maupun
bahasa indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat
dipalembang. Komunikasi dan hubungannya dengan tanah
kelahirannya tidak pernah terputus bahkan ia menyarankan agar
masyarakat palembang khususnya dan bangsa indonesia umumnya
untuk melawan penjajahan belanda. Pada masa tuanya ia kembali
ke palembang mengajarkan tarekat samaniyah dan memiliki
banyak pengikut. Setelah berdakwah dipalembang ia pergi ke
kedah dan wafat disana tempat keluargannya tinggal

Karya-karya Abdul Samad al-Palimbani


1. Zuhrah al-muridfi bayan kalimah tauhid, dalam bahasa
indonesia ditulis pada tahun 1764M
2. Nasihah al-muslimin wa tadzkirah al-mu’minin fi fadhail al-
jihad fi sabililah wa karamah al-mujahidin fi sabililah, dalam
bahasa arab ditulis pada tahun 1772M
3. Tuhfah al-ragibin fi bayan haqiqah imam al-mumin wa ma
ufiiduhi fi riddah al-murtadin, daam bahasa indonesia ditulis
tahun 1774M untuk memenuhi permitaan sultan palemang
dalam rangka membendung pengaruh tasawuf harnzah fansuri
4. Al-urwah al-wustqa wa silsilah uli tuqa dalam bahasa arab dan
memuat kumpulan doa, wirid dan bacaan dzikir untuk waktu-
waktu tertentu
5. Hidayah al-salikhin fi suluk maslak al-mutaqin, dalam bahasa
indonesia dan rampung ditulis pada 1787M. Dan masih banyak
karya lainnya
5. Muhammad Arsyad Al-Banjari

14
Muhammad Arsyad al-banjari lahir pada tahun 1710-
1812M di Martapura kalimantan selatan. Beliau adalah ulama
paling terkenal di kalimantan selatan yang merupakan tokoh
penting dalam proses islamisasi di Kalimantan. Beliau memperoleh
pendidikan dasar agama dari ayahnya dan dari guru-guru
didesanya. Pada saat berusia 7 tahn arsyad sudah mampu membaca
Al-quran dengan baik
Ia melanjutkan pendidikan ke haramain (Mekkah
&Madinah) . bersama-sama murid dari indonesia seperti Abdul
samad al-palimbani dan beberapa penuntut ilmu dari melayu
indonesia, kemudian pindah ke madinah dan belajar diisana selama
5 tahun. Setelah itu ia kembali ke kalimantan pada tahun 1773M

Karya-Karya Muhammad Arsyad Al-Banjari


1. Sabilal muhzadin, bidang fiqih
2. Kanz al-ma’rifah, bidang tasawuf

6. Syekh Nawawi Al-Bantani


Muhammad bin Umar bin Umar al-nawawi al-bantani al-
jawi lahir pada tahun 1813M beliau dikenal sebagai ulama
nusantara yang paling terkenal pada abad ke 19. Dari namanya bisa
diketahui ia berasal dari Banten, ayahnya adalah seorang penghulu
di Tanara Serang Banten. Ibunya bernama khadijah juga berasal
dari Tanara. Masa kecil Nawawi dihabiskan untuk belajar ilmu
agama kepada ayahnya, juga kepada haji sahal seorang ulama
banten dan raden haji yusuf di Purwakarta Jawa Barat
Pada usia 15 tahun, nawawi berangkat ke mekkah untuk
melaksanakan ibadah haji dan tinggal disana selama 3 tahun untuk
belajar imu-ilmu agama kepada syekh-syekh di masjidil haram.
Pada tahun 1883 syekh nawawi kembali ke banten dan
mengajarkan para pemuda dikampungnya ilmi-ilmu agama. Tidak

15
lama dibanten ia kembali ke Mekkah pada tahu 1855 melanjutkan
belajar sampai menjadi guru di haramain hingga akhir hayatnya
Syekh nawawi merupakan ulama yang produktif, beliau
sangat dihormati oleh ulama-ulama di haramain. Sehingga beliau
memungkinkan untuk mengajar di masjidil haram sejak tahun
1860. Padahal untuk mengajar di Masjidil Haram bukanlah perkara
mudah, sebab yang berhak mengajar disana adalah mereka yang
punya kapastas ilmu yang sangat tinggi
Karya-karya Syekh Nawawi Al-Bantani
Tafsir al-munir atau tafsir marah labid
Syekh nawawi wafat pada tahun 1897M Di Mekkah dan
dimakamkan di samping makan sayyidah khadijah, istri Rasulullah
SAW

7. Ahmad Khatib Minangkabau


Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau lahir di Bukittinggi,
Sumatra Barat pada tahun 1276 H/1855 M. Ayahnya adalah
seorang jaksa di Padang, sedangkan ibunya adalah anak dari
Tuanku Nan Renceh, seorang ulama terkemuka dari golongan
Padri. Ahmad Khatib kecil memperoleh pendidikan awal pada
sekolah pemerintah yang didirikan Belanda, yaitu sekolah rendah
dan sekolah guru di kota kelahirannya. Kemudian pada tahun 1876,
Ahmad Khatib melanjutkan pendidikan agamanya di Makkah,
tempat kelak ia memperoleh kedudukan tinggi dalam mengajarkan
agama dan imam dari madzhab Syafi’i di Masjidil Haram. Karya
Ahmad Khatib Minangkabau yaitu buku yang berjudul izhar
Zugal al-Kadzbin yang isinya penolakan kepada tarekat salah satu
kumpulan tarekat. Syekh khatib meninggal di Mekkah pada tahun
1916 dalam usia 60 tahun

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses penyebaran Islam di wilayah Nusantara tidak dapat


dilepaskan dari peran aktif yang dilakukan oleh para ulama. Melalui
merekalah Islam dapat diterima dengan baik dikalangan masyarakat
Nusantara. Para ulama yang pertama kali menyebarkan Islam di Nusantara
adalah Nuruddin Ar-Raniri, Syeikh, Syeikh Muhammad bin Umar An-
Nawawi Al-Bantani, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau

B. Saran

Sebagai umat muslim seharusnya kita menyadari seberapa sulitnya


para wali Allah SWT, tersebut  di atas dalam menyebarkan agama Islam di
Indonesia. Maka dari itu, kita sebagai penerusnya harus menjaga
kemurnian dari nilai Islam itu sendiri. Jangan sampai Islam tersisihkan
oleh mode di zaman yang semakin menyesatkan umat ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Huda, Khairul.(2016).Islam Melayu dalam pusaran sejarah. Sebuah Transformasi


Kebudayaan Melayu Nusantara. Vol.8, No.1 Hal 78

Hizbullah, Nur(2014). Kontribusi Ulama dan pejuang pemikiran Islam di


Nusantara dan Semenanjung Melayu. Vol.XX. No 2

Murtopo, Ali. 2014. Sejarah Kebudayaan Islam dan Peradaban Islam.


Palembang: NoerFikri

18

Anda mungkin juga menyukai