Dosen Pengampu :
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dengan judul " Ulama-ulama penyebar agama Islam dan karya-
karyanya dikawasan melayu" dapat tersusun sampai dengan selesai. Sholawat dan
salam untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menyelamatkan ummatnya dari
alam gelap ke alam terang benderang.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah Islam dan Peradaban
Melayu pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Semoga makalah ini bermanfaat. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN..............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Islam dan Negeri Melayu...........................................................................3
B. Ulama-Ulama Penyebar Agama Islam di Kawasan Melayu
1. Ahmad Hasan...................................................................................3
2. Abdul Rauf Singkel...........................................................................7
3. Syekh Nurudin Al-Raniri................................................................11
4. Abdul Samad Al-Palimbani...........................................................12
5. Muhammad Arsyad Al-Bantani....................................................14
6. Syekh Nawawi Al-Bantani.............................................................14
7. Ahmad Khatib
Minangkabau..................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN.......................................................................................16
B. SARAN..................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara
kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang
dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang
berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian
dijual kepada para pedagang asing.
B. Rumusan Masalah
1
1. Siapa sajakah Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di
wilayah Melayu?
2. Apa saja Karya-karya yang dibuat ulama tersebut?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Ulama yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di
wilayah Melayu
2. Mengetahui karya-karya yang dibuat oleh ulama tersebut
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mewakili kekuatan wilayah Timur. Akibat penjajahan tersebut, masyarakat
Indonesia mengalami tekanan tidak hanya di bidang politik dan ekonomi,
tetapi juga sosial dan budaya, termasuk dalam hal keagamaan. Hal itu
ditandai dengan berkembangnya agama Kristen yang dibawa oleh penjajah
Belanda dan disebarluaskan kepada sejumlah besar masyarakat Indonesia
dan juga ajaran agama Shinto dari Jepangdengan skala yang lebih kecil
bila dibandingkan dengan agama Kristen tentunya. Tidak hanya itu,
terhadap umat Islam, penjajah Belanda menerapkan politik belah bambu
atau yang dikenal juga dengan divide et impera dengan menciptakan faksi-
faksi ataupun klasifikasi-klasifikasi tertentu. Akibatnya, umat Islam
terkotak-kotak menjadi sekian banyak kelompok yang terpisahkan oleh
pemikiran, pendapat, sikap, dan wacana keagamaan.
Situasi tersebut pastilah merugikan umat Islam di Indonesia dan
mendorong mereka untuk melakukan perlawanan. Di samping perlawanan
militer, terjadi juga semacam perlawanan keagamaan dan pemikiran yang
diwarnai nuansa keagamaan. Disadari atau tidak, semangat perlawanan
umat Islam terhadap penjajah Belanda maupun Jepang secara khusus
diwarnai oleh semangat keislaman yang kuat. Lebih jauh lagi, banyak
sekali ulama yang bahkan terlibat langsung dalam kancah perjuangan
melawan penjajah Belanda dan Jepang
Perjuangan para ulama yang masuk ke dalam kelompok ini
didasari oleh keprihatinan mereka atas kondisi umat Islam yang terpecah
belah akibat penjajahan dan dampak yang ditimbulkannya, sehingga
memicu sejumlah tokoh ulama di nusantara untuk bergerak mempelopori
perbaikan khususnya kehidupan keislaman masyarakat.
4
Maricar, dan ibu Muznah keturunan Mesir asal Madras India kelahiran
Surabaya, Indonesia. Nama beliau sebenarnya adalah Hassan1
Masa kecil dan pendidikan awal A. Hassan dilaluinya di
Singapura. Di sini beliau belajar bahasa asing, seperti bahasa Arab,
Tamil, dan Inggris, selain bahasa Melayu sebagai bahasa setempat.
Beliau pun sedari kecil sudah belajar Alquran dan agama Islam dari
sejumlah guru di luar waktu sekolahnya. Oleh ayahnya, A. Hassan
dibina menjadi penulis seperti halnya sang ayah yang merupakan
pemimpin redaksi surat kabar Nurul Islam di Singapura. Tidak
hanya itu, A. Hassan diarahkan untuk berguru kepada sejumlah tokoh
ulama di Singapura pada masanya, seperti Muhammad Thaib, Said
Abdullah Al-Musawi, Abdul Lathif, Haji Hassan, dan Syekh Ibrahim
India.2 Dari sekian ulama itulah bakat-bakat keulamaan A. Hassan
terbina dan mulai terlihat di masa mudanya.
Di samping itu, A. Hassan pernah menjadi guru di sebuah
Madrasah Islam. Kariernya berlanjut ketika dia bekerja di sebuah
media massa Utusan Melayu sebagai penulis rubrik keagamaan.3 Di
situlah kiranya A. Hassan mulai memberikan kontribusi dalam hal
pemikiran keislaman bagi umat Islam di semenanjung Melayu dan
semakin kuat menampakkan profil keulamaannya
Keulamaan A. Hassan semakin tampak dan kokoh ketika
kemudian beliau menginjakkan kaki di sejumlah daerah di Indonesia.
Mulai dari awal hijrahnya ke Surabaya, lalu ke Bandung, dan terakhir
ke Bangil, Jawa Timur, A. Hassan berkontribusi besar bagi umat
Islam lewat perjuangannya di bidang pendidikan dan penyebaran
1
Iskandar, Salman, 99 Tokoh Muslim Indonesia. Penerbit Mizan, Bandung, 1999.
2
Hizbullah, Ahmad, Ahmad Hassan: Ulama Nasional yang Serba Bisa, Mandiri, Tegas, dan
Gigih Berdakwah, dalam http://dunia.pelajarislam.or.id/dunia.pii/arsip/ahmad-hassanulama-
nasional-yang-serba-bisa-mandiri-tegasdan-gigih-berdakwah.html (diakses tanggal 10 September
2014)
3
Mughni, Syafiq A., Hassan Bandung Pemikir Islam Radikal, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1994,
hlm.11-12.
5
pemikiran Islam. Riwayat perjuangan itulah yang membuatnya pantas
masuk ke dalam jajaran nama besar ulama nusantara yang
bersumbangsih bagi dinamika umat Islam pada eranya masing-
masing.
Persatuan Islam tampil dengan ide kembali kepada Alquran
dan Sunah sebagai dasar agama. A. Hassan melalui ormas Persatuan
Islam gencar mengampanyekan semangat itu sejak mulai intens
terlibat dalam diskusi dan dakwah kepada masyarakat di Bandung,
sampai akhirnya beliau hijrah ke Bangil dan menetap di sana.
Melalui jalur dan gaya pendekatan yang dipilihnya, A. Hassan
pun memiliki corak yang khas dan istimewa di tengah peta perjuangan
sekian banyak ulama nusantara lainnya dalam mendakwahkan Islam
kepada masyarakat. Jalur pendidikan yang dirintisnya, yaitu Pesantren
Persatuan Islam (PERSIS) merupakan sarana bagi A. Hassan dan
dilanjutkan oleh anak-cucunya, untuk menyebarkan gagasan
keislamannya secara sistematis dan terstruktur. Pesantren itu juga
menjadi sarana kaderisasi kaum muda muslim untuk meneruskan
kiprahnya menyebarkan paham Islam yang murni berasaskan Alquran
dan Sunah. Di luar pesantren, A. Hassan menggunakan metode debat
dan menulis dalam berdakwah. Dua langkah itu pula yang
mengantarnya kesohor sebagai ulama-penulis dan ahli debat yang
gigih dan lihai dalam dalam mempertahankan pendapatnya.
Selain mengajar, A. Hassan yang juga memiliki bakat tulis-
menulis, melanjutkan kegiatan itu dengan menulis artikel-artikel
keislaman yang diterbitkan oleh media yang dikelola oleh Persatuan
Islam. Selain artikel, ada pula beberapa topik keislaman yang
ditulisnya secara lebih komprehensif dan diterbitkan dalam bentuk
buku. Karya-karya itulah yang disebarluaskannya seiring dengan
aktivitasnya membina kehidupan beragama jemaah Persatuan Islam
dan umat secara luas. Pada tahun 1941 A. Hassan tercatat pindah dari
Bandung ke Bangil dan menetap di sana. Di tempat barunya, A.
6
Hassan mendirikan Pesantren Persatuan Islam dan juga membina
sendiri pesantren itu dengan mengajar dan menerbitkan buku yang
digunakan sebagai buku daras bagi para santrinya. Tidak hanya itu,
buku-buku karyanya dicetak, diterbitkan, dan dijualnya sendiri, selain
untuk membiayai kebutuhan pesantrennya, juga untuk media
dakwahnya kepada masyarakat di Bangil.
7
ringkas tentang metodologi penerjemahan (dan juga penafsiran),
sejarah, isi Alquran, gramatika Arab, makna konsep-konsep tertentu
dalam Alquran, hingga glosarium yang berisi beberapa kata atau
konsep penting dalam Alquran.
4
Ibid., h. 125.
5
Prof. Dr. Azyumardi Azra (1999), Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana dan
Kekuasaan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, h. 133
8
pengajian beliau dengan jayanya melalui seorang lagi ulama terkenal,
yaitu Molla Ibrahim yang juga merupakan pengikut Syeikh Ahmad al-
Qusyasyi.6
Mengenai pengalamannya menuntut ilmu dikatakan sama saja
seperti pengalaman kebanyakan para penuntut ilmu yang lain, yaitu
sering saja berpindah dari satu tempat ke tempat lain dari seorang guru
kepada guru yang lain. Beliau juga mempelajari berbagai ilmu seperti
tata bahasa Arab, membaca al-Quran, ilmu hadist, fiqh dan lain-lain.
Namun demikian, beliau lebih mengutamakan tentang ilmu-ilmu asas
Islam pada permulaan pengajiannya semasa di Yamen. Di sini beliau
pernah belajar seni bacaan al-Quran pada seorang guru yang dianggap
sebagai qari terbaik pada masa itu, yaitu Sheikh Abdullah al-Adani.
Selain daripada itu, beliau juga belajar dengan Syeikh Ibrahim ibn
Abdullah yang kemudiannya beliau diperkenalkan pula kepada Syeikh
Ahmad al-Qusyasyi, yaitu gurunya dalam bidang tasawuf serta ilmu-
ilmu yang lain.7
a) Peranan Dalam Aspek Agama
Untuk mengetahui tentang peranan Abdul Rauf Singkel dalam aspek
keagamaan, perlulah dilihat ketika beliau pulang dari menuntut ilmu
di (Mekkah dan Madinah). Sebagaimana yang diketahui,
sekembalinya dari Tanah Arab pada tahun 1661M, pemikiran
pemikirannya dapat mempengaruhi kalangan penguasa istana.
Sehingga Sultanah Safiyatuddin yang sedang memerintah pada masa
itu telah menjadikan beliau sebagai rujukan keilmuan dan sebagai
penasihat istana.8
1) Pengiktirafan Sebagai Pegawai Agama
Salah seorang ulama terkemuka tersebut yang menjadi
orang kepercayaan Sultan Iskandar Muda ialah Syeikh Abdul
6
Ibid., h. 123.
7
Prof. Dr. Azyumardi Azra, op. cit., h. 133
8
J. B. Kristanto, op. cit., h. 461
9
Rauf Singkel. Beliau pada peringkat awalnya dilantik oleh
sultan sebagai imam Masjid Bait al-Rahim. Disamping tugasnya
sebagai imam masjid tersebut, beliau juga terkenal kerana
mempunyai sebuah pesantren yang cukup ramai muridnya.
Antara tahun 1641M sehinggalah tahun 1690-an Masehi,
Syeikh Abdul Rauf Singkel dipilih oleh Sultanah Safiyatuddin
dan pemerintah seterusnya untuk memegang jabatan Qadi Malik
Al-Adil atau Jaksa Agung adalah untuk mengetuai satu
lembaga sebagai pembantu sultanah dalam menjalankan
pemerintahan.
2) Pengamal/Penyebar Tariqat Tasawuf
Kedudukan Abdul Rauf Singkel sebagai pemimpin Tarikat
Syatariyah melalui panduan dan ajaran gurunya Syeikh Ahmad
Qusyasyi, membolehkan beliau mengembangkan gagasan-
gagasan keagamaannya sendiri sehingga ke Tanah Melayu
melalui tarikat ini. Adapun muridnya yang turut
bertanggungjawab dalam menyebarkan gagasan ini ialah Syeikh
Abdul Muhyi setelah beliau pulang ke kampungnya di Jawa
Barat. Malah usaha beliau menyebarkan ajaran tarikat sangat
meluas hingga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, penyebaran
tarikat ini begitu cepat berkembang dan pengajarannya bukan
saja subur di kalangan rakyat jelata, bahkan mendapat tempat di
kalangan pembesar danpemerintah. Selain daripada Tarikat
Syatariyah yang tersebar luas di Nusantara terutamanya di Aceh,
terdapat berbagai aliran tasawuf lagi seperti Tarikat
Naqsyabandiyah, Qadariyah, Syaziliyah dan lain-lain.
3) Penyelesaian Konflik Intelektual
Pemikiran keagamaan yang diperkenalkan melalui Tarikat
Syatariyah oleh Abdul Rauf Singkel ini, banyak membantu
dalam menyelesaikan konflik keagamaan dan intelektual yang
terjadi di Aceh. Seperti terjadi pertembungan yang sengit antara
10
para pengikut doktrin Tasawuf Wujudiyah pimpinan Hamzah al-
Fansuri dan Syamsuddin al-Sumaterani, dengan para pengikut
doktrin Tasawuf Shuhudiyah pimpinan Nuruddin al-Raniri dan
Abdul Rauf Singkel.
b) Bidang Perndidikan
Selain sumbangan hasil karya beliau, Syeikh Abdul Rauf
Singkel juga memainkan peranan yang besar terhadap pendidikan
di Aceh, yaitu mulai dari Peringkat Asas hingga ketahap
Perguruan Tinggi. Sistem pendidikan di Aceh bermula dari
Meunasah (Madrasah), yaitu sesuai dengan tarafnya sebagai
11
sekolah peringkat rendah, murid-murid diajar menulis dan
membaca huruf Arab, membaca al-Quran, cara beribadah,
akhlak, kisah-kisah dari sejarah Islam, rukun iman serta
nyanyian/nasyid pada setiap malam Jumaat. Selepas menamatkan
pengajian di peringkat Meunasah para pelajar akan meneruskan
pelajaran menengah mereka di Rangkang”. Semasa di peringkat
Rangkang inilah mereka akan mempelajari Bahasa Arab, ilmu
tauhid, ilmu fiqh, ilmu tasawuf, sejarah Islam dan ilmu-ilmu
umum yang lain seperti geografi, ilmu hisab dan sejarah umum.
Berikutnya selepas dari peringkat menengah, pengajian di
peringkat tinggi pula akan bersambung di sebuah institusi yang
dinamakan Balee. Kemudian, kumpulan daripada beberapa
Rangkang dan Balee ini akan melahirkan sebuah Kompleks
Pendidikan yang terkenal dengan nama “Dayah.
12
Karya-karya Ar-Raniri
13
abdul azz al-maghribi yang mengajarkan beberapa buku filsafat
dan tasawuf
Selama berada di Mekkah dan Madinah, abdul samad
banyak menulis beberapa buku baik dalam bahasa arab maupun
bahasa indonesia untuk memenuhi permintaan masyarakat
dipalembang. Komunikasi dan hubungannya dengan tanah
kelahirannya tidak pernah terputus bahkan ia menyarankan agar
masyarakat palembang khususnya dan bangsa indonesia umumnya
untuk melawan penjajahan belanda. Pada masa tuanya ia kembali
ke palembang mengajarkan tarekat samaniyah dan memiliki
banyak pengikut. Setelah berdakwah dipalembang ia pergi ke
kedah dan wafat disana tempat keluargannya tinggal
14
Muhammad Arsyad al-banjari lahir pada tahun 1710-
1812M di Martapura kalimantan selatan. Beliau adalah ulama
paling terkenal di kalimantan selatan yang merupakan tokoh
penting dalam proses islamisasi di Kalimantan. Beliau memperoleh
pendidikan dasar agama dari ayahnya dan dari guru-guru
didesanya. Pada saat berusia 7 tahn arsyad sudah mampu membaca
Al-quran dengan baik
Ia melanjutkan pendidikan ke haramain (Mekkah
&Madinah) . bersama-sama murid dari indonesia seperti Abdul
samad al-palimbani dan beberapa penuntut ilmu dari melayu
indonesia, kemudian pindah ke madinah dan belajar diisana selama
5 tahun. Setelah itu ia kembali ke kalimantan pada tahun 1773M
15
lama dibanten ia kembali ke Mekkah pada tahu 1855 melanjutkan
belajar sampai menjadi guru di haramain hingga akhir hayatnya
Syekh nawawi merupakan ulama yang produktif, beliau
sangat dihormati oleh ulama-ulama di haramain. Sehingga beliau
memungkinkan untuk mengajar di masjidil haram sejak tahun
1860. Padahal untuk mengajar di Masjidil Haram bukanlah perkara
mudah, sebab yang berhak mengajar disana adalah mereka yang
punya kapastas ilmu yang sangat tinggi
Karya-karya Syekh Nawawi Al-Bantani
Tafsir al-munir atau tafsir marah labid
Syekh nawawi wafat pada tahun 1897M Di Mekkah dan
dimakamkan di samping makan sayyidah khadijah, istri Rasulullah
SAW
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
18