Anda di halaman 1dari 29

SEJARAH ISLAM MODERN DI ASIA TENGGARA: MALAYSIA,

PATANI DAN MINDANAO

Makalah ini diajukan Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Studi


Hadist Tematik

Dosen Pengampu :
Prof.. Dr. H.Abd Rahim Yunus , M.A

Oleh :
ISMAIL
IMAM SANUSI

PROGRAM DOKTORAL PASCASARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASAR
1444H / 2022 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT, yang pencipta alam


semesta dan seisinya. Penulis bersyukur sekali dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat dan salam semoga istiqomah kita baca dan diperuntukkan kepada
Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, semoga kita mendapat syafaat beliau di
yaumil akhir kelak. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah
Sejarah Dunia Islam Moderen Program Studi Dirasat Islamiyah konsentrasi
Pendidikan dan Keguruan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada bapak Prof . Dr. H.Abd
Rahim Yunus , M.A, sebagai dosen pengampu Mata Kuliah Sejarah Dunia Islam
Moderen. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan penulis terkait mata kuliah Sejarah dunia Islam Moderen. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Mempawah, Desember 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 4
A. Latar Belakang................................................................................ 4
B. Rumusan masalah........................................................................... 5
C. Tujuan............................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 7
A. Pemikiran Islam Modern di Malaysia............................................. 7
B. Pemikiran Islam Modern di Patani.................................................. 11
C. Pemikiran Islam Modern di Mindanao........................................... 18
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Salah satu kendala serius dalam mengembangkan pemahaman Islam
di Asia Tenggara adalah fakta bahwa topik kajian Islam Asia Tenggara
telah lama terpinggirkan dalam bidang studi Islam. Hal ini karena dalam
kajian Islam, para sarjana Barat dan Timur Tengah memiliki kecenderungan
untuk menempatkan Asia Tenggara pada pinggiran arus intelektual di dunia
Islam.1 Berbagai tulisan tentang sejarah dan peradaban Islam selain Islam di
Asia Tenggara dibahas secara singkat maupun tidak sama sekali. Padahal,
Asia Tenggara memiliki hampir 200 juta Muslim, para pengamat bahkan
beberapa intelektual tidak terbiasa mengidentifikasikan Islam Asia
Tenggara dengan Islam di Timur Tengah dan menganggap Asia Tenggara
secara intelektual dan kelembagaan sebagai perkembangan Islam dari
Timur Tengah2. Orang-orang Asia Tenggara dikenal sebagai Muslim
Melayu. Azyumardi Azra berpendapat bahwa Islam Asia Tenggara
dikategorikan sebagai wilayah budaya yang cukup berpengaruh dari tujuh
wilayah budaya Islam di dunia, seperti Malaysia, Pattani (Thailand) dan
Filipina (Mindanao).3 Islam pertama kali masuk di Malaysia di bawah
pedagang Gujarat sekitar abad IX dengan pola penerimaan bottom-up yang
kemudian berkembang melalui proses pola top-down. Setelah memasuki
abad ke-15, Islam di Malaysia mengalami perkembangan yang signifikan,
ditandai dengan banyaknya bangunan masjid bahkan dibangun lembaga

1
Firdaus, “Muslim Minoritas Di Negara Non Muslim,” dalam penelitian Jurnal Sosial dan
Ekonomi UNES 4, no. 1 (30 Juni 2019): 22-33, https://ojs.ekasakti.org/index.php/
UJSCR/article/view/6.
2
Ali Geno Berutu, “Sea Muslim Minoritas: South Thailand/Pattani, South
Philippines/Mindanau And Thailand,” dalam OSF Preprints (15 Desember 2019): 1-17,
https://doi:10.31219/osf.io/cfwvp.
3
Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara, (Jakarta: PT Ichtiar
Baru Van Hoeve, 2002), 466
4
pendidikan Madrasah Al-Mursyidiyah.4 Pada awal abad ke-20 ditandai
dengan berkembangnya Islam dengan koordinasi para sultan di masing-
masing negara bagian dalam menegakkan syariat Islam.5
Wilayah selatan Thailand telah mengalami ketegangan sejak awal
1990-an. Ketegangan yang terjadi antara etnis Muslim-Melayu yang
merupakan mayoritas penduduk wilayah Thailand Selatan dengan
Pemerintah Thailand.6 Hal ini terjadi karena ketidakpuasan etnis Melayu-
Muslim terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Thailand
yang dianggap tidak memihak. dan diskriminatif. Masalah yang
berkepanjangan dan berlarut-larut di wilayah Thailand Selatan ini memaksa
kelompok etnis Melayu-Muslim melakukan sejumlah pemberontakan. 7.
Konflik Moro di Mindanao Filipina Selatan merupakan konflik yang
panjang dan belum terselesaikan.8 Upaya yang dilakukan untuk proses
perdamaian terus dilakukan seiring dengan upaya kemerdekaan yang terus
didengungkan oleh kelompok separatis moro untuk membentuk negaranya
sendiri. sendiri yang independen dan bebas dari intervensi pemerintah
Filipina. Isu agama yang dibawa ke dalam konflik ini membuat konflik ini
semakin memanas. Konflik ini akan terus berlanjut sehingga minoritas
Muslim di Filipina terus mendapat tekanan politik dari pemerintah pusat.
Satu kata yang mereka tuntut adalah kemerdekaan.9

4
Syamruddin Nasution, and Abd Ghofur, “Perkembangan Islam Di Sabah Malaysia
(Perspektif Sosio-Historis),” dalam TOLERANSI: Media
5
Ibid
6
Yurisa Irawan, “Fragmentasi Pemberontakan Dan Durasi Perang Sipil: Thailand Selatan
Pasca Dimediasi Organisasi Kerjasama Islam,” dalam Andalas Journal of International Studies
(AJIS) 8, no. 2 (30 November 2019): 154-166, https://doi.org/10.25077/ajis.8.2.152- 164.2019
7
7Ilham Nuereng, “Dinamika Bernegara Masyarakat Muslim Thailand Selatan dalam
Perspektif Sosiologi Politik Islam,” dalam IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia 5,
no. 2 (2017): 298-351, http://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/inright/article/view/1438.
8
Al Chaidar, M. Akmal, Saifullah Ali, Nanda Amalia, & Dara Quthni Effida. “Mindanao,
Konflik dan Terorisme: Kajian Pendahuluan atas Ketegangan di Filipina Selatan,” dalam SIASAT
4, no. 1 (15 Januari 2019): 1-12, https://doi.org/10.33258/siasat.v4i1.1
9
Novriest Umbu Walangara Nau dan Jet Sahertian Terkini, “Efektivitas Pembentukan
Asean Institute For Peace And Reconciliation Dalam Langkah Konflik Di Kawasan Asia
Tenggara,” dalam Frequency of International Relations (FETRIAN) 3, no. 1 (9 November 2021):
5
Perkembangan Islam di Asia Tenggara mengalami pasang surut yang
disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi pendidikan, sosial dan
politik. Pertumbuhan di setiap negara tidak sama, ada daerah yang
mengalami pertumbuhan sangat pesat, bahkan Islam sudah menjadi bagian
dari negara dalam berbagai aspek kehidupan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pemikiran Islam Modern di Malaysia?
2. Bagaimana Pemikiran Islam Modern di Patani ?
3. Bagaimana Pemikiran Islam Modern di Mindanao?
C. Tujuan
1. Unutuk mengetahui Pemikiran Islam Modern di Malaysia
2. Unutuk mengetahui Islam Modern di Patani
3. Unutuk mengetahui Islam Modern di Mindanao

BAB II

1-33, https://doi.org/10.25077/fetrian.3.1.1-33.2021
6
PEMBAHASAN

A. Jejak dan Pemikiran Islam Modern di Malaysia


Islam adalah agama resmi federasi Malaysia. Hampir 50% dari 13 juta
penduduknya adalah Muslim dan kebanyakan dari mereka adalah orang Melayu
yang tinggal di Semenanjung Malaysia. Isinya terdiri dari kelompok etnis
minoritas, termasuk Cina, yang merupakan sekitar 38% dari populasi Malaysia
dan lainnya India dan Arab.10 Keragaman masyarakat yang begitu besar membawa
dampak ketegangan dan konflik yang cenderung menambah identitas. orang
Melayu, terutama orang Cina yang lebih terpelajar dan berpendidikan ekonomi
daripada orang Muslim pedesaan. S.Q Fatimi, dalam bukunya Islam Comes To
Malaysia menjelaskan bahwa Islam masuk ke Malaysia sekitar abad ke-8 H (14
M). Ia berpegang pada penemuan batu bertulis di daerah Trengganu yang
berangka tahun 702 H (1303 M). Praktik Islam semakin nyata setelah kebangkitan
Islam di Malaysia yang terjadi pada tahun 1970-an dan mencapai puncaknya pada
tahun 1980-an.11 Kebangkitan Islam di Malaysia terlihat jelas pada upaya umat
Islam Malaysia untuk mempraktekkan Islam secara lebih serius, seperti aktif
sholat berjamaah di mesjid, menghadiri wirid pengajian, banyak beramal,
mengucapkan salam saat bertemu, berhati-hati dalam membeli makanan agar
tidak memakan yang haram, memakai pakaian muslim seperti gamis, jilbab atau
baju kurung dan telekung bagi wanita, memakai sarung, serban dan peci atau
pakaian lain yang jelas mencirikan ketaatan sebagai seorang muslim.12
Komunitas Muslim di Malaysia sebagian besar berlatar belakang pedesaan dan
sebagian besar dari mereka bekerja sebagai petani. Mereka cenderung berada
dalam kehidupan masyarakat desa. Praktek penduduk desa Malaysia praktik

10
Mohammad Abu Bakar, “Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu Dewasa Ini”,
dalam Taufik Abdullah & Sharon Siddique (Eds), Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara
(Jakarta: LP3S, 1988), 167
11
S. Q. Fatimi, Islam Comes to Malaysia, (Singapore: Malaysian Sociological Research
Institute, 1963), 11
12
12Abdul Aqmar Ahmad Tajudin, Muhamad Nadzri Mohamed Noor, dan Hussain Yusri
Zawawi, “Dari Federalisme Terpusat ke Federalisme Multi-etnik: Pengaruh Etnisiti dalam
Persekutuan Malaysia”, dalam Malaysian Journal of Social Sciences and Humanities (MJSSH) 6,
no. 11 (12 Desember 2021): 26-37, https://doi.org/10.47405/mjssh.v6i11.1139.
7
keagamaan, percaya pada roh suci, tempat-tempat suci, dan percaya pada orang-
orang suci yang suci baik bagi Muslim maupun non-Muslim.13
Antara muslim dan non muslim bisa hidup rukun tanpa ada permusuhan sehingga
masyarakat disana damai. Perkembangan Islam di Malaysia telah membawa
peradaban-peradaban baru yang diakui oleh dunia Islam.14 Hingga saat ini, umat
Islam Malaysia dikenal sebagai umat Islam yang taat beribadah, berpegang teguh
pada syariat Islam dan juga memiliki kehidupan beragama yang damai serta
mencerminkan agama Islamnya. baik di desa maupun di pemerintahan. 15 Peran
seorang ustadz di sana sangat penting baik dalam hal dakwah maupun dalam
pengelolaan pesantren. Mengenai hasil sejarah Islam di Malaysia juga tidak kalah
dengan negara Islam lainnya, seperti:16
1. Adanya bangunan masjid yang megah seperti Masjid Ubaidiyah di Kuala
Kancong.
2. Jumlah gedung pesantren.
3. Penerapan hukum Islam pada pemerintah Malaysia (hukum Islam di sana
memiliki kedudukan khusus karena dijadikan hukum negara).
Faktor penting lain yang turut memperkuat citra dan nuansa Islam di
masyarakat dan politik Malaysia adalah sikap dan respon UMNO dan pemerintah
terhadap penguatan etos dan kesadaran Islam di masyarakat Melayu dengan
menunjukkan sikap dan kebijakan yang lebih berorientasi Islam. Kebijakan
pemerintah yang pro-Islam memiliki spektrum yang luas. 17 Dalam hal ini,
pemerintah telah secara jelas menunjukkan kebijakan yang akomodatif dan pro-
Islam tidak hanya bersifat infrastruktur, tetapi juga bersifat struktural dan kultural.

13
13Suhaimi, Cahaya Islam di Ufuk Asia Tenggara (Pekanbaru: Suska Pers. 2006), 83
14
14Mohammad Hariz Shah Mohammad Hazim Shah and Ahmad Hidayat Buang, “Ahmad
Ibrahim dan Sumbangannya dalam Perkembangan Islam di Malaysia: Ahmad Ibrahim and His
Contribution in the Development of Islam in Malaysia,” dalam Jurnal Al-Tamaddun 16, no. 1 (29
Juni 2021): 81-98, https://doi.org/10.22452/JAT.vol16no1.6.
15
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu,
(Bandung: Mizan, 2000), 68.
16
16Mohammad Abu Bakar, Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu Dewasa
Ini, (Jakarta : LP3ES, 2009), 165.
17
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam : Bagian Ketiga diterjemahkan Ghufron A
Mas’adi dengan judul A History of Islamic Soietes, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. I,
1999), 357
8
Ini menemukan momentumnya pada masa pemerintahan Mahathir, dan berlanjut
hingga masa pemerintahan Abdullah Ahmad Badawi.
Sikap akomodatif pemerintah dapat ditunjukkan dengan jelas melalui
berbagai kebijakan yang meyakinkan rakyat Malaysia dan umat Islam bahwa
pemerintah dan UMNO serius mendukung peran Islam. Bahkan pemerintah
menunjukkan sikap yang mendukung Islam dengan melakukan program
“Islamisasi” dan “implementasi nilai-nilai Islam” yang memakan biaya relatif
besar.18 Tentu saja Mahathir sebagai Perdana Menteri memiliki andil besar dalam
hal ini. Secara struktural, sikap akomodatif pemerintah antara lain terlihat dalam
kebijakannya merekrut sejumlah aktivis muslim untuk duduk dalam sistem
pemerintahan. Sikap akomodatif itu juga terlihat dalam peristiwa penting ketika
Mahathir mengundang Anwar Ibrahim, seorang aktivis dan tokoh Islam
karismatik, untuk bergabung dengan pemerintah. 19 Di Malaysia, penduduk
Muslim tidak lebih dari 55 persen dari total penduduk. Walaupun tidak semua
orang Islam adalah orang Melayu, secara konstitusional orang Melayu harus
beragama Islam.
Peran Islam dalam politik lebih terasa di Malaysia, khususnya pada tahun 1980-
an. Sekarang menjadi faktor krusial baik di tingkat nasional maupun lokal. 20 PAS
dideklarasikan dalam kampanyenya untuk mendirikan negara Islam. Partai
tersebut mendapat dukungan publik yang cukup besar di negara-negara yang
didominasi Muslim seperti Kelantan, Trengganu, Kedah, dan Perlis. Di antara
organisasi Islam lainnya, Angkatan Pemuda Islam Malaysia (ABIM) berada di
garis depan dalam mempromosikan citra positif Islam kepada komunitas Muslim
maupun non-Muslim. Darul Arqam, sebaliknya, membentuk gerakan non-politik
yang bertujuan mewujudkan gaya hidup seperti yang dilakukan oleh umat Islam

18
Abd Ghofur, “Partai Al-Islam Se-Malaysia (Pas) Dan Upayakan Gambar Syariat Islam Di
Kelantan,” di Nusantara; Jurnal Kajian Islam Asia Tenggara 14, no. 1 (30 Juni 2020): 20-38,
http://dx.doi.org/10.24014/nusantara.v14i1.7135
19
Luthfi Othman, Selepas Mahathir Peluang PAS, (Kuala Lumpur: Penerbit Pemuda,
2002), 118.
20
Mohamed Anwar Omar Din, dkk., “Peranan UMNO Menegakkan Islam dalam
Perlembagaan Persekutuan: Satu Kajian Untuk Kronogikal (Peran UMNO dalam Legislasi Islam
dalam Konstitusi Federal),” dalam Akademika 87, no. 1 (30 April 2017), 91-109
http://doi.org/10.17576/akad-2017-8701-07.
9
pertama di masa Nabi Muhammad. Melayu disengaja atau tidak, tetapi memiliki
hubungan baik dengan sesama warga yang non-Muslim.21
Partai-partai oposisi Islam dengan lantang menyerukan syariah untuk
menggantikan sistem hukum Malaysia yang berbasis di Inggris dan menuntut hal
itu Alquran dan Sunnah menggantikan konstitusi kafir buatan manusia.
Pemerintah telah menjalankan program Islamisasinya sendiri untuk menghadapi
tantangan baru. Di Malaysia, seperti di banyak negara Muslim lainnya, Islam
menjadi ideologi utama oposisi. Model Barat tidak lagi dicari untuk
menyembuhkan penyakit masyarakat. Bagi para aktivis Islam, kerangka ideologis
baru membentuk dasar keyakinan dan cara hidup. Keyakinan ini meliputi:22
1. Islam adalah jalan hidup yang luas. Agama terintegrasi dalam politik,
negara, hukum dan masyarakat.
2. Masyarakat Muslim gagal karena mereka menyimpang dari pemahaman
Islam ini dengan mengikuti nilai-nilai dan ideologi materialistis sekuler
Barat.
3. Pembaruan menuntut revolusi sosial dan politik Islam yang diilhami oleh
Alquran dan Muhammad, pemimpin pertama gerakan Islam.
4. Menegakkan kembali peraturan Tuhan, hukum perdata yang diilhami oleh
Barat harus diganti dengan hukum Islam yang merupakan cetak biru
masyarakat Islam.
5. Westernisasi masyarakat dikutuk, sedangkan modernisasi tidak. Sains dan
teknologi diterima, tetapi tunduk pada Islam untuk berjaga-jaga terhadap
infiltrasi nilai-nilai barat.
Kebangkitan Islam di Malaysia bukanlah gerakan monolitik. Organisasi dan
aktivis Islam berkisar dari moderat hingga radikal, dari pro hingga anti-
pemerintah. Ideologi, strategi, dan aktivitas mereka beragam. ABIM (Angkatan
21
Gina Libra dan Ikhwan Ikhwan, “Pola Interaksi Sosial Masyarakat Muslim dengan
Masyarakat Non Muslim di Jorong Sentosa Nagari Panti Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman,”
dalam Budaya & Masyarakat: Jurnal Riset Antropologi 1, no. 1 (6 September 2019): 77-83,
https://doi.org/10.24036/culture/vol1-iss1/11
22
Moh. Nizar, “Kekalahan Umno-Bn Menghadapi Oposisi Politik Dalam Pilihan Raya Ke-
14,” dalam SOSIOLOGI: Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan Budaya 21, no. 2 (30 September
2019): 110-124, https://doi.org/10.23960/jurnal%20sosiologi.v21i2.41.

10
Belia Islam Malaysia) yang moderat, sambil menganjurkan pendirian negara
Islam, pertama-tama menekankan Islamisasi ummat.23Partai oposisi Islam radikal
PAS (Partai Islam Se-Malaysia) menuntut segera pembentukan negara Islam
dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai konstitusi negara. Pemerintah dan
pendukungnya dicap sebagai orang kafir yang tidak memiliki hak sah untuk
memerintah.24
Menanggapi tekanan kebangkitan Islam, pemerintah menjalankan kebijakan
Islamisasinya sendiri, sebuah proses bertahap untuk menanamkan nilai-nilai Islam
dan memperkenalkan lembaga-lembaga versi Islam seperti bank, asuransi dan
pegadaian. Karena kebangkitan Islam bukanlah fenomena baru di Malaysia. Islam
selalu menjadi kekuatan dalam politik Malaysia. Jejak pemikiran Islam modern di
Malaysia, reformasi yang terjadi di Malaysia memiliki bentuk, sifat, dan corak
tersendiri yang dalam hal tertentu berbeda dengan apa yang berlaku di tempat lain
di dunia Islam. Inilah yang disebut gaya Malaysia sebagaimana berlaku dalam
bidang politik dengan konsep pembagian kekuasaan dengan bangsa, bangsa dan
agama lain berdasarkan komposisi bangsa di Malaysia.
B. Pemikiran Islam Modern di Patani (Thailand)
Kedatangan Islam ke Asia Tenggara pada umumnya melalui proses
perdagangan. Hal ini sangat dimungkinkan jika dilihat dari letak geografis negara-
negara di Asia Tenggara yang berupa maritim sekaligus jalur perdagangan yang
ramai pada saat itu. Teori tentang masuknya Islam ke Asia Tenggara antara lain
teori Arab, teori India, teori Persia dan teori Cina. 25 Kedatangan Islam di Thailand
yang dibawa oleh para pedagang Arab diperkirakan terjadi pada abad ke-10
Masehi. Ajaran Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Thailand, khususnya

23
Muhamad Helmy Sabtu, Amalin Sabiha Ismail, and Khairul Azman Mohamad Suhaimy,
“UMNO-PAS Islamization Policy Under The Leadership of Abdullah Badawi and Najib Razak,”
in Journal of Social Transformation and Regional Development 2, no. 3 (25 Januari 2020): 82-91,
https://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/jstard/article/view/7703.
24
24Firfaus Haji Abdullah, Politik Melayu Radikal: Asal Usul dan Perkembangan Awal,
(Petaling Jaya: Publikasi Pelanduk, 2005), 126.
25
Faizal Amin dan Rifki Abror Ananda, “Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia
Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara,” dalam Analisis: Jurnal Studi
Keislaman 18, no. 2 (2 Desember 2018): 67-100, https://doi.org/10.24042/ajsk.v18i2.3069
11
Thailand Selatan.26
Penyebaran Islam dilakukan oleh para guru dan pedagang sufi pengembara dari
Arab dan pantai India. Salah satu bukti yang mendukung pendapat tersebut adalah
ditemukannya batu nisan berbahasa Arab di dekat Desa Teluk Cik Munah, Pekan
Pahang tahun 1028 M dalam catatan Emmanuel Gedinho d'Eredia, seorang
penulis Portugis awal abad ke-17, disebutkan bahwa Islam pertama kali datang ke
Indonesia. daerah Pattani dan Pahang, kemudian ke Malaka. 27 Sumber lain, seperti
tulisan A. Bangnara, ahli sejarah masyarakat Pattani di Thailand, menyebutkan
bahwa Islam mula-mula menyebar di kalangan masyarakat biasa. Namun ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa Islam pada awalnya diterima oleh elit penguasa
(elit), baru kemudian menyebar di kalangan masyarakat.28
Pendapat di atas bertentangan dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Azyumardi Azra dalam Thematic Encyclopedia of the Islamic World Southeast
Asia, bahwa Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 atau ke-11 di selatan
Thailand atau tepatnya di daerah Pattani. 29 Islam masuk ke dalam wilayah
kerajaan Pattani melalui pedagang Muslim dari Arab dan India 30 karena daerah
Pattani merupakan daerah yang maju dan strategis untuk dikunjungi. 31 Islam di
Pattani disebut sebagai khek Islam atau Muslim sebelum kerajaan Siam
(Thailand) terbentuk. Karena pada mulanya Pattani merupakan daerah yang
terpisah dari Siam (sekarang Thailand), umat Islam telah berada di Thailand sejak
sebelum terbentuknya kerajaan-kerajaan Thailand pada abad ke-9 32. Thailand
yang merupakan bagian dari Asia Tenggara merupakan negara dengan Islam

26
Haque, Marissa Grace, dkk. “Islam Datang dan Menetap di Thailand,” dalam Didaktika:
Jurnal Kependidikan 8.3 (1 Agustus 2019): 131-144, https://www.jurnaldidaktika.
org/isi/artikel/tampilan/75.
27
Rahyu Zami, “Orang Melayu Pasti Islam: Analisis Perkembangan Peradaban Melayu,”
dalam Jurnal Islamika 2, no. 1 (9 Mei 2019): 66-81, https://ejurnal.umri.ac.id/index.
php/JSI/issue/view/59
28
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2005), 466.
29
29Ibid.
30
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Lesfi, 2004), 332.
31
Thanet Aphornsuvan, History and Politics of The Muslim in Thailand, (Bangkok:
Thammasat University: 2003), 3.
32
Thanet Aphornsuvan, Sejarah dan Politik Kaum Muslim di Thailand…, 7.
12
sebagai agama minoritas yang terletak di Thailand Selatan. Perbedaan agama dan
etnis masyarakat Thailand, khususnya masyarakat Thailand Selatan sering
mengalami diskriminasi dari pemerintah Thailand.33 Hal ini menyebabkan banyak
pertengkaran di antara keduanya. Dalam rentang tahun 2004-2007 lebih dari 2000
orang tewas dalam konflik yang terjadi. Mulai dari penembakan di masjid Kru Se
hingga insiden Takbai.34 Konflik berdarah ini merupakan salah satu hal yang
muncul dari berbagai persoalan yang dihadapi komunitas Muslim Thailand.
Wilayah perbatasan selatan Thailand yang dikenal dengan nama Changwad
Chaiden Pak Thai ini dihuni oleh komunitas Muslim keturunan Melayu. Wilayah
ini terdiri dari empat provinsi; Yala, Narathiwat, Patani dan Satun dengan Islam
mendominasi penduduk di wilayah tersebut. Di empat provinsi ini, ikatan sejarah
dengan Melayu cukup kuat karakter yang kuat dibandingkan dengan masyarakat
Thailand.35 Fakta ini membuat masyarakat Muslim di Thailand Selatan memiliki
perbedaan agama, adat istiadat, bahasa dan cara hidup yang berbeda dengan
masyarakat Thailand pada umumnya. Identitas yang dimiliki komunitas Muslim
Thailand Selatan menunjukkan entitas kolektif orang Melayu di empat provinsi
(“empat provinsi”) sebagai manifestasi dari identitas etnis Melayu di
Thailand.36Masyarakat dan pemerintah Thailand kemudian merujuk pada
komunitas ini di selatan sebagai “Muslim Thailand”. Muslim Thailand atau yang
lebih dikenal dengan Muslim Patani secara umum digambarkan sebagai
komunitas Muslim yang secara sporadis kerap melakukan gerakan perlawanan
bersenjata dan menentang sikap dan perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh
pemerintah Thailand.37 balas dendam yang menimbulkan banyak korban, baik dari
33
Rangsikul, “Identitas Etnis Dan Proses Akulturasi Rohingya Di Bangkok, Thailand,”
dalam Lakon: Jurnal Kajian Sastra dan Budaya 8, no. 1 (30 Juni 2019), 1-13,
http://dx.doi.org/10.20473/lakon.v8i1.9331.
34
Thanet Aphornsuvan, Sejarah dan Politik Kaum Muslim di Thailand, 7
35
Suryadi, “Islam Di Thailand Selatan: Akulturasi Islam Dalam Budaya Melayu,” dalam
FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman 8, no. 1 (19 Maret 2017), 179-194,
https://doi.org/10.36835/falasifa.v8i1.46.
36
Bayu Mitra Adhyatma Kusuma, “Masyarakat Muslim Thailand dan Dampak Psikologis
Kebijakan Asimilasi Budaya,” dalam Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam 13,
no. 1 (16 September 2016): 109-120, https://doi.org/10.14421/hisbah.2016.131-06.
37
37Frisca Alexandra, “Analisis Pecahnya OMIP (Orang Melayu Islam Patani) dan
Dampaknya terhadap Konflik Thailand Selatan,” dalam Jurnal Hubungan Internasional
Interdependence 5, no. 3 (30 September 2018): 145-154, http://e-journals.unmul.ac.id/index.
13
komunitas Muslim maupun dari komunitas Buddhis Thailand. Selain itu, citra
minoritas Muslim di Thailand tertindas, terutama karena sikap pemerintah yang
ingin menang sendiri dan tidak mau memahami aspirasi yang berkembang di
masyarakat Islam Patani.38 Di media dari tahun 2004 hingga 2007 lebih dari 2000
orang tewas dalam pertempuran yang terjadi di Thailand Selatan. Mulai dari
penembakan Masjid Kru hingga peristiwa Takbai. 39 Konflik berdarah ini
merupakan salah satu hal yang muncul dari berbagai persoalan yang dihadapi oleh
komunitas Muslim Thailand. Pemerintah Thailand kerap menyebut Muslim
Pattani sebagai “Thai Islam” sebuah istilah yang sebenarnya kurang tepat karena
mereka lebih dekat dengan etnis Melayu
dan budaya dari Thailand. Mereka adalah kelompok etnis yang terpisah dari dunia
induknya Melayu Muslim Asia Tenggara.40 Muslim di Thailand sekitar 15%
sementara umat Buddha sekitar 80%. Mayoritas pemeluk Islam tinggal di
Thailand Selatan, sekitar 1,5 juta jiwa atau 80% dari total penduduk, khususnya di
Patani, Yala dan Narathiwat, tiga provinsi yang sangat mewarnai dinamika
Thailand Selatan.41 Tradisi Muslim di wilayah ini memiliki berakar pada kerajaan
Sriwijaya yang menguasai Asia Tenggara, termasuk Thailand Selatan. Thailand
Selatan terdiri dari lima provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat, Satun dan Songkhla,
dengan jumlah penduduk 6.326.732. Mayoritas penduduk Muslim berada di
empat provinsi: Pattani, Yala, Narathiwat dan Satun, yaitu sekitar 71% di
perkotaan, dan 86% di daerah pedesaan, sedangkan di Songkhla, Muslim sekitar
19%, minoritas, dan 76,6% Buddhis.42 Sementara mayoritas penduduk berbahasa

php/JHII/article/view/1357.
38
Paulus Rudolf Yuniarto, “Minoritas Muslim Thailand Asimilasi, Perlawanan Budaya
Dan Akar Gerakan Separatisme”…, 91.
39
Hardi Alunaza dan Retno Riyanti Sastro Amijoyo. “Kebijakan Luar Negeri Najib Razak
Terhadap Konsolidasi Thailand Dan Gerakan Aliansi Separatisme Etnis Melayu Di Thailand
Selatan Di Tahun 2013-2016,” dalam Mandala: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional 2, no. 1 (30
Desmber 2019): 96-114, http://dx.doi.org/10.33822/mjihi.v2i1.997.
40
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patan, (Jakarta:
LP3ES, 2009), 3.
41
41Dian Ekawati, “Migrasi dan Problematika Minoritas Muslim Thailand,” dalam
Hikmah: Journal of Islamic Studies 15, no. 1 (30 April 2020): 51-79, http://dx.doi.org/10.47466/
hikmah.v15i1.125.
42
Suwanlee, Savittri Ratanopad, dan Jaturong Som-ard, “Pengaruh Interaksi Spasial Pola
Kepadatan Penduduk di Kecamatan-kecamatan di Timur Laut Thailand,” dalam ISPRS
International Journal of Geo-Information 9. Pada, 9 (19 September 2020): 556, https
14
Melayu, rata-rata 70% berada di tiga provinsi: Pattani, Yala dan Narathiwat,
sementara penduduk berbahasa Cina berada di tiga provinsi: Narathiwat, 0,3%,
Pattani, 1,0%, dan Yala, 3,0%.43 Konflik yang terjadi di Thailand Selatan
merupakan konflik yang terjadi karena pertikaian antara Muslim Melayu dan
Buddha Thailand. Hal ini tidak lepas dari fakta. Bahwa sebagian besar masyarakat
di wilayah Thailand Selatan, khususnya di wilayah Pattani, adalah Muslim
Melayu.44Hal ini menimbulkan berbagai macam masalah yang harus diatasi oleh
Muslim Thailand. Konflik tersebut dilatarbelakangi sebagai berikut :
1. Konflik Politik, Keamanan dan Sosial
Dinamika politik, keamanan dan sosial telah mendorong gerakan tingkat lokal
di Thailand Selatan, khususnya di tiga provinsi: Narathiwat, Yala dan Pattani.
Diantaranya adalah Front Revolusioner Nasional (BRN), Organisasi
Pembebasan Bersatu Pattani (PULO), dan Gerakan Mujahidin Islam Pattani
(GMIP). BRN menuntut pemisahan diri dengan menggunakan ideologi sosialis,
dan bekerja sama dengan Partai Komunis Melayu di perbatasan pada tahun
1950-an.45 Sedangkan PULO merupakan gerakan separatis yang menuntut
wilayah Patani untuk menetapkan tiga provinsi Narathiwat, Yala dan Pattani
sebagai wilayah merdeka. Mereka awalnya memilih bergabung dengan
Malaysia. Wakil Presiden PULO yang diasingkan, Haji Lukman Bin Lima,
memproklamasikan 'Jihad' sebagai gerakan melawan 'Pemerintahan Kafir
Thailand-Budha', yang bertujuan untuk mengakhiri dominasi mereka atas
wilayah Melayu-Islam di Patani. Meski tidak memiliki peran untuk mengontrol
anggota PULO yang aktif, generasi tua PULO di Eropa menawarkan negosiasi
dengan pemerintah Thailand. Pada Juli 2002, Thaksin memerintahkan
keponakannya Jenderal Chaisit Shinawatra untuk berunding dengan unsur

://doi.org/10.3390/ijgi9090556.
43
Brown, David Brown, Politik Negara dan Etnis di Asia Tenggara, Terj. Irawan, (London
dan New York: Routledge, 2004), 48.
44
Jamaludin, “Gerakan Pembebasan Islam Patani di Thailand Selatan Studi terhadap Patani
United Liberation Organization (1968-1993),” dalam Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial dan
Sains 6, no. 1 (5 Juli 2017): 117-134, https://doi.org/10.19109/ intelektualita.v6i1.1304
45
Peter Riddell, Islam And The Malay-Indonesian World, Terj. M. Noor S, (Singapura:
Buku Cakrawala, 2001), 200.

15
PULO dan BRN.46 Hal ini menjelaskan bahwa kekuatan kelompok separatis
masih perlu diperhitungkan. Meski panglima tertinggi sudah ditangkap atau
dibunuh, gerilyawan lain masih melakukan kekerasan. Selain itu, Majelis
Agama, pesantren, dan madrasah pada prinsipnya mendukung upaya
rekonsiliasi dan perdamaian. Keinginan kuat mereka tidak diimbangi dengan
kebijakan pemerintah tentang keamanan, dan lemahnya dukungan untuk
kemajuan pendidikan secara luas, dan kesempatan kerja di Thailand Selatan.
2. Konflik Ekonomi
Munculnya bisnis pertambangan dan perkebunan karet dengan modal non-
Muslim sejak awal abad ke-20 tidak banyak mengubah struktur ekonomi lokal.
Komunitas Muslim Pattani harus puas sebagai pekerja rendahan, seperti
penyadap karet dan buruh kasar. Bahkan, peluang ekonomi pun bermunculan
terus menempatkan mereka pada posisi kurang beruntung dan berpendapatan
rendah, seperti petugas kebersihan di perkantoran dan pekerja konstruksi 47.
Pemerintah Thailand dan pengusaha non-Muslim telah berhasil bercocok
tanam baik di perkebunan maupun pertambangan, yang tidak dapat dilakukan
oleh sebagian besar umat Islam. Menjelang akhir tahun 1970-an, lebih dari 12
tambang material telah dibuat, 10 di antaranya merupakan tambang terbuka di
selatan dan sepertiga pendapatan pemerintah Thailand berasal dari selatan. 48
Namun, apa yang dilakukan pemerintah Thailand tidak mendapat tanggapan
yang baik. dari mayoritas masyarakat muslim. Sebab, mereka menganggap
bahwa pemerintah imperialis Thailand telah merampas hasil alam masyarakat
muslim Thailand. Hal ini dikarenakan adanya hubungan timbal balik dengan
masyarakat wilayah selatan.
3. Konflik Pendidikan
Sebagian besar masyarakat muslim di Thailand lebih mengenal sistem
pendidikan pesantren, seperti yang terdapat di Jawa, sebagai lembaga
46
Joseph Chinyong Liow, Perlawanan Muslim di Thailand Selatan dan Filipina Selatan:
Agama, ideologi dan politik, (Washington: East-West Center, 2006), 35
47
47Taufik Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam…, 466.
48
Novita Delima Putri, Mima Nizma, and Syahid Syahid, “Determinasi Wisata Thailand
Berdasarkan Persepsi Wisatawan Outbond Asal Isndonesia,” dalam Jurnal Industri Pariwisata 2,
no. 2 (20 Januari 2020): 88-95, https://doi.org/10.36441/pariwisata.v2i2.35.
16
pendidikan bagi anak-anaknya.49 Sistem pendidikan ini pertama kali
diperkenalkan oleh seorang santri dari Sunan Ampel di Jawa, yaitu Wan
Husein. Ia adalah salah seorang ulama yang berpengaruh dalam perkembangan
Islam di Pattani. Hingga awal abad ke-20, di seluruh Patani terdapat lebih dari
500 gubuk.50 Pada tahun 1921, pemerintah Thailand memberlakukan Peraturan
Pendidikan Rendah. Mereka mewajibkan anak-anak Muslim untuk bersekolah
di sekolah umum Thailand. Anak-anak diharuskan menggunakan bahasa
Thailand, dan bahasa Melayu mulai kehilangan penggunanya. Berbagai
kalangan komunitas Muslim menduga kebijakan “siamisasi” ini sebagai upaya
pemerintah Thailand meruntuhkan etnis dan budaya Melayu Islam 51. Pada
tahun-tahun berikutnya, terjadi beberapa kasus ketegangan terkait
penyelenggaraan pendidikan yang sesuai dengan keinginan pemerintah. Hingga
akhirnya, pada pertengahan 1960-an, beberapa perbaikan dilakukan, antara lain
sistem pengajaran bahasa Thailand, penggunaan bahasa Melayu, guru Muslim,
dan pencantuman silabus yang menonjolkan sejarah Islam, dan budaya
Melayu.52 Ternyata hal-hal tersebut membawa kemajuan dan menarik minat
Muslim untuk mengikuti program sekolah formal. Pada abad ke-20 terdapat
beberapa kebijakan, salah satunya mengenai unsur pendidikan yang terdapat di
Patani, antara lain: (1) bahasa pengantar di pesantren dan pesantren yang
dulunya berbahasa Arab dan Melayu terpaksa diubah. ke dalam bahasa
Thailand sebagai gantinya; dan (2) buku-buku agama yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Thailand, serta peraturan dan pembelajaran mengikuti dasar-
dasar Pendidikan Thailand.

C. Pemikiran Islam Modern di Mindanao (Filipina)


49
Aslan, Hifza and Muhammad Suhardi, “Dinamika Pendidikan Islam Di Thailand Pada
Abad 19-20,” dalam Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 (7 Februari 2020): 38-54,
https://doi.org/10.31538/nzh.v3i1.476.
50
Ilham Ramadan Siregar, “Kontribusi Ulama Patani Terhadap Perkembangan Hadis,”
dalam Al-Mu’tabar 1, no. 1 (19 Maret 2021): 1-29, https://jurnal.stain-madina.ac.id/
index.php/almutabar/article/view/383.
51
Taufil Abdullah, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, 467
52
52Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patan, 89.
17
Sejarah silsilah perjuangan eksistensi suku Moro dapat dilihat dari
dimulainya infiltrasi atau masuknya Islam ke Filipina pada tahun 1210 M, yang
bertepatan pada awal abad ke-13 M yang dibawa oleh para pedagang dan
mubaligh Arab dari Indonesia. dan Malaysia. Setelah itu, berdirilah kesultanan-
kesultanan Islam yang memiliki pemerintahan dan kedaulatan, antara lain
Kesultanan Sulu dan Kesultanan Mindanao.53 Umat Islam di Filipina terdiri dari
13 kelompok etnolinguistik, masing-masing Iranun, Magindanaon, Maranao, Tao-
Sung, Sama, Yakan, Jama Mapun, Ka'agan, Kalibugan, Sangil, Molbok, Palawani,
dan Badjao.54 Adapun Muslim dari penduduk pribumi di Mindanao, seperti,
Teduray, Manobo, Blaan, Higaonon, Subanen, T'boli dan lain-lain. 55 Di Selain itu,
populasi Muslim juga dapat ditemukan di Luzon dan Pisayas, meskipun dalam
skala kecil. Umat Islam yang mendiami Mindanao, Pulau Basilan, Palawan, Sulu
dan Kepulauan Tawi-tawi kemudian disebut sebagai Bangsa Moro.56
Kedatangan orang Spanyol di Filipina pada abad 16 bertujuan untuk mendirikan
koloni dan mengkristenkan umat Islam, khususnya penduduk asli di Filipina.
Ketika orang-orang Spanyol berhasil mengubah agama penduduk asli, penduduk
asli menjadi sekutu sebagai tentara atau pelempar tombak dalam pertempuran,
untuk menyerang desa-desa dan benteng-benteng Islam. 57 Sejarah panjang perang
antara orang-orang Spanyol dan Islam disebut Perang Moro. Akibat Perang Moro
terjadi ketegangan dan konflik antara Kristen Filipina dan Muslim. Penjajah
Spanyol menyebut Muslim “Moro”, sedangkan penduduk pribumi yang masuk

53
Abu Ibrahim Muhammad Daud, Rahasia Jihad Moro: Fakta-Fakta Perlawanan Kaum
Tertindas Moro, (Solo: Media Islamika, 2008), 66.
54
54Fabian Fadhly, “Pemahaman Keagamaan Islam di Asia Tenggara Abad XIII-XX,”
dalam Millah: Jurnal Studi Agama 18, no. 1 (1 Agustus 2018): 51-78, https://doi.org/10.20885/
millah.vol18.iss1.art4.
55
Celia M. Reyes, Christian D. Mina, dan Ronina D. Asis, Ketimpangan peluang antar
kelompok etnis di Filipina. No. 2017-42, dalam Seri Makalah Diskusi PIDS, 2017.
https://www.econstor.eu/handle/10419/211002.
56Heru Susetyo, The journal of a Muslim traveler: sebuah jurnal perjalananmelintasi Asia,
Amerika, Eropa, & Australia, (Bandung: Mizan Publika, 2009), 6.
56
Heru Susetyo, The journal of a Muslim traveler: sebuah jurnal perjalananmelintasi
Asia, Amerika, Eropa, & Australia, (Bandung: Mizan Publika, 2009), 6.
57
Khairu Roojiqien Sobandi, “Separatisme di Asia Tenggara: Antara Penguasa dan
kelompok minoritas nasionalis,” dalam Jurnal Kajian Wilayah 2, no. 1(30 Juli 2016), 35-55,
https://doi.org/10.14203/jkw.v2i1.320
18
Kristen disebut “Indio”.58 Dari kejadian ini orang Spanyol dan Kristen pribumi
dianggap sebagai musuh abadi Islam.
Pada tahun 1898, Amerika Serikat (AS) memenangkan perang AS-Spanyol.
Terakhir, pertempuran berdarah antara Muslim Mindanao dan penjajah AS yang
diakhiri dengan perjanjian antara sultan Mindanao dan AS yang dikenal dengan
“Treaty Bates” pada 22 Agustus 1899. Pada tahun 1940, AS menghapuskan
kesultanan dan Wilayah Mindanao termasuk dalam sistem administrasi Filipina. 59
Pada tahun 1946, Filipina merdeka, namun sebelum merdeka disampaikan oleh
Moro bahwa kekecewaan Moro terhadap pemerintah AS disampaikan dalam
memorandum Mindanao dan Sulu tidak mau termasuk dalam kemerdekaan karena
pulau mereka tidak akan diberikan kepada orang yang bukan bangsa kita (Moro),
bahkan menurut mereka. Tidak pantas jika dalam satu negara terdapat dua pihak
yang saling bermusuhan. Namun, AS tidak menerima proposal tersebut.60
Konflik antara komunitas Muslim Mindanao dengan Visayas atau komunitas etnis
Filipina yang melakukan politik migrasi ke selatan. Migrasi ini menjadi masalah
serius ketika sekelompok suku bangsa Filipina yang dibantu pasukan Filipina
melakukan politik genosida pada awal tahun 1970-an. 61 Konflik ini juga masih
mengedepankan pola konflik etnis. Etika Filipina dan pemerintah Filipina
memandang bahwa orang Moro di Mindanao diidentikkan sebagai orang yang
kasar, cuek, tidak beradab dan suka melakukan tindakan kekerasan. Begitu pula
masyarakat Moro juga memiliki pandangan negatif terhadap kelompok Filipina
dan pemerintah Filipina. Mereka mengidentifikasi kelompok tersebut sebagai
kelompok injili yang akan mencabut keragaman seperti yang pernah dilakukan
oleh rezim kolonial Spanyol62. Akibat sikap diskriminatif yang diterima Moro

58
Cesar A. Majul, Dinamika Islam Filipina, Terj. Eddy Zainurry, (Jakarta: LP3ES, 2009),
9-11.
59
Muhamad Murtadlo, “Islam dan Pendidikan Madrasah di Filipina,” di
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan 13, on. 1 (1 April 2015), 45-60,
https://doi.org/10.32729/edukasi.v13i1.233.
60
Syed Sirajul Islam, Politik Identitas Islam di Asia Tenggara, (Singapura: Thomson
Learning, 2005), 30.
61
Endah Setyowati, “Beberapa Pendekatan Teori Kekerasan Politik Untuk Memahami
Gerakan Nirkekerasan Di Filipina,” Gema Teologi 36, no. 1 (22 Maret 2013), 1-12, http://journal-
theo.ukdw.ac.id/index.php/gema/article/view/136.
62
62Suwardono, Manajemen Konflik Separatisme: Dinamika Negosiasi Dalam
19
sebagai minoritas Muslim di Filipina, muncul gerakan separatis Muslim di
Filipina Selatan yang dimulai dari sekelompok kecil mahasiswa dan intelektual
pada tahun 1960-an. Permasalahan yang dihadapi gerakan separatisme adalah
diskriminasi, kemerosotan ekonomi (kemiskinan) dan ketidakadilan pemerintah,
terutama terkait pengusiran masyarakat Muslim Moro dari tanahnya sendiri oleh
umat Kristiani.63 Oleh karena itu, untuk mewujudkan pemikiran Bangsa Moro
untuk merdeka dari hegemoni dan dominasi PRF (Pemerintah Republik Filipina).
Di Filipina selatan terdapat gerakan separatis sebagai wujud aktualisasi pemikiran
perjuangan eksistensi minoritas Muslim Moro, gerakan tersebut antara lain: Moro
National Liberation Front (MNLF), Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan
Abu Kelompok Sayyaf64. Sebelum gerakan MNLF berdiri ada gerakan lain yaitu
Gerakan Kemerdekaan Islam/Gerakan Mandiri Muslim (MIM). Gerakan MIM
didirikan oleh Datuk Udtog Matalam pada tanggal 1 Mei 1968. Tujuan gerakan
MIM adalah untuk memperjuangkan kemerdekaan Mindanau dan Sulu.
Mendorong berdirinya gerakan MIM akibat merosotnya kondisi ekonomi di
kalangan masyarakat Muslim Moro dan kasus pembantaian di Jubaidah.65
Gerakan radikal MNLF berpandangan ingin menginisiasi perubahan di
masyarakat luas. Kebangkitan Islam sering diasosiasikan dengan interpretasi yang
militan. Sebagaimana tertuang dalam manifesto MNLF yang menyerukan
pentingnya menegakkan “Bangsa Moro”.66 Manifesto atau pernyataan
pembentukan Bangsa Moro yang bertujuan untuk membebaskan diri dari teror dan
penindasan penguasa kolonial Filipina. Mereka memperoleh kemerdekaan pada
tanggal 18 Maret 1974 di tanah airnya yang dipelopori oleh Nur Misuari yang
merupakan Ketua Pengurus Pusat Front Pembebasan Nasional Moro.67

Penyelesaian Konflik Mondanao, (Yogyakarta: Pusataka Pelajar Offset, 2013), 75.


63
63John Gershman, Peta dan Prospek Gerakan Islam di Filipina”dalam Asia Tenggara
Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam, ed. Moeflich Hasbullah (Bandung: Fokusmedia, 2003), 238.
64
A. Gafur, “Dinamika Muslim Moro Di Filipina Selatan Dan Gerakan Sparatis Abu
Sayyaf,” Sosial Budaya 13, no. 2 (30 Desember 2016), 175-188, http://dx.doi.org/10.24014/
sb.v13i2.3539.
65
65Asy’ari et.al, Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2008), 309.
66
Taufik Abdullah dan Sharon Siddique, Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara.,terj. Rochman Achwan (Jakarta: LP3ES, 2008), 347.
67
67Dikutip dari Mahardika,Vol. IX, No.1, 2022. Dalam bukunya Cesar A. Majul,
Dinamika Islam Filipina, lampiran II, 155-156.
20
Sehingga, persoalan ini sebenarnya telah memperpanjang internasionalisasi
konflik antara pemerintah Filipina dan MILF, sehingga menjadi awal bagi MILF
untuk membangun perjuangan diplomasi di forum internasional, khususnya di
OKI. Adapun upaya penyelesaian konflik tersebut adalah sebagai berikut:68
1. Negosiasi dalam Perjanjian Tripoli 1976
Upaya penyelesaian konflik ini diprakarsai oleh OKI pada tahun 1973 dengan
membentuk komisi 4 negara. Ke-4 anggota tersebut adalah Libya, Arab Saudi,
Senegal, dan Somalia untuk menyelidiki kasus kekerasan yang dilakukan
pemerintah Filipina terhadap Moro. Namun meningkat menjadi 6 negara
setelah Indonesia dan Bangladesh sebagai anggota.
2. Negosiasi Kesepakatan Jeddah
Menjelang tahun 90-an kekuasaan pemerintah pusat Filipina terganggu, hal ini
membuat faksi-faksi Muslim Moro kembali mengerahkan kekuatan untuk
memanfaatkan momen ini untuk mendeklarasikan berdirinya Negara Moro
Merdeka. MNLF yang selama pelaksanaan Tripoli Agreement merasa
kapitulasi dengan kebijakan Marcos, memilih melanjutkan perjuangan
bersenjata untuk berdirinya negara merdeka.
3. Jangkauan Perundingan Perjanjian Perdamaian Akhir 1966
Proses perdamaian di Mindanao selatan terus berlanjut setelah pergantian
rezim Presiden Aquino dengan Fidel Ramos yang lebih proaktif. Seiring waktu,
kelompok militan seperti Abu Sayyaf terus melakukan teror dan serangan di
Mindanao, termasuk penculikan untuk tebusan.
Terlepas dari kekerasan yang sedang berlangsung, Presiden Ramos akan
melanjutkan upaya perdamaian di Mindanao selatan. Pembaharuan terbesar
dari jejak Islam modern di Pattani adalah bahwa sistem pendidikan yang
digunakan di sana sama dengan sistem pendidikan yang diselenggarakan di
Indonesia, meskipun ada juga perbedaan yaitu sistem pendidikan formal,
informal dan non formal. Kurikulum pendidikan Islam yang digunakan di

68
68Erni Budiwanti, Tantangan Pembangunan Negara Bangsa di Filipina: Gerakan
Separatisme Moro, Pusat Penelitian Sumber Daya Daerah (PSDR-LIPI) didalam katalog.
pdii.lipi.go.id.

21
Thailand sebagian sama dengan kurikulum pendidikan yang digunakan di
Indonesia, khususnya di pesantren, seperti kitab Fath al Wahab bi Sharh
Manhaj al Tullah karya Abi Zakaria al Anzari. kelompok separatis untuk
membentuk negara sendiri yang merdeka dan bebas dari campur tangan
pemerintah Filipina. Isu agama yang dibawa ke dalam konflik ini membuat
konflik ini semakin memanas. Konflik ini akan berlanjut pada minoritas
muslim di Filipina, karena terus mendapat tekanan politik dari pemerintah
pusat. Satu kata yang mereka tuntut adalah kemerdekaan..

22
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kebangkitan Islam di Malaysia bukanlah gerakan monolitik. Organisasi dan
aktivis Islam berkisar dari moderat hingga radikal, dari pro hingga anti-
pemerintah. Ideologi, strategi, dan aktivitas mereka beragam. ABIM yang
moderat saat menganjurkan pendirian negara Islam, pertama-tama menekankan
Islamisasi ummat. Menanggapi tekanan kebangkitan Islam, pemerintah
menganut kebijakan Islamisasi sendiri, proses langkah demi langkah untuk
menanamkan nilai-nilai Islam dan memperkenalkan lembaga versi Islam
seperti bank, asuransi dan pegadaian. Karena kebangkitan Islam bukanlah
fenomena baru di Malaysia. Islam selalu menjadi kekuatan dalam politik
Malaysia. Thailand yang merupakan bagian dari Asia Tenggara merupakan
negara dengan Islam sebagai agama minoritas yang terletak di selatan
Thailand. Perbedaan agama dan etnis masyarakat Thailand khususnya
masyarakat Thailand Selatan sering mengalami diskriminasi dari pemerintah
Thailand. Muslim Thailand atau yang lebih dikenal dengan Muslim Patani
secara umum digambarkan sebagai komunitas Muslim yang secara sporadis
kerap melakukan gerakan perlawanan bersenjata dan menentang sikap dan
perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah Thailand. Konflik
Moro di Mindanao di Filipina selatan merupakan konflik yang panjang dan
belum terselesaikan. Upaya yang dilakukan untuk proses perdamaian terus
dilakukan seiring dengan upaya kemerdekaan yang terus digaungkan oleh
kaum moro.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Firfaus Haji. 2005. Radical Malay Politic: Its Origins and Early
Development. Petaling Jaya: Pelanduk Publications.
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique. 2008. Tradisi dan Kebangkitan Islam di Asia
Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES.
Abdullah, Taufik. 2005. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve.
Abu Bakar, Mohammad. 2009. Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu
Dewasa Ini. Jakarta : LP3ES.
Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 2000. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan
Melayu. Bandung: Mizan.
Alexandra, Frisca. 2018. “Analisis Pecahnya OMIP (Orang Melayu Islam Patani)
dan Dampaknya terhadap Konflik Thailand Selatan.” Jurnal Hubungan
Internasional Interdependence 5, no. 3, , http://e
journals.unmul.ac.id/index.php/JHII/article/view/1357.
Alunaza, Hardi and Retno Riyanti Sastro Amijoyo. 2019. “Kebijakan Luar Negeri
Najib Razak Terhadap Konsolidasi Thailand Dan Gerakan Aliansi
Separatisme Etnis Melayu Di Thailand Selatan Di Tahun 2013-2016.”
Mandala: Jurnal Ilmu Hubungan Internasional 2, no. 1,
http://dx.doi.org/10.33822/mjihi.v2i1.997.
Amin, Faizal and Rifki Abror Ananda. 2018. “Kedatangan dan Penyebaran Islam di
Asia Tenggara: Telaah Teoritik tentang Proses Islamisasi Nusantara.”
Analisis: Jurnal Studi Keislaman 18, no. 2,
https://doi.org/10.24042/ajsk.v18i2.3069.
Anwar, Zainah. 2007. Islamis Revivalism in Malaysia: Dakwah Among the
Students. Malaysia: Pelanduk Publications.
Aphornsuvan, Thanet. 2003. History and Politics of The Muslim in Thailand.
Thammasat University.
Aslan, Hifza and Muhammad Suhardi. 2020. “Dinamika Pendidikan Islam Di
Thailand Pada Abad 19-20.” Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 3, no.
1, https://doi.org/10.31538/nzh.v3i1.476.
Azra, Azyumardi. 2002. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Asia Tenggara.
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.
Bakar, Mohammad Abu. 1988. Islam dan Nasionalisme pada Masyarakat Melayu
Dewasa ini, dalam Taufik Abdullah & Sharon Siddique (ed.), Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3S.
Berutu, Ali Geno. 2019. “Sea Muslim Minoritas: South Thailand/ Pattani, South
Philippines And Thailand.” OSF Preprints,
https://doi:10.31219/osf.io/cfwvp.
Brown, David. 2004. The State and Ethnic Politics in South-East Asia,
Terj. Irawan. London dan New York: Routledge.
Budiwanti. Erni. Tantangan Pembangunan Negara Bangsa di Filipina: Gerakan
Separatisme Moro. Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR-LIPI)
didalam katalog.pdii.lipi.go.id.

24
Daud, Abu Ibrahim Muhammad. 2008. The Secret of Jihad Moro: Fakta- Fakta
Perlawanan Kaum Tertindas Moro. Solo: Media Islamika.
Dikutip dari Mahardika,Vol. IX, No. 1, 2022. Dalam bukunya Cesar
A. Majul, Dinamika Islam Filipina, lampiran II.
Asy’ari. et.al. 2008. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press.
Ekawati, Dian. “Migrasi dan Problematika Minoritas Muslim Thailand.” Hikmah:
Journal of Islamic Studies 15, no. 1, 2020,
http://dx.doi.org/10.47466/hikmah.v15i1.125.
Fatimi, S. Q. 1963. Islam Comes to Malaysia. Shirle Gordon (Eds.).
Singapore: Malaysian Sociological Research Institute.
Fadhly, Fabian. 2018. “Pemahaman Keagamaan Islam di Asia Tenggara Abad XIII-
XX.” Millah: Jurnal Studi Agama 18, no. 1,
https://doi.org/10.20885/millah.vol18.iss1.art4.
Firdaus. 2019. “Muslim Minoritas Di Negara Non Muslim.” UNES Journal Of
Social and Economics research 4, no. 1, https://ojs.
ekasakti.org/index.php/UJSCR/article/view/6.
Gafur, A. 2016. “Dinamika Muslim Moro Di Filipina Selatan Dan Gerakan Sparatis
Abu Sayyaf.” Sosial Budaya 13, no. 2, http://
dx.doi.org/10.24014/sb.v13i2.3539.
Grace, Haque Marissa. 2019. “Islam Datang dan Menetap di Thailand.” Didaktika:
Jurnal Kependidikan 8, no. 3, https://www.
jurnaldidaktika.org/contents/article/view/75.
Gershman, John. 2003. Peta dan Prospek Gerakan Islam di Filipina.” Dalam Moeflich
Hasbullah (Ed.). Asia Tenggara Konsentrasi Baru Kebangkitan Islam,. Bandung:
Fokusmedia.
Ghofur, Abd. 2020. “Partai Al-Islam Se-Malaysia (Pas) Dan Upaya Menerapkan
Syariat Islam Di Kelantan.” Nusantara; Journal for Southeast Asian Islamic
Studies 14, no. 1, http://dx.doi. org/10.24014/nusantara.v14i1.7135.
Hariz Shah, Mohammad, Mohammad Hazim Shah and Ahmad Hidayat Buang. 2021.
“Ahmad Ibrahim dan Sumbangannya dalam Perkembangan Islam di Malaysia:
Ahmad Ibrahim and His Contribution in the Development of Islam in
Malaysia.” Journal of Al-Tamaddun 16, no. 1, https://doi.org/10.22452/JAT.
vol16no1.6.
Irawan, Yurisa. 2019. “Fragmentasi Pemberontak Dan Durasi Perang Sipil: Thailand
Selatan Pasca Dimediasi Organisasi Kerjasama Islam.” Andalas Journal of
International Studies (AJIS) 8, no. 2, https://doi.org/10.25077/ajis.8.2.152-
164.2019.
Islam, Syed Sirajul. 2005. The Politics of Islamic Identity in Southeast Asia.
Singapore: Thomson Learning.
Jamaludin. 2017. “Gerakan Pembebasan Islam Patani di Thailand Selatan Studi
terhadap Patani United Liberation Organization (1968-1993).” Jurnal
Intelektualita: Keislaman, Sosial dan Sains 6, no. 1,
https://doi.org/10.19109/intelektualita.v6i1.1304.
Kusuma, Bayu Mitra Adhyatma. “Masyarakat Muslim Thailand dan Dampak
Psikologis Kebijakan Asimilasi Budaya.” Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling
dan Dakwah Islam 13, no. 1, 2016, https:// doi.org/10.14421/hisbah.2016.131-
06.
25
Lapidus, Ira M. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam : Bagian Ketiga. Terj. Ghufron A
Mas’adi dengan judul A History of Islamic Soietes. Cet. I; Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Libra, Gina and Ikhwan. 2019. “Pola Interaksi Sosial Masyarakat Muslim dengan
Masyarakat Non Muslim di Jorong Sentosa Nagari Panti Kecamatan Panti
Kabupaten Pasaman.” Culture & Society: Journal of Anthropological Research
1, no. 1, https://doi. org/10.24036/culture/vol1-iss1/11.
Liow, Joseph Chinyong. 2006. Muslim Resistence in Southern Thailand and
Southern Philippines: Religion, ideology and politis. Washington: East-West
Center.
M. Akmal, Al Chaidar, Saifullah Ali, Nanda Amalia, & Dara Quthni Effida.
2019. “Mindanao, Konflik dan Terorisme: Kajian Pendahuluan atas
Ketegangan di Filipina Selatan.” SIASAT 4, no. 1,
https://doi.org/10.33258/siasat.v4i1.1.
Majul, Cesar A. 2009. Dinamika Islam Filipina. Terj. Eddy Zainurry.
Jakarta: LP3ES.
Grace, Haque Marissa. 2019. “Islam Datang dan Menetap di Thailand.”
Didaktika: Jurnal Kependidikan 8, no. 3, https://www.
jurnaldidaktika.org/contents/article/view/75.
Maryam, Siti. 2004. Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta: Lesfi.
Murtadlo, Muhamad. 2015. “Islam dan Pendidikan Madrasah di Filipina.”
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan 13, on. 1,
https://doi.org/10.32729/edukasi.v13i1.233.
Nasution, Syamruddin and Abd Ghofur. 2017. “Perkembangan Islam Di Sabah
Malaysia (Perspektif Sosio-Historis).” TOLERANSI: Media Ilmiah
Komunikasi Umat Beragama 9, no. 2, http://dx.doi.
org/10.24014/trs.v9i2.4329.
Nau, Novriest Umbu Walangara and Jet Sahertian. 2021. “Efektivitas Pembentukan
Asean Institute For Peace And Reconciliation Dalam Menangani Konflik Di
Kawasan Asia Tenggara.” Frequency of International Relations (FETRIAN)
3, no. 1, https:// doi.org/10.25077/fetrian.3.1.1-33.2021.
Nizar, Moh. 2019. “Kekalahan Umno-Bn Menghadapi Oposisi Politik Dalam
Pilihan Raya Ke-14.” SOSIOLOGI: Jurnal Ilmiah Kajian Ilmu Sosial dan
Budaya 21, no. 2, https://doi.org/10.23960/ jurnal%20sosiologi.v21i2.41.
Nuereng, Ilham. 2017. “Dinamika Bernegara Masyarakat Muslim Thailand Selatan
dalam Perspektif Sosiologi Politik Islam.” IN RIGHT: Jurnal Agama dan
Hak Azazi Manusia 5, no. 2, http://
ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/inright/article/view/1438.
Omar Din, Mohamed Anwar. 2017. “Peranan UMNO Menegakkan Islam dalam
Perlembagaan Persekutuan: Satu Kajian Secara Kronogikal (The Roles of UMNO
in Legislating Islam in The Federal Constitution).” Akademika 87, no. 1,
http://doi. org/10.17576/akad-2017-8701-07.
Othman, Luthfi. 2002. Selepas Mahathir Peluang PAS. Kuala Lumpur:
Penerbitan Pemuda.
Pitsuwan, Surin. 2009. Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani.
Jakarta: LP3ES.
Putri, Novita Delima, Mima Nizma, and Syahid Syahid. 2020. “Determinasi Wisata
26
Thailand Berdasarkan Persepsi Wisatawan Outbond Asal Isndonesia.” Jurnal
Industri Pariwisata 2, no. 2, https://doi.org/10.36441/pariwisata.v2i2.35.
Rangsikul. 2019. “Identitas Etnis Dan Proses Akulturasi Rohingya Di Bangkok,
Thailand.” Lakon: Jurnal Kajian Sastra dan Budaya 8, no. 1,
http://dx.doi.org/10.20473/lakon.v8i1.9331.
Reyes, Celia M. Christian D. Mina, and Ronina D. Asis. 2017. Inequality of
opportunities among ethnic groups in the Philippines. No. 2017-42. PIDS
Discussion Paper Series. https://www.econstor.eu/ handle/10419/211002.
Riddell, Peter. 2001. Islam And The Malay-Indonesian World, Terj. M.
Noor S. Singapore: Horizon Book.
Sabtu, Muhamad Helmy Amalin Sabiha Ismail, and Khairul Azman Mohamad
Suhaimy. 2020. “UMNO-PAS Islamization Policy Under The Leadership of
Abdullah Badawi and Najib Razak.” Journal of Social Transformation and
Regional Development 2, no. 3,
https://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/jstard/article/ view/7703.
Semiawan, Conny R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo.
Setyowati, Endah. 2013. “Beberapa Pendekatan Teori Kekerasan Politik Untuk
Memahami Gerakan Nirkekerasan Di Filipina.” Gema Teologi 36, no. 1,
http://journal-theo.ukdw.ac.id/index. php/gema/article/view/136.
Siregar, Ilham Ramadan. 2021. “Kontribusi Ulama Patani Terhadap Perkembangan
Hadis”. Al-Mu’tabar 1, no. 1, https://jurnal.stain
madina.ac.id/index.php/almutabar/article/view/383.
Sobandi, Khairu Roojiqien. 2016. “Separatisme di Asia Tenggara: Antara
penguasa dan gerakan nasionalis kelompok minoritas.” Jurnal Kajian
Wilayah 2, no. 1, https://doi.org/10.14203/jkw. v2i1.320.
Suhaimi. 2006. Cahaya Islam di Ufuk Asia Tenggara. Pekanbaru: Suska
Peress
Suryabrata, Sumadi. 2013. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali
Press.
Suryadi. 2017. “Islam In South Thailand: Acculturation Of Islam In The Malay
Culture.” FALASIFA: Jurnal Studi Keislaman 8, no. 1,
https://doi.org/10.36835/falasifa.v8i1.46.
Susetyo, Heru. 2009. The journal of a Muslim traveler: sebuah jurnal
perjalananmelintasi Asia, Amerika, Eropa, & Australia. Bandung: Mizan
Publika.
Suwardono. 2013. Manajemen Konflik Separatisme: Dinamika Negosiasi Dalam
Penyelesaian Konflik Mondanao. Yogyakarta: Pusataka pelajar Offset.
Suwanlee SR, Som-ard J. 2020. “Spatial Interaction Effect of Population Density
Patterns in Sub-Districts of Northeastern Thailand”. ISPRS International
Journal of Geo-Information 9, on. 9. https://doi.org/10.3390/ijgi9090556.
Tajudin, Abdul Aqmar Ahmad, Muhamad Nadzri Mohamed Noor, and Hussain
Yusri Zawawi. 2021. “Dari Federalisme Terpusat ke Federalisme Multi-
etnik: Pengaruh Etnisiti dalam Persekutuan Malaysia.” Malaysian Journal of
Social Sciences and Humanities (MJSSH) 6, no. 11,
https://doi.org/10.47405/mjssh. v6i11.1139.
Zami, Rahyu. 2019. “Orang Melayu Pasti Islam: Analisis Perkembangan Peradaban
Melayu.” Jurnal Islamika 2, no. 1, https://ejurnal.umri.
ac.id/index.php/JSI/issue/view/59
27
1

Anda mungkin juga menyukai