Anda di halaman 1dari 16

AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aliran-Aliran Islam di


Indonesia

Oleh .
Moch. Kalam Mollah

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. K H. Husein Aziz., M.A.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM DOKTORAL
PASCASARJANA UNIVERSITAS PESANTREN K.H. ABDUL CHALIM
2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah Swt., yang telah menganugerahkan


kenikmatan iman, Islam serta kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas makalah Aliran-aliran Islam di Indonesia.
Tugas makalah ini merupakan sarat mengikuti kuliah Aliran-aliran Islam di
Indonesia, adapun visi mata kuliah tersebut menjadikan ajaran Islam sebagai
sumber nilai dan pedoman yang menghantarkan peserta didik dalam
pengembangan profesi dan kepribadian Islami. Sedangkan misinya terbinanya
peserta didik yang beriman dan bertaqwa, berilmu, dan berakhlaq mulia serta
menjadikan ajaran Islam sebagai landasan berfikir dan berperilaku dalam
mengembangkan profesi.
Dengan tugas makalah ini diharapkan sebagai latihan dengan masukan dari
sesama teman dan bimbingan Yang terhormat, Prof. Dr. KH. Husein Aziz, M.A.
yang ahli pada bidang ini dan mumpuni.
Apa yang tertuang dan terkandung dalam makalah ini, tidak akan lepas dari
kelemahan dan kekurangan, karena itu saya sangat mengharapkan kritik, saran,
masukan yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini.
Terakhir, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan
pembelajaran serta sedikit pengetahuan khususnya penulis.

Mojokerto, Oktober 2023


Penulis,
Moch. Kalam Mollah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Sejarah dan Perkembangan Aliran Al-Washliyah di Indonesia .............................. 3
B. Peranan dan Kiprah Al-Washliyah dalam Bidang Sosial Keagamaan ...................... 6
C. Peran dan Kiprah Al-Washliyah dalam Bidang Pendidikan Islam ........................... 8
BAB III KESIMPULAN................................................................................................. 11
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan selesainya perang dunia pertama pada tahun 1918, membawa
banyak perubahan dalam kehidupan di seluruh dunia, termasuk dunia Islam
yang sebagian besar berada dalam cengkeraman penjajah. Salah satunya
Indonesia yang dijajah Belanda yang sebagian besar rakyatnya beragama
Islam, semakin gencar mengobarkan gejolak menuntut kemerdekaan bangsa
dan tanah airnya. Mereka berusaha meneruskan perjuangan yang telah dirintis
oleh para pahlawan terdahulu seperti Pangeran Diponegoro, Imam bonjol ,
Tengku Umar dan lain-lain, sehingga tidak mengherankan kalua pada saat ini
bermunculan gerakan-gerakan kemerdekaan yang dipelopori oleh umat Islam
seperti Sarekat Dagang Islam tahun 1905 yang kemudian berubah nama
menjadi Serikat Islam tahun 1906, Budi Utomo tahun 1908, Muhammadiyah
tahun 1912, Nahdhatul Ulama tahun 1926 , Al-Jam’iyatul Washliyah tahun
1930, dan lain-lain.1
Organisasi-organisai tersebut disamping sebagai gerakan kemerdekaan
juga bergerak di bidang sosial keagamaan dan pendidikan Islam. Salah
satunya adalah mengantisipasi kebijakan politik pendidikan Hindia Belanda,
yaitu upaya untuk menutup peluang pengembangan institusi dan sisitem
pendidikan Islam di Nusantara karena lembaga pendidikan Islam seperti
pondok pesantren dianggap sebagai “ sarang pemberontak”. Oleh karena itu,
sejumlah organisasi sosial keagamaan termasuk Al-Jam’iyah Washliyah
mulai mangadopsi system pendidikan Barat dalam bentuk nyata yaitu
mendirikan Madrasah. Lembaga pendidikan Madrasah dipandang menganut
sistem pendidikan modern yang mengajarkan materi pelajaran umum di
samping materi pelajaran agama.2
_______________________

1
Nukman Sulaiman, dkk. Peringatan Al-Djam’yatul Washlijah ¼ Abad 30 November 1955, (Medan:
Pengurus Besar Al-Jam’iyatul Washliyajah, 1956), h.34.
2 Jalaluddin, “Pengantar”, Dalam M Sirozi, Politik Pendidikan: Dinamika Hubungan Antara Kepentingan
Kekuasaan dan Praktik Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h.vii.

1
Dibanding organisasi sosial keagamaan lain, semacam NU,
Muhammadiyah, Al-Washliyah yang didirikan di Medan 30 November 1930.
Adapun beberapa yang terlibat dalam pendirian Al-Jam’iyatul Washliyah
antara lain: H.M. Arsyad Thalib Lubis, H.Abdurrahman Sihab, H. Ismail
Banda. Sedang yang memberi nama Al-Jam’iyah Washliyah Syekh
Muhammad Yunus. Menurut Bahrum Jamil berarti Perhimpunan Islam yang
saling menghubungkan silaturrahim, mempertalikan kasih dan sayang yang
penuh persaudaraan. Dari keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa kajian
mengenai jam’iyah Al-Washliyah sebagai organisasi sosial keagamaan dan
pendidikan Islam menjadi suatu yang penting, karena yang selama ini
kebanyakan yang kita kenal sebatas Muhammadiyah dan Nadlotul Ulama saja

B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan aliran Jam’iyah Al-Washliyah di
Indonesia?
2. Apa saja peran dan kiprah Jam’iyah Al-Washliyah dalam bidang Sosial
keagamaan?
3. Apa saja peran dan kiprah Jam’iyah Al-Washliyah dalam bidang
pendidikan Islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Aliran Al-Washliyah di Indonesia


Sekilas tentang sejarah berdirinya Jam’iyah Al-Washliyah di
Indonesia, berdirinya Jam’iyah Al-Washliyah sendiri didasari oleh kesadaran
beberapa pelajar dan guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiiah
Tapanuli (MIT) untuk bersatu menyalurkan cita-cita dan pendapat.3 Pada
tahun 1918 masyarakat Mandaling yang menetap di Medan bermaksud
mendirikan sebuah Institusi Pendidikan Agama Islam, bernama Maktab
Islamiyah Tapanuli (MIT). Mereka ini adalah pendatang dari Tapanuli
Selatan yang berbatasan langsung dengan Minangkabau. Suku mandaling
yang kuat agama Islamnya dan segi pendidikannya dari suku lain. Maktab
tersebut signifikan dalam dua hal; pertama, ia adalah lembaga pendidikan
Islam formal pertama di Medan; dan kedua, berdirinya Al-Washliyah adalah
merupakan gagasan dari para alumni Maktab tersebut.4
Adapun system yang diterapkan di Al-Washliyah menggabungkan
system tradisional dan Modern.. Dari segi isi ,apa yang diajarkan di MIT
tidak jauh berbeda dari pesantren-pesantren tradisional,5 namun pengajaran
sudah dilakukan secara klasikal dengan menggunakan media-media modern
seperti bangku, papan tulis dan sebagainya. Pendidikan dibagi dalam tiga
kategori tingkatan: persiapan (tajhizi), awal (ibtida’i), dan menengah
(tsanawi). Masih ada tingkatan tertinggi yang relatif lepas dari struktur tiga
tingkatan di atas, karena kekhusus dan sedikit jumahnya mencapai tingkat
tinggi.

_________________
3
Cholijah Hasan, Kajian Perandingan Pendidikan,, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), h.217.
4
Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media, 2002), h.234.
5
Pada tingkat Tsanawiyah, misalnya, diajarkan kitab-kitab tafsir jalalain, Fath al-Qarib, Minhaj al-Thalibin , sebagai mana umum berlaku pada
lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional lainnya.

3
Kelas ini diberi designasi kelas Azhar dimana ditrapkan sistim system
halaqoh dengan duduk di lantai. Penamaan ini dikaitkan dengan Al-Azar
mesir sebagai kiblat pendidikan umat Islam dikala itu yang tidak hanya
membawa kesan ketinggian tingkatan tapi juga wibawa Religius-Intelektual
tertentu; beberapa dari guru MIT awal alumni Al-Azhar Kairo dan Timur
Tengah.6 Lembaga pendidikan Islam ini berkembang cukup baik pada era
1930an MIT mempunyai sekitar 1000 orang siswa dari berbagai daerah di
Medan .7
Setelah sepuluh tahun berdirinya, para alumni dan murid senior MIT
mendirikan “ Debating Club” sebagai wadah untuk mendiskusikan masalah-
masalah yang hangat di masyarakat untuk dicarikan jalan keluarnya seperti
Nasionalisme, berbagai paham keagamaan terutama didorong oleh kaum
pembaharu.8 Heterogenitas penduduk daerah ini, maupun medan sendiri
sebagai kota besar, jelas merupakan lahan subur bagi kembang dan suburnya
diskusi-diskusi, bahkan konflik antar berbagai sekmen masyarakat yang
meresponsi perkembangan sesuai dengan kecenderungan masing-masing.
Debating Club tampaknya cukup berhasil dalam program-programnya
dan dipandang sangat bermanfaat sehingga ada keinginan di kalangan
eksponennya untuk mencari peran yang lebih signifikan dalam perkembangan
dan perubahan yang terus terjadi. Untuk tujuan ini dibentuklah sebuah
organisasi pada 30 November 1930 bertepatan dengan 9 RajaB 1349 H yan
diberi nama Al-Washliyah.9
Setelah resmi didirikan, maka ditetapkan pengurus Jam;iyah Al-
Wasliyah yang berkedudukan di Medan dengan susunan sebagai berikut :
Sebagai ketua Ismail Banda dan seketaris M. Arsjad Thalib Lubis dan
Bendahara H. M. Ya’kub serta penasehat dan pemberi nama Al-Washliyah
Sjech H.M. Junus.10
_________________
6
Mona Abaza, Islamic Education, Perception, and Exchange: Indonesian Student in Cairo, ( Paris Associon Archipel, 1994), akhir bab I danII
7
Hasanuddin, Al-Washliyah, h. 17-19.
8
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, ( Jakarta LP3ES, 1986), h..78-79
9
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, ( Jakarta: 2002), h.340
10
Nukman Sulaiman, dkk. Peringatan, h. 38

4
Adapun fase perkembangan Al-Washliyah terbagi menjadi tujuh ;
Pertama, 1930-1942 fase ini terfokus pada pembinaan kader ulama dan
pendidik, fase ini yang melanjutkan usaha Al-Washliyah sekarang ini.
Kedua, 1942-1947 fase facum karena kedatangan penjajahan Jepang kegiatan
dipusatkan untuk menentang penjajahan melalui masuk ke Tentara Keamanan
Rakyat (TKR), Hizbullah, Tentara Pelajar, dan dapur umum. Ketiga, 1947-
1955, Fase perjuangan Politik melalui pemilu pertama turut menyiapkan
konsep bernegara di lembaga konstituante. Keempat, 1955-1965 pembinaan
organisasi dan pendidikan meluas ke seluruh tanah air antara lain pulau
Kalimantan dan Jawa. Kelima, tahun 1965-1972 fase perluasan missi zending
dan penyiaran Islam oleh pelajar mahasiswa putra-putri dan pemuda Al-
Washliyah, giat mengislamkan suku terasing di pegunungan tanah Karo,
Kabupaten Dairi, kepulauan Mentawai dan Irian Jaya. Keenam, 1972-1983
fase suram, karena banyak anggota Al-Washliyah terjun ke dunia politik
sehingga mempengaruhi organisasinya, karena mementingkan partai
politiknya. Ketujuh, 1983-1986 fase penataan kembali kunjungan-kunjungan
ke madrasah, pendataan sekolah-sekolah,dan perguruan Al-Washliyah.11
Program awal yang dirancang Al-Washliyah pada awal berdirinya
mencakup: Tabligh (ceramah agama); Tarbiyah (pengajaran);
Pustaka/penerbitan; Fatwa; penyiaran; urusan anggota; tolong menolong.12
Dalam rangka program dibentuklah majelis-majelis. Adapun majelis-majelis
yang digerakkan untuk intensifikasi kerja ialah majelis studies fond, yaitu
majelis yang mengurusi beasiswa pelajar-pelajar di luar negeri; majelis fatwa,
yaitu majelis yang mengeluarkan fatwa mengenai masalah sosial yang belum
jelas status hukumnya bagi masyarakat; majelis Hazanatul Islamiyah, yang
mengurus dana bantuan sosial untuk anak yatim piatu dan fakir miskin dan
majelis penyiaran Islam di daerah Toba.13
___________________
11
Lubis, Pidato, h.4-5
12
Hasanuddin, Al-Washliyah, h.36
13
Ibid, h. 62

5
Di samping majelis-majelis tersebut, Al-Washliyah didukung oleh
badan otonom organisasi yang meliputi: Muslimat Al-Washliyah, Gerakan
Pemuda Al-Washliyah, Angkatan Putri Al-Washliyah, Ikatan Putra-Putri Al-
Washliyah, dan Himpunan Mahasiswa Al-Washliyah.14 Inilah gambaran
tentang Al-Washliyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan dan
Pendidikan Islam Indonesia dari waktu ke waktu yang mengalami pasang
surut dalam perkembangannya. Tetapi hal terpenting untuk diungkap kali ini
adalah bagaimana peran dan kiprahnya dalam bidang sosial keagamaan dan
Pendidikan Islam.

B. Peranan dan Kiprah Al-Washliyah dalam Bidang Sosial Keagamaan


Sebagai organisasi sosial keagamaan, Al-Washliyah menjadi rujukan
dan tempat bertanya masyarakat Islam tentang berbagai persoalan. Untuk
mempermudah pelaksanaan fungsi ini, maka dibentuklah Majelis Fatwa Al-
Washliyah bulan Desember 1933, dengan anggota 15 orang ulama, Qodi
kerajaan dan tidak hanya terdiri dari anggota Al-Washliyah saja . Diantara
para anggota itu; Haji Ilyas, H.M.Ismail Lubis, H.M.Syarif ( Qodi), Syekh
H.M. Yunus, Abdul Wahab dan lain-lain. Adapun fatwa yang diberikan
jawabannya seperti; undian, mandi safar, bunga bank, sandiwara dengan tema
nabi, dan lain-lain. Secara keseluruhan, fatwa-fatwa yang dikeluarkan
mengikuti madzhab Syafi’I yang memang secara formal dinyatakan sebagai
mazhab organisasi.15
Corak Al-Washliyah sendiri yang terbuka kerjasama dengan
organisasi modernis seperti Muhammadiyah tahun 1941, Al-Washliyah
sendiri tidak mengembangkan tarekat. Tepat kalua Steenbrink menyatakan
bahwa Al-Washliyah agak sukar dimasukkan di dalam pengelompokan yang
terlalu sederhana, seperti diantara modern dan sederhana. Organisasi Sosial
Pendidikan pembaru yang moderat.
_________________
14
Lihat AD/ART Al-Washliyah, h. 39
15
Ibid, 104-111

6
Yang penuh tantangan saat jamaah Al-Washliyah penyiaran Islam
melalui jamaah tabligh di daerah Batak Toba dengan mendirikan Madrasah,
sekolah, pengislaman dan pembinaan mereka yang masuk Islam. Perlu
diketahui tanah Batak Toba adalah titik awal penyebarab agama Kristen di
Sumatra Timur yang sudah berjalan relative berhasil sejak abad ke-19 sampai
awal abad ke-20 mayoritas penduduk beragama Kristen.16 Tantangan lainnya
dari pemerintah penjajah Belanda maupun misionalis gereja Kristen Eropa,
meskipun pada level formal pemerintah penjajah Belanda mengaku netral
terhadap agama-agama perbandingan dana yang diberikan kepada umat Islam
dan kepada Kristen adalah sekitar 1:4 dan sama sekali tidak mencerminkan
kebijakan ini.17
Dengan demikian, dapatlah dipahami bahwa dalam menjalankan misi
dakwahnya, Al- Washliyah dihadapkan tantangan dari luar baik dari pihak
Batak Kristen yang sepenuhnya didukung oleh pemerintah penjajah Belanda
maupun dari kaum adat yang kuat pengarunya dalam struktur masyarakat
Batak. Namun, tantangan-tantangan tersebut mampu diatasi karena didukung
oleh kegigihan-kegigihan orang-orang yang memahami sosio-kultural
masyarakat batak itu sendiri, karena pengurus Al-Washliyah orang
Mandailing tidak lain juga suku Batak dengan kata lain keberhasilan dakwah
yang mereka lakukan lebih ditunjang oleh faktor kesamaan etnis.
Dari uraian paparan itu tentang kegiatan di bidang sosial keagamaan
Al-Washliyah bias dikatakan heterogenitas penduduk Sumatra Timur
memberi warna sendiri bagi organisasi ini. Hal tersebut tergambar jelas dalam
program-program dan prioritas-prioritasnya, serta dalam sikap yang
diambilnya terhadap kelompok lain. Al-Washliyah organisai terbuka meski
menganut paham Syafi’iyah, tapi kerjasama dengan Muhammadiyah dan
mengambil posisi bertentangan dengan tarekat Naqsyabandiyah.
_____________
16
Aboe Hanief, “ Memperluasa Penjiaraan Islam di Bataklanden, “ dalam Dewan Islam, no.9 (Oktober1935), h.
161-162.
17
Artikel berjudul, “ Berita Party Al-Djam’jatoel Washlijah,” Dalam Medan Islam no. 75 Januari 1945,
diperbandingkan dana bantuan pemerintah untuk Kristen dan Islam sejak tahun 1920-1940

7
C. Peran dan Kiprah Al-Washliyah dalam Bidang Pendidikan Islam
Masyarakat yang berperadaban adalah masyarakat yang
berpendidikan. Kualitas sumberdaya masyarakat tergantung pada pendidikan
yang berkualitas. Pendidikan dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan
sejahtera. Dalam sejarah pembaharuan Islam di Indonesia salah satunya Al-
Washliyah tidak hanya berkiprah di bidang sosial keagamaan dan Dakwah,
tetapi juga dalam bidang pendirian dan pengembangan Pendidikan Islam dan
penerbitan sebagai upaya ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa,
khususnya umat Islam.
Lembaga pertama sebagai hasil kerja majelis Tarbiyah, baru berdiri
tahun 1932, di daerah petisah, Medan. Dengan nama maktab Dja’iatoel
Washliyah, system sudah di tata klasikal, dan dari kurikulumnya terlihat
adanya orientasi kepada pendidikan modern. Penyebaran ini informasi juga
sudah menggynakan cara modern seperti; tujuan pendidikan, tingkatan,
seleksi masuk, materi pengajaran secara garis besar.
Pengelolaan sekolah yang dilakukan Al-Washliyah tampak sangat
berhasil, dan mengundang kekaguman para pengelola sekolah yang lain di
Medan. Pada tahun 1932-1933, tujuh sekolah yang dikelola oleh perorangan
atau masyarakat bergabung dan menyerahkan pengelolaan ke Al-Washliyah.
Dan terbukti sekolah-sekolah tersebut mengalami kemajuan pesat, dalam
jumlah siswa, dan kerapian menejemen pengelolaan. Dengan prinsip
keterbukaan, Al-Washliyah membuat kemajuan di bidang pendidikan pada
tahun 1938 sudah punya lembaga pendidikan tingkat Aliyah (Qismul Ali) dan
juga madrasah pendidikan guru. Disektor pendidikan umum, dibuka pula HIS
berbahasa belanda berbahasa Belanda di Porsea Medan dengan
menambahkan pelajaran Agama Islam di kurikulumnya. Pada kongres III
tahun 1941, Al-Washliyah dilaporkan mengelola 242 sekolah dengan jumlah
siswa lebih dari 12.000 orang. Sekolah sekolah ini atas berbagai jenis.18
______________
18
Surat Keputusan Pengurus Besar Al-Washliyah Nomor:336/KPTS/PB-AW/XVI/XI/1997, h.8

8
Adapun tingkatan Madrasah-madrasah Al-Washliyah, lama belajar
dan prosentase kurikulum adalah sebagai berikut:
1. Tingkatan Tajhiziyah dengan lama belajar 2 tahun, bagia anakyang belum
bisa membaca dan menulis Al-Qur’an, ibadah sembayang dan ibadah
lainnya
2. Tingkatan Ibtidaiyah lanjutan dari Tajhijiyah dengan lama belajar 4 tahun
bagian pagi dan 6 tahun bagian sore, 70 % materi agama 30% materi umum.
Adapun matapelajaran meliputi; Durusul Lughoh al-Arabiayah,
Ajrumiyah,Hidayatul Mustafid dan lainnya.
3. Tingkatan Tsanawiyah, lama pendidikan 3 tahun 70 % materi agama 30%
materi umum. Adapun matapelajarannya antara lain; Tafsir Jalalain, Al-
Luma’, Jawahirul Balaghoh, Ilmu Mantiq dan lainnya.
4. Tingkatan Qismul’Ali, lama belajar 3 tahun 70 % materi agama 30% umum
adapun diantara kitab-kitab yang digunakan; Tafsir Baidhowi, Al-Mahalli,
Jam’ul Jawami’, Asybah wan Nazir dan lainnya.
5. Tingkatan Takhassus lama belajar 2 tahun, mata pelajaran khusus
memperdalam ilmu agama.
6. Di beberapa tempat didirikan sekolah Guru Islam (SGI) untuk guru
Ibtidaiyah dan Sekolah Rakyat (SR) materi pelajaran Agama 50% dan
Umum 50%.19
Selain mendirikan Madrasah, Al-Washliyah juga mendirikan sekolah umum
antara lain:
1. Sekolah Rakyat Al-Washliya lama belajar 6 tahun materi pembelajaran
70% umum dan 30% agama, Pelajaran umum setingkat SR negeri.
2. SMP Al-Washliya lama belajar 3 tahun materi pembelajaran 70% umum
dan 30% agama, Pelajaran umum setingkat SMP negeri.
3. SMA Al-Washliya lama belajar 3 tahun materi pembelajaran 70%
umum dan 30% agama, Pelajaran umum setingkat SMA negeri.20
______________
19
Mahmud Yunus, Sejarah., h. 196-197
20
Ibid. h. 198

9
Pada tahun 1958, Al-Washliyah mendirikan Perguruan tinggi agama Islam di
Medan dan Jakarta. Dalam pendidikan Al-Washliyah bercorak modern karena
dalam jumlah pendidikan tidak terdapat pondok pesantren yang merupakan corak
pendidikan tradisional. Hal ini menjadi keunikan tersendiri bagi Al-Washliyah,
meskipun secara paham keagamaan bercorak tradisioal.
Sementara itu dalam bidang penerbitan majalah Medan Islam sejak tahun
1933 dengan tiras mencapai 12.500 eksemplardan menjadi 14.980 pada tahun
1940. Disamping amajalah juga menerbitkab buku- buku keislaman yang sudah
didistribusikan sejumlah kurang lebih 6.000 eksemplar.21
Demikian gambaran selintas tentang peran dan kiprah Al-Washliyah dalam
bidang pendidikan dan penerbirtan yang mengalami psang surut dalam
perkembanganya.
__________________________
21
Syamsoedin, “Pengoeroes.” H.78.

10
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari tulisan ini adalah sebagai berikut, bahwa heterogenitas
penduduk Sumatra Timur memberi warna tersendiri bagi Al-Washliyah
sebagai organisasi sosial keagamaan dan pendidikan. Dalam skala yang lebih
luas, iklim tempat lahirnya secara alamiyah memberi organisasi ini pelajaran
berharga tentang berinteraksi dengan bermacam bangsa dan suku bangsa serta
agama khususnya Kristen.
Al-Washliyah lahir pada saat bangsa Indonesia bersama negeri-negeri
muslim lainnya berusaha memperjuangkan kemerdekannyadipandang sebagai
organisasi sosial keagamaan modern yang bercorak moderat, senantiasa
memegang prinsip mempertahankan nilai-nilai tradisional yang masih relevan
dan mengambil pembaharuan yang bernilai baik ( al-muhafadhah ‘ala al-
qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah).
Peranan dan kiprah di bidang sosial keagamaan tergambar jelas dalam
program-program dan prioritas-prioritasnya, serta dalam sikap yang
diambilnya dari kelompok lain. Meski secara formal mengikuti madzhab
Syafii sebagai aliran paham agama, ciri keterbukaan organisasi ini sangat
menonjo. Ia tidak ragu belajar dan bekerja sama dengan Muhammadiyah pada
saat yang lain tidak pula canggung berseberangan dengan tarekat
Naqsabandiyah. Semua tergantung pada persoalan dan kebaiakn bagi agama
Islam. Dinamika persaingan dengan zending Kristen jelas merupakan suatu
yang khas tentang organisasi ini. Al-Washliyah merupakan organisasi yang
mengimbangi zending Kristen di tanah Toba diawal-awal perkembangannya.
Kipra dan perannya di bidang pendidikan Islam Terlihat pada
berdirinya madrasah atau sekolah pada system pendidikan tradisional-modern
yaitu dengan memadukan pendidikan agama dan umum secara komprehensif
agar kelak anak didik mampu mengikuti perkembangan zaman.

11
Di samping itu, keikutsertaanya dalam dunia pers dan penerbitan
menunjukkan bahwa organisasi ini tidak ingin ketinggalan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan.

B. Saran
Makalah ini ditulis dengan banyak kekurangan. Untuk itu, kritik yang
membangun dan saran yang sistimatik sangat kami nantikan agar makalah
kami mendatang menjadi lebih baik lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asari, hasan,dkk ‘Modernisasi Islam: Tokoh Gagasan dan Gerakan’, Bandung


:Cita pustaka , 2002, 234
Abaza, Mona, ‘Islamic Education, Perception and Exchange: Indonesian Student
in Cairo’ ,Paris Associon Archipel, 1994), bab 1 dan II
Burhan, Agus, ‘Fitrah Manusia Dan Pendidikan Islam (Perspektif Filsafat
Pendidikan Islam)’, As-Salam: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 3.1
(2020), 109–30
Departemen Agama RI, ‘Al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta’, 2002, h.340.
Harahap, Khairunnisa, ‘Sumber-Sumber Filsafat Islam Urgensi Filsafat Islam
Serta Tokoh-Tokoh Filsafat Islam’, Journal Of Social Research, 1.4 (2022),
277–84
Hasanuddin, Al-Washliyah, h. 36
Hanief, Aboe, " Memperluas Penyiaran Islam di Batak Laden", Dalam Dewan
Islam, no. 9, 1935, h. 161-162
Ilham, Dodi, ‘Persoalan-Persoalan Pendidikan Dalam Kajian Filsafat Pendidikan
Islam’, Didaktika: Jurnal Kependidikan, 9.2 (2020), 179–88
Jalaluddin, Jalaluddin, "Pengantar", dalam M. Sirozi,Politik Pendidikan:
3Dinamika Hubungan Antara Kepentingan Kekuasaan dan Politik
Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, h.vii
Muslina, Muslina, and Rini Rahman, ‘Pemikiran Pendidikan Islam Syekh
Muhammad Naquib
Mahmud Yunus, Sejarah, h. 196-197
1/
Sulaiman, Nukman,dkk, Peringatan Al-Jam'iyatul Washliyah 4 30 November
1955, Medan Pengurus Besar al-Washliyah, 1956, h. 54.
Steenbrink, Karel A, ‘Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan: Pendidikan
Islam Dalam Kurun Modern’, Jakarta, LP3ES (1986), 78-79

13

Anda mungkin juga menyukai