Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMIKIRAN DAN PEMAHAMAN TOKOH – TOKOH PENDIDIKAN ISLAM


DI INDONESIA
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sejarah Peradaban Islam
Nama Dosen : Agi Gifari, M.Pd.I

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Yulia Astriani (2103 0802 16 1016)
Tiara Kirana (2103 0802 16 1027)
Sri Mulyati (2103 0802 16 1078)
Nurshifa Fauziah (2013 0802 16 1064)
Muhammad Saepudin (2103 0802 16 1071)

Program Studi Pendidikan Agama Islam


Fakultas Agama Islam
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Ilahi Rabbi, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sang penguasa hati dan kehidupan hamba-
hamba-Nya. Dengan perkenan dari-Nya-lah kami sanggup menyelesaikan makalah tentang
“Pemikiran dan Pemahaman Tokoh – Tokoh Pendidikan Islam di Indonesia” ini dengan lancar.
Makalah ini disusun selain guna memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam juga untuk memberikan tambahan wawasan kepada pembaca mengenai Tokoh Pendidikan
Islam Di Indonesia. Sehingga menjadi bertambah pula pengetahuan tentang hal tersebut.

Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran agar dapat
membangun sebagai bahan masukannya supaya makalahnya lebih baik. Semoga makalah ini
bermanfaat, dan menambah khazanah keilmuannya kepada kita semua Aamiin.

Bandung, 24 Februari 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................

DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................


B. Rumusan Masalah ...............................................................................
C. Tujuan Penulisan .................................................................................
BAB II PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Membahas tentang pertumbuhan intelektual manusia, tidaklah lepas dari peran penting
pendidikan. Seperti halnya dalam pendidikan islam yang saat ini mulai berkembang pesat
seiring perkembangan zaman. Hal ini ditandai oleh berbagai sekolah yang berlandaskan islami,
bahkan tidak sedikit sekolah-sekolah yang melabelkan almamaternya dengan sebutan tokoh-
tokoh besar islam. Semua itu mereka lakukan atas dasar cinta karena jasa-jasa para tokoh-
tokoh besar islam yang telah berperan penting dalam kemajuan pendidikan islam di tanah air.
Hingga namanya tak lapuk termakan waktu.
Menelisik sedikit tentang khasanah pemikiran pendidikan Islam, kita temukan tokoh-
tokoh besar dengan ide-idenya yang cerdas dan kreatif yang menjadi insirasi sekaligus
kontribusi yang besar bagi dinamika pendidikan Islam di Indonesia. Salah satu peran ulama
sebagai tokoh Islam adalah membawa masyarakat kearah yang lebih baik bagi kehidupannya.
Berbagai lembaga organisasi telah di lahirkan oleh mereka baik dalam bentuk sekolah,
organisasi maupun surau-surau kecil di sudut desa. Semua itu adalah lembaga yang ikut
mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, terdidik dan beradab. Mereka
telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam lewat butiran-butiran
karyanya yang telah banyak ditulis pada lembaran-lembaran kertas atau melalui jalur dakwah
mereka.
Adapun tantangan yang di hadapi pendidikan Islam di masa awal masuknya Islam ke
Indonesia adalah awamnya pengetahuan sekaligus pemahaman pemeluk Islam baru terhadap
pengetahuan agama Islam. Tersebarnya agama Islam ke Nusantara menimbulkan kebutuhan
akan guru-guru, juru dakwah untuk menganjurkan prinsip-prinsip agama baru tersebut. Demi
memenuhi kebutuhan masyarakat Islam itu muncullah pusat-pusat pembelajaran agama Islam,
dalam bentuk pengajaran individual maupun secara kelompok.
Bentuk pendidikan Islam pada masa itu salah satunya adalah padepokan (pesantren ini
berlangsung cukup lama sampai akhirnya timbul tantangan baru yaitu berdirinya sekolah
Belanda. Sekolah Belanda ini dikembangkan oleh pemerintah kolonial untuk menghasilkan
tenaga kantor tingkat rendah, dengan gaji jauh lebih murah. Akhirnya muncul pendidikan
model tradisional yaitu pesantren, sekolah Belanda dan juga madrasah sebagai respon
pembaharuan pendidikan dengan model sekuler Belanda. Modernisasi pendidikan ini terus
berlanjut hingga akhirnya ada sekelompok Muslim yang mendirikan sekolah Islam, suatu
bentuk pendidikan Islam yang sepenuhnya mengadopsi bentuk dan kurikulum sekolah kolonial
Belanda. Munculnya model ini bukan berarti bentuk pendidikan Islam yang lama menjadi
hilang. Yang lama masih tetap ada dan berdampingan dengan bentuk pendidikan Islam yang
baru. Sehingga di kalangan masyarakat muslim ada tiga bentuk lembaga pendidikan Islam
yaitu pesantren, madrasah (kurikulum lebih berat ke pendidikan agama dengan bangku dan
papan tulis) dan sekolah Islam yang ketiganya bertahan sampai sekarang.
Hasil pemikiran dan perjuangan KH. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan yang
kiprah dan perjuangannya begitu sentral, utamanya dalam bidang pendidikan yang telah
mengantarkan arah pendidikan di tanah air pada sebuah pendidikan yang berbasis keislamaan
namun tetap sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.
Sebagai bentuk apresiasi yang begitu besar berkat perjuangan dan pemikiran kedua
tokoh perjuangan ini, penulis akan berusaha sebaik mungkin, namun ringkas dalam mengupas
sepak terjang dan perjuangan kedua tokoh tersebut dalam mewarnai dan menentukan arah dan
tipologi pendidikan di Indonesia yang mencakup tentang biografi beliau, pemikiran dan
kontribusinya bagi pendidikan Islam di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pemikiran dan pemahaman tokoh besar KH Ahmad Dahlan dan KH hasyim
Assyari?
2. Bagaimana revelansi hasil pemikiran tokoh KH Ahmad Dahlan dan KH hasyim Asy’ari
terhadap pendidikan islam yang kekinian?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan pemikiran dan pemahaman tokoh besar KH Ahmad Dahlan dan KH hasyim
Assyari
2. Mengetahui implikasi hasil pemikiran tokoh KH ahmad Dahlan dan KH hasyim Asyari
dalam pendidikan era globalisasi
BAB II
PEMBAHASAN

A. K.H Ahmad Dahlan dan K.H Hasyim Asyari

1. Pemikiran K.H Ahmad Dahlan

Pemikiran K.H Ahmad Dahlan merupakan respon pragmatis terhadap kondisi ekonomi
umat islam yang tidak menguntungkan di Indonesia. Masa di bawah colonial Belanda, umat
islam tertinggal secara ekonomi, sosial, dan politik karena tidak memiliki akses kepada sector –
sector pemerintahan dan perusahaan – perusahaan swasta. Kondisi demikian menjadi perhatian
K.H Ahmad Dahlan dengan berusaha memperbaiki sistem pendidikan islam. Berangkat dari
kondisi ini, maka menurut K.H Ahmad Dahlan, pendidikan islam bertujuan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ‘alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Berarti
bahwa pendidikan islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik
sebagai ‘abd maupun khalifah fi al-ard.

Untuk mencapai proses tujuan ini, proses pendidikan islam hendaknya mengakomodasi
berbagai ilmu, baik umum maupun agama untuk mempertajam daya itelektualitas dan
memperkokoh spiritualitas peserta didik. Menurut K.H Ahmad Dahlan, upaya ini akan terealisasi
manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan yang demikian pada gilirannya
akan mampu menghasilkan alumni “intelektual ulama” yang berkualitas.

Untuk menciptakan sosok peserta didik yang demikian, maka epistemologi islam
hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang
dilaksanakan. Hal ini K.H Ahmad Dahlan merentaskan beberapa pandangan mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya, antara lain :

1. Pendidikan Integralistik
Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita
eksplorasi terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa
berubah sesau dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.
Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-
muridnya Beliau akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui
proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu
menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat
berikutnya. Ada semangat yang musti dikembangkan oleh pendidik Muhammadiyah, yaitu
bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala al-Ma’un sebagaimana dipraktekan K.H.
Ahmad Dahlan . Anehnya, yang diwarisi oleh warga Muhammadiyah adalah teknik
pendidikannya, bukan cita-cita pendidikan, sehingga tidak aneh apabila ada yang tidak mau
menerima inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya,
yang harus kita tangkap dari K.H. Ahmad Dahlan adalah semangat untuk melakukan
perombakan atau etos pembaruan, bukan bentuk atau hasil ijtihadnya.
2. Mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern
Yaitu mengambil beberapa komponen pendidikan yang dipakai oleh lembaga
pendidikan Belanda. Dari ide ini, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan kemudian
dengan gagasan dan prektek pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang
dianggap baru saat itu ke dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah
tradisional. Metode yang ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern
Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H.
Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat
pribumi saat ini
3. Memberi muatan pengajaran islam pada sekolah – sekolah umum modern.
Tujuan pokok organisasi dan pendirian lembaga pendidikan menjadi orientasi
utama K.H. Ahmad Dahlan sehingga berusaha untuk menandingi sekolah pemerintahan
Belanda dengan mengikuti contoh misi Kristen dengan menyebarkan fasilitas dan
mendesakkan pengalaman iman. ] Sekolah Dasar Belada dengan al-Qur’an didirikan dari
keterkesanannya terhadap kerja para misionaris Kristen dan SD Belanda dengan
Alkitabnya.
Dengan contoh metode dan system pendidikan baru yang diberikannya. K.H.
Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan tradisional. Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan demikian diharpakan
lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program pembaharuannya yang bisa
menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu menyampaikan misi-misi
dan melanjutkannya di masa depan. K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras
meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai
instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan
merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga terbentuklah
Aisyiah.
4. Menerapkan Sistem Kooperatif dalam Bidang Pendidikan.
Sikapnya yang akomodatif dan kooperatif memberikan ketentuan mutlak untuk
bertahan hidup di tengah iklim yang sangat tidak ramah terhadap gerakan nasionalis
pribumi dan disaat tidak satupun gerakan yang sebanding dengannya dapat bertahan saat
itu. Sehingga K.H. Ahmad Dahlan dapat masuk lebih dalam pada lingkungan pendidikan
kaum misionaris yang diciptakan oleh pemerintah Belanda, yang saat itu lebih maju
kedepan dari pada sistem penddikan pribumi yang tradisional.

2. Pemikiran K.H Hasyim Asyari

Pemikiran pendidikan K.H Hasyim Asy’ari sangat dipengaruhi dengan keahliannya


dalam bidang hadist, fiqih, dan tasawuf. Pemikiran pendidikannya juga didorong oleh situasi
pendidikan yang terjadi pada saat itu, dari kebiasaan lama yang sudah mapan ke dalam bentuk
modern akibat pengaruh sistem pendidikan Barat yang diterapkan Hindia Belanda di Indonesia.

Didukung dengan K.H Hasyim Asy’ari yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan
pesantren, menuntut ilmu dan berkecimpungan langsung di dalamnya, serta interaksinya saat
menuntut ilmu di pesantren – pesantren Jawa dengan para ulama di Mekah. Atas dasar
pengalamannya, hal ini sangat mempengaruhi pola pikir dalam pendidikan islam.

KH. Hasyim Asyari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan dan belajar
adalah mengamalkan agar ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk
kehidupan akhirat kelak dan merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah.
Membangun niat yang luhur. Yakni, mencari ilmu pengetahuan demi semata-mata meraih
ridho Allah SWT serta bertekad mengamalkannya setelah ilmu diperoleh, mengembangkan
syariat Islam, mencerahkanmata hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Oleh karena itu,
dalam upaya mencari ilmu pegetahuan seorang pelajar tidak sepantasnya menanamkan motivasi
demi mencari kesenangan duniawi seperti pangkat atau jabatan, kekayaan, pengaruh, reputasi
dan lain sebagainya

KH. Hasyim Asy’ari menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam di samping


pemahaman terhadap pengetahuan adalah pembentukan insān Islām kāmil yang penuh
pemahaman secara benar dan sempurna terhadap ajaran-ajaran Islam serta mampu
mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten. Tujuan pendidikan ini akan
mampu direalisasikan jika siswa mampu terlebih dahulu mendekatkan diri pada Allah SWT dan
ketika proses dalam pendidikan berlangsung, dalam diri siswa harus steril dari unsur
materialisme, kekayaan, jabatan dan popularitas.

Dari sini tampak KH. Hasyim Asy’ari mengedepankan nilai-nilai ketuhanan. Dengan
mengedepankan nilai-nilai tersebut, harapannya semua manusia yang dalam melaksanakan dan
ikut dalam proses pendidikan selalu menjadi insan purna yang bertujuan selalu mendekatkan diri
kepada Allah SWT, sehingga mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Di samping itu dalam Islam, tujuan pendidikan Islam yang dikembangkan adalah
mendidik budi pekerti. Oleh karenanya, pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari
pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sesungguhnya dari
proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan
terhadap pendidikan jasmani, akal, dan ilmu pengetahuan (science). Pendidikan Islam
memperhatikan segi pendidikan akhlak seperti memperhatikan segisegi lainnya.

B. Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari terhadap
Pendidikan Islam Kekinian.

Dalam menyikapi isu globalisasi, umat Islam terbagi ke dalam tiga kelompok; yaitu yang
menerima secara mutlak, menolak sama sekali dan pertengahan, yakni yang menyikapi secara
proposional. Perbedaan sikap ini berimplikasi terhadap respon dalam mensikapi model
pendidikan di Nusantara. Pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam menghadapi
globalisasi dunia, melalui pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat,
dengan berbagai metode, cara dan geraknya dapat dicegah pengaruh negatif yang bakal terjadi
dari globalisasi.

Dalam perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang
kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem
pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon sejarah
pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan.

Orientasi yang digagas KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam
kenyataannya ternyata memiliki muatan yang juga tidak berbeda dengan apa yang telah
ditetapkan oleh negara dalam bidang pendidikan. Memang secara umum keduanya
mengutamakan muatan pendidikan yang bersifat ukhrawi. Namun apabila dilihat lebih jauh
bahwa orientasi pendidikan ke arah ukhrawi mempunyai dampak positif dalam mengembangkan
keseimbangan antara kebutuhan jasmaniah dan rohani. Keseimbangan ini akan menjadi dasar
untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna yakni dunia dan akhirat.

Pesatnya arus globalisasi yang ditingarai dengan kemajuan teknologi informatika yang
bisa diakses kapanpun dan oleh siapapun, tawuran pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar,
pornografi, merupakan alasan yang mengharuskan kembalinya peran basis moral dalam
kehidupan, harus difahami sebagai ajakan kembali pada konsep agama. Penyelarasan langkah
antara akal dan hati, antara pemikiran dan ajaran agama. Tentang penyertaan religius dalam
setiap kegiatan belajar mengajar, yang berarti berusaha membuat suasana keagamaan selama
proses pendidikan. Kontribusi ini punya peran besar dalam menumbuhkembangkan moral dan
spiritual siswa. Dengan orientasi ini maka perkembangan pendidikan tidak sekedar pada transfer
pengetahuan dengan pengajaran semata, tetapi lebih dari itu diharapkan mampu membekali
kepribadian yang mantap dan agamis terhadap anak didik.

Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Jika umat Islam
memiliki karakter mulia, Indonesia telah berhasil membangun karakter bangsanya. Sebaliknya,
jika umat Islam Indonesia hanya bangga dalam hal kuantitas tetapi tidak memperhatikan
kualitasnya (terutama karakternya), Indonesia telah gagal membangun karakter bangsanya.69
Konsep character building sudah menjadi kajian tujuan pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan
dan KH. Hasyim Asy’ari untuk mencapai tujuan Insān kāmil sebagai ‘abd dan khalīfah fī al-ard.
Konsep yang telah ada menjadi penting untuk digali dan dikonstruksiasi sebagai dasar dalam
rangka membangun karakter bangsa.

KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam proses pembelajaran pendidikan
Islam meletakkan metode tanya jawab dan diskusi sebagai langkah untuk memunculkan
kekritisan pada siswa sebagai awal untuk menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan
masalah. Selanjutnya KH. Ahmad Dahlan dalam tinjauan eagamaan dengan konsep tarjihnya
dalam menetapkan permasalahan hukum yang ditemukan,71 merupakan metodologi untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Lebih lanjut KH. Hasyim Asy’ari dengan Bahthul Masāil
nya, juga merupakan konsep problem solving dalam menghadapi permasalahan hukum umat
Islam.

Kompleksitas ilmu-ilmu yang berkembang dalam peradaban Islam menunjukkan bahwa


ilmu-ilmu agama hanyalah salah satu bagian saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan.
Kemajuan peradaban Islam berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidang-bidang
keilmuan. Jadi, tatkala bagian-bagian besar ilmu tersebut “dimakruhkan”, terciptalah
kepincangan yang pada gilirannya mendorong terjadinya kemunduran peradaban Islam secara
keseluruhan. Ide integrasi ilmu dan agama menjadi konsep pemikiran pembaruan pendidikan
Islam KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Keduanya mengharapkan agar umat Islam
tidak sekedar mempuni dalam ilmu agama saja tapi juga mempuni dalam ilmu-ilmu umum. Hal
ini nampak dari usaha mereka di samping ilmu-ilmu agama, juga memasukkan materi ilmu-ilmu
profan dalam kurikulum lembaga pendidikan yang mereka kelola.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan
dan KH. Hasyim Asy’ari memberi sumbangan besar bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia.
Terlepas dari faktorfaktor yang menghambat perkembangan madrasah di Indonesia, Husni
Rahim menyimpulkan bahwa madrasah mempunyai peran besar dalam memperkukuh etika dan
moral bangsa, di antaranya: Media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama, pemeliharaan tradisi
keagamaan, membentuk akhlak dan kepribadian, benteng moralitas bangsa dan sebagai lembaga
pendidikan alternatif.72

Dalam kaitannya dengan manajemen pendidikan, bahwa saat ini juga banyak muncul
barbagai inovasi baru dalam pengelolaan lembaga pendidikan,73 seperti manajemen berbasis
sekolah, e-learning, moving class,bahkan muncul kelas-kelas ekselerasi, kelas-kelas
internasional, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar
Nasional (SBI). Bahwa inovasi-inovasi baru ini memang telah menjadi keniscayaan seiring
dengan perkembangan arus informasi dan teknologi.

Dalam kaitannya dengan inovasi pendidikan, maka apa yang telah dilakukan KH. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari pada masanya, dengan melakukan upaya-upaya yang dianggap
janggal untuk saat itu merupakan sebuah inovasi yang brilian. Di saat lembaga lembaga
pendidikan di Indonesia berhaluan sekuler, KH. Ahmad Dahlan membuat lembaga madrasah
yang mengintegrasikan antara ilmu profan dan ilmu agama. Di saat pesantren hanya memakai
metode sorogan dan bandongan, KH. Hasyim Asy’ari memunculkan ide kelas musyawarah dari
majlis halaqah menjadi kelas-kelas sebagaimana kelas gubernemen. Maka apa yang telah
dilakukan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari merupakan sebuah upaya pembaruan
dalam mengantisipasi perkembangan zaman dan situasi pada masa-masa berikutnya
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Tujuan pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memiliki
persamaan, di antaranya adalah sebagai berikut: a). Pendidikan Islam diharapkan mampu
mencetak manusia-manusia (insan) yang memiliki kapasitas keahlian sesuai dengan potensi yang
dimilikinya dan kemampuan untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. b).
Pendidikan Islam diharapkan berorientasi kepada kebutuhan masa depan dengan tidak
meninggalkan nilai-nilai keagamaan atau nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam agar
mendapatkan kebahagian dunia akhirat. c). Pendidikan Islam sebagai upaya penyadaran kembali
bahwa segala sesuatu akan kembali pada sang pencipta.

Persamaan materi pendidikan Islam perspektif KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy’ari adalah sebagai berikut; a). Ilmu agama adalah ilmu yang wajib dipelajari tiap Muslim.
b). Ilmu profan merupakan ilmu yang tidak boleh ditinggalkan, sebagai upaya untuk membekali
diri terhadap perkembangan dan tuntutan zaman. c). Mengintegrasikan aspek nilai-nilai agama
dan pengetahuan umum, iman dan kemajuan teknologi, sehingga dihasilkan sosok generasi
muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya.

Dalam memanajeman lembaga pendidikan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
sama-sama meletakkan ide madrasah dengan sistem klasikal dan sama-sama berkembang pesat
di Jawa. Adapun perbedaan dalam pemikiran manajemen lembaga pendidikan Islam KH. Ahmad
Dahlan dalam mengembangkan lembaga pendidikan Islam di bawah manajeman organisasi
Muhammadiyah di tiap daerah dengan kepemimpinan lembaga berdasarkan pemilihan
organisasi. KH. Hasyim Asy’ari dengan madrasah yang didirikannya dalam lingkungan
pesantren berorientasi pada pengembangan manajemen pesantren yang inovatif sebagai jawaban
bagi tantangan zaman yang dihadapi. Lembaga harus dipimpin oleh orang-orang yang
berkompeten dengan tetap memperhatikan aspek keturunan. Isu-isu pendidikan seperti character
building, problem solving, integrasi keilmuan dan inovasi pendidikan merupakan konsep-konsep
pendidikan yang sudah ditawarkan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari yang mana hal
ini merupakan sebuah upaya pembaruan dalam mengantisipasi perkembangan zaman dan situasi
pada masa-masa berikutnya

B. Saran

Diharapkan di zaman sekarang dan yang akan datang pola – pola pemikiran para tokoh
islam yang telah berperan aktif dalam memajukan pendidikan islam agar diterapkan dan
ditanamkan pada peserta didik sehingga di masa sekarang maupun di masa yang akan datang
para peserta didik dapat menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa dalam memajukan
dan melestarikan pendidikan islam yang baik di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada
Murodi, H. 2010. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang:Karya Toha Putra

Kurniawan, Syamsul. Mahrus, Erwin. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Jogjakarta: Ar
Ruzz Media, 2011.
http://vilope.blogspot.com/2010/06/pusat-pusat-peradaban-islam.html Diakses pada tanggal 23
Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai