Anda di halaman 1dari 39

ILMU PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIKAN ISLAM DALAM LINTAS SEJARAH

Karya Tulis ini disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam

Program Studi Pendidikan Agama Islam

OLEH:

NAMA: LAILA RAHMI HASANAH

NIM: 2120202095

KELAS: PAI 2102C

DOSEN PENGAMPU:

DRS. ABU MANSUR, M,PD.I

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH


PALEMBANG

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Waabarakatuh.

Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunia-Nya pula, penulis dapat membuat tugas makalah Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam
tentang “Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah” yang InsyaAllah makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam,
Bapak Drs. Abu Mansur, M.pd.i yang telah memberikan arahan terkait tugas ini. Tanpa
bimbingan dari beliau, mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan sesuai dengan
format yang telah ditentukan.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap
kedepannya dapat lebih baik dalam membuat suatu karya tulis ini. Dan juga penulis
mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca agar menjadi suatu pelajaran dan dapat
diperbaiki sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahamtullahi Wabarakatuh.

Palembang, Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan Makalah ............................................................................................................ 3
D. Manfaat Makalah .......................................................................................................... 3
BAB II.................................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 4
A. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Rasulullah saw. ............................................. 4
B. Keberadaan Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin ....................................... 7
C. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Bani Ummayah ............................................. 9
D. Keberadaan Pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah ................................................ 11
E. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Turki Utsmani ............................................. 14
F. Sejarah dari Madrasah Nidhamiyah ............................................................................. 16
G. Keberadaan Pendidikan Islam di Nusantara pada Masa Sebelum Indonesia Merdeka .. 20
H. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan ................ 25
I. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde Baru ................................ 27
J. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Reformasi Hingga Saat Ini ................ 28
BAB III .............................................................................................................................. 30
PENUTUP ......................................................................................................................... 30
A. Kesimpulan................................................................................................................. 30
B. Saran........................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat umat manusia
atau peradaban manusia tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada watak masyarakat
itu, seperti: keliaran, keramahtamahan dan solidaritas golongan, tentang revolusi-revolusi dan
pemberontakan pemberontakan oleh segolongan rakyat melawan golongan yang lain yang
berakibat timbulnya kerajaan-kerajaan dan negara negara dengan tingkat yang bermacam-
macam tentang macam-macam kegiatan dan kedudukan orang, baik untuk mencapai
kehidupan maupun dalam bermacam-macam cabang ilmu pengetahuan yang terjadi dalam
masyarakat karena watak masyarakat itu sendiri (Soekarno, 1985:4). Kemudian pengertian
pendidikan islam bisa ditinjau dari sempit dan luas. Pengertian sempit adalah usaha yang
dilakukan untuk mentransfer dan ilmu (knowledge), nilai (value) dan keterampilan (skill)
berdasarkan ajaran islam dari si pendidik kepada si terdidik guna terbentuk pribadi muslim
seutuhnya. Hal ini lebih bersifat proses pembelajaran, di mana ada pendidik, peserta didik,
dan bahan (materi) yang disampaikan ditunjang dengan alat-alat yang digunakan1. Adapun
pendidikan islam dalam arti luas tidak hanya terbatas kepada proses mentransfer tiga ranah di
atas, akan tetapi mencakup berbagai hal yang berkenaan dengan pendidikan islam secara luas
yang mencakup: sejarah, pemikiran, dan lembaga. Dengan demikian ada kajian tentang
sejarah pendidikan islam, pemikiran pendidikan Islam, lembaga-lembaga pendidikan Islam,
dll. Jadi dapat disimpulkan bahwa sejarah pendidikan islam adalah keterangan mengenai
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam dari waktu ke waktu, mulai sejak zaman
lahirnya islam hingga masa sekarang. (Dirjen Bimbaga Islam, 1985:2). 2

Sejarah sangat bermanfaat besar bagi umat manusia karena dengan sejarah lah manusia
belajar serta berupaya untuk menjadi arif dengan melihat dan mengambil i'tibar dari masa
lampau yang telah pernah dialami oleh umat manusia. Oleh karena itulah sebagian dari
kandungan Al-Qur’an membentangkan sejarah perjuangan para rasul sejak Adam as. sampai
Nabi Muhammad saw. Selain dari itu Al-Qur'an juga mengungkapkan sejarah dari bangsa
atau kabilah tertentu, seperti 'Ad dan Tsamud. Oleh karena itu Al-Qur’an mengisyaratkan

1
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah (Cet.III:Jakarta:Kencana, 2016) hal. 1
2
Ibid, hal.3-4

1
kepada umatnya untuk belajar dari sejarah yang tertulis pada surah muhammad ayat 10.
Bertolak dari ayat Al-Qur'an tersebut, maka manfaat dari mempelajari sejarah pendidikan
islam adalah ingin menerapkan hal-hal yang berguna dan menghindarkan yang mendatangkan
mudarat dalam bidang pendidikan islam, serta dapat memperkirakan apa yang akan
dilaksanakan pada masa depan.3

Selain dari aspek menumbuhkan sikap mental, sebagai aspek afektif yakni menumbuhkan
sikap mental yang menjadikan berbagai peristiwa masa lampau itu menjadi ibrah atau i'tibar,
sejarah juga merupakan pengetahuan yang akan mengisi aspek kognitif seseorang. Sejarah
sebagai pengetahuan merupakan khazanah ilmu. Dan berikutnya sejarah juga bisa diamalkan
dipraktekkan yang akan mengisi ranah psikomotor 4. Maka dari itu pada kesempatan ini akan
dijelaskan dari masa ke masa bagaimana keadaan dan keberadaan pendidikan islam pada
masa rasulullah shallallahu alaihi wasallam sampai abad ke 21 ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang ditimbulkan:

1. Bagaimana keberadaan pendidikan pada masa Rasulullah saw.?

2. Bagaimana keberadaan pendidikan pada masa Sahabat atau Khulafaur Rasyidin?

3. Bagaimana keberadaan pendidikan pada masa dinasti Umayyah?

4. Bagaimana keberadaan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah?

5. Bagaimana keberadaan pendidikan pada masa Turki Utsmani?

6. Bagaimana sejarah dari madrasah Nidhamiyah?

7. Bagaimana keberadaan pendidikan Islam di Nusantara pada masa sebelum Indonesia


merdeka?

8. Bagaimana keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada masa awal kemerdekaan?

9. Bagaimana keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru?

10. Bagaimana keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada reformasi hingga saat ini?

3
Ibid, hal.6-7
4
Ibid, hal.8

2
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahu keberadaan pendidikan pada masa Rasulullah saw.

2. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan pada masa Sahabat atau Khulafaur Rasyidin.

3. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan pada masa dinasti Umayyah.

4. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah.

5. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan pada masa Turki Utsmani.

6. Untuk mengetahui sejarah dari madrasah Nidhamiyah.

7. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan Islam di Nusantara pada masa sebelum


Indonesia merdeka.

8. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada masa awal


kemerdekaan.

9. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada masa orde baru.

10. Untuk mengetahui keberadaan pendidikan Islam di Indonesia pada reformasi hingga saat
ini.

D. Manfaat Makalah
1. Bagi penulis, yaitu agar dapat menginformasikan atau menjelaskan tentang Pendidikan
Islam dalam lintas sejarah.

2. Bagi pembaca, yaitu untuk menambah wawasan dan mengetahui tentang Pendidikan Islam
dalam lintas sejarah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Rasulullah saw.


Hasil pendidikan islam periode Rosulullah saw. terlihat dari kemampuan murid-muridnya
(para sahabat) yang luar biasa, misalnya: Umar bin Khattab ahli hukum dan pemerintahan,
Abu Hurairah ahli hadits, Salman al-Farisi ahli perbandingan agama:Majusi, Yahudi, Nasrani
dan Islam; dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan tafsir Al-Qur'an, kemudian murid dari para
sahabat di kemudian hari, tabi-tabi'in, banyak yang asli dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan sains, teknologi, astronomi, filsafat, yang mengantar islam ke pintu gerbang
zaman keemasan. Hanya periode Rasulullah, fase mekkah dan madinah para aktivis
pendidikan dapat menyerap berbagai teori dan prinsip dasar yang berkaitan dengan pola pola
pendidikan dan interaksi sosial yang lazim dilaksanakan dalam setiap manajemen pendidikan
islam. 5

Kondisi sosio-kultural masyarakat Arab pra Islam terutama pada masyarakat Mekah dan
Madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode rasulullah di Mekah dan Madinah.
Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada fase Mekkah lebih sedikit daripada
orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh
watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah
dimasuki ajaran Islam karena saat kondisi masyarakat, khususnya Aus dan Khazraj, sangat
membutuhkan seorang pemimpin, untuk menentukan pertikaian sesama mereka dan sebagai
"pelindung" dari ancaman kaum Yahudi, disamping sifat penduduknya yang lebih ramah
yang dilatarbelakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur 6. Berikut penjelasan
nya:

1. Fase Mekkah
Pola pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. sejalan dengan tahapan-tahapan
dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Berikut tahapannya:
a. Tahap Pendidikan Islam secara rahasia dan perorangan
b. Tahap pendidikan Islam secara terang-terangan
c. Tahap pendidikan Islam untuk umum

5
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Cet.I:Jakarta:Kencana, 2007) hal.29
6
Ibid, hal.30-31

4
Materi pendidikan diajarkan oleh rasulullah sallallahu alaihi wasallam pada tiga tahap di
atas di fase Makkah dapat dibagi kepada dua bagian yaitu:
Pertama, materi pendidikan tauhid materi ini lebih difokuskan untuk memberikan
ajaran agama tauhid yang dibawa nabi ibrahim alaihissalam, yang telah diselesaikan oleh
masyarakat jahiliyah. Secara teori intisari ajaran tauhid terdapat dalam kandungan surah
al-fatihah ayat 1-7 dan surat al ikhlas ayat 1-5. Secara praktis pendidikan tauhid diberikan
melalui cara-cara yang bijaksana, menuntut akan pikiran dengan mengajak umatnya untuk
membaca, memperhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah subhanahu wa
ta'ala dan diri manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan cara bagaimana
mengaplikasikan pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah
langsung menjadi contoh bagi umatnya. Materi kedua yaitu materi pengajaran Al-Qur'an.
Materi ini dapat di rinci kepada: 1)Materi baca tulis Al-Qur’an, 2)Materi menghafal ayat-
ayat Al-Qur’an, 3)Materi pemahaman Al-Qur’an.7
Kemudian, metode pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dalam mendidik
sahabat-sahabatnya antara lain: 1)Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru
diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya;
2)Dialog, misalnya dialog antara Rasulullah dengan Mu’az ibn Jabal Mu’az akan diutus
sebagai kadi ke negeri Yaman, dialog antara Rasulullah dengan para sahabat untuk
mengatur strategi perang. 3)Diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada
Rasulullah tentang suatu hukum, kemudia Rasul menjawab. 4)Metode perumpamaan,
misalnya orang mukmin itu laksana satu tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka
anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya. 5)Metode kisah, misalnya beliau dalam
perjalanan isra’ dan mi’raj dan kisah tentang pertemuan Nabi Musa as. Dengan Nabi
Khidir as.6)Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin shalat berjamaah. 7)
Metode hafalan misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga Al-Qur’an dengan
menghafalnya8.
Selanjutnya, menurut hemat penulis, lembaga pendidikan Islam pada fase Makkah ada
dua macam tempat, yaitu rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Rumah Arqam ibn Arqam
merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah saw. untuk
belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini adalah lembaga pendidikan
pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam. Lalu yang kedua adalah di
Kuttab. Pendidikan di Kuttab tidak sama seperti di rumah Arqam ibn Arqam, dimana

7
Ibid, hal.32-35
8
Ibid, hal.35

5
disini belajar materi baca tulis sastra, syair Arab, dan pembelajaran berhitung namun
setelah datang Islam materinya ditambah dengan materi baca tulis Al-Qur’an dan
memahami hukum-hukum Allah swt. Adapun guru yang mengajar di Kuttab pada era awal
Islam adalah orang-orang non-Islam. 9
2. Fase Madinah
Kedatangan nabi Muhammad Saw. bersama kaum muslimin Mekah, disambut oleh
penduduk Madinah dengan gembira dan penuh rasa persaudaraan. Maka Islam mendapat
lingkungan baru yang bebas dari ancaman para penguasa Quraisy Mekah, lingkungan
yang dakwahnya menyampaikan ajaran Islam dan menjabarkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Wahyu secara beruntun selama periode Madinah, kebijaksanaan nabi
Muhammad dalam mengajarkan al-quran adalah menganjurkan pengikutnya untuk
menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana diajarkan nya. Beliau sering
mengadakan ulangan ulangan dalam pembacaan Al-Qur'an dalam salat, dalam pidato,
dalam pelajaran pelajaran.
Kemudian ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah ke Madinah salah satu program
pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Setelah selesai
pembangunan masjid, maka nabi Muhammad Saw. pindah menempati sebagian
ruangannya yang memang khusus disediakan untuknya. Demikian pula di antara kaum
Muhajirin yang miskin yang tidak mampu membangun tempat tinggal sendiri. Masjid itu
las pusat kegiatan nabi Muhammad Saw. Bersama kaum muslimin, untuk secara bersama
membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan
persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai
urusan, mendirikan salat berjamaah, membacakan Al-Qur'an, maupun membacakan ayat-
ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian Masjid itu merupakan pusat pendidikan dan
pengajaran. Suatu kebijaksanaan yang sangat efektif dalam pembinaan dan pengembangan
masyarakat baru di Madinah adalah disyariatkannya media komunikasi berdasarkan
Wahyu, yaitu salat Jumat yang dilaksanakan secara berjamaah dan adzan. Dengan salat
Jumat tersebut hampir seluruh warga masyarakat berkumpul untuk secara langsung
mendengar khotbah dari nabi Muhammad Saw. dan salat Jumat berjamaah.
Adapun materi yang disampaikan oleh Rasulullah ketika fase Madinah yang lebih
kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan fase Mekkah. di antaranya:

9
Ibid, hal.36-37

6
a. Pendidikan ukhuwah atau persaudaraan antara kaum muslimin. Dalam melaksanakan
pendidikan ukhuwah ini, Nabi Muhammad Saw. Bertitik tolak dari struktur
kekeluargaan yang ada pada masa itu. Untuk mempersatukan keluarga itu Rasulullah
berusaha untuk mengkatnya menjadi satu kesatuan yang terpadu. Mereka
dipersaudarakan karena Allah SWT. bukan karena yang lain lain.
b. Pendidikan kesejahteraan sosial. Terjaminnya kesejahteraan sosial, tergantung pertama-
tama pada terpenuhinya kebutuhan pokok dari pada kehidupan sehari-hari. Untuk itu,
setiap orang harus bekerja mencari nafkah. Untuk mengatasi masalah pekerjaan
tersebut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kepada kaum
Muhajirin yang telah dipersaudarakan dengan kaum anshor, agar mereka bekerja
bersama dengan saudara-saudaranya tersebut. Mereka kaum Muhajirin yang biasa
bertani silahkan mengikuti pertanian, yang biasa pedagang silakan mengikuti saudara
yang berdagang.
c. Pendidikan kesejahteraan keluarga kaum kerabat. Yang dimaksud dengan keluarga
adalah suami, istri, dan anak-anaknya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berusaha
untuk memperbaiki keadaan itu dengan memperkenalkan dan sekaligus menerapkan
sistem kekeluargaan kekerabatan baru, yang berdasarkan taqwa kepada Allah SWT.
d. Pendidikan hankam (pertahanan dan keamanan) dakwah Islam. Masyarakat kaum
muslimin merupakan satu negara di bawah bimbingan Andi Muhammad Saw. Yang
mempunyai kedaulatan. Ini merupakan dasar bagi usaha dakwahnya untuk
menyampaikan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia secara bertahap. Oleh karena
itu setelah masyarakat kaum muslimin di Madinah berdiri dan berdaulat, usaha nabi
Muhammad Saw. berikutnya adalah memperluas pengakuan kedaulatan tersebut
dengan jalan mengajak kabilah-kabilah sekitar Madinah untuk mengakui konstitusi
Madinah. Ajakan tersebut disampaikan dengan baik baik dan bijaksana. 10

B. Keberadaan Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin


1. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan
Misi pendidikan pada masa khulafaur rasyidin sejalan dengan berbagai kondisi dan situasi
yang ada pada masa itu. Setelah wafatnya rasulullah mah kalau mau alaihi wasallam
timbul sejumlah kelompok yang goyah keimanan yang keislamannya, bahkan tidak mau
lagi melaksanakan ajaran agama sebagaimana yang mereka laksanakan pada masa
Rasulullah masih hidup. Dengan pertimbangan ini maka visi pendidikan masih ditekankan

10
Ibid, hal.37-39

7
pada penguatan bidang keagamaan dan praktik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejalan dengan visi tersebut, maka misi pendidikan pada zaman Khulafaur Rasyidin dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Memantapkan dan menguatkan keyakinan dan kepatuhan kepada ajaran Islam yang
dibawa oleh nabi Muhammad Saw. Dengan cara memahami, menghayati dan
mengamalkan nya secara konsisten. Usaha ini diperkuat dengan sikap tegas yang
ditunjukkan oleh abu bakar Ash-Shiddiq yang memerangi orang-orang yang ingkar atau
murtad terhadap ajaran Islam.
b. Menyediakan sarana, prasarana dan fasilitas yang memungkinkan terlaksananya ajaran
agama. Usaha ini dilakukan oleh Khulafaur Rasyidin dengan mengumpulkan Al-Qur'an
yang berserakan (di zaman Khalifah abu bakar), menyalin kembali (di zaman Usman bin
Affan), membentuk lembaga dan pranata sosial, seperti membentuk lembaga yudikatif dan
eksekutif, menertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah (di zaman Umar bin
Khattab), membangun jalan, jembatan, masjid dan memperluas masjid nabi di Madinah
(zaman Khalifah Usman bin Affan).
c. Menumbuhkan semangat cinta tanah air dan bela negara yang memungkinkan Islam
dapat berkembang ke seluruh dunia. Upaya ini dilakukan Al Khulafaur Rasyidin antara
lain dengan memperluas wilayah dakwah Islam.
d. Melahirkan para kader pemimpin umat, pendidik, dan dai yang tangguh dalam
mewujudkan syiar Islam. Upaya ini dilakukan Khulafaur Rasyidin antara lain dengan
menyelenggarakan halaqoh kajian terhadap Al-Qur'an, Al-Hadits, hukum Islam dan fatwa.
Upaya ini pada tahap selanjutnya melahirkan para ulama dari kalangan para tabi'in.
Adapun tujuan pendidikan pada masa itu melahirkan umat yang memiliki komitmen yang
tulus dan kukuh terhadap pelaksanaan ajaran Islam sebagaimana yang diajarkan oleh nabi
Muhammad Saw. 11
2. Kurikulum Pendidikan
Peserta didik di zaman Khulafaur Rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Mekah
dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi
seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya
masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum yakni membentuk sikap mental
keagamaan adalah seluruh umat Islam yang ada di Mekah dan Madinah.

11
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. III:Jakarta:Kencana, 2016)hal. 118-120

8
Kemudian yang menjadi pendidik di zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah
Abdullah Ibnu Umar, abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid ibn
Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian
menjadi ulama dan pendidik. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, Khalifah Umar
bin Khattab merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota
Madinah. Selanjutnya beliau juga mengangkat sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi
guru di daerah. 12
Selanjutnya metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan bentuk
halaqah, yakni guru duduk di sebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para
siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian
menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan
mengulanginya apa yang dikemukakan oleh para guru13.
Pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya terdapat di Mekah
dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai daerah kekuasaan Islam lainnya
seperti Mesir, Syiria dan Bashrah, Kuffah, dan Damsyik. Adapun lembaga lembaga
pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga pendidikan yang digunakan di
zaman Rasulullah seperti masjid, suffah, kuttab, dan rumah 14.

C. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Bani Ummayah


Pada masa dinasti Umayyah Timur, pola pendidikan bersifat desentralistik dan para
intelektual muslim mulai berkembang pada masa ini. Secara umum perkembangan
peradaban pada masa dinasti Umayyah adalah sosialisasi tradisi Arab pada seluruh lapisan
sosial budaya di wilayah-wilayah yang telah dilakukannya. Misi utama Arabisasi ini
secara tidak langsung berdampak pada masyarakat dimana dalam kehidupan sehari-hari
harus berbahasa Arab sebagai identitas bahwa mereka seorang muslim atau minimal
mereka pernah mengenal Islam. Kebijakan Arabisasi ini secara tidak langsung berdampak
atau berakumulasi dari segi kepentingan mereka sendiri. Kebijakan-kebijakan dinasti
Umayyah ini secara umum yaitu:
1. Mengikat orang-orang Arab sebagai orang pertama dalam mengembangkan
kepemimpinan umat Islam di seluruh kawasan yang mereka taklukkan.
2. Bahasa arab sebagai bahasa utama umat baik bagi pengembangan administrasi
pemerintahan maupun keilmuan.

12
Ibid, hal.121-122
13
Ibid, hal.123
14
Ibid,

9
3. Kepentingan orang-orang luar Arab (ajam) dalam memahami sumber-sumber islam
(Al-Qur'an dan Al Sunah) dituntut memahami struktur dan budaya Arab, sehingga telah
melahirkan berbagai ilmu bahasa Arab, nahwu, Sharaf, balaghah, bayan, badi', isti'arah,
dsb.
4. Pengembangan ilmu-ilmu agama sudah mulai dikembangkan, karena penduduk-
penduduk luar Jazirah Arab sangat memerlukan berbagai penjelasan secara sistematis
dan kronologis tentang Islam. Ilmu-ilmu yang berkembang saat itu, di antaranya, tafsir,
hadis, fiqh, Ushul fiqh, ilmu Kalam, dan Sirah/tarikh. 15
Dinasti umayyah menaruh perhatian besar dalam bidang pendidikan dengan
menyediakan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, para seniman,
dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta
mampu melakukan kaderisasi ilmu. Menurut Khambali dalam artikelnya, diantara ilmu
pengetahuan yang berkembang pada masa ini, yaitu: pertama, ilmu agama, seperti; Al-
Qur'an, Hadits, dan Fiqh. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar Ibn
Abdul Aziz, sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat. Kedua, ilmu sejarah
dan geografi, yaitu; segala Ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan
riwayat. Ubaid Ibn Syariah Al-Jurhumi yang berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
Ketiga, ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu; segala ilmu yang mempelajari bahasa,
Sharaf, dll. Keempat, bidang filsafat, yaitu; segala ilmu yang pada umumnya berasal dari
bahasa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu berhubungan
dengan itu, serta ilmu kedokteran.16
Di masa Bani Umayyah terdapat dinamika tersendiri yang menjadi karakteristik
pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam yang berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah
yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar.
Wacana kalau tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana
ini dilatarbelakangi oleh faktor faktor politik. Pola pendidikan pada periode Bani
Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya
masih sama seperti pada masa nabi Muhammad Saw. dan Khulafaur Rasyidin. Pada masa
ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian
benua Eropa, sebagian Afrika, dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan
dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi negara. Jaih Mubarok mengungkapkan bahwa

15
J. Suyuthi Pulungan, Sejarah Pendidikan Islam (Cet.1:Jakarta:Kencana, 2019)hal.101
16
Ibid, hal.102

10
pada masa dinasti Umayyah timur terjadi perkembangan kajian ilmu agama
(penyempurnaan tulisan Al-Qur'an) pada masa Khalifah Abd Al-Malik Ibn Marwan dan
penulisan Hadits pada masa Umar Ibn Abdul Aziz. 17
Menurut Mahmud Yunus, di dalam bukunya ia mengatakan di masa Umayyah
pendidikan Islam semakin berkembang dengan pesat tidak lepas dari perluasan wilayah
negara Islam yang diikuti oleh para ulama dan guru-guru agama yang juga ikut bersama-
sama tentara Islam. Pendidikan yang berkembang bersifat desentralisasi. Lembaga
pendidikan Islam yang tersebar dan terpusat di kota-kota besar di antaranya:
1. Madrasah Mekkah
2. Madrasah Madinah
3. Madrasah Basrah
4. Madrasah Kufah
5. Madrasah Damsyik (Syam)
6. Madrasah Mesir (Mahmud Yunus, 1990:34-38)
Selain lembaga pendidikan Islam yang tersebar dan terpusat di kota-kota besar di masa
dinasti Umayyah di Damaskus, terdapat pula beberapa tokoh pendidikan Islam. Tokoh-
tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai
bidangnya masing-masing, seperti dalam bidang tafsir, Hadits, dan Fiqh, ada juga ulama
ahli bahasa/sastra. Ulama-ulama tabi'in ahli tafsir, yaitu: Muhajid, 'Athak Ibn Abu Rabbah,
'Ikrimah, Sa'id Ibn Jubair, Masruq Ibn Al-Ajda', dan Qatadah18.

D. Keberadaan Pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah


Menurut Rahmawaty, pada masa Abbasiyah pengajaran yang diberikan kepada murid-
murid dilakukan seorang demi seorang dan belum berkelas-kelas seperti sekarang. Jadi
guru harus mengajar muridnya dengan berganti-ganti. Mereka belajar dengan duduk
bersila mengelilingi gurunya atau yang disebut berhalaqah. Cara halaqah ini merupakan
metode mengajar yang dipakai di lembaga pendidikan tingkat tinggi (Rahim Rahmawaty,
2005:73). Sedangkan menurut Hanun Asrohah, metode pengajaran pada masa Daulah
Abbasiyah dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan.
Metode lisan bisa berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Dikte (imla’) adalah metode
untuk menyampaikan pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena pelajar
mempunyai catatan. Metode ini dianggap penting karena pada masa itu, buku-buku cetak

17
Ibid,
18
Ibid, hal.104-106

11
sangat sulit dimiliki. Metode ceramah juga disebut alsama’ sebab dalam metode ini guru
menjelaskan sedangkan siswa mendengarkannya. Metode hafalan dipakai pada masa lalu
juga sangat khas dan merupakan ciri umum pendidikan masa kini. Sedangkan metode
tulisan dianggap sebagai metode yang paling penting dalam proses belajar mengajar pada
masa itu karena merupakan metode pengkopian karya-karya ulama (Hanun Ashrohah,
1999:77).19
Proses pembelajaran untuk pendidikan tingkat tinggi pada masa ini dapat dibidik dari
proses pengajaran pada Madrasah Nizamiyah yang berjalan dengan cara para guru berdiri
di depan kelas menyajikan materi-materi kuliah (ceramah/talqin), sementara para siswa
mendengarkan di atas meja-meja kecil yang disediakan. Kemudian dilanjutkan dengan
diskusi (munaqasyah) antara guru dan para siswa mengenai materi yang disajikan dalam
suasana semangat keilmuan yang tinggi. Disemua lembaga pendidikan tingkat tinggi
teologi yang tersebar, ilmu Hadis dijadikan sebagai landasan kurikulum, dan metode
pengajarannya lebih menekankan pada metode hapalan, catatan harian dan memoranda
belum membudaya, dan hapalan merupakan sumber yang dapat dipercaya, yang
didominasi oleh ahli Hadis dan para penyair. 20
Menurut Hanun Ashrahah dalam bukunya, berbicara mengenai sistem pendidikan Islam
Dinasti Abbasyiyah berdasarkan kriteria materi yang diajarkan pada tempat
penyelenggaraannya menurut George Makdisi terbagi menjadi dua tipe, yaitu; institusi
pendidikan inklusif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan institusi pendidikan
eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum (Hanun Ashrahah, 1997:46). Sistem
pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria hubungan institusi pendidikan dengan negara
yang berbentuk teokrasi, ada dua macam, yaitu; institusi pendidikan Islam formal dan
institusi pendidikan Islam informal (Charles Michael Stanton, 1990:122). Institusi
pendidikan formal adalah lembaga pendidikan yang didirikan oleh negara untuk
mempersiapkan pemuda-pemuda Islam agar menguasai pengetahuan agama dan berperan
dalam agama dan menjadi pegawai pemerintahan. Biaya pendidikannya biasa disubsidi
oleh Negara dan dibantu oleh orang-orang kaya melalui harta wakaf. Pengelolaan
administrasi berada di tangan pemerintah. Sebaliknya pendidikan informal
diselenggarakan secara swadaya oleh masyarakat atau anggota masyarakat, dan
menawarkan mata pelajaran umum termasuk filsafat. Dalam hal ini terdapat sekitar 30.000
masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan peng- ajaran pada tingkat

19
Khairuddin, “Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah”, ITTIHAD, Vol. II, No.1, 2018 hal.103
20
Ibid, hal.104

12
dasar. Perkembangan pendidikan pada masa bani Abbasiyah dibagi dua tahap, yaitu:
Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M) perkembangan secara alamiah
disebut juga sebagai sistem pendidikan khas Arabia. Tahap kedua (abad ke11) kegiatan
pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah di- pengaruhi
unsur non-Arab. 21
Kurikulum pada lembaga pendidikan Islam di masa Abbasiyah pada mulanya berkisar
pada bidang studi tertentu. Namun, seiring perkembangan sosial dan kultural, materi
kurikulum semakin luas. Perkembangan kehidupan intelektual dan kehidupan keagamaan
dalam Islam membawa situasi lain bagi kurikulum pendidikan Islam. Maka diajarkanlah
ilmu-ilmu baru seperti Tafsir, Hadits, Fikih, Tata Bahasa, Sastra, Matematika, Teologi,
Filsafat, Astronomi, dan Kedokteran. Pada masa kejayaan Islam, dalam mata pelajaran
bagi kurikulum sekolah tingkat rendah adalah Al-Qur’an dan agama, membaca, menulis,
dan syair (Hanun Ashrohah, 1997:73). Dalam berbagai kasus ditambahkan nahwu, cerita,
dan berenang. Dalam kasus- kasus lain dikhususkan untuk membaca Al-Qur’an dan
mengajarkan sebagian prinsip-prinsip pokok agama. Sedangkan untuk anak-anak amir dan
penguasa, kurikulum tingkat rendahnya sedikit berbeda yaitu ditegaskan pentingnya
pengajaran khitabah, ilmu sejarah, cerita perang, cara-cara pergaulan, disamping ilmu-
ilmu pokok seperti Al-Qur’an, syair, dan fikih. 22
Kurikulum pendidikan Islam pada masa Daulah Abbasiyah didominasi oleh ilmu-ilmu
agama khususnya Al-Qur’an sebagai fokus pengajarannya. Selain Al- Qur’an, hadits juga
merupakan mata pelajaran yang paling penting karena merupakan sumber agama kedua
setelah Al-Qur’an. Mempelajari Hadits banyak diminati oleh para penuntut ilmu, terbukti
dengan banyaknya kelas-kelas Hadits. Selain Hadits, ilmu Tafsir juga menjadi salah satu
materi kurikulum pendidikan Islam yang sangat penting pada masa itu, meskipun secara
umum para sahabat melarang untuk menafsirkan Al- Qur’an. Ilmu Tafsir menjadi sangat
penting karena sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang
murtad. Sedangkan materi kurikulum yang paling populer dan diminati oleh pelajar yaitu
ilmu Fikih. Mereka tertarik dengan ilmu Fikih karena ingin mendapat jabatan-jabatan di
pengadilan atau melihat besarnya penghasilan ahli-ahli Fikih. Sehingga mereka harus
mendalami ilmu Fikih. Selain ketiga ilmu di atas, ada ilmu Kalam, ilmu Seni Dakwah, dan
Filsafat yang juga merupakan materi kurikulum yang penting. Ilmu-ilmu ter- sebut

21
Ibid, hal.104
22
Ibid, hal.105

13
menjadikan daulah Abbasiyah menjadi terkenal dan mencapai puncak kejayaannya karena
didukung oleh pengu- asa yang cinta akan ilmu pengetahuan23.

E. Keberadaan Pendidikan Islam pada masa Turki Utsmani


Sufisme pada masa ini sangat digemari oleh umat islam, sehingga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Keadaan frustasi yang merata dikalangan umat karena
hancurnya tatanan kehidupan intelektual dan material akibat konflik-konflik internal dan
serangan tentara mongol yang membabi buta, menyebabkan orang kembali kepada Tuhan
dan bersikap fatalistis. Madrasah-madrasah yang berkembang pada waktu itu diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan sufi, kemudian madrasah-madrasah berkembang menjadi
zawiyah-zawiyah untuk mengadakan kegiatan riyadhah, yaitu merintis jalan menuju
Tuhan di bawah bimbingan otoritas guru-guru sufi. Pada masa ini lapangan ilmu
pengetahuan menyempit. Madrasah adalah satu-satunya lembaga pendidikan umum dan di
dalamnya hanya di ajarkan pendidikan agama. Maka bila kemudian ada ‘sarjana-sarjana’
besar tertentu dan pemikir-pemikir orisinil yang muncul dari waktu ke waktu, adalah
istimewa dalam dirinya sendiri dan tidak banyak menimba ilmu mereka dari kurikulum
yang resmi. Kenyataannya bahwa pada abad-abad pertengahan akhir hanya menghasilkan
sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya orisinil24.

Maka pada abad pertengahan, pendidikan islam mengalami kemunduran, dan


masyarakat lebih memperdalam tasawuf akibat kefrustasiannya terhadap kondisi yang ada,
kurikulum pendidikan pada masa ini bukan kurikulum yang resmi, sehingga kalau lahir
seorang sarjana yang dapat mengarang kitab orisinil, merupakan hal yang istimewa karena
pada abad pertengahan ini, tidak memiliki kurikulum yang kongkrit, dan metodenya pada
masa ini lebih pada metode hafalan-hafalan saja. Secara praktis terjadi stagnasi bidang
ilmu dan teknologi. Kemajuan militer usmani tidak diimbangi dengan sains. Ketika pihak
eropa berhasil mengembangkan teknologi persenjataan, kemudian pihak usmani
mengalami kekalahan ketika terjadi kontak senjata dengan eropa, belum lagi terjadinya
konflik internal, diantaranya terjadinya perselisihan ditubuh yenisari serta merosotnya
perekonomian Negara.25

23
Ibid,
24
Mukarom, “Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M”, JURNAL TARBIYA
Volume: 1 No: 1 2015, hal.114
25
Ibid, hal.115

14
Berawal dari adanya reformasi yang dilakukan di zaman modern yaitu pada masa
Sultan Mahmud II yang di ikuti oleh sultan berikutnya yaitu Abdul Majid, di berbagai
bidang termasuk di dalamnya pendidikan, karena pendidikan mempunyai pengaruh yang
cukup besar bagi pengembangan pembaharuan kerajaan Usmani, hal ini dilakukan untuk
mempertahankan daulah Usmaniah. Sultan Mahmud sadar bahwa madrasah tradisional
tidak lagi sesuai dengan tuntunan zaman abad ke 19. Di masa pemerintahannya orang
kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim
mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Kebiasaan ini membuat
bertambah meningkatnya jumlah buta khuruf di kerajaan Usmani. Untuk mengatasi
problem ini, Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah supaya anak sampai usia dewasa
jangan dihalangi untuk masuk madrasah. Reformasi pendidikan sekolah dasar kembali
dilakukan Sultan Mahmud II. Perubahan itu antara lain; mewajibkan kehadiran siswa di
kelas, dibuatnya sistem kelas, membuka sekolah asrama bagi anak-anak yatim, dan
mengawasi kualitas guru. Administrasi sekolah pun mulai dikelola oleh Shaykh al-Islam.

Pembaharuan tersebut kemudian berlanjut, hingga munculnya istilah tanzimat,


bentukan dari kata nidzam, yang berarti mengatur, menyusun, dan memperbaiki Tanzimat
atau reorganisasi kerajaan. Pendidikan dasar pun ikut mengalami perubahan. Sekolah-
sekolah didata dan ditata ulang. Pemerintahan Usmani menegaskan tak boleh sembarang
orang menjadi guru. Mereka yang berhak untuk mengajar di sekolah adalah guru yang
mengantongi surat izin. Sejak saat itu mulai diterapkan sistem tingkatan kelas dan ujian
bagi para siswa. Bidang pendidikan mendapat perhatian yang makin besar seiring dengan
dibentuknya kementerian sekolah umum. Kementerian itu bertugas untuk menerapkan
berbagai kebijakan di sekolah dan mengawasinya. Jenjang pendidikan dasar dibatasi
sampai empat tahun dan setelah itu bisa melanjutkan ke sekolah lanjutan. Pada masa
sultan Mehmed V, bersama parlemennya, mengadakan pembaharuan di berbagai bidang,
seperti administrasi, transportasi, dan pendidikan yang mendapat perhatian khusus,
sehingga pada masa ini, lahir pendidikan dasar dan menengah, hal ini dimaksudkan untuk
mengisi kebutuhan guru26.

Pada zaman pertengahan, kurikulum yang digunakan di sekolah Madrasah tidak


menggunakan kurikulum yang resmi, sehingga pembelajaran di madrasah hanya di titik
beratkan pada pendidikan agama saja. Ketika Sultan Mahmud II berkuasa, Sultan Mahmud

26
Ibid, hal.115-116

15
mengeluarkan maklumat tentang pendidikan dasar, mulai adanya perubahan system
kurikulum, dengan kurikulum baru tersebut dimasukan pelajaran umum. Pada 1864, Turki
Usmani membentuk Komisi Sekolah Dasar Muslim. Kurikulum mulai disusun lebih baik
tahun sekolah dasar mulai diajarkan beberapa pelajaran tambahan seperti; seni menulis
indah (Kaligrafi), kewarganegaraan, geografi, dan aritmatika. Pada pendidikan madrasah
dan pendidikan tinggi juga yaitu Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umum) dan
Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra), ada perubahan kurikulum, yaitu dengan
menambahkan pelajaran umum, antara lain: bahasa Prancis, Ilmu Bumi, ilmu ukur, sejarah
dan ilmu politik disamping Bahasa Arab. Sekolah pengetahuan umum mendidik siswa
menjadi pegawai administrasi, dan sekolah sastra menyiapkan penterjemah-penterjemah
untuk kepentingan pemerintah (Abuddin Nata, dalam Harun Nasution:287).27

Pada sekolah Dar-ul lum-u hikemiye ve Mekteb-I Tibbiye-I Sabane, tidak hanya buku
kedokteran saja yang di ajarkan, tetapi diajarkan pula ilmu Alam, filsafat dan Sebagainya,
karena dengan membaca buku-buku tersebut siswa akan memperoleh ide-ide modern dari
Barat. Pada periode sebelum berkuasanya Sultan Mehmed II, pendidikan di madrasah
ditekankan pada studi agama. Namun, selanjutnya madrasah juga memasukkan bahan
ajaran lainnya selain agama. Maka, kemudian muncul daftar pelajaran seperti ilmu logika,
filsafat, dan matematika mulai diajarkan oleh para guru di berbagai madrasah. Di
madrasah tertentu juga diajarkan ilmu kedokteran dan astronomi. Ini memantik pendirian
rumah sakit dan observatorium.28

Adapun metode pendidikan islam, pada masa awal Turki Usmani, yaitu dengan cara
menghafal matan-matan, seperti menghafal Matan Ajrumiyah, Matan Taqrib, Matan
Alfiyah, Matan Sullan dan lain-lain (Mahmud Yunus, 1992:168). Pada masa pembaharuan
terdapat pula perubahan dalam metode pengajaran, pada masa ini, para siswa di berikan
kebebasan dalam berfikir, dan berdiskusi tentang pengetahuan yang telah ia baca. Dengan
adanya perubahan metode dan kurikulum banyak siswa yang dikirim ke luar Negeri dan
sekembalinya, ia membawa pengaruh yang besar serta adanya ide-ide baru.29

F. Sejarah dari Madrasah Nidhamiyah


1. Madrasah Nizhamiyah Baghdad

27
Ibid, hal.118
28
Ibid,
29
Ibid, hal.119

16
Dari sekian banyak madrasah yang dibangun oleh Nizham al-Mulk, Nizhamiyah Baghdad
adalah yang paling terkenal. Menurut catatan al-Jawzi sebagaimana dikutip Asari,
pembangunan madrasah N izhamiyah dimulai tahun 457/1065, beberapa bangunan istana
tua di pinggir Sungai Tigris diruntuhkan, lalu bahan bangunannya digunakan untuk
madrasah ini. Besar kemungkinan madrasah ini terletak di sebelah timur Tigris. Dua tahun
kemudian madrasah ini secara resmi dibuka. Catatan sejarah mengenai peresmian ini
memberikan kesan kebesaran dan kemeriahannya. Sejumlah besar penduduk. Baghdad
menghadiri acara peresmiannya, meskipun kemudian sebuah insiden mengawali operasi
madrasah Nizhamiyah ini. Abu Ishaq al-Syarazi, serjana yang semula direncanakan
menjadi pemimpin dengan alasan tertentu menolak untuk menduduki jabatan tersebut.
Abu Ishaq kemudian digantikan oleh Ibn al-Shabbagh untuk masa dua puluh hari, sampai
kemudian Abu Ishaq mencabut keputusannya dan mulai mengajar disana (Hasan Asari,
1994:58). 30

Nizhamiyah adalah satu fenomena penting tidak saja dalam sejarah pendidikan Islam,
tetapi juga dalam konteks sejarah peradaban Islam secara umum. Hal ini antara lain adalah
karena: pembangunan jaringan Madrasah Nizhamiyah adalah merupakan bagian signifikan
dari kejayaan peradaban Islam-khususnya Dinasti Saljuk (1034-1194/429-590);

a. Fenomena ini hampir bertepatan dengan alih kekuasaan dari Dinasti Syi’ah Buwaihi
kepada Dinasti Bani Saljuk yang kemudian mengakibatkan terjadinya “Kebangkitan
kembali Sunni”.
b. Sebab sejarah pendidikan Islam menunjukkan bahwa madrasah adalah lembaga
pendidikan Islam par excellence sampai pada periode modern dengan diperkenalkannya
seperti universitas. Oleh karena itu penting rasanya untuk melihat dalam konteks yang
lebih luas dari sekedar konteks pendidikan motif-motif yang melatarbelakangi
pembangunan jaringan Madrasah Nizhamiyah tersebut (Hasan Asari, 1994:50-51).31
Kelengkapan dokumen historis Nizhamiyah ini dapat kita ketahui dalam tulisan Ibn al-
Jawzi dalam kitabnya Al-Muntazham. Dokumen yang dimaksudkan ini berisikan dokumen
wakaf sebagai berikut: Hasan Asari mengambil penjelasan yang ditulis Ibnu Jawzi sendiri
yang menyebutkan: dalam dokumen pendirian Madrasah Nizhamiyah Baghdad, Nizham
al-Mulk memastikan bahwa ia memberi sumbangan wakaf (yang membiayai madrasah

30
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam:perubahan konsep, filsafat dan metodologi dan era Nabi SAW sampai
ulama Nusantara (Jakarta:Kaalam Mulia, 2011) hal.127
31
Ibid, hal.128

17
tersebut) untuk kepentingan para pengikut Syafi’i dalam ushul dan furu’ (Ashlan wa
far’an). Ketentuan yang sama berlaku atas semua kekayaan yang menjadi wakaf madrasah
ini. Kekayaan ini mesti digunakan demi kepentingan pengikut mazhab Syafi’i ashlan wa
far’an. Disyaratkan pula bahwa mudarris (tenaga pengajar Nizhamiyah) mestilah seorang
pengikut Syafi’i dalam ushul dan furu’. Ketentuan ini berlaku pula bagi yang bertugas
memberikan ceramah umum di madrasah dan juga bagi pustakawan. Disyaratkan pula
bahwa madrasah ini mestilah mempunyai muqri’ yang bertugas membaca dan
mengajarkan Al-Qur’an dan seorang ahli nahwu untuk mengajarkan bahasa Arab.
Ditetapkan bahwa masing-masing mereka menerima bagian tertentu sebagai gaji dari hasil
wakaf yang produktif itu (Hasan Asari, 1994:59).32
Berdasarkan dokumen tersebut, Maqdisi membangun tesisnya bahwa Madrasah
Nizhamiyah Baghdad ini tidak pernah mengajarkan ilmu Kalam, bahkan menurutnya,
kebenaran tesisnya itu bukan saja dapat diketahui berdasarkan dokumen itu melainkan
juga dapat diketahui lewat kondisi obyektif pada waktu itu. Penyebutan ilmu fiqh, bukan
ilmu kalam dalam dokumen itu memungkinnya membangun tesis berikutnya. Tesis ini
menyebutkan bahwa kemenangan Asy’ariyah atas Mu’tazilah tidak ada kaitan sama sekali
dengan Madrasah Nizhamiyah33.
Kemudian Nizham al-Mulk selalu berusaha mendapatkan ulama Sunni yang bermazhab
Syafi’i untuk menjadi syeikh atau guru di setiap madrasahnya, bahkan sering terjadi suatu
madrasah sengaja dibangun untuk seorang ulama tertentu dari kalangan Sunni. Abu Ishaq
al-Syarazi ditunjuk sebagai syeikh pada Madrasah Nizhamiyah Baghdad, karena dia
adalah sosok yang tegar, berkepribadian kuat dan bila perlu tidak ragu-ragu menentang
kehendak penguasa. Selanjutnya Al-Ghazali yang menjadi Syeikh pada madrasah
Nizhamiyah di Baghdad dari tahun 484 H sampai 488 H, sangat terkenal sebagai tokoh
yang digelari Hujjatul Islam. Banyak peneliti yang mengaitkan perkembangan keilmuan
Islam sejak abad ke-6 H dengan peran yang dimainkannya, khususnya selama ia menjadi
Syeikh di Madrasah Nizhamiyah 34.
Lembaga pendidikan Madrasah Nizhamiyah Baghdad yang dulu pernah jaya dan
megah tidak ditakdirkan untuk bertahan utuh sampai periode modern. Buku-buku sejarag
bahkan tidak mencatat secara jelas bagaimana hilangnya Madrasah Nizhamiyah Baghdad.
Syalabi (tanpa dukungan referensi) yakin bahwa madrasah ini telah menjadi korban krisis

32
Ibid, hal.128-129
33
Ibid, hal.130
34
Ibid, hal.131

18
politik yang mengakibatkan kemunduran ekonomi pada awal abad ke-9/15. Saat itu
penguasa Baghdad yang terdiri dari bangsa Turkoman terlibat perang besar-besaran di
Syria dan Anatolia menghadapi orang-orang Mesir, Persia dan Turki. Akirnya madrasah
Nizhamiyah yang pernah jaya, sebagaimana tercatat dalam karya-karya sejarah, berakhir
dengan menyedihkan dan misterius, tanpa catatan perpisahan dari para sejarawan 35.
2. Madrasah Nizhamiyah Nishapur
Sebagaimana telah diuraikan di atas, selain Madrasah Nizhamiyah Baghdad, keberadaan
Nizhamiyah Nishapur juga cukup penting, madrasah ini dibangun oleh Nizham al-Mulk.
Untuk tokoh Ulama terkemuka Nishapur adalah Imam al-Haramayn al-Juwaini (wafat 478
H). Imam al-Haramayn atau Abd al-Malik ibn Abd Allah dilahirkan pada tahun 419 H,
Ayahnya Abdullah seorang ulama terkemuka, murid al-Qaffal al-Marwazy dengan tekun
memberikan bimbingan sampai ayahnya ketika anaknya baru berumur 20 tahun. Imam al-
Haramayn langsung diangkat oleh Jama’ah untuk menggantikan kedudukan ayahnya itu,
ia memperdalam ilmunya, terutama dalam bidang ushul al-Din dengan belajar pada Abu
al-Qasim al-Iskafi al-Asfarayiny di Madrasah Baihaqi. Hal ini berlangsung sampai
timbulnya kekacauan antara Syi’ah dengan Sunni yang mengharuskannya meninggalkan
Nishapur mengungsi ke Baghdad dan kemudian menuju ke Hijaz. Perrjalanan ini
dilakukan bersama al-Qusyairi, ialah seorang gurunya yang banyak mempengaruhi
kehidupannya. 36
Sebagai Syeikh Nizhamiyah Nishapur, Imam al-Haramayn menangani kegiatan
mengajar, khutbah, tazkir, dan munazarah, disamping aktif menulis beberapa buku dalam
berbagai bidang. Dari Nizhamiyah yang telah dipimpinnya lahirlah ulama-ulama Sunni
terkemuka seperti al-Gjazali dan Kiya al-Harasy, keduanya mengajar pada Madrasah
Nizhamiyah Baghdad. Imam al-Haramayn adalah tokoh bermazhab Syafi’i dan beraliran
Asy-ariyah, namun ia bukan sekedar taqlid kepada kedua iman tersebut. Ia banyak terlibat
dalam berbagai perdebatan, dimana ia menegakkan keyakinannya dengan dalil-dalil. Di
dalam kitab-kitab yang ia tulis banyak mengemukakakn pemikiran atau argumentasi
sebagai hasil dari kajiannya sendiri, yang kadang-kadang menyimpang dari garis pkok
mazhab yang dianutnya. Kemahiran debatnya jelas tampak mewarnai semua buku yang
ditulisnya, melalui metode dialektik yang selalu digunakannya 37.

35
Ibid, hal.133
36
Ibid, hal. 133-134
37
Ibid,

19
Secara fisik, madrasah ini rerdiri dari tiga bagian inti;sebuah gedung madrasah, sebuah
masjid, sebuah perpustakaan. Dari catatan yang ada, madrasah ini mempunyai beberapa
staff, seorang mudarris (guru besar) yang bertanggung jawab tentang pelaksanaan
pengajaran (Tadris), seorang muqri’ (ahli Al-Qur’an), seorang muhadist (ahli hadits), dan
seorang pustakawan. Mudarris dan Muhadits mengajar dalam gedung madrasah, Muqri’
melakukan tugasnya mengajar al-Qur’an di masjid, sedangkan pustakawan mengurus
perpustakaan juga merangkap sebagai guru bahasa Arab atau bidang-bidang terkait. 38

G. Keberadaan Pendidikan Islam di Nusantara pada Masa Sebelum Indonesia Merdeka


1. Pendidikan Islam pada Masa Penjajahan Belanda
Setelah Belanda makin memperkuat dan memperluas kedudukannya di Nusantara, maka
bangkitlah perlawanan terhadap Belanda. Ada empat perlawanan terhadap Belanda yang
menurut Geertz dilakukan oleh kaum santri yaitu Perang Paderi, Perang Diponegoro,
Perang Banten dan Perang Aceh. Semuanya berlangsung pada abad XIX di saat kesadaran
nasional belum tumbuh, agama Islam melalui semboyannya Hubbul Wathon Minal Iman
(cinta tanah air adalah sebagian dari iman) menjiwai setiap motif perlawanan melalui
Belanda. Setelah Diponegoro kalah dalam perlawanannya, pesantren justru semakin
berkembang dengan pesat. Wibawa ulama sama sekali sebagai pemimpin umat Islam tidak
terganggu oleh kekalahan Diponegoro itu, karena kedudukan ulama dengan basis
pesantren sudah berakar kuat di dalam masyarakat. 39
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 situasi telah berubah. Hal ini terutama
disebabkan perubahan politik pemerintahan Hindia Belanda akibat saham Snouck
Hurgronje menentukan sekali pegaruhnya di tanah jajahan Indonesia. Menurut Suminto
atas jasa Hurgronje kebijaksanaan Belanda terhadap jajahannya Indonesia berdasarkan
asumsi Islam tidak berbahaya sebagai agama, bahkan pada dasarnya bersifat damai tetapi
ia berbahaya secara politik. Kebijaksanaan Belanda ini mempunyai dampak yang luas dan
dalam bagi bangsa Indonesia boleh dikatakan sejak saat itu bangsa Indonesia mulai
mengenal moderinasi walaupun secara terbatas. 40
Zuhri mengatakan bahwa tidak berlebihan jika pesantren dikategorikan sebagai benteng
ketahanan Islam disamping kedudukannya sebagai tempat pengembangan Islam. Pesantren
mengutamakan sikap percaya diri. Namun sebagai anggota masyarakat bahkan yang ikut
memberi corak masyarakat, pesantren dapat menerima modernisasi selama modernisasi

38
Ibid,hal.135
39
Choirun Niswah, Sejarah Pendidikan Islam, (Cet.I:Palembang:IAIN Raden Fatah Press, 2006) hal.251
40
Ibid, hal.152

20
tersebut secara positif mendatangkan manfaat bagi kemajuan umat Islam tanpa
menghilangkan identitas ajaran pokok daripada Islam (Saefuddin Zuhri, 1980:616-617).
Kemudian kedatangan bangsa Eropa ke dunia Islam membawa pengaruh yang sangat
besar terhadap kehidupan bangsa-bangsa Muslim secara politik, ekonomi, budaya dan
agama. Pengaruh yang dimaksud tidak hanya membawa implikasi-implikasi yang negatif
dan merugikan, tetapi juga membawa hal-hal positif berupa menyebarnya gagasan-
gagasan tentang modernisasi atau pembaharuan dalam banyak aspek kehidupan umat
Islam. 41
Pembaharuan atau modernisasi paling awal dari sistem pendidikan Islam di Indonesia,
harus diakui tidak bersumber dari kalangan kaum Muslim sendiri. Sistem pendidikan
modern pertama kali yang pada gilirannya mempengaruhi sistem pendidikan Islam, justru
diperkenalkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Kemudian pendidikan Islam di
Minangkabau mulai tampak mengalami kemunduran pasca Perang Paderi dimana daerah
ini sepenuhnya dikuasi oleh Belanda. Namun demikian, pendidikan Islam yang
berlangsung di surau-surau dan masjid-masjid tetap bertahan meskipun tidak diketahui
secara pasti bagaimana sistem pengajaran yang diterapkan. Yunus menjelaskan bahwa
sistem pendidikan Islam saat itu menggunakan sitem lama yaitu halaqah. Materi
pelajarannya adalah pengetahuan keagamaan praktis, seperti membaca al-Quran (termasuk
huruf Hijaiyah), tata cara ibadah (seperti berwudhu’, sembahyang dsb.) , sifat dua puluh
(akidah dan tauhid) dan akhlak dengan cerita-cerita.42
Pada saat pendidikan Islam mengalami kemunduran, pemerintah Belanda yang semkain
kokoh menancapkan kekuasaannya di Minangkabau mulai gencar memperkenalkan dan
mendirikan sekolah-sekolah sekuler. Program ini dilakukan oleh pemerintah kolonial
Belanda dengan mendirikan volkscholen, sekolah rakyat atau sekolah desa
(nagari/kelurahan). Dengan masa belajar selama 3 tahun, di beberapa tempat di Indonesia
sejak dasawarsa 1840-an. Sekolah-sekolah tersebut berhasil menyedot sejumlah murid
yang tertarik untuk belajar demi memperoleh atribut-atribut kemodernan, kepentingan
ekonomi dan status sosial. Kemudian pada tahun 1871 terdapat 263 sekolah dasar
semacam itu dengan siswa belajar sekitar 16.606 siswa dan menjelang tahun 1892
meningkat menjadi 515 sekolah dengan sekotar 52.685 siswa (Elizabeth Graves, 1981:78).
Tetapi sekolah nagari ini pada perkembangan awalnya cukup mengecewakan dimana
tingkat drop out yang sangat tinggi dan mutu pengajarannya yang amat rendah. Point

41
Ibid, hal.253
42
Ibid, hal.255-256

21
penting dari eksperimen pemerintahan Hindia Belanda dengan sekolah desa/nagari, sejauh
kaitanannya dengan sistem kelembagaan pendidikan Islam, adalah transformasi sebagian
43
surau di Minagkanau menjadi sekolah nagari model Belanda.
Jadi, dunia pendidikan Islam di Indonesia terpecah menjadi dua golongan, yaitu
pendidikan yang diberikan oleh sekolah barat yang sekuler yang tidak mengenal ajatan
agama, lalu yang kedua Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya
mengenal agama saja. Dengan terpecahnya dunia pendidikan menjadi dua corak yang
sangat berbeda, tentunya tidak akan mendatangkan keuntungan bagi perkembangan
masyarakat Indonesia bagi masa yang akan datang, bahkan akan merugikan masyarakat
muslim sendiri. Di satu sisi dipandang perlu untuk mengetahui perkembangan dunia luar
teknologi, di satu sisi lain juga diperlukan adanya pemahaman keagamaan yang telah
44
ditanamkan jauh hari sebelum Belanda datang dengan pendidikan pesantren.
Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ualama-ulama yang pada waktu
itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi sesuai
dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan pendidikan
secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur. Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha dengan pembaruan di bidang sosial dan kebudayaan berdasarkan tradisi Islam Al-
Qur’an dan Hadits yang dibangkitkan kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu barat
(Chadijah, 1999:78). Hal ini merupakan jalan untuk maju dan berpartisipasi di madrasah-
madrasah Islam dengan terus mengadakan pembaruan, dengan memasukkan ilmu-ilmu
pengetahuan Barat ke dalam kurikulum. Dengan memasukkan jiwa penggerak untuk maju
ke dalam kurikulum, maka muncullah tokoh-tokoh pembaruan di Indonesia yang
mendirikan sekolah Islam dimana-mana. Akhiranya muncullah madrasah-madrasah
berkelas sejak tahun 1909 yang dipelopori oleh para pembaruan di Indonesia. Adapun
madrasah-madrasah tersebut ialah:
a. Madrasah Adabiyah School;
b. Madrasah Diniyyah School;
c. Madrasah Muhammadiyah;
d. Sumatera Thawalib;
e. Madrasah Salafiyah;dll
Dari berbagai uraian di atas juga dapat digarisbawahi bahwa terjadinya perubahan secara
dan corak tradisionalisme semenjak dikeluarkannya peraturan oleh Belanda setelah

43
Ibid, hal.257-258
44
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam (Cet.I:Jakarta:Kencana, 2007) hal.298-299

22
muncul gerakan nasionalisme islamisme pada tahun 1928 M, dengan gerakan sumpah
pemuda yang telah membakar semangat para pembaru di Indonesia untuk terus keluar para
penjajah. Dari tahun berdirinya madrasah madrasah tersebut dapat disimpulkan bahwa
sistem madrasah baru dikenal pada permulaan abad ke-20. Sistem ini membawa
pembaruan antara lain:
a. Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau sorogan menjadi klasikal
b. Pengajaran pengetahuan umum disamping pengetahuan agama dan bahasa Arab.
2. Pendidikan Islam pada Masa Pendudukan Jepang
Dengan berbagai macam jenis sekolah rendah yang duhulunya diselenggarakan pada
zaman Belanda, dihapuskan sama sekali, habislah riwayat susunan pengajaran Belanda
yang dualistis itu, yang membedakan dua jenis pengajaran, yakni pengajaran Barat dan
pengajaran Bumi Putera. Hanya satu jenis sekolah rendah yang diadakan bagi semua
lapisan masyarakat, yaitu Sekolah Rakyat 6 tahun, yang ketika itu populer dengan nama
“Kokumin Gakko”. Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi
Sekolah Pertama dan jenjang Pengajarpun menjadi:
a. Sekolah Rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama)
b. Sekolah Menengah 3 tahun
c. Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun (SMA-nya pada zaman Jepang) 45
Sikap Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak
pendidikan Islam lebih bebas ketimbang pada zaman kolonial Belanda dulu. Masalahnya,
Jepang tidak begitu menghiraukan kepentingan agama, yang penting bagi mereka adalah
demi keperluan memenangkan perang, dan kalau perlu para pemuka agama lebih
diberikan keleluasaan dalam mengembangkan pendidikannya. Belanda dengan pemerintah
kolonial Belanda, disamping bertindak sebagai kaum penjajah, tetapi ada misi lain yang
tak kalah pentingnya yang mereka emban yaitu misi Kristenisasi, dan untuk itu tentu saja
agama Islam yang menjadi mayoritas pendidik pribumi sekaligus penentang pertama
kehadirannya harus ditekan dengan berbagai cara, dan kalau perlu dilenyapkan sama
sekali. 46
Pada masa awal, pemerintah Jepang menampakkan seakan-akan membela kepentingan
Islam, yang merupakan siasat untuk kepentingan perang dunia II, untuk mendekati umat
Islam mereka menempuh beberapa kebijaksanaan sebagaimana telah diuraikan di atas.

45
Choirun Niswah, Sejarah Pendidikan Islam, (Cet.I:Palembang:IAIN Raden Fatah Press, 2006) hal.267
46
Ibid,

23
Ari H. Gunawan mencatat beberapa keuntungan keuntungan didapat pada zaman
pendudukan Jepang dalam bidang pendidikan yaitu:
a. Bahasa Indonesia hidup dan berkembang secara luas di seluruh Indonesia, baik sebagai
bahasa pergaulan, pengantar maupun sebagai bahasa ilmiah. Istilah-istilah baru diciptakan
dan diadopsi dari berbagai bahasa yang mantap untuk berbagai keperluan, termasuk
ejaannya.
b. Buku-buku dalam bahasa asing yang diperlukan diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, dengan mengabaikan hak cipta internasional karena dalam suasana perang.
Bahasa asing yang dibenarkan dipergunakan di Indonesia hanyalah bahasa Jepang.
c. Kreativitas guru-guru berkembang dalam memenuhi kekurangan buku pelajaran dengan
menyadur atau mengarang sendiri.
d. Seni beladiri dan latihan perang-perangan sebagai kegiatan kurikuler di sekolah telah
membangkitkan keberanian pada para pemuda yang ternyata sangat berguna dalam perang
kemerdekaan yang terjadi kemudian.
e. Diskriminasi menurut golongan penduduk, keturunan dan agama ditiadakan, sehingga
semua lapisan masyarakat mendapat kesempatan yang sama dalam bidang pendidikan
f. Sekolah-sekolah diseragamkan dan sekolah-sekolah swasta dinegerikan serta
berkembang di bawah pengaturan kantor pengajaran "Bunkyo Kyoku".
g. Karena pengaruh indoktrinasi yang ketat untuk menjepangkan rakyat Indonesia, justru
perasaan rindu kepada kebudayaan sendiri dan kemerdekaan nasional berkembang dan
bergejolak secara luar biasa.
h. Bangsa Indonesia dididik dan dilatih untuk memegang jabatan walaupun di bawah
pengawasan orang-orang Jepang. 47
Sementara itu di bidang madrasah, pada masa pendudukan Jepang khususnya pada
masa awalnya dibangun dengan gencar gencarnya, mumpung ada angin segar yang
diberikan Jepang. Kesempatan itu tidak disia-siakan begitu saja oleh umat Islam Indonesia
untuk memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, hal ini dilihat di Sumatera yang terkenal
dengan Madrasah Awaliyahnya, yang diilhami oleh majelis Islam tinggi. Hampir di
seluruh pelosok pedesaan terdapat Madrasah Aliyah yang dikunjungi banyak anak laki-
laki maupun perempuan. Madrasah awaliyah tersebut diadakan pada sore hari lebih kurang
satu setengah jam lamanya. Materi yang diajarkan ialah belajar membaca Al-Qur'an,

47
Ibid, hal.267-269

24
ibadah, akhlak dan keimanan sebagai latihan pelajaran agama yang dilakukan di sekolah
rakyat pada pagi hari. 48
Oleh karena itu meskipun dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-
muridnya sekolah setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris berbaris, kerja bakti,
bernyanyi, dsb. Yang agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang berada di dalam
lingkungan pondok pesantren, yang bekas dari pengawasan langsung pemerintah
pendudukan Jepang. pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan dengan
agak wajar.49

H. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa Awal Kemerdekaan


Keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama atau pada masa awal kemerdekaan dapat
dikatakan bahwa keadaan pendidikan Islam belum mendapatkan perhatian yang sungguh-
sungguh dari pemerintah. Adanya perlawanan ideologis politis dari sebagian elit Islam
sebagaimana tersebut (konflik antara majelis musyawarah muslim Indonesia (Masyumi)
dengan partai Nasional Indonesia (PNI) dimana PNI ingin membubarkan organisasi Islam
ini karena Masyumi ingin menggantikan ideologi dengan ideologi yang didasarkan atas
ajaran Islam, maka terjadi konflik ideologis yang berkepanjangan yang terkadang harus
diselesaikan dengan penumpasan atau perang lokal) telah menimbulkan kecurigaan dan
rasa tidak suka dari pemerintah terhadap umat Islam. Perang dingin yang terjadi antara
elite Islam dengan pemerintah menyebabkan pemerintah bersikap setengah hati terhadap
50
nasib pendidikan Islam.

Namun demikian adanya sebagian elite muslim yang berpandangan progresif, modern,
dan nasionalis, terutama kaum muslim yang telah tersentuh oleh pendidikan dan
pengalaman dunia modern, misalnya tokoh dan intelektual Muslim yang mendapatkan
pendidikan dari negara maju telah mampu melakukan komunikasi yang baik dengan
pemerintah. Dengan duduknya elite muslim yang progresif dan sejalan dengan visi misi
dan tujuan pemerintah menyebabkan ada pula usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
orde lama (awal kemerdekaan) terhadap kepentingan pendidikan Islam, sebagaimana
berikut:

1. Dengan mendirikan departemen Agama. Pembinaan pendidikan agama setelah


kemerdekaan Indonesia dilakukan secara formal institusional. Urusan keagamaan dan

48
Ibid, hal.269-270
49
Ibid,
50
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. III:Jakarta:Kencana, 2016)hal. 318

25
pendidikan agama yang sebelum kemerdekaan ditangani oleh kantor agama yang pada
masa penjajahan Belanda bernama resmi Kantor voor Inlandshe Zaken, dan pada masa
penjajahan Jepang bernama "Shamuka". Kementerian Agama ini juga mengurusi bidang
pendidikan yang berhubungan dengan agama. Namun di samping itu pemerintah juga
mendirikan kementerian Pendidikan dan kebudayaan, sehingga menimbulkan pengelolaan
pendidikan yang dikotomis yang selanjutnya berdampak buruk terhadap nasib pendidikan
agama, itu berupa adanya perlakuan yang diskriminatif dari pemerintah terhadap
pemberian anggaran pendidikan agama, SDM, dan sarana prasarana. Keadaan yang
diskriminatif sebagai akibat dari kebijakan yang dikotomis ini belum sepenuhnya dapat
diatasi sampai saat ini.

2. Dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa peraturan dan perundang-undangan


yang ada hubungannya dengan pendidikan agama. Dalam hal ini, pemerintah Orde Lama
mengeluarkan Undang-undang No. 12 Tahun 1950 yang didalamnya mengatur pendidikan
agama di sekolah negeri baik yang ada di kementerian Agama, maupun kementerian
Pendidikan dan kebudayaan.

3. Memberikan perhatian terhadap pertumbuhan dan perkembangan lembaga pendidikan


Islam, seperti madrasah dan pesantren. Dalam rangka merumuskan kebijakan pendidikan
yang dibentuk pada akhir tahun 1945, dalam laporannya mengenai bentuk pendidikan
Islam yang lama dan baru, dinyatakan bahwa madrasah dan pesantren yang pada
hakikatnya nya adalah 1 karat sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang
sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat
perhatian dan bantuan material dari pemerintah. Selanjutnya karena madrasah dan
pesantren memberikan pendidikan agama, maka madrasah dan pesantren diserahkan
pembinaan dan pengembangan nya kepada departemen Agama. Berkaitan dengan tugas
dan tanggung jawab ini, maka departemen Agama menetapkan beberapa kebijakan sebagai
berikut:

a. Memberi pelajaran agama di sekolah negeri dan partikulir

b. Memberi pengetahuan umum di madrasah

c. Mendirikan sekolah pendidikan guru agama (PGA) dan pendidikan hakim Islam negeri
(PHIN). Kebijakan departemen Agama ini dimanfaatkan oleh masyarakat muslim
Indonesia untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan Islam.

26
4. Dengan memberikan bantuan fasilitas dan sumbangan material kepada lembaga-
lembaga pendidikan Islam, seperti mengangkat guru agama, membantu biaya
pembangunan madrasah, bantuan buku-buku pelajaran, me-negeri-kan madrasah, dll,
walaupun jumlahnya masih sangat terbatas sesuai dengan kemampuan ekonomi pada
waktu itu.51

I. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde Baru


Orde baru adalah masa pemerintahan di Indonesia sejak 11 Maret 1966 hingga terjadinya
peralihan kepresidenan, dari presiden Seoharto ke presiden Habibi pada 21 Mei 1998.
Orde baru memberikan corak baru bagi kebijakan pendidikan agama Islam, karena
beralihnya pengaruh komunisme kearah pemurnian pancasila melalui rencana
pembangunan Nasional berkelanjutan. Terjadi kebijakan yang tadinya pelajaran agama
berhak tidak ikut menjadi wajib ikut pelajaran agama mulai dari sekolah dasar sampai ke
perguruan tinggi. 52 Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam
konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua
dekade terakhir 1980-an sampai 1990-an53.

Pada awal-awal pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat


melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum
dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga
pendidikan bersifat otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Pada masa ini
dilakukan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum dan madrasah. Upaya
dalam pengaturan dan pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan dengan menyusun
kurikulum sesuai dengan konsensus yang ditetapkan. Jenis-jenis pendidikan pada masa
orde baru adalah sebagai berikut, yaitu Pesantren klasik, Madrasah Diniyah, Madrasah-
madrasah swasta, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), MIN 6 tahun dengan penambahan
kursus 2 tahun, pendidikan teologi agama tertinggi, pada tingkat universitas/perguruan
tinggi sejak tahun 1960 pada IAIN.54

51
Ibid , hal. 318-322
52
Sofyan Rofi, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Deepublish, 2016), hlm. 43
53
Ibid, hal.46
54
Ibid, hal.50

27
J. Keberadaan Pendidikan Islam di Indonesia pada Reformasi Hingga Saat Ini
Secara harfiah, reformasi adalah membentuk atau menata kembali. Adapun dalam artian
yang lazim digunakan di Indonesia, era Reformasi adalah masa pemerintahan yang
dimulai setelah jatuhnya pemerintahan orde baru pada tahun 1998, oleh sebuah gerakan
massa yang sudah tidak terbendung lagi. Dari sejak tahun itu hingga sekarang disebut
sebagai era reformasi55.

Sejalan dengan beberapa kebijakan di era Reformasi, telah menimbulkan keadaan


pendidikan Islam yang secara umum keadaannya menjadi jauh lebih baik dari keadaan
pendidikan pada masa orde baru. Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai
berikut:

1. kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional.
2. kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam.
3. program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak Indonesia wajib
memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni
SMP dan Tsanawiyah.
4. penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan
yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan
internasional.
5. kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun
swasta, baik guru umum maupun guru agama.
6. pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP/tahun 2006).
7. pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru melalui
kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid melalui kegiatan learning dan
research.
8. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan
memuaskan kepada para pelanggan sebagaimana yang terdapat pada konsep Total
Quality Management (TQM).
9. Kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah umum yang
berciri khas keagamaan.

55
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Cet. III:Jakarta:Kencana, 2016)hal. 347

28
Berbagai kebijakan pemerintahan diera Reformasi dalam bidang pendidikan tersebut
berlaku bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementrian Pendidikan
Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan perguruan tinggi agama yang
bernaung dibawah Kementrian Agama. Dengan demikian kesan dikotomis antara
pendidikan agama dan pendidikan umum, dan kesan perlakuan diskriminasi pemerintah
terhadap pendidikan agama sudah tidak tampak lagi. pemerintahan era reformasi telah
mengintegrasikan pendidikan agama kedalam sistem pendidikan nasional, baik dari segi
hukum dan perundang-undangan, anggaran, sumber daya manusia, dan lain sebagainya.
Upaya integrasi dalam rangka menghilangkan kesan dikotomis dan diskriminatif tersebut
sudah tidak tampak lagi di Indonesia.

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pendidikan Islam Pada Masa Rasulullah saw.
Hasil pendidikan islam periode Rosulullah saw. terlihat dari kemampuan murid-muridnya
(para sahabat) yang luar biasa, misalnya: Umar bin Khattab ahli hukum dan pemerintahan,
Abu Hurairah ahli hadits, Salman al-Farisi ahli perbandingan agama:Majusi, Yahudi,
Nasrani dan Islam; dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan tafsir Al-Qur'an, kemudian
murid dari para sahabat di kemudian hari, tabi-tabi'in, banyak yang asli dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan sains, teknologi, astronomi, filsafat, yang mengantar islam ke
pintu gerbang zaman keemasan. Hanya periode Rasulullah, fase mekkah dan madinah para
aktivis pendidikan dapat menyerap berbagai teori dan prinsip dasar yang berkaitan dengan
pola pola pendidikan dan interaksi sosial yang lazim dilaksanakan dalam setiap
manajemen pendidikan islam. Kondisi sosio-kultural masyarakat Arab pra Islam terutama
pada masyarakat Mekah dan Madinah sangat mempengaruhi pola pendidikan periode
rasulullah di Mekah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada
fase Mekkah lebih sedikit daripada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal
tersebut di antaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan
masyarakat Madinah lebih mudah dimasuki ajaran Islam karena saat kondisi masyarakat,
khususnya Aus dan Khazraj, sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk menentukan
pertikaian sesama mereka dan sebagai "pelindung" dari ancaman kaum Yahudi, disamping
sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilatarbelakangi kondisi geografis yang lebih
nyaman dan subur.
2. Pendidikan Islam pada Masa Khulafaur Rasyidin
Peserta didik di zaman Khulafaur Rasyidin terdiri dari masyarakat yang tinggal di Mekah
dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian keagamaan hingga menjadi
seorang yang mahir, alim, dan mendalam penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya
masih terbatas. Sasaran pendidikan dalam arti umum yakni membentuk sikap mental
keagamaan adalah seluruh umat Islam yang ada di Mekah dan Madinah. Kemudian yang
menjadi pendidik di zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah Abdullah Ibnu Umar,
abu Hurairah, Ibn Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik, Zaid ibn Tsabit, Abu Dzar al-
Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para siswa yang kemudian menjadi ulama dan

30
pendidik. Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, Khalifah Umar bin Khattab
merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di kota Madinah.
Selanjutnya beliau juga mengangkat sahabat-sahabat untuk bertugas menjadi guru di
daerah. Selanjutnya metode yang mereka gunakan dalam mengajar antara lain dengan
bentuk halaqah, yakni guru duduk di sebagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh
para siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian
menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan
mengulanginya apa yang dikemukakan oleh para guru.
3. Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah
Dinasti umayyah menaruh perhatian besar dalam bidang pendidikan dengan menyediakan
sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuwan, para seniman, dan para ulama
mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan
kaderisasi ilmu. Menurut Khambali dalam artikelnya, diantara ilmu pengetahuan yang
berkembang pada masa ini, yaitu: pertama, ilmu agama, seperti; Al-Qur'an, Hadits, dan
Fiqh. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz, sejak
saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat. Kedua, ilmu sejarah dan geografi, yaitu;
segala Ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid Ibn
Syariah Al-Jurhumi yang berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah. Ketiga, ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu; segala ilmu yang mempelajari bahasa, Sharaf, dll.
Keempat, bidang filsafat, yaitu; segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bahasa
asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu berhubungan dengan
itu, serta ilmu kedokteran.
4. Pendidikan Islam pada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah pengajaran yang diberikan kepada murid- murid dilakukan seorang
demi seorang dan belum berkelas-kelas seperti sekarang. Jadi guru harus mengajar
muridnya dengan berganti-ganti. Mereka belajar dengan duduk bersila mengelilingi
gurunya atau yang disebut berhalaqah. Cara halaqah ini merupakan metode mengajar yang
dipakai di lembaga pendidikan tingkat tinggi (Rahim Rahmawaty, 2005:73). Sedangkan
menurut Hanun Asrohah, metode pengajaran pada masa Daulah Abbasiyah dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu lisan, hafalan, dan tulisan. Metode lisan bisa
berupa dikte, ceramah, qira’ah, dan diskusi. Kurikulum pendidikan Islam pada masa
Daulah Abbasiyah didominasi oleh ilmu-ilmu agama khususnya Al-Qur’an sebagai fokus
pengajarannya. Selain Al- Qur’an, hadits juga merupakan mata pelajaran yang paling
penting karena merupakan sumber agama kedua setelah Al-Qur’an. Mempelajari Hadits

31
banyak diminati oleh para penuntut ilmu, terbukti dengan banyaknya kelas-kelas Hadits.
Selain Hadits, ilmu Tafsir juga menjadi salah satu materi kurikulum pendidikan Islam
yang sangat penting pada masa itu, meskipun secara umum para sahabat melarang untuk
menafsirkan Al- Qur’an. Ilmu Tafsir menjadi sangat penting karena sangat diperlukan
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan orang-orang murtad. Sedangkan materi kurikulum
yang paling populer dan diminati oleh pelajar yaitu ilmu Fikih. Mereka tertarik dengan
ilmu Fikih karena ingin mendapat jabatan-jabatan di pengadilan atau melihat besarnya
penghasilan ahli-ahli Fikih. Sehingga mereka harus mendalami ilmu Fikih. Selain ketiga
ilmu di atas, ada ilmu Kalam, ilmu Seni Dakwah, dan Filsafat yang juga merupakan materi
kurikulum yang penting.
5. Pendidikan Islam pada Masa Turki Utsmani
Sufisme pada masa ini sangat digemari oleh umat islam, sehingga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Keadaan frustasi yang merata dikalangan umat karena
hancurnya tatanan kehidupan intelektual dan material akibat konflik-konflik internal dan
serangan tentara mongol yang membabi buta, menyebabkan orang kembali kepada Tuhan
dan bersikap fatalistis. Madrasah-madrasah yang berkembang pada waktu itu diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan sufi, kemudian madrasah-madrasah berkembang menjadi
zawiyah-zawiyah untuk mengadakan kegiatan riyadhah, yaitu merintis jalan menuju
Tuhan di bawah bimbingan otoritas guru-guru sufi. Pada masa ini lapangan ilmu
pengetahuan menyempit. Madrasah adalah satu-satunya lembaga pendidikan umum dan di
dalamnya hanya di ajarkan pendidikan agama. Maka bila kemudian ada ‘sarjana-sarjana’
besar tertentu dan pemikir-pemikir orisinil yang muncul dari waktu ke waktu, adalah
istimewa dalam dirinya sendiri dan tidak banyak menimba ilmu mereka dari kurikulum
yang resmi. Kenyataannya bahwa pada abad-abad pertengahan akhir hanya menghasilkan
sejumlah besar karya-karya komentar dan bukan karya-karya orisinil. Berawal dari adanya
reformasi yang dilakukan di zaman modern yaitu pada masa Sultan Mahmud II yang di
ikuti oleh sultan berikutnya yaitu Abdul Majid, di berbagai bidang termasuk di dalamnya
pendidikan, karena pendidikan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi
pengembangan pembaharuan kerajaan Usmani, hal ini dilakukan untuk mempertahankan
daulah Usmaniah. Sultan Mahmud sadar bahwa madrasah tradisional tidak lagi sesuai
dengan tuntunan zaman abad ke 19. Di masa pemerintahannya orang kurang giat
memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka
belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Kebiasaan ini membuat
bertambah meningkatnya jumlah buta khuruf di kerajaan Usmani. Untuk mengatasi

32
problem ini, Sultan Mahmud II mengeluarkan perintah supaya anak sampai usia dewasa
jangan dihalangi untuk masuk madrasah. Reformasi pendidikan sekolah dasar kembali
dilakukan Sultan Mahmud II. Perubahan itu antara lain; mewajibkan kehadiran siswa di
kelas, dibuatnya sistem kelas, membuka sekolah asrama bagi anak-anak yatim, dan
mengawasi kualitas guru.
6. Sejarah Madrasah Nidhamiyah
Dari sekian banyak madrasah yang dibangun oleh Nizham al-Mulk, Nizhamiyah Baghdad
adalah yang paling terkenal. Menurut catatan al-Jawzi sebagaimana dikutip Asari,
pembangunan madrasah N izhamiyah dimulai tahun 457/1065, beberapa bangunan istana
tua di pinggir Sungai Tigris diruntuhkan, lalu bahan bangunannya digunakan untuk
madrasah ini. Besar kemungkinan madrasah ini terletak di sebelah timur Tigris. Dua tahun
kemudian madrasah ini secara resmi dibuka. Kemudian Nizham al-Mulk selalu berusaha
mendapatkan ulama Sunni yang bermazhab Syafi’i untuk menjadi syeikh atau guru di
setiap madrasahnya, bahkan sering terjadi suatu madrasah sengaja dibangun untuk seorang
ulama tertentu dari kalangan Sunni. Abu Ishaq al-Syarazi ditunjuk sebagai syeikh pada
Madrasah Nizhamiyah Baghdad, karena dia adalah sosok yang tegar, berkepribadian kuat
dan bila perlu tidak ragu-ragu menentang kehendak penguasa. Selanjutnya Al-Ghazali
yang menjadi Syeikh pada madrasah Nizhamiyah di Baghdad dari tahun 484 H sampai
488 H, sangat terkenal sebagai tokoh yang digelari Hujjatul Islam. keberadaan
Nizhamiyah Nishapur juga cukup penting, madrasah ini dibangun oleh Nizham al-Mulk.
Untuk tokoh Ulama terkemuka Nishapur adalah Imam al-Haramayn al-Juwaini (wafat 478
H). Imam al-Haramayn atau Abd al-Malik ibn Abd Allah dilahirkan pada tahun 419 H,
Ayahnya Abdullah seorang ulama terkemuka, murid al-Qaffal al-Marwazy dengan tekun
memberikan bimbingan sampai ayahnya ketika anaknya baru berumur 20 tahun. Imam al-
Haramayn langsung diangkat oleh Jama’ah untuk menggantikan kedudukan ayahnya itu,
ia memperdalam ilmunya, terutama dalam bidang ushul al-Din dengan belajar pada Abu
al-Qasim al-Iskafi al-Asfarayiny di Madrasah Baihaqi.
7. Pendidikan Islam pada Masa sebelum Merdeka
Pada zaman penjajahan Belanda, pendidikan Islam hanya bernaung dalam pesantren dan
masjid-masjid atau surau-surau. Belanda juga semakin gencar membangun sekolah dasar
sekuler yang membuat pesantren semakin tertinggal. Maka dari itu para ulama Islam
melakukan pembaharuan dalam sistem dan kurikulum pendidikan Islam dengan
memasukkan pelajaran pelajaran umum di dalamnya, serta juga dengan mendirikan
Madrasah-madrasah berbasis sekolah umum. Lain halnya dengan pendidikan Islam pada

33
masa pendudukan Jepang, dimana Jepang memberikan kelonggaran terhadap pendidikan
di Indonesia, Jepang hanya memikirkan bagaimana cara ia menang dari perang dunia ke II.
Maka dari itu dengan kesempatan ini para tokoh Islalm tidak menyia-nyiakan kesempatan
ini dengan banyak mendirikan madrasah-madrasah unggul dan meninggkatkan kuliatas
pendidikan Islam di Indonesia.
8. Pendidikan Islam pada masa awal kemerdekaan
Keadaan pendidikan Islam pada masa orde lama atau pada masa awal kemerdekaan dapat
dikatakan bahwa keadaan pendidikan Islam belum mendapatkan perhatian yang sungguh-
sungguh dari pemerintah. Adanya perlawanan ideologis politis dari sebagian elit Islam
sebagaimana tersebut (konflik antara majelis musyawarah muslim Indonesia (Masyumi)
dengan partai Nasional Indonesia (PNI) dimana PNI ingin membubarkan organisasi Islam
ini karena Masyumi ingin menggantikan ideologi dengan ideologi yang didasarkan atas
ajaran Islam, maka terjadi konflik ideologis yang berkepanjangan yang terkadang harus
diselesaikan dengan penumpasan atau perang lokal) telah menimbulkan kecurigaan dan
rasa tidak suka dari pemerintah terhadap umat Islam. Perang dingin yang terjadi antara
elite Islam dengan pemerintah menyebabkan pemerintah bersikap setengah hati terhadap
nasib pendidikan Islam.
9. Pendidikan Islam pada masa orde baru

Pada awal-awal pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan
dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai
bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan bersifat
otonom dibawah pengawasan Menteri Agama. Pada masa ini dilakukan perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum sekolah umum dan madrasah. Upaya dalam pengaturan dan
pembaruan kurikulum madrasah dikembangkan dengan menyusun kurikulum sesuai
dengan konsensus yang ditetapkan. Jenis-jenis pendidikan pada masa orde baru adalah
sebagai berikut, yaitu Pesantren klasik, Madrasah Diniyah, Madrasah-madrasah swasta,
Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN), MIN 6 tahun dengan penambahan kursus 2 tahun,
pendidikan teologi agama tertinggi, pada tingkat universitas/perguruan tinggi sejak tahun
1960 pada IAIN.

10. Pendidikan Islam pada masa reformasi hingga saat ini

Keadaan pendidikan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

34
1. kebijakan tentang pemantapan pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional.
2. kebijakan tentang peningkatan anggaran pendidikan Islam.
3. program wajib belajar sembilan tahun, yakni bahwa setiap anak Indonesia wajib
memiliki pendidikan minimal sampai dengan tamat sekolah lanjutan pertama, yakni
SMP dan Tsanawiyah.
4. penyelenggaraan sekolah bertaraf nasional (SBN), internasional (SBI), yaitu pendidikan
yang seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan
internasional.
5. kebijakan sertifikasi guru dan dosen bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun
swasta, baik guru umum maupun guru agama.
6. pengembangan kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP/tahun 2006).
7. pengembangan pendekatan pembelajaran yang tidak hanya berpusat pada guru melalui
kegiatan teaching, melainkan juga berpusat pada murid melalui kegiatan learning dan
research.
8. Penerapan manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan
memuaskan kepada para pelanggan sebagaimana yang terdapat pada konsep Total
Quality Management (TQM).
9. Kebijakan mengubah nomenklatur dan sifat madrasah menjadi sekolah umum yang
berciri khas keagamaan.

B. Saran
Dengan disusunnya karya tulis ini, saya mengharapkan kepada pembaca agar lebih
memahami tentang pendidikan Islam lintas sejarah, mulai dari zaman Rasulullah SAW,
zaman Khulafaur Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, Turki Usmani, Sejarah Madrasah
Nizhamiyah, pada saat Indonesia belum merdeka, pada saat Indonesia baru merdeka, pada
masa orde baru dan masa reformasi hingga saat ini. Saya menyadari bahwa karya tulis ini
jauh dari kata sempurna, semoga kedepannya penulisan karya tulis ini menjadi lebih baik dari
sebelumnya dan semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan barokah untuk kita semua.

35
DAFTAR PUSTAKA
Daulay,Haidar,Putra.2016.Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah.Cet.III:Jakarta:Kencana

Nizar, Samsul.2007.Sejarah Pendidikan Islam.Cet.I:Jakarta:Kencana

Nata,Abuddin .2016.Sejarah Pendidikan Islam.Cet. III:Jakarta:Kencana

Pulungan,J.,Suyuthi.2019.Sejarah Pendidikan Islam.Cet.1:Jakarta:Kencana

Khairuddin.2018.Pendidikan Pada Masa Daulah Abbasiyah.ITTIHAD, Vol. II

Mukarom.2015.Pendidikan Islam pada Masa Kerajaan Turki Usmani 1300-1922 M.JURNAL


TARBIYA Volume: 1

Ramayulis.2011.Sejarah Pendidikan Islam:perubahan konsep, filsafat dan metodologi dan era


Nabi SAW sampai ulama Nusantara.Jakarta:Kaalam Mulia

Niswah,Coirun.2006.Sejarah Pendidikan Islam.Cet.I:Palembang:IAIN Raden Fatah Press

Rufi,Sofyan.2016. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Yogyakarta: Deepublish

36

Anda mungkin juga menyukai