Anda di halaman 1dari 23

ALAT KONTRASEPSI (KB) DAN STERILISASI

Karya Tulis Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Masail Fiqhiyah

Disusun Oleh :

Laila Rahmi Hasanah (2120202095)


Irene Septia Fada (2120202154)

Dosen Pengampu :
Anica, M. Pd

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATA PALEMBANG
2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Puji syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah swt. Yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua berupa ilmu dan amal.
Berkat rahmat dan karunia-Nya pula, penulis dapat membuat tugas makalah Mata
Masail Fiqhiyah tentang “Alat Kontrasepsi (KB) dan Sterilisasi” yang Insyaa Allah
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dosen mata kuliah Masail
Fiqhiyah, Ibu Anica M. Pd yang telah memberikan arahan terkait tugas ini. Tanpa
bimbingan dari beliau, mungkin penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini
sesuai dengan format yang telah ditentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
berharap kedepannya dapat lebih baik dalam membuat suatu karya tulis. Dan juga
penulis mengharapkan kritik dan saran bagi pembaca agar menjadi suatu pelajaran
dan dapat diperbaiki sehingga kedepannya akan menjadi lebih baik. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Palembang, 15 April 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

C. Tujuan Makalah .............................................................................................. 2

D. Manfaat Makalah ............................................................................................ 3

PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

A. Pengertian Kontrasepsi dan Keluarga Berencana ........................................... 4

B. Dasar Hukum Keluarga Berencana (KB) ....................................................... 5

C. Macam-Macam Alat Kontrasepsi ................................................................... 8

D. Fungsi dan Tujuan dari Keluarga Berencana (KB) ...................................... 11

E. Pandangan Islam Mengenai Keluarga Berencana (KB) ............................... 12

F. Pengertian Sterilisasi ..................................................................................... 16

G. Cara Sterilisasi .............................................................................................. 17

H. Pandangan Islam Mengenai Sterilisasi ......................................................... 17

I. Pendapat Para Ahli mengenai Penggunaan Sterilisasi dalam Pernikahan ..... 18

PENUTUP ............................................................................................................ 19

A. Kesimpulan ................................................................................................... 19

B. Saran ............................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 20

ii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman telah membuka pintu ijtihad para ulama dalam


menentukan hukum permasalahan yang belum pernah ada pada masa Nabi
Muhammad SAW. Al-Quran dan Al-Sunah yang merupakan pokok pedoman
umat Islam dalam berkehidupan terkadang hanya menjelaskan suatu perkara
secara umum saja sehingga diperlukan pemikiran dan keputusan ulama dalam
menentukan suatu perkara. Ijtihad para ulama ini mesti disandarkan kepada dua
pokok pedoman ini serta berdasarkan kemashlahatan umat.
Banyak perkara-perkara yang tidak dijelaskan di dalam al-Quran maupun
dalam hadits Nabi SAW. Maka muncullah fikih kontemporer yang merangkum
semua permasalahan-permasalahan yang baru ada pada era ini yang diputuskan
oleh para fuqaha. Salah satunya adalah perkara alat kontrasepsi yang digunakan
dalam program keluarga berencana (KB) serta sterilisasi yang merupakan
program yang dicanangkan pemerintah dalam menjaga kestabilan jumlah
penduduknya.
Setelah pernikahan telah dilangsungkan, maka hal yang diinginkan oleh
sepasang insan ini tentunya adalah memiliki keturunan. Akan tetapi, banyak
aspek yang perlu dipenuhi orang tua demi keberlangsungan hidup anaknya.
Seperti kebutuhan primer berupa makan dan minumnya yang cukup, kemudian
kesehatannya yang terjamin, pakaian yang memadai, dan lain sebagainya.
Semua hal ini perlu dipertimbangkan oleh calon orang tua. Meskipun Allah
swt. telah menjanjikan di dalam al-Quran bahwasanya semua rezeki hambanya
sudah diatur dalam kitab Lauh Mahfudz-Nya, namun manusia tetap melakukan
ikhtiar dalam mendapatkan rezeki yang telah Allah persiapkan untuknya.
Begitu juga bagi orang tua yang harus giat mencari rezeki demi anaknya.
Tidak semua orang tua memiliki harta yang memadai. Ada yang giat
menjemput rezeki, ada yang bermalas-malasan. Ada yang sudah Allah titipkan
anak di dalam kehidupannya, namun ia tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-

1
anaknya dengan baik karena keadaan finansialnya. Maka, pemerintah
mencanangkan program keluarga berencana (KB) dengan beberapa alasan
yang signifikan demi kesejahteraan masyarakatnya. Selain menjalankan
program KB ini, dalam dunia medis bisa menggunakan cara sterilisasi yakni
cara agar benar-benar tidak memiliki keturunan dengan memotong/menutup
jalur sperma/sel telur.
Dalam pandangan Islam menanggapi perkara ini, maka para fuqaha
memberikan pandangannya berdasarkan al-Quran dan as-Sunah serta
kemashlahatan umat. Ada fuqaha yang menyatakan hal ini diperbolehkan
dengan syarat sesuai dengan syariat serta ada juga yang melarang perkara ini.
Maka, pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas pandangan Islam
mengenai perkara alat kontrasepsi (KB) dan sterilisasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang didapatkan


adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian kontrasepsi dan keluarga berencana (KB)?
2. Apa dasar hukum dari keluarga berencana (KB)
3. Apa saja macam-macam alat kontrasepsi?
4. Apa fungsi dan tujuan dari keluarga berencana (KB)?
5. Bagaimana pandangan Islam mengenai keluarga berencana (KB)?
6. Apa pengertian sterilisasi?
7. Bagaimana cara sterilisasi?
8. Bagaimana pandangan Islam mengenai sterilisasi?
9. Bagaimana Pendapat Para Ahli mengenai Penggunaan Sterilisasi dalam
Pernikahan?

C. Tujuan Makalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan makalah ini dibuat adalah
sebagai berikut:

2
1. Untuk mengetahui pengertian kontrasepsi dan keluarga berencana (KB).
2. Untuk mengetahui dasar hukum dari keluarga berencana (KB).
3. Untuk mengetahui macam-macam alat kontrasepsi.
4. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan dari keluarga berencana (KB).
5. Untuk mengetahui pandangan Islam mengenai keluarga berencana (KB).
6. Untuk mengetahui pengertian sterilisasi.
7. Untuk mengetahui cara sterilisasi.
8. Untuk mengetahui pandangan Islam mengenai sterilisasi.
9. Untuk mengetahui pendapat para ahli mengenai penggunaan sterilisasi
dalam pernikahan.

D. Manfaat Makalah

1. Bagi penulis, yaitu agar dapat menginformasikan dan menjelaskan tentang


alat kontrasepsi (KB) dan sterilisasi.
2. Bagi pembaca, yaitu untuk menambah wawasan tentang alat kontrasepsi
(KB) dan sterilisasi.

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrasepsi dan Keluarga Berencana


Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan yang bersifat
sementara ataupun menetap. Sesuai dengan tujuan utama dari sebuah
perkawinan tentu tidak lain dengan berkelanjutannya keturunan. Islam pada
dasarnya telah menganjurkan umatnya untuk senang berketurunan banyak,
akan tetapi Islam juga mengizinkan bagi seorang muslim untuk melakukan
pengaturan kelahiran, jika motivasinya logis dan ada situasi rasional yang
mengharuskannya. Pada masa Rasulullah saw. untuk menghalangi atau
mengurangi kelahiran yaitu dengan cara 'azl. 'Azl adalah mengeluarkan air
mani di luar rahim ketika terasa akan keluar. Para sahabat sering melakukan itu
di zaman Nabi saw. Dengan demikian terjadi antara keperluan dan persediaan
yang ada tidak berimbang. Salah satu cara yang ditempuh oleh pemerintah
Indonesia untuk mengatasi problem-problem yang tumbuh dan berkembang
adalah dengan kontrasepsi. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah
terjadinya kehamilan, kontrasepsi sering dikaitkan dengan istilah Keluarga
Berencana.1
Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau
pasutri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran
yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur
interval di antara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Mahmud Syaltut mendefinisikan KB sebagai pengaturan dan penjarangan
kelahiran atau usaha mencegah kehamilan sementara atau bahkan untuk
selama-lamanya sehubungan dengan situasi dan kondisi tertentu, baik bagi
keluarga yang bersangkutan maupun untuk kepentingan masyarakat dan
negara.2

1
Yassir Hayati, “Kontrasepsi Dan Sterilisasi Dalam Pernikahan,” Journal Equitable 3
(2018). Hal. 84-85.
2
Fauzi, “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan,” JURNAL
LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi 3 (2017). Hal. 3.

4
Jadi, KB atau family planning dapat dipahami menjadi dua; yaitu: pertama,
KB sebagai suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk
mengurangi populasi penduduk, karena diasumsikan pertumbuhan populasi
penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Dalam
pengertian ini KB pertama diistilahkan dengan tahdid al-nasl (pembatasan
kelahiran). Kedua, KB dapat dipahami sebagai aktivitas individual untuk
mencegah kehamilan (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana (alat).
Misalnya, dengan kondom, IUD, pil KB, dan sebagainya. KB dalam pengertian
ini diberi istilah tanzhim al-nasl (pengaturan kelahiran).3
Maka dapat disimpulkan bahwa alat kontrasepsi merupakan sarana yang
digunakan oleh pasutri agar menunda kehamilan dengan menggunakan
berbagai alat yang berhubungan dengan istilah keluarga berencana (KB) yang
merupakan program untuk perencanaan, pengaturan, dan pengelolaan jumlah
anak sehingga diharapkan kesehatan ibu serta pemenuhan kebutuhan anak
dapat tercapai.

B. Dasar Hukum Keluarga Berencana (KB)


Dalam Al-Quran dan Al-Sunah tidak ada nas yang sharih yang
menerangkan tentang ber-KB. Jika seorang muslim melaksanakan KB dengan
motivasi hanya bersifat pribadi, misalnya untuk menjarangkan kehamilan,
menjaga kesehatan maka hukumnya boleh. Tetapi jika mempunyai motivasi
untuk kesejahteraan keluarga dan negara maka hukumnya bisa menjadi sunah
bahkan wajib tergantung kondisi negara tersebut. jika mempunyai motivasi
tidak menghendaki kehamilan padahal tidak ada kelainan di antara mereka
berdua maka hukumnya makruh. Hukum bisa menjadi haram jika dalam
melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan Islam yaitu dengan
vasektomi atau aborsi. Adapun ayat dan hadits yang dapat digunakan sebagai
dalil ber-KB:4

3
Muhammad Yusuf, Masail Fiqhiyah: Memahami Permasalahan Kontemporer (Jakarta
Pusat: Gunadarma Pusat, 2017). Hal. 132.
4
Ani Wafiroh, Masail Fiqhiyah: Penyelesaian Hukum Islam Terhadap Persoalan
Keagamaan Kontemporer (Mataram: Sanabil, 2020). Hal. 149-154.

5
1. Quran Surah An-Nisa (4) ayat 9:

َ ‫ش ٱلَّذینَ لَو ت ََر ُكوا من خَلفهم ذُریَّة ضعَ ٰـفًا خَافُوا‬


َ‫علَیهم فَلیَتَّقُوا ٱ َّّلل‬ َ ‫َولیَخ‬
َ ‫َولیَقُولُوا قَول‬
‫سدیدًا‬
Artinya: ”Dan hendaklah takut kepada Allah orangorang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.”
2. Quran Surah Al-Baqarah (2) ayat 233:
َ‫عة‬
َ ‫ضا‬ َّ ‫َوٱل َو⁠ٰ ٰلدَ⁠ٰ ٰتُ یُرضعنَ أَولَ ٰـدَه َُّن َحولَین َكاملَین ل َمن أَ َرادَ أَن یُت َّم ٱ‬
َ ‫لر‬
ُ َّ‫علَى ٱل َمولُود لَهۥُ رزقُ ُه َّن َوكس َوت ُ ُه َّن بٱل َمع ُروف َل ت ُ َكل‬
‫ف نَفس إ َّل‬ َ ‫َو‬
‫علَى ٱل َوارث مث ُل‬ َ ‫ض ۤا َّر َوٰ ٰ⁠لدَة ُ ب َولَدهَا َو َل َمولُود لَّهۥُ ب َولَدهۦ َو‬
َ ُ ‫ُوس َع َها َل ت‬
‫علَیه َما‬ َ ‫َاور فَ َل ُجنَا َح‬ُ ‫عن ت ََراض من ُه َما َوتَش‬ َ ‫ذَٰ ٰ⁠لكَ فَإن أَ َرادَا ف‬
َ ‫ص ًال‬
‫سلَّمتُم َّم ۤا‬
َ ‫علَی ُكم إذَا‬َ ‫َوإن أَ َردتُّم أَن تَستَرضعُ ۤوا أَولَ ٰـدَ ُكم فَ َل ُجنَا َح‬
َ َّ ‫ّلل َوٱعلَ ُم ۤوا أَ َّن ٱ‬
‫ّلل ب َما تَع َملُونَ بَصیر‬ َ َّ ‫َءاتَیتُم بٱل َمع ُروف َوٱتَّقُوا ٱ‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara yang ma`ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan waris pun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada
dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

6
3. Quran Surah Al-Luqman (31) ayat 14:

‫عا َمین أَن‬


َ ‫ص ٰـلُهۥُ فی‬ َ ‫س ٰـنَ ب َو⁠ٰ ٰلدَیه َح َملَتهُ أ ُ ُّمهۥُ َوهنًا‬
َ ‫علَ ٰى َوهن َوف‬ َ ‫صینَا ٱۡلن‬
َّ ‫َو َو‬
َّ َ‫ٱش ُكر لی َول َو⁠ٰ ٰلدَیكَ إل‬
‫ی ٱل َمصی ُر‬
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”

4. Quran Surah Al-Ahqaf (46) ayat 15:

َ ُ‫ضعَتهُ ُكرها َو َحملُهۥ‬َ ‫س ٰـنًا َح َملَتهُ أ ُ ُّمهۥُ ُكرها َو َو‬َ ‫س ٰـنَ ب َوٰ ٰ⁠لدَیه إح‬
َ ‫صینَا ٱۡلن‬ َّ ‫َو‬
َ َ‫شدَّهۥُ َوبَلَ َغ أَربَعین‬
‫سنَة قَا َل َرب‬ ُ َ‫ص ٰـلُهۥُ ثَلَ ٰـثُونَ شَه ًرا َحتَّ ٰۤى إذَا بَلَ َغ أ‬
َ ‫َوف‬
‫ی َوأَن أَع َم َل‬
َّ َ‫علَ ٰى َو⁠ٰ ٰلد‬ َ َ‫أَوزعن ۤی أَن أَش ُك َر نع َمتَكَ ٱلَّت ۤی أَنعَمت‬
َّ َ‫عل‬
َ ‫ی َو‬
َ‫ض ٰىهُ َوأَصلح لی فی ذُریَّت ۤی إنی تُبتُ إلَیكَ َوإنی منَ ٱل ُمسلمین‬
َ ‫ص ٰـلحا تَر‬
َ
Artinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada
dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada
Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Ayat-ayat di atas memberi petunjuk tentang perlunya melaksanakan
perencanaan dalam keluarga atas dasar mencapai keseimbangan antara
mendapatkan keturunan dengan:
a. Terpeliharanya kesehatan ibu baik rohani maupun jasmani,
b. Terpeliharanya kesehatan anak baik rohani maupun jasmani, dan

7
c. Terjaminnya keselamatan agama orang tua.5

Adapun hadis yang dapat dijadikan dalil ber-KB antara lain:6


1. “Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban
tanggungan orang banyak. (HR. Bukhari Muslim).
2. “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan disukai Allah daripada orang
mukmin yang lemah.” (HR. Muslim).
3. “Dari Jabir, ia berkata: “Kami melakukan azal di masa Rasulullah pada
waktu ayat-ayat al-Qur’an masih diturunkan dan tak satu pun ayat yang
melarangnya.”

Berdasarkan dasar hukum al-Quran dan al-Sunah di atas maka dapat


disimpulkan bahwasanya Allah swt. secara tersirat memperbolehkan untuk ber-
KB dengan alasan menjaga keselamatan dan kesehatan sang ibu yang
mengandung, kemudian bisa dijadikan bahan persiapan dan perencanaan orang
tua dalam memenuhi kebutuhan psikis dan biologis sang anak kelak, serta
menjadi pilihan ketika keadaan finansial pasutri tidak memadai dikarenakan
sudah ada tanggungan anak yang lain yang perlu dipenuhi. Namun bila
alasannya hanya karena sang Ibu takut menjadi jelek pasca melahirkan atau
karena tidak mau mengurus anak karena merasa anak hanyalah beban semata,
menurut penulis hal inilah yang tidak diperbolehkan karena sejatinya anak
adalah karunia Tuhan yang membawa kesejahteraan dan kebahagiaan dalam
keluarga.

C. Macam-Macam Alat Kontrasepsi


Berikut ini macam-macam alat kontrasepsi:7
1. ‘Azl

5
Wafiroh.
6
Wafiroh.
7
Nurfaizi Al-Uzma and Khoirul Ahsan, “Analisis Pandangan Masyarakat Giriroto Tentang
Keluarga Berencana Ditinjau Dari Fikih Islam,” MAQASID: Jurnal Studi Hukum Islam 12 (2023).
Hal. 41-44.

8
‘Azl adalah mengeluarkan sperma (mencabut dzakar) di luar kemaluan
perempuan ketika akan orgasme saat berhubungan badan dengan tujuan
agar sperma tidak masuk ke dalam rahim. Menurut Syafi`iyah, Hanabilah
dan sebagian dari Sahabat berpendapat bahwa `azl dibolehkan tetapi
makruh, hal didasarkan pada Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Judzamah binti Wahb bahwasannya `azl masuk dalam kategori aborsi yang
samar. Namun bentuk larangan dari Hadits ini hanya bersifat makruh
tanzīh, sementara Imam Ghazali membolehkan `azl dengan beberapa
sebab, diantaranya banyaknya kesulitan yang menimpanya disebabkan
banyaknya anak.
2. Kondom
Kondom adalah satu-satunya bentuk kontrasepsi yang melindungi
terhadap sebagian besar Infeksi Menular Seksual (IMS) serta mencegah
kehamilan. Metode kontrasepsi ini dapat digunakan sesuai permintaan,
bebas hormon dan dapat dengan mudah dibawa-bawa. Dan itu datang
dalam varietas pria dan wanita.
3. Pil KB
Ini berupa tablet kecil yang diminum sekali sehari. Biasanya terdapat
berbagai jenis pil KB yang bisa dipilih. Seperti pil kombinasi yang
mengandung estrogen dan progestin dan pil mini yang hanya mengandung
satu hormon, yaitu progestin. Pil dapat memiliki banyak manfaat, namun
harus diminum tepat waktu agar memberikan hasil yang optimal.
4. IUD
Jenis KB ini berupa alat kecil berbentuk T terbuat dari bahan yang
mengandung hormon progesteron atau plastik dan tembaga dan dipasang
di dalam rahim wanita oleh penyedia layanan kesehatan terlatih. Ini adalah
metode kontrasepsi jangka panjang dan reversibel, yang dapat bertahan
selama tiga hingga 10 tahun, tergantung pada jenisnya. Beberapa IUD
mengandung hormon yang dilepaskan secara bertahap untuk mencegah
kehamilan. IUD juga dapat menjadi kontrasepsi darurat yang efektif jika

9
dipasang oleh profesional kesehatan dalam waktu lima hari (120 jam)
setelah berhubungan seks tanpa kondom.
5. Injeksi/Suntik
KB suntik ini mengandung versi sintetis dari hormon progestogen.
Cairan ini dimasukkan dengan alat suntik ke pantat atau lengan atas wanita,
dan selama 12 minggu berikutnya hormon perlahan dilepaskan ke aliran
darah. Ini dapat menyebabkan efek samping, seperti keluarnya bercak
darah, siklus menstruasi menjadi tidak teratur, tidak dianjurkan untuk
digunakan pada wanita yang memiliki riwayat penyakit migrain, diabetes,
sirosis hati, stroke, dan serangan jantung.
6. Implan
Jenis KB ini berupa batang kecil fleksibel yang ditempatkan di bawah
kulit di lengan atas wanita, melepaskan suatu bentuk hormon progesteron.
Hormon tersebut menghentikan ovarium melepaskan sel telur dan
mengentalkan lendir serviks sehingga menyulitkan sperma untuk masuk ke
dalam rahim. Implan memerlukan prosedur kecil menggunakan anestesi
lokal untuk memasang dan mengeluarkan batang dan perlu diganti setelah
tiga tahun.
7. Spermasida
Spermisida adalah produk kontrasepsi yang digunakan di dalam vagina
sebelum berhubungan seksual. Produk ini berbentuk jeli, krim, membran,
atau busa yang mengandung bahan kimia untuk membunuh sperma.
8. Kondom Wanita
Kondom wanita berbentuk plastik yang berfungsi untuk menyelubungi
vagina. Terdapat cincin plastik di ujung kondom, sehingga posisinya
mudah disesuaikan. Kondom wanita tidak dapat digunakan bersamaan
dengan kondom pria.
9. Diafragma
Diafragma merupakan alat kontrasepsi yang terbuat dari karet
berbentuk kubah. Alat kontrasepsi ini ditempatkan di mulut rahim sebelum

10
berhubungan seksual dan umumnya digunakan bersama dengan
spermisida. Kelebihan: harganya terjangkau.
10. Cervikal Cap
Cervical cap berbentuk seperti diafragma, tetapi memiliki ukuran lebih
kecil. Alat kontrasepsi ini umumnya digunakan bersama dengan spermisida
dan berfungsi untuk menutup jalan sperma masuk ke rahim.
11. Koyo Ortho Evra
Koyo ortho evra digunakan dengan cara ditempelkan pada kulit dan
diganti setiap seminggu sekali selama 3 minggu. Cara kerja koyo ini adalah
dengan melepaskan hormon yang sama efektifnya dengan yang terdapat
dalam pil KB.
12. Cincin Vagina
Cincin vagina atau NuvaRing merupakan cincin plastik yang
ditempatkan di dalam vagina. NuvaRing bekerja dengan cara melepaskan
hormon yang sama seperti pil KB.

D. Fungsi dan Tujuan dari Keluarga Berencana (KB)


Menurut Abdurrahim Imran yang dikutip oleh Ibnu Irawan dalam jurnalnya
menjelaskan bahwa keluarga Berencana dalam pengertian sederhana adalah
merujuk kepada penggunaan kontrasepsi oleh suami istri atas persetujuan
bersama, untuk mengatur kesuburan dengan tujuan untuk menghindari
kesulitan kesehatan, kemasyarakatan, ekonomi, dan untuk memungkinkan
mereka memikul tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan masyarakat. Hal
ini meliputi:8
1. Menjarangkan anak untuk memungkinkan penyusuan dan menjaga
kesehatan ibu dan anak.
2. Pengaturan masa hamil agar terjadi pada waktu yang aman.
3. Mengatur jumlah anak, bukan saja untuk keperluan keluarga, melainkan
juga untuk kemampuan fisik, finansial, pendidikan, dan pemeliharaan anak.

8
Ibnu Irawan, “Argumentasi Keluarga Berencana Dalam Hukum Islam (Studi Fatwa
Syaikh Mahmud Syaltut),” JAWI 3 (2020). Hal. 183.

11
Tujuan KB menurut UU RI. No. 52 tahun 2009 mengenai perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga, kebijakan keluarga berencana
bertujuan untuk:9
1. Mengatur kehamilan yang sesuai dengan keinginan
2. Menjaga kesehatan dan mengurangi angka kematian ibu dan bayi
3. Mengembangkan kualitas informasi dan konseling pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan reproduksi
4. Mengembangkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktik keluarga
berencana
5. Mempromosikan penyusuan bayi sebagai usaha untuk menjarangkan
jarang kehamilan

Dengan jumlah keluarga yang kecil akan lebih mudah untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, terutama masalah kesehatan ibu dan
anak. Seorang ibu yang sering melahirkan dapat mengandung berbagai risiko
gangguan kesehatan, berupa kurang darah (anemia), hipertensi, penyakit
jantung dan sebagainya. Secara umum tujuan KB yaitu untuk menciptakan
keluarga kecil yang sejahtera dan bahagia dalam arti dengan adanya cinta kasih
baik dari ayah, ibu dan anak dengan prinsip utama yaitu lebih mengutamakan
kesehatan seorang ibu dan anak serta pendidikannya.10

E. Pandangan Islam Mengenai Keluarga Berencana (KB)


Pada zaman Rasulullah saw. tidak ada seruan luas untuk ber-KB atau
mencegah kehamilan di tengah-tengah kaum muslimin. Tidak ada upaya dan
usaha yang serius untuk menjadikan al-‘azl sebagai amalan yang meluas dan
tindakan yang populer di tengah-tengah masyarakat. Sebagian sahabat
Rasulullah saw. yang melakukannya pun tidak lebih hanya pada kondisi
darurat, ketika hal itu diperlukan oleh keadaan pribadi mereka. Oleh karena
itu, Nabi Muhammad saw. tidak menyuruh dan tidak melarang ‘azl. Pada

9
Irawan. Hal. 184.
10
Emilia Sari, “Keluarga Berencana Perspektif Ulama Hadis,” SALAM; Jurnal Sosial &
Budaya Syari 6 (2019). Hal. 62.

12
masa sekarang ini, manusia banyak menciptakan alat untuk mencegah dan
menghentikan kehamilan.11
Pada hakikatnya, KB tidak bertujuan untuk membatasi kehamilan dan
kelahiran yang dipandang sangat bertentangan dengan eksistensi dan esensi
perkawinan itu sendiri, melainkan hanya mengatur kehamilan dan kelahiran
anak. Sehingga bila dilihat dari fungsi dan manfaat KB yang dapat melahirkan
kemaslahatan dan mencegah kemudharatan, maka tidak diragukan lagi
kebolehannya dalam Islam.12
Adapun menurut Hamid Laonso dalam bukunya yang berjudul Hukum
Islam menjelaskan bahwa pelaksanaan KB yang mendapat legitimasi dari
syariat Islam jika aktivitas tersebut berorientasi pada konteks menjarangkan,
bukan membatasi keturunan. Karena dengan memperhatikan hal-hal
berikut:13
1. Menghawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu, namun
kekhawatiran ini harus dilaksanakan berdasarkan indikasi dari dokter yang
dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. QS Al-Baqarah
ayat 195:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
2. Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak bila jarak
kelahiran anak terlalu dekat. Kebolehan melakukan KB antara lain karena
untuk menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak,
mempertimbangkan biaya hidup berumah tangga.

Di dalam Al-Quran dan Hadis, yang merupakan sumber pokok hukum


Islam dan yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam tidak ada nash yang
sahih yang melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit.

11
Sari. Hal. 65.
12
Sari.
13
Hamid Laonso and Muhammad Jamil, Hukum Islam Alternatif Terhadap Masalah Fiqh
Kontemporer (Jakarta: Restu Ilahi, 2005). Hal. 23-24.

13
Oleh karena itu, hukum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum
Islam (kaidah fiqhiyah) yang menyatakan:

َ َ ‫لصل ف اَلشیاء واَلفعال اَلبحة حت یدل الدلیل على‬


َ ‫تریها‬
“Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharamannya”.14
Mengenai keluarga berencana atau setidak-tidaknya mencegah kehamilan
“Keluarga Berencana” dikenal sekarang, terjadi silang pendapat mengenai
hukum ber-KB di kalangan para ulama di antara mereka ada yang
membolehkan dan ada pula yang melarangnya. Ulama yang membolehkan
seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin dinyatakan, bahwa
‘azl tidak dilarang, karena kesukaran yang dialami si ibu disebabkan sering
melahirkan. Motifnya antara lain: untuk menjaga kesehatan si ibu, untuk
menghindari kesulitan hidup, karena banyak anak, dan untuk menjaga
kecantikan si ibu. 15
Selanjutnya adalah Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa pembatasan
keluarga bertentangan dengan syariat Islam. Umpamanya membatasi
keluarga hanya 3 anak saja dalam segala macam situasi dan kondisi.
Sedangkan pengaturan kelahiran menurut beliau tidak bertentangan dengan
ajaran Islam, umpanya menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi
khusus, baik yang ada hubungannya dengan keluarga yang bersangkutan,
maupun ada kaitannya dengan kepentingan masyarakat dan negara. Alasan
lain yang membolehkan adalah suami istri yang mengidap penyakit
berbahaya dan dikhawatirkan menular kepada anaknya.16
Adapun beberapa ulama-ulama yang melarang ber-KB di dalam buku Ali
Hasan yang berjudul Masalah Kontemporer Hukum-Hukum Islam yang
dikutip oleh Fauzi, adalah sebagai berikut:17 Madkour Guru Besar Hukum

14
Sari, “Keluarga Berencana Perspektif Ulama Hadis.” Hal. 67.
15
Fauzi, “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan.” Hal. 12.
16
Abd Salam, Pembaharuan Pemikiran Islam Antara Fakta Dan Realita (Yogyakarta: Les
Fi, 2003). Hal. 170.
17
Fauzi, “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan.” Hal. 13.

14
Islam pada fakultas Hukum, dalam tulisannya, “Islam and Family Planning”
dikemukakan antara lain, “bahwa beliau tidak menyetujui KB jika tidak ada
alasan yang membenarkan perbuatan itu. Beliau berpegang pada prinsip:
“hal-hal yang mendesak membenarkan perbuatan terlarang”. Abu ‘Ala al-
Maududi ia adalah salah seorang ulama yang menentang pendapat orang yang
membolehkan pembatasan kelahiran. Menurut beliau Islam satu agama yang
berjalan sesuai dengan fitrah manusia. Dikatakannya: “barangsiapa yang
mengubah perbuatan Tuhan dan menyalahi undang-undang fitrah, adalah
memenuhi perintah setan”. Menurut al-Maududi salah satu tujuan pernikahan
adalah mengekalkan jenis manusia dan mendirikan suatu kehidupan yang
beradab.
Maka, dapat disimpulkan bahwa Islam tidak melarang dalam
melaksanakan program KB asalkan dengan alasan yang dibenarkan dalam
syariat Islam yakni menjaga kesehatan sang Ibu dan alasan untuk
mempersiapkan kehidupan sang anak yang lebih baik lagi. Di dalam agama
Islam, ada dua istilah yang digunakan yang berhubungan dengan KB, yakni
tahdid an-nasl dan tanzhim an-nasl. Tahdid an-nasl diartikan sebagai
pembatasan jumlah anak sedangkan tanzhim an-nasl adalah pembatasan jarak
kelahiran anak. Mahmud Syaltut menegaskan bahwa diperbolehkannya
dalam ber-KB dengan alasan untuk memberikan jarak kelahiran anak. Akan
tetapi, belia berpendapat haram hukumnya bila ber-KB untuk membatasi
jumlah anak karena bertentangan dengan hadits Nabi SAW yang menyukai
bila umatnya memiliki banyak keturunan.
Penulis berpendapat sama akan hal ini. Akan tetapi ini ditujukan bagi
orang tua yang memiliki finansial yang memadai. Kembali lagi pada tujuan
dilaksanakannya KB. Maka pembatasan jumlah anak bagi orang tua yang
“mampu” untuk merawat anaknya dengan baik, maka ini yang tidak
diperbolehkan.

15
F. Pengertian Sterilisasi
Sterilisasi adalah memandulkan lelaki atau perempuan dengan jalan
operasi (pada umumnya) agar tidak dapat menghasilkan keturunan. Dengan
demikian sterilisasi berbeda dengan cara atau alat kontrasepsi yang pada
umumnya hanya bertujuan menghindari atau menjarangkan kehamilan untuk
sementara waktu saja.18 Berdasarkan teori orang yang disterilisasikan masih
bisa dipulihkan lagi (reversable), tetapi para ahli kedokteran mengakui
harapan akan tipis sekali untuk bisa berhasil.19 Sterilisasi pada laki-laki
disebut vasektomi atau vas ligation, yaitu operasi pemutusan atau pengikatan
saluran atau pembuluh yang menghubungkan testis (pabrik sperma) dengan
kelenjar prostat (gudang sperma), sehingga sperma tidak dapat mengalir
keluar penis (uretra). Sterilisasi pada lelaki termasuk operasi ringan, tidak
memerlukan perawatan rumah sakit dan tidak mengganggu kehidupan
seksualnya bahkan tidak akan kehilangan sifat kelaki-lakiannya.
Sedangkan sterilisasi pada perempuan disebut tubektomi atau tuba
ligation, yaitu pemutusan hubungan saluran atau pembuluh sel telur (tuba
falopi) yang menyalurkan ovum dan menutup kedua ujungnya, sehingga sel
telur tidak dapat keluar dan memasuki rongga rahim, sementara itu sel sperma
yang masuk kedalam vagina wanita itu tidak mengandung spermatozoa
sehingga tidak terjadi kehamilan walaupun coitus tetap normal tanpa
gangguan apapun.20 Sterilisasi untuk lelaki (vasektomi) maupun untuk wanita
(tubektomi) sama dengan abortus bisa mengakibatkan kemandulan sehingga
yang bersangkutan tidak lagi mempunyai keturunan. Dalam hal ini
pemerintah Indonesia secara resmi tidak pernah menganjurkan rakyatnya
untuk melaksanakan sterilisasi sebagai cara kontrasepsi dalam program
keluarga berencana, karena melihat akibat sterilisasi yaitu kemandulan
selamanya dan menghormati aspirasi ummat Islam di Indonesia.

18
Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000), cet IV
Hal. 52.
19
Masjfuk Zuhdi, Islam dan keluarga berencana di Indonesia, (Surabaya, Bina ilmu,1986),
cet ke-5, Hal. 40.
20
Ibid.

16
G. Cara Sterilisasi
a. Tubektomi
adalah menghalangi telur melewati saluran telur sehingga tidak
terjadi konsepsi dengan sperma. Tubektomi dilakukan dengan cara
mengikat kedua saluran telur,dapat melalui ligasi langsung pada
saluran, elektrokoagulasi tuba, pemasangan cincin tuba, pemasangan
klip pada tuba (ketiga cara terakhir dilakukan dengan laparoskopi).
Kemudian minilaparotomy adalah tekhnik dengan sayatan sebesar 3cm
diatas pubis anda, untuk kemudian dilakukan ligasi tuba.
Minilaparotomy dapat dilakukan dokter, hanya saja parut luka yang
dihasilkan cukup besar. Sedangkan laparoskopi harus dilakukan
spesialis kebidanan, tetapi luka parut yang dihasilkan kecil bahkan
nyaris tak terlihat dan penyembuhan lebih cepat.

b. Aksetomi
adalah pemotongan sebagian (0,5 cm-1cm) saluran benih sehingga
terdapat jarak diantara ujung saluran benih bagian sisi testis dan saluran
benih bagian sisi lainnya yang masih tersisa dan pada masing-masing
kedua ujung saluran yang tersisa tersebut dilakukan pengikatan
sehingga saluran menjadi buntu/tersumbat.

H. Pandangan Islam Mengenai Sterilisasi


Sterilisasi baik untuk lelaki (vasektomi) maupun perempuan (tubektomi)
menurut Islam pada dasarnya haram (dilarang), karena ada beberapa hal yang
principal yakni :
a. Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat kemandulan tetap. Hal ini
bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan menurut Islam, yakni
lelaki dan perempuan selain bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan
suami istri dalam hidupnya di dunia maupun akhirat, juga untuk
mendapatkan keturunan yang sah dan diharapkan menjadi anak yang
shaleh sebagai penerus cita-citanya. Walaupun dari segi teori masih
mungkin menghasilkan keturunan bila ikatan itu dilepas kembali.

17
b. Mengubah ciptaan Allah SWT dengan jalan memotong dan
menghilangkan sebagian tubuh yang sehat dan berfungsi (saluran
mani/telur)
c. Melihat aurat orang lain. Pada prinsipnya Islam melarang orang melihat
aurat orang lain.21

I. Pendapat Para Ahli mengenai Penggunaan Sterilisasi dalam Pernikahan

a. Fatwa MUI pusat tahun 1983 tentang larangan (haram) sterilisasi


wanita atau pria dengan alasan “sterilisasi dapat membantu akibat
kemandulan tetap”.22
b. Masjfuk zuhdi berpendapat bahwa sterilisasi dibolehkan karena tidak
membuat kemandulan selama-lamanya. Karena teknologi kedokteran
semakin canggih dapat melakukan operasi penyambungan saluran telur
wanita atau saluran pria yang telah disterilkan.

21
Ali Hasan, Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum
Islam (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), Hal. 53.
22
Majlis Fatwa Indonesia, Kumpulan Fatwa, Hal. 157-158.

18
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa Rasulullah SAW, tidak terdapat seruan luas untuk ber-KB atau
membatasi keturunan di tengah-tengah umat Muslim. Praktik al-azl hanya
dilakukan dalam keadaan darurat oleh sebagian sahabat, tanpa perintah atau
larangan langsung dari Nabi Muhammad SAW. Namun, dengan kemajuan
zaman, manusia menciptakan alat pencegah kehamilan modern yang aman dan
terjamin dari risiko. Dengan demikian, dalam Islam, penggunaan alat
kontrasepsi yang aman tidak dilarang, bahkan dapat dilakukan dalam keadaan
darurat untuk menghindari bahaya, sementara sterilisasi tidak disarankan karena
dapat menyebabkan kemandulan tetap. Efek samping dari metode kontrasepsi
idealnya dapat diatasi dengan tepat oleh pengguna, sehingga program KB dapat
berhasil mewujudkan keluarga kecil berkualitas.

B. Saran
Penulis mengharapkan kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya, baik itu cara penulisan maupun isi makalah, dan tidak lupa penulis
juga mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun untuk lebih
menyempurnakan isi dari makalah ini .

19
DAFTAR PUSTAKA

Al-Uzma, Nurfaizi, and Khoirul Ahsan. “Analisis Pandangan Masyarakat Giriroto


Tentang Keluarga Berencana Ditinjau Dari Fikih Islam.” MAQASID: Jurnal
Studi Hukum Islam 12. (2023).

Fauzi. “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan.”


JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan Dan Teknologi 3. (2017).

Hasan, Ali. Masail fiqhiyah al-haditsah, cet. 4. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
(2000).

Hasan, Ali. Masail Fiqhiyyah al-Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer


Hukum Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. (2000).

Hayati, Yassir. “Kontrasepsi Dan Sterilisasi Dalam Pernikahan.” Journal Equitable


3. (2018).

Irawan, Ibnu. “Argumentasi Keluarga Berencana Dalam Hukum Islam (Studi Fatwa
Syaikh Mahmud Syaltut).” JAWI 3. (2020).

Laonso, Hamid, and Muhammad Jamil. Hukum Islam Alternatif Terhadap Masalah
Fiqh Kontemporer. Jakarta: Restu Ilahi. (2005).

Ma‟ruf, Amin dkk. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesi. Jakarta: Majelis
Ulama Indonesia, cet. III. (2009).

Salam, Abd. Pembaharuan Pemikiran Islam Antara Fakta Dan Realita.


Yogyakarta: Les Fi. (2003).

Sari, Emilia. “Keluarga Berencana Perspektif Ulama Hadis.” SALAM; Jurnal Sosial
& Budaya Syari 6. (2019).

Wafiroh, Ani. Masail Fiqhiyah: Penyelesaian Hukum Islam Terhadap Persoalan


Keagamaan Kontemporer. Mataram: Sanabil, (2020).

Yusuf, Muhammad. Masail Fiqhiyah: Memahami Permasalahan Kontemporer.


Jakarta Pusat: Gunadarma Pusat, (2017).

Zuhdi, Majsfuk. Islam dan keluarga berencana di Indonesia, cet. V. Surabaya: Bina
ilmu. (1986).

20

Anda mungkin juga menyukai