Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FIKIH KONTEMPORER
“KELUARGA BERENCANA DAN KEPENDUDUKAN”
DOSEN PENGAMPU :
Bpk. Drs. H. M. Yusril Fuad, MA.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NURWINDA

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI AL – HIKMAH MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa senantiasa kita
ucapkan atas rahmat dan karunia-anya yang berupa iman dan kesehatan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam tercurah pada
Rasulullah SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita kelak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dosen selaku penanggung
jawab pada mata kuliah dibidang ini. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah wawasan terkait dalam bidang Fikih Kontemporer dengan judul
Keluarga Berencana dan Kependudukan. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan terkait
makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini. Selain itu penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang akhlaq islami dalam kaitannya dengan status
pribadi.

Medan, 21 October 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... iii
A. Latar Belakang ......................................................................... iii
B. Rumusan Masalah .................................................................... v
C. Tujuan Penulisan ...................................................................... v
BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 1
A. Definisi Keluarga Berencana Dan Kependudukan .................... 1
B. Hubungan Keluarga Berencana Dan Kependudukan ................. 3
C. Hukum Keluarga Berencana Dan Kependudukan ..................... 4
D. Tujuan Dari Keluarga Berencana .............................................. 8
E. Nilai-Nilai Keluarga Berencana Dalam Al-Qur’an.................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................ 19
A. Kesimpulan .............................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Fiqh kontemporer adalah perkembangan pemikiran fiqih pada masa kini.
Banyak sekali permasalahan yang bermunculan di zaman sekarang yang muncul
dan belum ada ketentuannya.
Dalam masyarakat juga banyak terjadi perpecahan akibat fiqih kontemporer
ini, karena mereka saling berpendapat tetapi tidak menemukannya.
Maka dalam fiqh kontemporer ini dibahas mengenai permasalahan yang
muncul khususnya dalam masyarakat. Salah satunya disini saya akan
menganalisa terkait salah satu permasalah yaitu tentang Keluarga Berencana
(KB)1.
Keluarga berencana merupakan suatu proses pengaturan kehamilan agar
terciptanya suatu keluarga yang sejahtera. Adapun menurut Undang Nomor 52
Tahun 2009 pasal 1 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga menyebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui
promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga berkualitas.
Pandangan Hukum Islam tentang Keluarga Berencana, secara prinsipil dapat
diterima oleh Islam, bahkan KB dengan maksud menciptakan keluarga sejahtera
yang berkualitas dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan
tujuan syari`at Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi umatnya. KB juga
memiliki sejumlah manfaat yang dapat mencegah timbulnya kemudlaratan. tidak
diragukan lagi kebolehan KB dalam Islam.
Para ulama yang membolehkan KB sepakat bahwa (KB) yang dibolehkan
syari`at adalah suatu usaha pengaturan/penjarangan kelahiran atau usaha
pencegahan kehamilan sementara atas kesepakatan suami-isteri karena situasi dan
kondisi tertentu untuk kepentingan (maslahat) keluarga. Dengan demikian KB

1
Zaiza Athifatun Nafiah,” Analisis Kasus Fiqh Kontemporer "Keluarga
Berencana"”(https://www.kompasiana.com/zaizaathifatun15/61a78e9f06310e4f883a0a82/analisis
-kasus-fiqh-kontemporer-keluarga-berencana, Diakses pada 17 Oktober 2022)

iii
disini mempunyai arti sama dengan tanzim al nasl (pengaturan keturunan). Sejauh
pengertiannya adalah tanzim al nasl (pengaturan keturunan), dapat disimpulkan
bahwa kebolehan KB dengan pengertian batasan ini sudah hampir menjadi
Ijma`Ulama.
ayat yang berkaitan dengan keluarga berencana :

ََّ َ ‫ض َعافا َخَافُوا َ َعلَ ْي ِه َْم َفَ ْليَتَّقُوا‬


ََ‫َللا‬ ِ َ َ‫ن َخ َْل ِف ِه َْم َذُ ِ ِّريَّة‬ ََ ‫َو ْليَ ْخ‬
َْ ‫ش َالَّذِينََ َلَ َْو َت ََر ُكوا َ ِم‬
‫سدِيدا‬ َ ََ‫َو ْليَقُولُواَقَ ْول‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar”.(Qs.An-Nisa : 9 )
Ayat Al-quran diatas menunjukan bahwa islam mendukung adanya keluarga
berencana karena Anak lemah yang dimaksud adalah generasi penerus yang
lemah agama , ilmu , pengetahuan sehingga KB menjadi upaya agar mewujudkan
keluarga yang sakinah.
Terlepas dari larangan untuk ber-KB , kita harus mengetahui dan
memperhatikan jenis dan kerja alat kontrasepsi yang akan digunakan. Alat
kontrasepsi yang diharamkan adalah yang sifatnya pemandulan.Vasektomi
(sterilisasi bagi lelaki) berbeda dengan khitan lelaki dimana sebagian dari
tubuhnya ada yang dipotong dan dihilangkan, yaitu kulup (qulfah bhs.
Arab,praeputium bhs. Latin) karena jika kulup yang menutupi kepala zakar
(hasyafah/glans penis) tidak dipotong dan dihilangkan justru bisa menjadi sarang
penyakit kelamin (veneral disease). Karena itu, khitan untuk laki-laki justru sangat
dianjurkan.Tetapi kalau kondisi kesehatan isteri atau suami yang terpaksa seperti
untuk menghindari penurunan penyakit dari bapak/ibu terhadap anak
keturunannya yang bakal lahir atau terancamnya jiwa si ibu bila ia mengandung
atau melahirkan bayi,maka sterilisasi dibolehkan oleh Islam karena dianggap
dharurat. Hal ini diisyaratkan dalam kaidah:

iv
‫الﻀرورةَتﺒيﺢَالﻤﺤﻈورات‬
“Keadaan darurat membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang agama.”2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis perlu merumuskan masalah-
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa definisi dari keluarga berencana dan kependudukan?
2. Bagaimana hubungan keluarga berencana dan kependudukan?
3. Bagaimana hukum keluarga berencana dan kependudukan?
4. Apa tujuan dari keluarga berencana?
5. Apa saja nilai-nilai keluarga berencana dalam al-qur’an?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi dari keluarga berencana dan
Kependudukan.
2. Untuk mengetahui hubungan keluarga berencana dan kependudukan.
3. Untuk mengetahui hukum keluarga berencana dan kependudukan.
4. Untuk mengetahui tujuan dari keluarga berencana
5. Untuk mengetahui nilai-nilai keluarga berencana dalam al-qur’an

2
Nurliah Nadira, “FIQIH KONTEMPORER :“ PANDANGAN ISLAM DAN KESEHATAN
TENTANG KELURGA BERENCANA (KB)””(https://nurliahnadira.wordpress.com/2015/01/23/
fiqih-kontemporer-pandangan-islam-dan-kesehatan-tentang-kelurga-berencana-kb/, Diakses pada
17 Oktober 2022)

v
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Keluarga dan Kependudukan
Keluarga berencana (KB) atau family planning atau tandhimu al-nail adalah
pengaturan keturunan, yaitu pasangan suami-istri yang mempunyai perencanaan
yang konkret mengenai kelahiran anak-anaknya dan sejumlah anak yang
didambakan. Dengan kata lain, KB dititik beratkan pada perencanaan, pengaturan,
dan pertanggungjawaban orang tua terhadap anggota keluarganya, agar dengan
mudah dapat mewujudkan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu
dlakukan upaya dalam hubungan suami istri tidak terjadi kehamilan.
Mahmud Syaltut, mendefinisikan mendefinisikan KB sebagai pengaturan dan
penjarangan kelahiran atau usaha mencegah kehamilan sementara atau untuk
selamanya sehubungan dengan situasi dan kondisi tertentu, baik bagi keluarga
yang bersangkutan maupun untuk kepentingan masyarakat dan negaranya.
Dari uraian tersebut, maka KB adalah pengaturan rencana kelahiran anak
dengan melakukan suatu cara atau alat kontrasepsi yang dapat mencegah
kehamilan. KB bukanlah berarti Birth Control atau Tahdid al-Nasl yang
konotasinya pembatasan atau mencegah kelahiran. Hal ini bertentangan dengan
tujuan perkawinan yakni melanjutkan keturunan. 3
Adapun pengertian keluarga berencana dari beberapa golongan, yaitu :
a. Keluarga berencana adalah pengaturan penjarangan kehamilan
untukkesejahteraan bukan sebagai pencegahan kehamilan untuk membatasi
kelahiran, yaitu dengan cara mengeluarkan sperma di luar lubang rahim
yang tentunya ini sudah menjadi kesepakatan antara suami dan istri. 4
b. Keluarga berencana tidak boleh dilakukan dengan pengguguran kandungan,
serta tidak boleh juga merusak atau menghilangkan bagian tubuh.
c. Keluarga berencana merupakan sebuah masalah suka rela bukan masalah
paksaan dan harus ada persetujuan antara suami dan istri yang bersangkutan.

3
Siti Fatimah dkk, ”TA’LIM: Jurnal Ilmu Agama Islam” Volume 4, No. 2, Agustus 2008.
Hal. 86.
4
Winda Ariyeni. “KELUARGA BERENCANA DALAM AL-QUR’AN (Studi Tematik Tafsir
Sayyid Quthb)”, SKRIPSI, UINSA, 2019, hal. 17.

1
d. Perencanaan keluarga harus ditunjukkan dan diarahkan kepada
pembentukan kebahagiaan suami dan istri, kesejahteraan keluarga,
keturunan yang sehat, kuat jasmani dan rohani serta akal, ilmu, dan juga
iman, pembinaan masyarakat, bangsa serta pembangunan Negara dengan
mengharapkan ridho dari Allah SWT.
e. Menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu.
2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
4. Mengatur interval di antara kelahiran.
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
istri.
6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga.
f. Menurut Majlis Ulama Indonesia (MUI) keluarga berencana adalah suatu
ikhtiar atau usaha manusia dalam mengatur kehamilan dalam keluarga
dengan cara tidak melawan hukum agama, undang-undang Negara dan
moral pancasila, demi untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warahmah. 5
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga berencana
adalah suatau pengaturan perencanaan kelahiran dengan melakukan alat atau suatu
cara yang dapat mencegah kehamilan. Keluarga berencana bukanlah Birth Control
atau Tahdid al-Nasl yang konotasinya pembatasan, yang mana banyak
bertentangan dengan tujuan pernikahan yaitu memiliki banyak keturunan.6

5
Ibid, hal.18
6
Ibid, hal 19

2
B. Hubungan Keluarga Berencana Dan Kependudukan
Keluarga berencana seperti yang telah dijelaskan ialah perencanaan
kehamilan, sehingga kehamilan itu terjadi pada waktu seperti yang diinginkan,
jarak antara kelahiran diperpanjang, untuk membina kesehatan yang sebaik –
baiknya bagi seluruh anggota keluarga, apabila jumlah anggota keluarga telah
mencapai jumlah yang dikehendaki. Sedangkan kependudukan merupakan
berbagai hal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama,
kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas
serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial dan budaya. 7
Hubungan Antara keluarga berencana dan kependudukan bias dilihat dari
salah satu contoh fenomena berikut ini yaitu bahwa badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memperkirakan jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2011 telah bertambah menjadi 241 juta jiwa lebih. Jika laju
pertumbuhan tidak ditekan maka jumlah penduduk di Indonesia pada 2045 bisa
menjadi sekitar 450 juta jiwa, ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang
Indonesia. Jumlah penduduk merupakan masalah yang serius tidak hanya bagi
negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia tetapi juga bagi negara-
negara maju. Masalah kependudukan telah menjadi masalah yang besar bagi dunia
secara keseluruhan karena menyangkut banyak aspek terutama pada aspek jumlah
dan kualitas.Pertambahan jumlah penduduk yang tanpa kendali dapat
menimbulkan masalah sosial dan ekonomi dengan segala akibatnya. Masalah
sosial tersebut antara lain adalah semakin besarnya kebutuhan akan fasilitas
pendidikan, kesehatan, perumahan, dan sebagainya. Dalam mengatasi masalah ini
maka memasyarakatkan program Keluarga Berencana (KB) kepada seluruh
lapisan masyarakat adalah suatu langkah yang cukup efektif dalam menghambat
tingginya laju pertumbuhan kelahiran dan pemerintah telah melakukan berbagai
kebijakan di antaranya melalui pendidikan, baik pendidikan formal maupun
nonformal. Melalui pendidikan nonformal dilakukan berbagai bentuk kegiatan

7
Kelas Pintar. “Definisi dan Konsep Kependudukan”, (https://www.kelaspintar.id/blog/tips-
pintar/definisi-dan-konsep-kependudukan-6905/, Diakses pada 18 Oktober 2022)

3
langsung kepada masyarakat melalui media massa, penataran-penataran, dan lain-
lain.
Dari contoh fenomena diatas dan dari pengertian badan yang menangani
mengenai hal tersebut di Indonesia yaitu Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (disingkat BKKBN) itu sendiri dapat diketahui hubungan
antara keluarga berencana dan kependudukan adalah saling melengkapi satu sama
lain dalam mensukseskan dan melaksanakan tugas di bidang pengendalian
penduduk dan penyelenggaraan keluarga. Jika intensitas kependudukan naik dan
diiringi dengan intensitas yang mengikuti program keluarga berencana naik juga
maka tingkat atau laju pertumbuhan kelahiran akan terkontrol.8

C. Hukum Keluarga Berencana Dan Kependudukan


Ber-KB dalam pengertian untuk mencegah kehamilan akibat hubungan badan
suami-istri telah dikenal sejak masa Nabi Muhammad, dengan perbuatan yang
sekarang dikenal dengan coitus-interuptus, yakni jima terputus, yaitu melakukan
ejakulasi (inzal al-mani) di luar vagina (faraj) sehingga sperma tidak bertemu
dengan indung telur istri. 9
Kalau seorang muslim melakasanakan KB dengan motivasi yang hanya
bersipat pribadi, misalnya ber-KB untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran, atau
untuk menjaga kesehatan, kesegaran, kelangsingan badan si ibu, hukumnya boleh
saja. Tetapi kalau seseorang ber-KB disamping punya motivasi yang bersipat
pribadi seperti untuk kesejahteraan keluarga, juga ia punya motivasi yang bersipat
kolektif dan nasional,seperti untuk kesejahteraan masyarakat maka hukumnya bisa
sunah atau wajib, tergantung kepada keadaan masyarakat dan Negara, misalnya
mengenai kependudukannya, apakah sudah benar-benar overpofulated (terlalu
padat penduduknya), atau mengenai wilayahnya untuk tanah pemukiman tanah
pertanian/industry/pendidikan dan sebagainya sudah benar-benar overloaded
(terlalu sarat/ penuh dan berat), sehingga wilayah yang bersangkutan itu tidak

8
Wikipedia. “Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional”, (https://id.wikiped
ia.org/wiki/Badan_Kependudukan_dan_Keluarga_Berencana_Nasional, Diakses pada 18 Oktober
2022)
9
Al-Fauzi. “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan” JURNAL
LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Volume 3, No. 1, Maret 2017, Hal. 10.

4
mampu mendukung kebutuhan hidup penduduknya secara normal. Hukum ber-
KB bisa menjadi makruh hukumnya bagi pasangan suami istri yang tidak
menghendaki kehamilan si istri, padahal suami istri tersebut tidak ada
hambatan/atau kelainan untuk mempunyai keturunan. Sebab hal yang demikian
bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni untuk menciptakan
rumah tangga yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang shaleh
sebagai generasi penerus. Hukum ber-KB juga bisa haram, apabila orang
melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma agama. Misalnya
dengan cara vasektomi (strelisasi suami) dan abortus (pengguguran). Menurut
Syekh Ibnu Baz, mengkonsumsi pil KB atau ber-KB supaya bisa fokus bekerja,
atau bersenang-senang, atau alasan yang semisalnya, yang diinginkan oleh para
wanita hari ini, maka itu tidak diperbolehkan. 10
Adapun dasar hukum ber-keluarga berencana dalam islam adalah sebagai
berikut:
1. Keluarga Berencana Dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an merupakan sumber utama dalam ajaran Islam. Dalam kaitannya
dengan keluarga berencana (KB), sesungguhnya al-Qur'an tidak berbicara langsug
tentang isu keluarga berencana, namun Islam hanya menetapkan kerangka etis
bagi isu-isu kontemporer yang muncul, termasuk soal KB. Menurut kalangan
Islam yang mendukung KB, sikap diam al-Qur'an terhadap isu KB merupakan
symbol persetujuan Islam. Tokoh yang berpandangan demikian adalah Fazlur
Rahman, yang menyatakan bahwa perlunya mengkontrol tingkat populasi kita da
perlunya mempersiapkan masa depan kita bersama tidak lain pada dasarnya
adalah isyarat pentingnya dilaksanakan program KB.
Pendapat yang senada, juga disampaikan oleh Riffat Hasan, bahwa meskipun
al-Qur'an tidak secara langsung membicarakan persoalan KB, namun persoalan
seperti ini -termasuk masalah kontemporer lainnya- bias diletakkan dalam
kerangka etis Islam. Misalnya bagaimana Islam bicara tentang hak-hak manusia
yang fundamental: 1) hak untuk dihormati sebagai manusia, 2) hak untuk

10
Muhammad Samih Umar. “Fikih Kontemporer Wanita dan Pernikahan”, Terjemahan
Ibnu Abdil Bari (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2016). Hal. 102.

5
diperlakukan adil dan setara, 3) hak untuk bebas dari tradisionalisme,
otoritarianisme, tribalisme, klasisme, system kasta, seksisme, dan system
perbudakan, 4) hak untuk menjaga diri dari penganiayaan, 5) hak untuk
memperoleh ilmu pengetahuan, 6) hak untuk bekerja atau memiliki kekayaan, 7)
hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang aman, 8) hak untuk meninggalkan
tempat tinggal karena di bawah tekanan, 9) hak untuk mengembangkan perasaan
keindahan dan menikmati ciptaan Tuhan, 10) hak untuk mendapatkan kehidupan
yang lebih baik.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, bahwa Al Qur'an sebagai wahyu Tuhan
sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Hak-hak di atas harus diperkenalkan
dan dijadikan alat perlindungan bagi umat manusia.. Di Indonesia, mayoritas
penduduk muslim hidup dalam situasi politik, ekonomi, budaya dengan tingkat
populasi yang sangat tinggi, maka disini kita membutuhkan sebuah perencanaan
keluarga. Disinilah KB menjadi sangat penting dan dibutuhkan dengan beberapa
kerangka etis di atas bias dijadikan landasan bagi pelaksanaan program keluarga
berencana.

2. Keluarga Berencana Dalam Hadis Nabi saw


Hadis Nabi saw adalah sumber pengambilan hukum Islam kedua yang
menjadi rujukan umat Islam setelah al Qur'an. Dalam masalah KB, meskipun
tidak ada hadis yang khusus menyebutnya, namun tampaknya terdapat model
pelaksanaan perencanaan keluarga yang pernah terjadi dan telah dilakukan oleh
sahabat pada masa Nabi, yakni perbuatan 'azal.
Keluarga berencana, yang berarti mencegah kehamilan akibat bersenggama
suami-istri telah dikenal sejak masa Nabi saw, dengan perbuatan ‘azal yang
sekarang dikenal dengan coitus-interuptus, yakni jimak terputus, yaitu melakukan
ejakulasi (ingal al-mani) di luar vagina sehingga sperma tidak bertemu dengan
indung telur istri. Dengan demikian tidak mungkin terjadi kehamilan karena
indung telur tidak dapat dibuahi oleh sperma suami. 'Azal ini dibenarkan oleh
Nabi, sebagaimana yang diungkapkan dalam sebuah hadis riwayat Bukhari-
Muslim, yang artinya: "Dari Jabir, ia berkata; Kami melakukan 'zal pada masa
Nabi saw, sedangkan ketika itu al-Qur'an masih turun".7

6
Riwayat lain, yang masih dari Jabir, menyatakan bahwa suatu saat pernah
dating seorang laki-laki kepada Rasulullah saw dan berkata, bahwa ia ingin
melakukan hubungan seks dengan budaknya tanpa resiko kehamilan, Nabi
menjawab agar laki-laki tersebut mempraktikkan ‘azal
Hadis-hadis di atas merupakan hadis taqriy yang menunjukkan bahwa
perbuatan 'azal yang dilakukan dalam rangka upaya menghindari kehamilan yang
dapat dibenarkan. Nabi hanya mengingatkan bahwa 'azal sebagai ijtihad manusia
untuk menghindari kehamilan, sedangkan kepastiannya ada di tangan Allah,
demikian juga alat-alat kontrasepsi sebagai sarana ber-KB tidak menjamin semua
berhasil, sebab realitanya ada sebagian yang gagal.
Dasar hukum lainnya yang dapat dijadikan pertimbangan hukum
dibolehkannya ber-KB adalah kebijaksanaan pemerintah setelah
mempertimbangkan beberapa factor, seperti; meningkatnya kemiskinan,
kebodohan dan polarisasi social lainnya. Hal ini merupakan akibat laju
pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan laju pertumbuhan ekonomi
dan produksi sebagaimana teori Robert Malthus (1766-1834) tentang
keseimbangan, yaitu keseimbangan antara deret ukur dengan deret hitung (fertility
of menfertility of soil)
3. Keluarga Berencana Dalam Pendapat Fuqaha (Fikh)
Di kalangan ulama fikh, terutama pendapat lima madzhab, Hanafi, Maliki,
Syafi'i, Hanbali, dan Ja'fari, pada dasarnya semuanya mengijinkan dilakukannya
‘azal, demikian juga sependapat dengan mengqiyaskan KB dengan perbuatan
‘azal. Namun disini sedikit ada perbedaan mengenai izin suami bagi istri yang
melakukan KB atau sebaliknya. Madzhab Syafi'i, mengizinkan pemakaian
kontrasepsi atau melaksanakan 'azal oleh suami dengan tanpa izin dari istri, akan
tetapi empat madzhab lainnya mengharuskan minta izin terlebih dahulu kepada
istrinya.
Sedangkan ulama terkemuka Imam Al-Gazali, berpendapat ‘azal boleh
dilakukan dan 'azal sangat berbeda dengan aborsi, apalagi dengan penguburan
bayi bayi perempuan atau laki-laki hidup yang baru lahir, sebab keduanya

7
merupakan tindakan pembunuhan janin (the act of felony) pada saat
perkembangannya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka persoalan keluarga berencana
merupakan persoalan fikh, yang ketentuan hukumnya dapat ditetapkan
berdasarkan ijtihad, dan metode ijtihad yang dipakai adalah dengan menggunakan
qiyas, yakni mengqiyaskan/menganalogikan KB dengan perbuatan ‘azal karena
adanya persamaan ‘illat di antara keduanya Sehingga KB dalam pandangan
Syari'at Islam hukumnya boleh atau tidak dilarang. 11

D. Tujuan Dari Keluarga Berencana


Berdasarkan pengertian KB dan problem-problem yang ditimbulkan dari
beberapa faktor seperti diuraikan dalam bagian pendahuluan di atas, maka
program KB mempunyai beberapa tujuan yang dipandang akan membawa
kemaslahatan dan mencegah kemudaratan, baik bagi keluarga yang bersangkutan
maupun bagi negara yang mengalami masalah kependudukan. Khususnya di
Indonesia, program KB bertujuan untuk:
1. Tujuan demografis, yaitu upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk
sebanyak 50% pada tahun 1990 dari keadaan tahun 1971. Kalau ini
berhasil, maka laju pertumbuhan penduduk di Indonesia dapat ditekan
sampai 1% pertahun mulai 1990. Dengan demikian hasil pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi serta pendapatan negara semakin dapat
dirasakan, tidak sekedar memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang konsumtif
seperti pangan, pelayanan kesehatan dan masalah-masalah sosial lainnya,
tetapi meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran negara serta
membangun sarana-sarana yang lebih produktif. Dan juga untuk
mewujudkan penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga
kecil bahagia sejahtera.
2. Tujuan normatif, yaitu menciptakan suatu norma ke tengah-tengah
masyarakat agar timbul kecenderungan untuk menyukai keluarga kecil dengan
motto “dua anak lebih baik, tiga orang stop, lelaki perempun sama saja”.

11
Siti Fatimah dkk, ”TA’LIM: Jurnal Ilmu Agama Islam” Volume 4, No. 2, Agustus 2008.
Hal. 86-89.

8
sehingga melembaga dan merasa bangga dengan jumlah keluarga yang relatif
kecil yaitu Catur Warga atau Panca Warga.
Dengan jumlah keluarga yang kecil akan lebih mudah untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga, terutama masalah kesehatan ibu dan
anak. Seorang ibu yang sering melahirkan dapat mengandung berbagai resiko
gangguan kesehatan, berupa kurang darah (anemia), hypertensi, penyakit jantung
dan sebaginya.
Terlebih bagi anak-anak itu sendiri yang perlu dirawat secara intensif yaitu
diberi air susu ibu ASI selama dua tahun. Seterusnya disapih dari penyusuan
dengan memberikan makanan yang bergizi dan berprotein sampai anak tersebut
berumur lima tahun. Dengan kata lain, seorang ibu dituntut untuk merawat
seorang anak (bayi) secara intensif sampai anak berumur lima tahun. Sebelum
anak berumur lima tahun hendaknya sang ibu tidak diganggu oleh kelahiran anak
berikutnya. Apalagi dalam masa menyusui bayi, seorang ibu jangan sampai
menjadi hamil, karena dapat mengganggu kelancaran dan kemurnian air susu. Hal
ini disebab ghailah yang kurang terpuji, sebagaimana pernah disabdakan oleh
Nabi dalam suatu hadist, karena mengakibatkan terhentinya anak menyusu.
Tujuan lain dari program KB adalah untuk memperoleh kesempatan yang luas
bagi seorang ibu demi melaksanakan berbagai kegiatan yang lebih bermanfaat,
yaitu menata kehidupan rumah tangga, dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan seperti kegiatan sosial, pendidikan, ceramah, ibadah dan lain-lain.
Seorang ibu jangan sampai habis waktunya untuk hanya mengurus satu anak
berikutnya, sehingga melalaikan kewajiban lainnya.
Lebih jauh, tujuan KB adalah untuk mempersiapkan secara dini sejumlah anak
yang memungkinkan bagi orang tua untuk membekali anak-anaknya, baik fisik
maupun mentalnya, agar dapat mandiri di hari depannya. Faktor dominan dalam
hal ini adalah agar anak mendapat pendidikan yang tinggi dan akhlak mulia yang
diperoleh dari rumah tangga seperti dicontohkan orang tuanya. Tujuan-tujuan ini
akan lebih mudah dicapai apabila suatu keluarga relative kecil, yang secara
ekonomis lebih mudah dijangkau, dan secara psikologis akan ada ketenangan serta

9
mawaddah wa rahmah antara suami istri. Hal ini merupakan pendidikan dasar
bagi anak-anak.12

E. Nilai-Nilai Keluarga Berencana Dalam Al-Qur’an


1. Isyarat Kebolehan KB
Berikut ini adalah beberapa isyarat perintah untuk melakukan KB yang
disebutkan dalam Al-Qur'an.
a. Perintah untuk menyusui selama dua tahun.
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 233 :

َ‫ن ََا َ َرا َدَ َاَ ْنَ َيَتِ ََّم‬ َِ ‫ام َلي‬
َْ ‫ْن ََِل َﻤ‬ َِ ‫ْن َ َك‬ َِ ‫ُن َ َح ْو َلي‬ ََّ ‫ض ْعنََ َاَ ْو َلدَه‬ ِ ‫۞ َ َو ْال َوا ِل ٰدتَُ َيُ ْر‬
ََ‫ف َنَ ْفس‬ َُ َّ‫ل َت ُ َكل‬ َِۗ ‫ن َ ِبا ْل َﻤ ْع ُر ْو‬
ََ َ‫ف‬ ََّ ‫س َوت ُ ُه‬ ََّ ‫ضا َع َةََۗ َ َو َعلَى َ ْال َﻤ ْولُ ْو َِد َلَهََ ِر ْزقُ ُه‬
َْ ‫ن َ َو ِك‬ َ ‫الر‬
َّ
َُ ْ‫ثَ َِمث‬
َ‫ل‬ َِ ‫ار‬ َ َ ‫ﻀ ۤا ََّر َ َوا ِلدَةََۢبِ َولَ ِدهَا َ َو‬
ِ ‫ل َ َم ْوَلُ ْودَ ََلَّهََبِ َولَ َِدهََ َو َعلَىَ ْال َو‬ َ ُ ‫ل َت‬
َ َ ََۚ‫ِلَ ُو ْسعَ َها‬َ َّ ‫ا‬
َْ ‫ح َ َعلََ ْي ِه َﻤاَۗ َوا‬
َ‫ِن‬ ََ ‫ل َ ُجنَا‬ ُ ‫ن َت ََراضَ َ ِِّم ْن ُه َﻤا َ ََوتَش‬
َ َ َ‫َاورَ َف‬ َْ ‫صالَ َ َع‬ َ ‫ِن َاَ َرادَا َ ِف‬ ََ ‫ٰذ ِل‬
َْ ‫كَۚ َفَا‬
َ‫سلَّ َْﻤت ُ ْمَ َ َّمَا ْٓ َ ٰاتَ ْيت ُ َْم‬
َ َ ‫ح َ َعلََْي ُك ْمَ َاَِذَا‬
ََ ‫ل َ ُجنَا‬ َ َ َ‫ضعُ ْْٓوا َاَ ْو َلدَ ُك َْم َف‬ ِ ‫ن َتَ ْست َْر‬ َْ َ‫اَ َر ْدت َْم َا‬
َ‫صيْر‬َ ِ َ‫َللاََ ِب ََﻤاَتَ َْع َﻤلُ ْونَََب‬
َٰ َ‫ن‬ ََّ َ‫َللاََ َوا ْعلَ ُﻤ ْْٓواَا‬
َٰ َ‫فَ َواتَّقُوا‬َِۗ ‫ِب ْال َﻤ ْع ُر ْو‬
Artinya:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah
dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari
kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan
pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli waris pun (berkewajiban)
seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan persetujuan dan
permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika
kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Al-Fauzi. “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan” JURNAL


12

LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi Volume 3, No. 1, Maret 2017, Hal. 4-6.

10
Pada ayat-ayat yang lalu telah dijelaskan bahwa hukum-hukum yang
berhubungan dengan talak, maka dalam ayat ini diterangkan pula hukum-hukum
Allah yang berhubungan dengan penyusuan anak dan cara yang harus ditempuh
oleh kedua ibu bapak dalam pemeliharaan bayi mereka. Pada ayat ini dijelaskan
bahwa seorang ibu yang sudah janda baik janda karena bercerai maupun ditinggal
meninggal oleh suaminya itu mempunyai kewajiban terhadap anaknya yang masih
menyusu. Sebab itu merupakan suatu kewajiban yang ditetapkan oleh Allah dan
tidak dibiarkan-Nya meskipun fitrah dan kasih sayangnya mengalami kerusakan
karena urusan rumah tangganya sehingga bisa merugikan si kecil. Maka dari itu,
Allah memberikan tugas dan kewajiban kepada si ibu , karena Allah lebih dekat
kepada manusia daripada dengan dirinya sendiri. Lebih baik dan lebih penyayang
daripada kedua orang tuanya. Allah mewajibkan si ibu untuk menyusui anaknya
selama dua tahun penuh. Karena, Allah mengetahui bahwa ini merupakan masa
yang paling ideal apabila ditinjau dari segi kesehatan si ibu dan jiwa anak.
Pembahasan yang mengenai kesehatan dan jiwa telah menetapkan bahwa masa
dua tahun itu merupakan kebutuhan yang vital bagi masa pertumbuhan anak, baik
mengenai kesehatan maupun mentalnya. Akan tetapi, nikmat Allah kepada kaum
muslimin ini tidak menunggu hasil dari penelitian para ahli. Maka, potensi yang
terdapat pada anak tersebut tidak boleh dibiarkan digerogoti oleh masa yang
sekian lama. Sebagi timbal balik dari melaksanakan kewajiban yang ditetapkan
Allah terhadap ibu kepada anaknya tersebut, maka seorang ayah berkewajiban
memberi nafkah dan pakaian kepada si ibu secara patut dan baik. Jadi, keduanya
mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap anak yang masih menyusu
tersebut. Si ibu merawat anaknya yang masih menyusu tersebut dengan cara
mmenyusui dan memeliharanya, sedangkan si ayah harus memberikan nafkah
kepada si ibu supaya si ibu bisa merawat anaknya. Masing-masing harus
menunaikan tugas dan tanggung jawabnya. 13
b. Perintah untuk memikirkan keturunannya dan tidak meninggalkan generasi
yang lemah.

13
Winda Ariyeni. “KELUARGA BERENCANA DALAM AL-QUR’AN (Studi Tematik Tafsir
Sayyid Quthb)”, SKRIPSI, UINSA, 2019, hal. 40-43.

11
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 266, yang berbunyi :

َ‫ن َتَﺤْ تِ َها َ ْالَ ْنهٰ َُر‬


َْ ‫ي َ ِم‬ َْ ‫ن َنَّ ِخيْلَ َ َّواَ ْعنَابَ َتَجْ ِر‬ َْ ‫ن َتَ ُك ْونََ َلَهَ َ َجنَّةَ َ ِِّم‬
َْ َ‫اَ َي َودَ َاَ َحدُ ُك َْم َا‬
ََ‫صار‬ َ ‫صابَ َهَا َْٓاِ ْع‬ َ َ ‫ض َعفَ ۤاءَُۚ َفَا‬
ُ َ َ‫صابَ َهَُ ْال ِكﺒَ َُر َ َولَهَ َذ ُ ِ ِّريَّة‬ َ َ‫ت َ َوا‬ َِ ‫لَالثَّ َﻤ ٰر‬ َِِّ ‫نَ ُك‬َْ ‫لَهَ َفِ ْي َها َ ِم‬
ََ‫تَلَعَلَّ ُك َْمَتَتَفَ َّك ُر ْون‬ ٰ ْ َ‫َللاَُلَ ُك َُم‬
َِ ‫ال ٰي‬ َٰ َ‫ن‬ ََ ‫تََۗ َك ٰذ ِل‬
َُ ِِّ‫كَيُﺒَي‬ َْ َ‫فِ ْي َِهَنَارََفَاحْ ت ََرق‬
Artinya:
“Adakah salah seorang di antara kamu yang ingin memiliki kebun kurma dan
anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala
macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tuanya sedang dia memiliki
keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu kebun itu ditiup angin keras yang
mengandung api, sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-
Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.”
Pada ayat yang lalu ada perumpamaan mengenai sedekah yang baik dan
memperingatkan orang-orang mukmin apabila bersedekah agar jangan suka
menyebut-nyebut sedekah tersebut atau mengiringinya dengan kata-kata yang
menyakiti hati yang menerimanya, dan jangan bersifat riya’, sebab semua itu akan
melenyapkan pahalanya di sisi Allah. Sifatsifat yang semacam itu merupakan
bagian dari sifat orang kafir, dan harus dijauhi oeh orang mukmin. Maka pada
ayat ini, Allah memberikan perumpamaan lain bagi amal yang dilakukan semata-
mata kerena mengharapkan keridhaan Allah dan menambah keteguhan iman dan
kekuatan jiwa untuk melakukan perbuatan yang baik.
Surat al-Baqarah ayat 266 ini turun berkaitan dengan perumpamaan amal
seseorang. Kemudian Umar bin Khattab bertanya: “amal yang bagaimana?”, Ibnu
Abbas menjawab: “yaitu bagi seorang lelaki yang kaya raya yang beramal dengan
penuh ketaatan kepada Allah, kemudian Allah mengutus kepadanya syaitan
sehinga dia melakukan perbuatan maksiat. Karena perbuatan maksiat tersebut
maka seluruh amal kebajikannya luntur seketika.” Jadi Allah menurunkan ayat ini
sematamata sebagai peringatan kepada manusia supaya tidak melakukan amal
kebaikan disertai riya’, dengan membangga-banggakan harta kekayaannya
sehingga menyakiti hati orang lain.

12
Dalam ayat ini juga diumpamakan sebagai orang yang memiliki sebidang
kebun yang berisi bermacam-macam tumbuhan, kebun yang rimbun dedaunannya,
subur, dan banyak buahnya. Demikian pula tabiat dan bekas-bekas serta pengaruh
sedekah yang terjadi di dalam kehidupan si pemberi sedekah, di dalam kehidupan
si penerima sedekah, dan kehidupan umat manusia. Ia memiliki ruh dan bayang-
bayang, memiliki kebaikan dan berkah, mengandung makanan untuk
menghilangkan lapar dan mengandung air penghapus dahaga, ia tumbuh dan
berkembang. Peristiwa yang seperti itu terjadi pada saat orang tersebut sudah
lanjut usianya, sedangkan dia masih mempunyai anak-anak dan cucu-cucu yang
masih kecil dan belum bisa mencaro rizki sendiri. Dengan demikian orang itu dan
anak-anaknya sangat memerlukan hasil kebun tersebut. Tapi tiba-tiba datanglah
angin yang panas, sehingga pohon-pohon dan tanaman menjadi rusak tidak
mendatangkan hasil apa pun, padahal dia sangat mengharapkannya. 14
Selain itu Al-Qur'an yang mengisyaratkan kepada umat manusia untuk tidak
meninggalkan generasi yang lemah juga disebutkan dalam Al- Qur'an surat an-
Nisa' ayat 9, sebagaimana firman Allah:

َٰ َ ‫ضعَٰفا َخَافُ ْوا َ َعلََْي ِه َْم َفَ ْليَتَّقُوا‬


ََ‫َللا‬ ِ َ َ‫ن َخ َْل ِف ِه َْم َذُ ِ ِّريََّة‬ ََ ‫َو ْليَ ْخ‬
َْ ‫ش َالَّ ِذيْنََ َلَ َْو َت ََر ُك ْوا َ ِم‬
ََ ََ‫َو ْليَقُ ْولُ ْواَقَ ْول‬
‫س ِديْدا‬
Artinya:
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka
meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada
Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.”
Surat an-Nisa’ ayat 9 ini menjelaskan bahwa orang yang telah mendekati akhir
hayatnya diperingatkan agar mereka memikirkan, janganlah meninggalkan anak-
anak atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka di
kemudian hari. Di samping itu, dipesankan juga kepada mereka supaya bertakwa
kepada Allah di dalam mengurusi anak-anak kecil yang diserahkan
pengurusannya oleh Allah kepada mereka. Dengan harapan, mudah-mudahan

14
Ibid, hal. 44-45

13
Allah menyediakan orang yang mau mengurusi anak-anak mereka dengan penuh
ketaqwaan kepada Allah. Dipesankan pula kepada mereka supaya mengucapkan
perkataan yang lebih baik kepada anak-anak yang mereka didik dan mereka asuh
tersebut, sebagaimana mereka memelihara harta mereka. Taqwa kepada Allah
dalam pembahasan ini juga dapat dimaknai sebagai salah satu bentuk dalam
mempersiapkan generasi yang berkualitas. Rasulullah bersabda :

“Sungguh jika engkau meninggalkan keturunan dalam keadaan kaya,maka itu


lebih baik bagimu daripada engkau meninggalkan merekadalam keadaan miskin
(hingga)meminta-minta pada manusia.” (Riwayat al-Bukhari dari Amir bin Sa’ad
dari Bapaknya).
Pada hadis lain, beliau bersabda :

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin
yang lemah.” (Riwayat Muslim dari Abu Hurairah).

Demi untuk melahirkan keturunan yang baik maka dianjurkan bagi umat
Muslim supaya memberikan ASI kepada buah hatinya sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan dalam al-Qur’an. Karena pertumbuhan seorang anak pada masa
menyusui juga dapat terancam bila sang ibu hamil lagi. Di samping itu, dengan
memberikannya ASI secara penuh juga dapat memberikan kesempatan bagi sang
ibu untuk memelihara kesehatannya terlebih dahulu sebelum nantinya akan hamil
dan melahirkan anak selanjutnya.
Jika diperhatikan dari penjelasan di atas, maka program Kb dapat diterima
oleh Islam dengan maksud menciptakan keluarga yang sejahtera yang berkualitas
dan melahirkan keturunan yang tangguh sangat sejalan dengan syari’at Islam.
Karena KB juga berperan untuk membantu orangorang yang tidak dapat

14
menyanggupi kebutuhan anaknya, agar tidak berdosa di kemudian hari bila
meninggalkan keturunannya.15
2. Isyarat Larangan Kebolehan KB
Meskipun ayat-ayat di atas memberikan isyarat-isyarat terhadap pelaksanaan
KB, al-Qur’an juga memberikan ketegasan tentang larangan cara-cara ber KB
yang bertentangan dengan bersifat abortif atau mengakibatkan pemandulan abadi.
Prinsip keberlangsungan keturunan (nasl) menjadi alasan dibalik penegasan
tersebut. Seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an tentang nilai-nilai
dilarangnya keluarga berencana sebagaimana berikut:
a. Larangan untuk Membatasi Keturunan
Seperti firman Allah pada surat al-An’am ayat 151, yang berbunyi:

َِ ‫شيْـَا َ َّو ِب ْال َوا ِلدَي‬


َ‫ْن‬ َ َ َ‫ل َت ُ ْش َِر ُك ْوا ََِبه‬ َ َّ َ‫ل َ َما َ َح َّر ََم َ َرب ُك َْم َ َعلَ ْي ُك َْم ََا‬ َُ ْ‫ل َتَ َعالَ ْوا َاَت‬ َْ ُ‫۞ َق‬
َ‫ل َتَ ْق َرَبُوا‬ َ َ ‫ن َن َْر َُزقُ ُك َْم َ َواَِيَّا ُه َْمَۚ َو‬
َُ ْ‫ق َنَﺤ‬ َۗ ‫ن َا ِْم َل‬ َ َ ‫سانَۚا َ َو‬
َْ ‫ل َتَ ْقتُلُ ْْٓوا َاَ ْو َلدَ ُك َْم َ ِِّم‬ َ ْ‫اِح‬
ََ ‫ِلَبِ ْال‬
َِ ِّ ۗ ‫ﺤ‬
َ‫ق‬ َ َّ ‫َللاَُا‬ َْ ِ‫سَ َالَّت‬
َٰ َ‫يَ َح َّر ََم‬ َ َ ‫ط ۚنَََ َو‬
ََ ‫لَتَ ْقت َُلُواَالنََّْف‬ َ َ‫ظ َه ََرَ ِم ْن َهاَ َو َماَب‬ َ َ‫شَ َما‬ ِ ‫ْالفَ َو‬
ََ ‫اح‬
ٰ ‫ٰذ ِل ُك َْمَ َو‬
ََ‫صى ُك َْمَ ِبهََلَ َعلَّ ُك َْمَتَ ْع ِقلُ ْون‬
Artinya:
“Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan
kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada
ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang
memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati
perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah
kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang
benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.”
Pada permulaan ayat ini, Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar
mengatakan kepada kaum musyrikin yang menetapkan hukum menurut kehendak
hawa nafsunya bahwa ia akan membacakan wahyu yang akan diturunkan Allah

15
Ibid, hal. 47-50

15
kepadanya. Wahyu ini memuat beberapa ketentuan tentang hal-hal yang
diharamkan kepada mereka.
Ketentuan-ketentuan hukum itu datangnya dari Allah, maka
ketentuanketentuan itulah yang harus ditaati, karena Dia sendirilah yang berhak
menentukan ketentuan hukum dengan perantara wahyu yang disampaikan oleh
malaikat kepada Rasul-Nya, yang memang diutus untuk menyampaikan
ketentuan-ketentuan hukum kepada umat manusia. Ketentuan-ketentuan hukum
yang disampaikan Rasul kepada kaum musyrikin itu berisi 10 ajaran pokok yang
sangat penting yang menjadi inti dari agama Islam dan semua agama yang
diturunkan Allah ke dunia. Lima ketentuan di antara sepuluh ketentuan itu
terdapat dalam ayat ini, empat ketentuan di antaranya terdapat dalam ayat 152,
sedang satu ketentuan lagi terdapat dalam ayat 153. Adapun 5 ajaran pokok yang
terdapat dalam ayat ini, yaitu :
1. Jangan mempersekutukan Allah
2. Berbuat baik kepada kedua orang tua
3. Jangan membunuh anak karena takut miskin
4. Jangan mendekati perbuatan kejahatan secara terang-terangan maupun
sembunyi-sembunyi
5. Jangan membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya oleh Allah. 16
b. Larangan Membunuh Anak Karena Takut Miskin
Larangan kepada orang tua untuk membunuh anak mereka disebabkan karena
takut kemiskinan yang menimpa mereka juga terdapat dalam firman Allah dalam
surat al-Isra’ ayat 31, yang berbunyi :
ْ ‫ِن َقَتْلَ َُه َْم َ َكانََ َ ِخ‬
َ‫طـا‬ ََّ ‫ن َن َْر ُزَقُ ُه َْم َ ََواِيَّا ُك ۗ َْم َا‬ َۗ ‫ل َتَ ْقتُلُ ْْٓوا َاَ ْو َلدَ ُك َْم َ َخ ْشيَ َةَ َا ِْم َل‬
َُ ْ‫ق َنَﺤ‬ َ َ ‫َو‬
‫َكﺒِيْرا‬

16
Ibid, hal. 50,52

16
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah
yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu
sungguh suatu dosa yang besar.”
Dalam ayat surah al-Isra’ ini, pembunuhan terhadap anak-anak disebabkan
takut jatuh miskin karena punya anak. Karena itu, rezeki anak disebutkan terlebih
dahulu. Sedangkan dalam surat al-An’am, pembunuhan terhadap anak betul-betul
disebakan karena kondisi miskinnya orang tua. Karena itu, rezeki orang tua
disebutkan terlebih dahulu. Jadi, mendahulukan penyebutan rezeki atau
mengakhirkannya dalam kedua ayat adalah memang sejalan dengan tuntutan
kontekstual mamsing-masing ayat.
Di akhir ayat ini Allah menegaskan bahwa membunuh anak-anak itu adalah
dosa besar, karena hal itu menghalangi tujuan hidup manusia. Tidak membiarkan
anak itu hidup berarti memutuskan keturunan, yang berarti pula menumpas
kehidupan manusia itu sendiri di muka bumi. Hadis Nabi saw berikut ini
menggambarkan betapa besarnya dosa membunuh anak :
“Diriwayatkan dariwatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa ia bertanya,
“wahai Rasulullah, dosa manakah yang paling besar? Rasulullah menjawab,
“bila engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Allah itulah yang
menciptakanmu.” Saya bertanya lagi, “kemudian dosa yang mana lagi?”
Rasulullah saw menjawabnya, “bila engkau membunuh anakmu karena takut
anakmu makan bersamamu.” Saya bertanya lagi, “kemudian dosa yang mana
lagi?” Rasulullah saw menjawabnya, “engkau berzina dengan istri
tetanggamu.”” (Riwayat al- Bukhari dan Muslim).
Pada penjelasan di atas dapat diartikan bahwa yang dimaksud tidak
diperbolehkan melakukan program KB itu apabila menggunakan cara yang salah
atau tidak sesuai dengan yang ditentukan oleh syariat. Misalnya ber KB dengan
menggunakan IUD, ber KB dengan menggunakan IUD tersebut merupakan cara
yang dilarang, karena adanya kemungkinan bahwa IUD ini tidak mencegah
pertemuan sperma dan sel telur melainkan mencegah hasil konsepsi untuk

17
menempel ke Rahim, yang berarti sama dengan pengguguran atau pembunuhan.
Dalam Islam pun dengan tegas dilarang untuk pembunuhan anak.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa tindakan membunuh anak karena takut
kelaparan adalah termasuk berburuk sangka kepada Allah. Bila tindakan itu
dilakukan karena takut malu, maka tindakan itu bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan, karena mengarah kepada upaya menghancurkan keseimbangan
eksistensi umat manusia di dunia.17

17
Ibid, hal. 56, 58, 59.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga berencana juga dapat diartikan perencanaan kehamilan, sehingga
kehamilan itu terjadi pada waktu seperti yang diinginkan, jarak antara kelahiran
diperpanjang, untuk membina kesehatan yang sebaik-baiknya bagi seluruh
anggota keluarga, apabila jumlah anggota keluarga telah mencapai jumlah yang
dikehendaki.
Hubungan antara keluarga berencana dan kependudukan adalah saling
melengkapi satu sama lain dalam mensukseskan dan melaksanakan tugas di
bidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga. Jika intensitas
kependudukan naik dan diiringi dengan intensitas yang mengikuti program
keluarga berencana naik jugala maka tingkat atau laju pertumbuhan kelahiran
akan terkontrol.
Ber-KB dalam pengertian untuk mencegah kehamilan akibat hubungan badan
suami-istri telah dikenal sejak masa Nabi Muhammad, Kalau seorang muslim
melakasanakan KB dengan motivasi yang hanya bersipat pribadi, misalnya ber-
KB untuk menjarangkan kehamilan/kelahiran hukumnya boleh saja. Kalau
seseorang ber-KB disamping punya motivasi yang bersipat pribadi seperti untuk
kesejahteraan keluarga, juga ia punya motivasi yang bersipat kolektif dan
nasional, seperti untuk kesejahteraan masyarakat maka hukumnya bisa sunah atau
wajib, Hukum ber-KB bisa menjadi makruh hukumnya bagi pasangan suami istri
yang tidak menghendaki kehamilan si istri. Serta Hukum ber-KB juga bisa haram,
apabila orang melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma
agama.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
penulis mohon kritik dan saran guna perbaikan untuk masa yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Athifatun Nafiah, Zaiza. ” Analisis Kasus Fiqh Kontemporer "Keluarga


Berencana””,https://www.kompasiana.com/zaizaathifatun15/61a78e9f063
10e4f883a0a82/analisis-kasus-fiqh-kontemporer-keluarga-berencana,
(Diakses pada 17 Oktober 2022)
Nadira,Nurliah. “FIQIH KONTEMPORER :“ PANDANGAN ISLAM DAN
KESEHATAN TENTANG KELURGA BERENCANA (KB)””,
https://nurliahnadira.wordpress.com/2015/01/23/fiqih-kontemporer-
pandangan-islam-dan-kesehatan-tentang-kelurga-berencana-kb/, (Diakses
pada 17 Oktober 2022)
Fatimah, Siti, dkk. 2008. ”TA’LIM: Jurnal Ilmu Agama Islam” Volume 4, No. 2
Ariyeni, Winda. 2019. “KELUARGA BERENCANA DALAM AL-QUR’AN (Studi
Tematik Tafsir Sayyid Quthb)”. SKRIPSI. SURABAYA: UIN Sunan
Ampel.
Pintar, Kelas. “Definisi dan Konsep Kependudukan”,
https://www.kelaspintar.id/blog/tips-pintar/definisi-dan-konsep-
kependudukan-6905/. (Diakses pada 18 Oktober 2022)
Wikipedia. “Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional”.
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Kependudukan_dan_Keluarga_Beren
cana_Nasional. (Diakses pada 18 Oktober 2022)
Al-Fauzi. 2017. “Keluarga Berencana Perspektif Islam Dalam Bingkai
Keindonesiaan”. JURNAL LENTERA: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan
Teknologi. Volume 3, Nomor 1.
Umar, Muhammad Samih. 2016. “Fikih Kontemporer Wanita dan Pernikahan”.
Terjemahan oleh Ibnu Abdil Bari. Solo: PT. Aqwam Media Profetika.

20

Anda mungkin juga menyukai