Tentang :
“HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL”
DISUSUN OLEH
DOSEN PENGAMPU :
ZAINAL ABIDIN, M.Ag
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga Kami khususnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas makalah Masail Fiqhiyah Al Haditsah yang berjudul “HUKUM
MENIKAHI WANITA HAMIL” tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini karena kami masih dalam tahap
pembelajaran. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar dapat menyusun
makalah berikutnya dengan lebih baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya Kami ucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Beakang ………........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ……….................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ………................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Menikahi Wanita Hamil......................................... 3
B. Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum
Islam.................................................................................... 5
C. Dampak Positif Dan Negatif Menikahi Wanita Hamil....... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasul. Pernikahan menjadi fitrah
manusia sebagai insan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Menurut
ketentuan agama Islam, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan
perempuan yang bermaksud untuk membangun rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah. Menurut mayoritas Ulama, pernikahan hanya dapat
dianggap sah jika didahului dengan akad nikah. Pendapat ini adalah pendapat
yang kuat dari madzhab Syafi‟iyah (Al-Jazairi, 2003: 9).
Akad nikah memiliki posisi penting dalam pernikahan. Sah dan tidaknya
suatu pernikahan sangat bergantung kepada akad pernikahan. Akad pernikahan
dapat dianggap sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Selain berhubungan
dengan rukun dan syarat, pernikahan di Indonesia juga bergantung kepada
Undang-Undang maupun peraturan yang telah ditetapkan pemerintah kepada
seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai materi muatan berupa segi-segi
normatif dari ajaran agama yang diakui keberadaanya di Indonesia, seperti ajaran
Islam termasuk hukum Islam (Bisri, 1998: 56).
Ketentuan mengenai hukum pernikahan tersebut dipertegas dalam
Undang-Undang dan peraturan, seperti: Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974 yang pelaksanaannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
1975, dan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1983. Selain itu, juga terdapat
Peraturan Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 yang berisi tentang
Kompilasi Hukum Islam, atau biasa disingkat dengan KHI. Di antara ketentuan
hukum pernikahan, fikih munakahat, yang diambil dari KHI, sebagian terdapat
kesesuaian dengan Hukum Adat. Salah satu diantaranya adalah perkawinan
wanita hamil. Kasus yang terjadi seputar perkawinan wanita hamil adalah
menikahkan anak gadis yang telah hamil akibat zina. Kenyataan tersebut tidak
hanya berlaku pada sebagian ketentuan Hukum Adat, tetapi juga berlaku di
hampir semua lingkaran Hukum Adat.
Di Indonesia, kebanyakan kasus perkawinan wanita hamil disebabkan
karena kecelakaan, atau biasa disebut dengan Married by Accident, disingkat
1
2
dengan MBA. Ketika hal itu terjadi, maka yang paling dirugikan adalah
pihak wanita, khususnya keluarga, karena mereka harus menanggung buah
perbuatan terlarang bersama pasangannya. Sementara itu, pasangan prianya
mungkin dapat menolak untuk bertanggung jawab dengan berbagai alasan.
Sebagai konsekuensi dari perbuatannya tersebut, pasangan pria yang
menghamili anak perempuan tersebut harus bertanggung jawab.
Kemudian, timbul persoalan yaitu, apakah wanita hamil tersebut boleh
dinikahi tanpa harus menunggu kelahiran bayinya, sedangkan, di satu sisi, wanita
hamil dikategorikan sebagai wanita yang sedang menjalani masa iddah sehingga
tidak boleh menikah sampai anaknya lahir. Ataukah wanita hamil akibat zina
tidak memiliki iddah sehingga tidak ada kewajiban baginya untuk menunggu bayi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Hukum Menikahi Wanita Hamil?
2. Apa Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum
Islam?
3. Apa Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Mengenai Perkawinan
Wanita Hamil?
4. Apa Dampak Positif Dan Negative Menikahi Wanita Hamil?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Hukum Menikahi Wanita Hamil.
2. Untuk Mengetahui Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina
Menurut Hukum Islam.
3. Untuk Mengetahui Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Mengenai
Perkawinan Wanita Hamil.
4. Untuk Mengetahui Dampak Positif Dan Negative Menikahi Wanita
Hamil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Menikahi Wanita Hamil
Pengertian pernikahan yang terkandung dalam Undang-undang
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 2 disebutkan
bahwa Pernikahan adalah : Akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.2
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat (1)
menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam menetapkan “kawin hamil” yang
dimaksud adalah wanita yang hamil di luar nikah maka boleh dinikahkan dengan
laki-laki yang menghamilinya. Dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW,
demikian juga dalam kitab-kitab fiqih klasik masalah perkawin-an wanita hamil
pada dasarnya wanita hamil tersebut boleh kawin dengan siapa saja, karena apa
yang diatur dalam pasal 53 KHI ini penuh dengan muatan kemaslahatan sebagai
upaya penekanan sekecil mungkin terjadinya kehamilan di luar nikah.
Dikemukakan oleh Yahya Harahap mengenai aturan kawin hamil tetap
diletakkan pada kategori boleh. Tidak mesti, seperti yang dianut oleh kehidupan
berdasar Hukum Adat.
Hukum menikah saat hamil bagi wanita telah diatur dalam Islam, sebagai
agama yang dikenal komprehensif. Wanita hamil sebetulnya bisa menikah sesuai
hadits berikut,
َ َاش ْال َولَ ُد وسلم عليه اللهصلى النَّبِ ُّى ق
ال هُ َر ْي َرةَ ع َْن ِ لِ ْلفِ َر, ْعَا ِه ِر َولِل.ُْال َح َجر
1
M. Yahya Harahap,Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi
Hukum Islam,(Ciputat: Logos Wacana Ilmu,1999),hlm: 57-58
2
Abu al-Husayn Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi, Imam Muslim, Shaheh Muslim,
(Semarang :Toha Putra, 2003), hlm. 64-65
3
4
"Dari Abu Hurairah ra (diriwayatkan), Nabi saw bersabda: anak itu milik
pemilik ranjang, dan bagi pelacur adalah batu (hukuman rajam)." (HR Al-
Bukhari).
Wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan perkawinan dengan laki laki
yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain. Wanita hamil karena zina itu
tidak ada iddahnya, boleh melangsungkan perkawinan, tetapi tidak boleh
melakukan hubungan seks hingga dia melahirkan kandungannya4.
Menurut Imam al-Syafi’i:
Hubungan seks karena zina itu tidak ada iddahnya, wanita yang hamil karena
zina itu boleh dikawini, dan boleh melakukan hubungan seks sekalipun dalam
4
Imam Abu Bakr bin Muhammad Abu Sahl al-Sarakhsyi al-Hanafiy, al-Mabsuth, (Beirut
:Dar al-Ilm al-Malayin,2007 ), hlm. 453
6
keadaan hamil menurut pendapat yang shahih. Menurut Imam Malik dan
Ahmad bin Hanbal sama halnya dengan yang dikawini dalam bentuk zina atau
syubhat atau kawin fasid, maka dia harus mensucikan diri dalam waktu yang
sama dengan iddah.5Untuk mendukung pendapatnya, mereka mengemukakan
alasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW :
”Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat
menyiramkan airnya (sperma) kepada tanaman orang lain, yakni
wanitawanita
tawanan yang hamil, tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat mengumpuli wanita tawanan perang sampai menghabiskan
istibra’nya (iddah) satu kali haid.” (HR.Imam Bukhari).
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal mengambil kesimpulan dari
hadis tersebut, bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini, karena dia perlu
iddah. Mereka memberlakukan secara umum, termasuk wanita hamil dari
perkawinan yang sah, juga wanita hamil dari akibat perbuatan zina. Adapun
penentuan larangan perkawinan wanita hamil tersebut berawal dari pendapat
mereka yaitu, wanita hamil karena zina tetap memiliki iddah, maka wanita
hamil tidak boleh melangsungkan perkawinan sampai dia melahirkan
kandungannya. Status.
2. Perkawinan Wanita Hamil Dalam Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia
pada Bab VIII Pasal 53 ayat 1, 2 dan 3 yaitu : 1) Seorang wanita hamil diluar
nikah dapat dikawinkan dengan pria menghamilinya; 2) Perkawinan dengan
wanita hamil yang disebutkan pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa
5
M. Ali Hasan, Masail Fiqh al-Haditsah (Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
Terjemahan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 80.
7
6
M. Anshary MK,Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah Krusial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hlm: 58-59.
7
Ibid,hlm 58
8
Siah Khosyi’ah,Metode Istishlah Dalam Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia.
(Bandung: Sahifa,2009), hlm: 118.
8
(Bab tentang orang yang melakukan transaksi jual beli dua kali) bercerita
kepadaku (Imam Bukhori) Abu Ashim dari Yazid ibn Abi Ubaidah dari
Salmah RA. Salmah berkata : “saya melakukan transaksi jual beli dengan Nabi
Muhammad SAW di bawah pohon, kemudian Rasul berkata padaku, apakah
kamu tidak melakukan akad transaksi? Saya telah melakukan akad wahai
Rasulullah pada waktu pertama, Nabi berkata; dan pada waktu yang kedua.”
Hadits riwayat al Bukhari. Ibn Munier berpendapat : Dari hadits ini dapat
diambil manfaat (kesimpulan hukum) bahwa mengulangi akad nikah atau yang
lainnya itu tidak merusak akad yang pertama berbeda dengan orang yang
menyangka bahwa hal itu dari ulama Syafi’iyyah. Penyusun kitab Fathul Bari
berkata : “ pendapat yang benar menurut ulama Syafi’iyyah, pernikahan itu
sah tidak merusak sebagaimana disampaikan oleh mayoritas ulama.”9
Akad nikah ulang yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengundang
tokoh-tokoh agama atau imam mesjid untuk menikahkan pasangan suami istri
yang telah menikah karena wanitanya hamil di luar nikah, sama halnya dengan
tajdiidunnikah atau orang jawa sering mengistilahkan dengan mbangun nikah.
9
Imam al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalaniy, Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath
al-Baari ‘An Syarh Shaheh al-Bukhari, (Beirut : Dar al-Fikr, tt), Juz XIII, hlm. 159.
9
10
Hamaedillah, M, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan Anaknya,,(Jakarta:
Gema Insani Press,2002),hlm 165
10
11
12
B. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Pelu
diadakan perbaikan yang progresif demi kesempurnaan makalah ini, dapat
berupa sumber yang digunakan, tata bahasa dan kalimat maupun struktur
dan format kepenulisannya. Untuk itu diperlukan kritis dan saran yang
membangun.
13
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakr ,Imam Bin Muhammad Abu Sahl Al-Sarakhsyi Al-Hanafiy.2007. Al-
Mabsuth.Beirut :Dar Al-Ilm Al-Malayin.
Al-Hafizh Imam Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al-Asqalaniy, Ibnu Hajar Al-
Asqalaniy.Fath Al-Baari ‘An Syarh Shaheh Al-Bukhari.Beirut : Dar Al-Fikr,
Tt.Juz XIII.
Al-Husayn ,Abu Muslim Bin Hajjaj Al-Naisaburi, Imam Muslim.2003.Shaheh
Muslim.Semarang :Toha Putra.
Hamaedillah,2002.Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil Dan
Anaknya.Jakarta: Gema Insani Press.
Harahap ,M. Yahya.1999.Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam:
Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam.Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Hasan, M. Ali.2007. Masail Fiqh Al-Haditsah (Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam,Terjemahan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Khosyi’ah,Siah Khosyi’ah.2009.Metode Istishlah Dalam Pembaharuan Hukum
Islam Di Indonesia.Bandung: Sahifa.
M. Anshary MK.2010.Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah
Krusial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
13