Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MASAIL FIQHIYAH AL HADITSAH

Tentang :
“HUKUM MENIKAHI WANITA HAMIL”

DISUSUN OLEH

SRI HASTUTI (2018.01.178)

DOSEN PENGAMPU :
ZAINAL ABIDIN, M.Ag

INSTITUT AGAMA ISLAM AL QUR’AN AL ITTIFAQIAH (IAIQI)


INDRALAYA OGAN ILIR SUMATERA SELATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga Kami khususnya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan tugas makalah Masail Fiqhiyah Al Haditsah yang berjudul “HUKUM
MENIKAHI WANITA HAMIL” tepat pada waktunya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini karena kami masih dalam tahap
pembelajaran. Semoga Allah SWT memberikan balasan kepada semua pihak.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar dapat menyusun
makalah berikutnya dengan lebih baik lagi. Akhir kata, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya Kami ucapkan terima kasih.

Indralaya, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................ ii


DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Beakang ………........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ……….................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ………................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Menikahi Wanita Hamil......................................... 3
B. Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum
Islam.................................................................................... 5
C. Dampak Positif Dan Negatif Menikahi Wanita Hamil....... 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................ 11
B. Saran .................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasul. Pernikahan menjadi fitrah
manusia sebagai insan yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Menurut
ketentuan agama Islam, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan
perempuan yang bermaksud untuk membangun rumah tangga yang sakinah,
mawaddah dan rahmah. Menurut mayoritas Ulama, pernikahan hanya dapat
dianggap sah jika didahului dengan akad nikah. Pendapat ini adalah pendapat
yang kuat dari madzhab Syafi‟iyah (Al-Jazairi, 2003: 9).
Akad nikah memiliki posisi penting dalam pernikahan. Sah dan tidaknya
suatu pernikahan sangat bergantung kepada akad pernikahan. Akad pernikahan
dapat dianggap sah jika rukun dan syaratnya terpenuhi. Selain berhubungan
dengan rukun dan syarat, pernikahan di Indonesia juga bergantung kepada
Undang-Undang maupun peraturan yang telah ditetapkan pemerintah kepada
seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai materi muatan berupa segi-segi
normatif dari ajaran agama yang diakui keberadaanya di Indonesia, seperti ajaran
Islam termasuk hukum Islam (Bisri, 1998: 56).
Ketentuan mengenai hukum pernikahan tersebut dipertegas dalam
Undang-Undang dan peraturan, seperti: Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun
1974 yang pelaksanaannya terdapat dalam Peraturan Pemerintah No.9 Tahun
1975, dan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1983. Selain itu, juga terdapat
Peraturan Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1991 yang berisi tentang
Kompilasi Hukum Islam, atau biasa disingkat dengan KHI. Di antara ketentuan
hukum pernikahan, fikih munakahat, yang diambil dari KHI, sebagian terdapat
kesesuaian dengan Hukum Adat. Salah satu diantaranya adalah perkawinan
wanita hamil. Kasus yang terjadi seputar perkawinan wanita hamil adalah
menikahkan anak gadis yang telah hamil akibat zina. Kenyataan tersebut tidak
hanya berlaku pada sebagian ketentuan Hukum Adat, tetapi juga berlaku di
hampir semua lingkaran Hukum Adat.
Di Indonesia, kebanyakan kasus perkawinan wanita hamil disebabkan
karena kecelakaan, atau biasa disebut dengan Married by Accident, disingkat

1
2

dengan MBA. Ketika hal itu terjadi, maka yang paling dirugikan adalah
pihak wanita, khususnya keluarga, karena mereka harus menanggung buah
perbuatan terlarang bersama pasangannya. Sementara itu, pasangan prianya
mungkin dapat menolak untuk bertanggung jawab dengan berbagai alasan.
Sebagai konsekuensi dari perbuatannya tersebut, pasangan pria yang
menghamili anak perempuan tersebut harus bertanggung jawab.
Kemudian, timbul persoalan yaitu, apakah wanita hamil tersebut boleh
dinikahi tanpa harus menunggu kelahiran bayinya, sedangkan, di satu sisi, wanita
hamil dikategorikan sebagai wanita yang sedang menjalani masa iddah sehingga
tidak boleh menikah sampai anaknya lahir. Ataukah wanita hamil akibat zina
tidak memiliki iddah sehingga tidak ada kewajiban baginya untuk menunggu bayi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Hukum Menikahi Wanita Hamil?
2. Apa Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum
Islam?
3. Apa Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Mengenai Perkawinan
Wanita Hamil?
4. Apa Dampak Positif Dan Negative Menikahi Wanita Hamil?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Hukum Menikahi Wanita Hamil.
2. Untuk Mengetahui Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina
Menurut Hukum Islam.
3. Untuk Mengetahui Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia Mengenai
Perkawinan Wanita Hamil.
4. Untuk Mengetahui Dampak Positif Dan Negative Menikahi Wanita
Hamil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Menikahi Wanita Hamil
Pengertian pernikahan yang terkandung dalam Undang-undang
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1
Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 2 disebutkan
bahwa Pernikahan adalah : Akad yang sangat kuat atau mitsaqon ghalizan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.2
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 Ayat (1)
menyatakan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam menetapkan “kawin hamil” yang
dimaksud adalah wanita yang hamil di luar nikah maka boleh dinikahkan dengan
laki-laki yang menghamilinya. Dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi SAW,
demikian juga dalam kitab-kitab fiqih klasik masalah perkawin-an wanita hamil
pada dasarnya wanita hamil tersebut boleh kawin dengan siapa saja, karena apa
yang diatur dalam pasal 53 KHI ini penuh dengan muatan kemaslahatan sebagai
upaya penekanan sekecil mungkin terjadinya kehamilan di luar nikah.
Dikemukakan oleh Yahya Harahap mengenai aturan kawin hamil tetap
diletakkan pada kategori boleh. Tidak mesti, seperti yang dianut oleh kehidupan
berdasar Hukum Adat.
Hukum menikah saat hamil bagi wanita telah diatur dalam Islam, sebagai
agama yang dikenal komprehensif. Wanita hamil sebetulnya bisa menikah sesuai
hadits berikut,
َ َ‫اش ْال َولَ ُد وسلم عليه اللهصلى النَّبِ ُّى ق‬
‫ال هُ َر ْي َرةَ ع َْن‬ ِ ‫لِ ْلفِ َر‬, ْ‫عَا ِه ِر َولِل‬.ُ‫ْال َح َجر‬

1
M. Yahya Harahap,Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam: Mempositifkan Abstraksi
Hukum Islam,(Ciputat: Logos Wacana Ilmu,1999),hlm: 57-58
2
Abu al-Husayn Muslim bin Hajjaj al-Naisaburi, Imam Muslim, Shaheh Muslim,
(Semarang :Toha Putra, 2003), hlm. 64-65

3
4

"Dari Abu Hurairah ra (diriwayatkan), Nabi saw bersabda: anak itu milik
pemilik ranjang, dan bagi pelacur adalah batu (hukuman rajam)." (HR Al-
Bukhari).

Namun pernikahan tersebut harus memperhatikan ketentuan lain sesuai


penjelasan Al Quran, hadits, dan Kompilasi Hukum Islam (KHI). Ketentuan
tersebut salah satunya status pernikahan pihak wanita.

1. Hukum Menikah Saat Hamil, Ketentuan, Dan Perbedaannya


a. Wanita yang hamil lalu ditinggal suaminya
Dalam kondisi ini, wanita yang sedang hamil sedang atau pernah
menjalani pernikahan. Namun karena berbagai sebab, pernikahan
berakhir perpisahan misal suami meninggal.3
"Untuk wanita hamil yang ditinggal suaminya baik bercerai atau
meninggal dunia, maka iddahnya (masa menunggu hingga boleh
menikah lagi) adalah sampai melahirkan," kata ustazah Lailatis.
Penjelasan ketentuan ini terdapat dalam Al Quran surat At-Thalaq ayat
3,
…….‫أَ ْن أَ َجلُه َُّن اأْل َحْ َما ِل َوأُواَل ُت‬ َ َ‫َح ْملَهُن ي‬
َ‫ض ْعن‬

Artinya: "Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah


mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya."

b. Wanita yang hamil di luar pernikahan


Sebagian ulama ada yang menetapkan hukum menikah saat hamil
adalah haram, namun sebagian lain membolehkan. Tentunya
pernikahan dengan wanita hamil wajib memenuhi ketentuan tertentu,
seperti yang tertulis dalam Fatwa Lajnah Daimah.
"Jika ada wanita yang hamil karena zina maka dia tidak boleh
dinikahkan dengan lelaki yang menzinainya maupun lelaki lainnya,
sampai si wanita melahirkan. Karena rahimnya sedang ada isinya,
berupa janin yang tidak boleh dinasabkan kepada lelaki yang
3
Ibid,hlm 65
5

menzinainya, tidak pula kepada orang lain, tetapi dia dinasabkan ke


ibunya. Lelaki pezina tidak diberi nasab hasil zinanya, sebagaimana
sabda Nabi SAW: Anak itu milik yang punya kasur (suami), sementara
lelaki yang berzina terhalang," tulis kitab tersebut.

B. Pernikahan Ulang Wanita Hamil Karena Zina Menurut Hukum Islam


1. Pernikahan Wanita Hamil Karena Zina Menurut KHI dan Fikih
Dalam pernikahan wanita hamil di luar nikah, para imam mazhab fiqh berbeda
pendapat, apakah wanita yang hamil itu boleh melangsungkan perkawinan
dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain.Tetapi ada
pula pendapat imam mazhab yang tidak membolehkan wanita yang hamil itu
melangsungkan perkawinanya. Menurut Imam Abu Hanifah:

Wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan perkawinan dengan laki laki
yang menghamilinya atau dengan laki-laki lain. Wanita hamil karena zina itu
tidak ada iddahnya, boleh melangsungkan perkawinan, tetapi tidak boleh
melakukan hubungan seks hingga dia melahirkan kandungannya4.
Menurut Imam al-Syafi’i:

Hubungan seks karena zina itu tidak ada iddahnya, wanita yang hamil karena
zina itu boleh dikawini, dan boleh melakukan hubungan seks sekalipun dalam

4
Imam Abu Bakr bin Muhammad Abu Sahl al-Sarakhsyi al-Hanafiy, al-Mabsuth, (Beirut
:Dar al-Ilm al-Malayin,2007 ), hlm. 453
6

keadaan hamil menurut pendapat yang shahih. Menurut Imam Malik dan
Ahmad bin Hanbal sama halnya dengan yang dikawini dalam bentuk zina atau
syubhat atau kawin fasid, maka dia harus mensucikan diri dalam waktu yang
sama dengan iddah.5Untuk mendukung pendapatnya, mereka mengemukakan
alasan dengan sabda Nabi Muhammad SAW :

”Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat
menyiramkan airnya (sperma) kepada tanaman orang lain, yakni
wanitawanita
tawanan yang hamil, tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat mengumpuli wanita tawanan perang sampai menghabiskan
istibra’nya (iddah) satu kali haid.” (HR.Imam Bukhari).
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal mengambil kesimpulan dari
hadis tersebut, bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini, karena dia perlu
iddah. Mereka memberlakukan secara umum, termasuk wanita hamil dari
perkawinan yang sah, juga wanita hamil dari akibat perbuatan zina. Adapun
penentuan larangan perkawinan wanita hamil tersebut berawal dari pendapat
mereka yaitu, wanita hamil karena zina tetap memiliki iddah, maka wanita
hamil tidak boleh melangsungkan perkawinan sampai dia melahirkan
kandungannya. Status.
2. Perkawinan Wanita Hamil Dalam Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia
pada Bab VIII Pasal 53 ayat 1, 2 dan 3 yaitu : 1) Seorang wanita hamil diluar
nikah dapat dikawinkan dengan pria menghamilinya; 2) Perkawinan dengan
wanita hamil yang disebutkan pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa

5
M. Ali Hasan, Masail Fiqh al-Haditsah (Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam,
Terjemahan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hlm. 80.
7

menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. 3) Dengan dilangsungkannya


perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah
anak yang dikandung lahir.6
Pasal 53 ayat 2 KHI menyatakan bahwa perkawinan wanita hamil itu
benar-benar dilangsungkan ketika wanita itu dalam keadaan hamil. Sedangkan
kelahiran bayi yang dalam kandungannya tidak perlu ditunggu. Dalam KHI
perkawinan wanita hamil akibat perbuatan zina tidak mengenal iddah. Namun
perkawinan wanita hamil seperti pasal 53 ayat 1, hanya boleh dikawinkan
dengan laki-laki yang menghamilinya. 7 Untuk mengetahui siapakah laki-laki
yang menghamili wanita itu sangat sulit, apalagi dihubungkan dengan
pembuktian menurut hukum Islam harus disaksikan oleh empat orang saksi.
Pembuktian itu semakin sulit apabila adanya usaha secara sengaja menutup-
nutupi, atau orang yang pernah menzinahi beberapa orang.
Pasal 53 ayat 1 dan 2 tersebut semacam ada sikap yang tidak konsisten.
Dikatakan demikian, karena apabila berpedoman kepada Pasal 53 ayat 2 KHI,
tersebut ternyata hanya berpedoman kepada formalitasnya saja, yaitu karena
wanita hamil tersebut belum pernah menikah, maka kemudian ketentuan yang
berlaku baginya adalah hak kegadisan, walaupun kenyataanya wanita itu telah
hamil. Kemudian pasal 53 ayat 3 menyatakan bahwa dengan dilangsungkannya
perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan lagi perkawinan ulang
setelah anak yang dikandung lahir. Adanya ketentuan bahwa perkawinan
tersebut tidak perlu diulangi lagi, maka menjadi isyarat bahwa terdahulu telah
dinyatakan sah.8Namun demikian, jika di kemudian hari, pasangan suami istri
yang sudah menikah karena wanitanya hamil di luar nikah, dan mengulangi
pernikahannya melalui tokoh-tokoh agama dan imam mesjid. Hukum akad
nikah yang kedua ini adalah mubah dan dalam akad nikah kedua ini pengantin
pria tidak wajib membayar mahar lagi. Nikah kedua ini juga tidak

6
M. Anshary MK,Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah Krusial,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hlm: 58-59.
7
Ibid,hlm 58
8
Siah Khosyi’ah,Metode Istishlah Dalam Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia.
(Bandung: Sahifa,2009), hlm: 118.
8

mempengaruhi terhadap haqqut thalaq menurut pendapat yang shahih


sebagaimana pendapat Ibnu Hajar al-Asqalaniy :

(Bab tentang orang yang melakukan transaksi jual beli dua kali) bercerita
kepadaku (Imam Bukhori) Abu Ashim dari Yazid ibn Abi Ubaidah dari
Salmah RA. Salmah berkata : “saya melakukan transaksi jual beli dengan Nabi
Muhammad SAW di bawah pohon, kemudian Rasul berkata padaku, apakah
kamu tidak melakukan akad transaksi? Saya telah melakukan akad wahai
Rasulullah pada waktu pertama, Nabi berkata; dan pada waktu yang kedua.”
Hadits riwayat al Bukhari. Ibn Munier berpendapat : Dari hadits ini dapat
diambil manfaat (kesimpulan hukum) bahwa mengulangi akad nikah atau yang
lainnya itu tidak merusak akad yang pertama berbeda dengan orang yang
menyangka bahwa hal itu dari ulama Syafi’iyyah. Penyusun kitab Fathul Bari
berkata : “ pendapat yang benar menurut ulama Syafi’iyyah, pernikahan itu
sah tidak merusak sebagaimana disampaikan oleh mayoritas ulama.”9
Akad nikah ulang yang dilakukan oleh masyarakat dengan mengundang
tokoh-tokoh agama atau imam mesjid untuk menikahkan pasangan suami istri
yang telah menikah karena wanitanya hamil di luar nikah, sama halnya dengan
tajdiidunnikah atau orang jawa sering mengistilahkan dengan mbangun nikah.

9
Imam al-Hafizh Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqalaniy, Ibnu Hajar al-Asqalaniy, Fath
al-Baari ‘An Syarh Shaheh al-Bukhari, (Beirut : Dar al-Fikr, tt), Juz XIII, hlm. 159.
9

Menurut pendapat yang shahih, memperbarui nikah itu hukumnya jawaz


(boleh) dan tidak merusak pada akad nikah yang telah terjadi. Karena
memperbarui akad itu hanya sekedar keindahan (tajammul) atau berhati-hati
(ihtiyath). Meski pendapat lain mengatakan bahwa akad baru tersebut bisa
merusak akad yang telah terjadi, namun terlepas dari perbedaan pendapat
tersebut, ada kaedah Ushul Fiqih yang menyatakan bahwa pernikahan
ulang tersebut boleh dilakukan sebatas keindahan (tajammul) atau berhati-hati
(ihtiyath).

C. Dampak Positif Dan Negatif Menikahi Wanita Hamil


Terdapat beberapa hal yang memotivasi atau dampak positif terjadinya menikahi
wanita hamil diantaranya10:
1. Untuk menutup aib, menikahi wanita hamil karena zina dapat menutupi aib
karena sebelum terjadi kehamilan laki-laki ini sudah bolak-balik mengajak
wanita yang dihamilinya untuk menikah tetapi siwanita tidak mau dengan
berbagai macam alasan diantaranya, belum mau direpoti dengan anak dan
suami, mau berkarir dulu,malah wanita yang dihamili berkata mana tau masih
ada pilihan yang lebih baik ( jodoh yang lebih baik) sebenarnya waktu siwanita
ini hamil, pada mulanya si laki-laki tidak mau bertanggung jawab karena kesal
atas penolakan –penolakan si wanita selama ini dan sempat menghilang tapi
karena untuk menutup aib dan mungkin masih cinta dia kembali lagi dan mau
menikahi wanita yang dihamilinya tersebut.
2. Bertanggung Jawab dengan perbuatan yang dilakukannya, karena telah
menghamili wanita tersebut, walaupun pada awalnya mereka tidak ingin
sampai kehamilan ini terjadi, mungkin karena seringnya bersama sehingga hal-
hal yang tidak diinginkan pun terjadi.
3. Untuk menutup malu karena merupakan aib bagi keluarga, baik bagi keluarga
laki-laki terlebih bagi keluarga perempuan.

10
Hamaedillah, M, Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil dan Anaknya,,(Jakarta:
Gema Insani Press,2002),hlm 165
10

Dampak Negatif Terjadinya Menikahi Wanita Hamil Diantaranya


1. Jika menikahi wanita hamil karna zina dapat berdampak secara sosial seperti
dikucilkan,dianggap remeh oleh lingkungan masyarakaat karna perbuatanya
yang salah.
2. Dampak secara psikologis seperti terpuruknya mental rasa percaya diri di
masyarakaat,merasa malu ,takut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang penulis ambil bahwasanya pernikahan merupan suatu
ikatan yang suci ,dan pernikahn bukan hanya tentang satu orang tapi dua keluarga
besar ,hukum menikahi wanita hamil sebagaian ada yang memperbolehkan ada
juga yang tidak tergantung mana keputusan dan kepercayaan setiap orang ,sebab
terjadinya menikahi wanita hamil yang disebabkan oleh zina tentu akan membawa
malu keluarga ,dan tentu akan jadi omongan masyarakaat,
Pernikahan yang terkandung dalam Undang-undang Perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Wanita yang hamil di luar nikah maka boleh dinikahkan dengan laki-laki
yang menghamilinya untuk wanita hamil yang ditinggal suaminya baik bercerai
atau meninggal dunia, maka iddahnya (masa menunggu hingga boleh menikah
lagi
Terdapat beberapa hal yang memotivasi atau dampak positif terjadinya menikahi
wanita hamil diantaranya:
1. Untuk menutup aib, menikahi wanita hamil karena zina.
2. Bertanggung Jawab dengan perbuatan yang dilakukannya, karena telah
menghamili wanita tersebut, walaupun pada awalnya mereka tidak ingin
sampai kehamilan ini terjadi, mungkin karena seringnya bersama sehingga hal-
hal yang tidak diinginkan pun terjadi.
3. Untuk menutup malu karena merupakan aib bagi keluarga, baik bagi keluarga
laki-laki terlebih bagi keluarga perempuan.
Dampak Negatif Terjadinya Menikahi Wanita Hamil Diantaranya
1. Jika menikahi wanita hamil karna zina dapat berdampak secara sosial seperti
dikucilkan,dianggap remeh oleh lingkungan masyarakaat karna perbuatanya
yang salah.

11
12

2. Dampak secara psikologis seperti terpuruknya mental rasa percaya diri di


masyarakaat,merasa malu ,takut.

B. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Pelu
diadakan perbaikan yang progresif demi kesempurnaan makalah ini, dapat
berupa sumber yang digunakan, tata bahasa dan kalimat maupun struktur
dan format kepenulisannya. Untuk itu diperlukan kritis dan saran yang
membangun.
13
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakr ,Imam Bin Muhammad Abu Sahl Al-Sarakhsyi Al-Hanafiy.2007. Al-
Mabsuth.Beirut :Dar Al-Ilm Al-Malayin.
Al-Hafizh Imam Ahmad Bin Ali Bin Hajar Al-Asqalaniy, Ibnu Hajar Al-
Asqalaniy.Fath Al-Baari ‘An Syarh Shaheh Al-Bukhari.Beirut : Dar Al-Fikr,
Tt.Juz XIII.
Al-Husayn ,Abu Muslim Bin Hajjaj Al-Naisaburi, Imam Muslim.2003.Shaheh
Muslim.Semarang :Toha Putra.
Hamaedillah,2002.Status Hukum Akad Nikah Wanita Hamil Dan
Anaknya.Jakarta: Gema Insani Press.
Harahap ,M. Yahya.1999.Informasi Materi Kompilasi Hukum Islam:
Mempositifkan Abstraksi Hukum Islam.Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Hasan, M. Ali.2007. Masail Fiqh Al-Haditsah (Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam,Terjemahan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Khosyi’ah,Siah Khosyi’ah.2009.Metode Istishlah Dalam Pembaharuan Hukum
Islam Di Indonesia.Bandung: Sahifa.
M. Anshary MK.2010.Hukum Perkawinan Di Indonesia Masalah-Masalah
Krusial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

13

Anda mungkin juga menyukai