Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Kelompok 8
FAKULTAS SYARIAH
BATUSANGKAR
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan pemakalah sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya,
tentunya pemakalah tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Baginda tercinta
kita yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat.
Tidak lupa, puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga pemakalah mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Hukum Perkawinan Wanita
Hamil Dan Nikah Siri “ di mata kuliah Hukum Perdata Islam Di Indonesia
Pemakalah tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, pemakalah mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Demikian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, pemakalah
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Pernikahan, Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Berdasarkan Pasal 2 Kompilasi Hukum
Islam, “pernikahan adalah akad yang sangat kuat (mistaqan ghalidan)
untuk mentaati perintahAllah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.2
Pernikahan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus
memperhatikan norma kaidah dalam bermasyarakat. Serta dengan
berbagai macam alasan yang bisa dibenarkan, pernikahan sering
dilakukandalam berbagai macam sebutan seperti kawin bawa lari, kawin
bawah tangan dan juga kawin kontrak sehingga munculah kawin yang
sekarang paling popular dimasyarakat yakni kawin sirri atau nikah sirri.
Pernikahan yang tidak dicatatkan ini adalah pernikahan yang dilakukan
berdasarkan aturan agama atau adat istiadat dan tidak dicatatkan di kantor
pegawai pencatatan nikah (KUA). Pengertian dari nikah sirri, yaitu
pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan seorang
laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau
tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Istilah nikah sirri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah
dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah sirri yang dikenal pada
masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah sirri pada saat ini.
Dahulu yang dimaksud dengan nikah sirri yaitu pernikahan sesuai dengan
rukun-rukun pernikahan dan syaratnya menurut syari‟at, hanya saja saksi
diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam (Bandung: Citra Umbara, 2007), hlm. 2.
2
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nusa Aulia, 2012), hlm. 76
1
khalayak ramai,kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada
walimatul-‟ursy. Adapunnikah sirri yang dikenal oleh masyarakat
Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau
wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di
hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau
tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau
di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.
Hamil diluar nikah, sebagai efek pergaulan bebas. Akibat dari
pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, yang tidak lagi
mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama adalah terjadinya hamil
diluar nikah. Kehamilan yang terjadi diluar nikah tersebut, merupakan aib
bagi keluarga yang akan mengundang cemoohan dari masyarakat. Dari
sanalah orang tua menikahkan secara sirri anaknya dengan laki-laki yang
menghamilinya dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga dan
tanpa melibatkan petugas PPN, tetapi hanya dilakukan oleh mualim (ada
istilah nikah secara kiyai) tanpa melakukan pencatatan.3
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui pokok-pokok bahasan yang menjadi penekanan
didalam pembahasan ini, maka pemakalah menganggap perlu untuk
mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Dari Perkawinan Wanita Hamil ?
2. Apa Yang Dimaksud Dengan Nikah Siri ?
3. Bagaimana Problematika Pengurusan Isbat Nikah ?
4. Bagaiamana Akta Kelahiran Perspektif Hukum Positif Dan Hukum
Keluarga Islam ?
5. Bagaimana Studi Di Kabupaten Dharmasraya Dan Kabupaten Lima
Puluh Kota ?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penulisan makalah ini, diantaranya sebagai berikut :
3
Heru Susetyo, “Revisi Undang-Undang Pernikahan”, Jurnal Lex Jurnalica 4 (2) April
2007Universitas Indonusa Esa Unggul, hlm.73
2
1. Untuk Mengetahui Pengertian Dari Perkawinan Wanita Hamil.
2. Untuk Mengetahui Maksud Dari Nikah Siri.
3. Untuk Mengetahui Tentang Problamatika Isbat Nikah.
4. Untuk Mengetahui Akta Kelahiran Perspektif Hukum Positif Dan
Hukum Keluarga Islam.
5. Untuk Mengetahui Studi Di Kabupaten Dharmasraya Dan Kabupaten
Lima Puluh Kota.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Kompilasi Hukum Islam,Fokus Media, 2005
5
Khoirul Abror, Pernikahan Wanita Hamil Akibat Zina, Studi Komparatif Hukum Islam Dan KHI,
UIN Raden Intan Lampung 2017
4
اىسا ِو َيةُ ََل َي ْى ِن ُح َه ۤا ا ََِّل زَ ا
َّ ىسا ِو ْي ََل َي ْى ِن ُح ا ََِّل زَ ا ِو َيةً ا َ ْو ُم ْش ِر َمةً ۖ َّو
َّ َ ا
َ ٍن ا َ ْو ُم ْش ِرك ۖ َو ُح ِ ّر ًَ ٰذ ِى َل
َعيًَ ْاى ُمؤْ ِم ِىيْه
6
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam. PT, Ichtiar Baru Hoeve, Jakarta 1997
5
Quraish Shihab juga menambahkan keterangan bahwa sebenarnya
dalam ayat tersebut tidak ada keterangan penjelasan tentang hukum
perkawinannya. Namun, Allah memperjelas perihal tentang buruknya zina.
ً وجاز ىه وطؤها قبو وضعه عي، صح وناحه قطعا،وىى ونح حامال مه زوا
األصح
7
Imam An-Nawawi, kitabnya Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib
6
3. Dengan dilansungkan perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung
lahir.8
Hukum menikah dengan wanita yang sedang hamil zina, oleh para
ulama amat diperselisihkan. Imam Al-Qurthubi seorang pakar hukum
Islam menguraikan perkawinan seorang dengan penzina, beliau
mengemukakan bahwa: “sahabat Nabi Ibn’ Abbas berpendapat bahwa
seseorang yang menikahi wanita yang telah dizinahinya, perkawinannya
dinilai sah. Memang awalnya dalah penzinaan sebelum dia kawin, tetapi
akhirnaya adalah nikah yang sah setelah akad nikah dilaksanakan”.
Pendapat ini dianut oleh Imam Syafi’i dan Abu Hanifah.9
Status anak dari pernikahan wanita hamil karena zina, pada
hakikatnya seseorang anak zina pasti hanya dinasabkan kepada ibunya
saja, sedangkan laki-laki yang menyebabkan kelahirannya tidak bisa
menjadi bapaknya jika dilihat dari nasabnya, pernyataan ini sudah
dituliskan oleh Ibnu Rusyd didalam kitabnya yang berjudul Bidayatul
Mujtahid , adapun bunyi teksnya adalah : “Semua ulama berpandangan
sama terkait status nasab anak yang dari perbuatan zina hanya jatuh
kepada ibunya saja, kecuali pada apa yang pernah terjadi dizaman
jahiliyah”10
Bahkan untuk menguatkan pendapat mereka, landasan hukum yang
digunakan adalah hadis diriwayatkan oleh Imam Al- Bukhari Sebagi
berikut : “Pada dasarnya seorang anak adalah hak seorang laki-laki yang
menyebabkan kelahirannya, akan tetapi jika dilakukan melalui perbuatan
zina, maka tidak ada hak sama sekali”.
Walaupun demikian, status anak hasil zina tersebut juga masih
mempunya peluang untuk dinasabkan kepada laki-laki yang menyebabkan
kelahirannya. Hal ini sesuai dengan pendapat dalam mazhab Syafi’I yang
menyatakan anak hasil zina bisa dinasabkan kepada bapaknya asalkan
8
Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dan Kompilasi
Hukum Islam, Bandung: Citra Umbara
9
M. Quraish Shihab, (2001). Fatwa – Fatwa M. Quraish Shihab: Seputar Al-Qur’an, Bandung:
Mizan Media Utama.
10
Rusyd,I. Bidayatul Mujtahid. Dar Al-Hadis. 2004
7
anak tersebut lahir setelah 6 bulan masa pernikahan, namun jika masih
kurang dari waktu tersebut tetap saja si anak hanya dinasabkan kepada
ibunya, walaupun peluang masih terbuka jika si bapak mengakui anak
yang lahir kurang dari 6 bulan pasca pernikahan, tetapi dia tidak
menyatakan bahwa proses anak tersebut lahir dari perbuatan zina.11
B. Nikah Siri
Dalam hukum perkawinan tidak disebutkan secara khusus tentang
pernikahan siri. Namun sebagai kenyataan, pernikahan siri dapat dikaitkan
dengan pelanggaran seseorang terhadap kewajiban untuk mencatatkan
pernikahannya secara resmi di lembaga pencatat nikah.
Istilah nikah siri adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang
secara umum telah diserap dalam bahasa Indonesia. Pernikahan siri yang
dalam kitab ( )اىشىاج اىسسيdisebut fiqh sebagai rangkaian dari dua kata
yaitu اىشىجdan اىسسي. Istilah nikah merupakan bentuk masdar yang
menurut bahasa berarti pernikahan.
Sedangkan istilah siri ( اىسسيmerupakan bentuk masdar dari kata)
ز شyang secara bahasa berarti rahasia. Berdasarkan pengertian tersebut,
maka padanan kata az-zawaj dan as-siri diartikan dapat اىشىاج اىسسي
pernikahan yang dilakukan secara sembunyi/rahasia.12
Pengertian nikah siri secara terminologi adalah pernikahan yang
diperintahkan agar dirahasiakan. Dalam versi lain pernikahan yang
dilangsungkan tanpa tasyhir (pengumuman kepada publik).
Nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini
ialah pernikahan yang dilakukan dengan memenuhi rukun dan syarat yang
ditetapkan agama, tetapi tidak dilakukan dihadapan pegawai pencatat
nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau perkawinan yang tidak
dicatatkan oleh Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di
kantor catatan sipil bagi yang tidak beragama Islam, sehingga tidak
mempunyai akta nikah yang dikeluarkan oleh pemerintah. Perkawinan
11
Dhiauddin Tanjung. Menkahi Wanita Hamil Di Luar Nikah (Perspektif Fikih Dan Kompilasi
Hukum Islam). Jurnal Ilmu Syariah. Vol. 13 No. 2. Desember 2021
12
Burhanuddin, Nikah Siri, Menjawab Semua Pertanyaan tentang Nikah Siri, h. 13
8
yang demikian di kalangan masyarakat selain dikenal dengan istilah nikah
siri atau dikenal juga dengan sebutan nikah di bawah tangan.
Nikah siri tidak hanya dikenal pada zaman sekarang saja, tetapi
juga telah ada pada zaman sahabat. Istilah itu berasal dari ucapan Umar
bin Khattab pada saat memberitahu bahwa telah terjadi pernikahan yang
tidak dihadiri saksi, kecuali hanya seorang laki-laki dan seorang
perempuan. Dalam suatu riwayat masyhur, sahabat Umar bin Khattab ra
menyatakan :
9
b. Banyaknya timbul poligami yang terselubung
c. Tidak ada kejelasan status istri dan akibat pernikahannya
d. Pelecehan seksual terhadap kaum hawa dikarenakan
sebagai pelampiasan nafsu sesaat yang apabila telah terjadi
pihak perempuan sangat dirugikan, sehingga timbulah
penyesalan, hawa nafsu selama ini mengebugebu menjadi
hilang, dan pikiran jernih justru mendatangi mereka.
Karena akibatnya kebanyakan suami lari dari tanggung
jawab
e. Pernikahan siri berpotensi menimbulkan pintu lahirnya
keragu-raguan dan prasangka buruk menjadi terbuka
f. Nikah siri merupakan jembatan guna merampas hak istri
supaya melakukan tawar menawar untuk melepaskan diri
dari pernikahan ini dengan gugatan perceraian.
2. Dampak Positifnya adalah :
a. Meminimalisasi adanya seks bebas, serta berkembangan
penyakit AIDS.
b. Pada pernikahan siri tercapai tujuan penting dalam
pernikahan, yaitu perlindungan kehormatan suami.
c. Jumlah biaya yang digunakan dalam pernikahan siri
biasanya lebih ringan dibandingkan pada pernikahan resmi.
d. Pernikahan siri dapat menghindari aturan-aturan resmi yang
berlaku pada pernikahan dan normanorma.
e. Karakter nikah siri bersesuaian dengan watak pekerjaan
seseorang lelaki dalam kondisi dimana pekerjaannya
menuntut dirinya untuk bepergian jauh kesuatu negara
dalam jangka waktu tertentu.13
Disebutkan di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 6 bahwa setiap
pernikahan yang dilaksanakan atas sepengetahuan pegawai pencatatan
pernikahan yang berhak mencatat peristiwa pernikahan tersebut. Maka
13
Dwi Jaya Putra. Nikah Siri Dan Problematikanya Dalam Hukum Islam. Jurnal Hukum Sahasen.
Vol 2. No 2 Tahun 2017
10
suatu pernikahan yang tidak dicatat oleh pegawai pencatatan pernikahan
tidak sah. Bahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal
45 menyebutkan pernikahan siri sebagai suatu pelanggaran.14
Berbagai permasalahan akan timbul dalam perkawinan yang
dilakukan secara siri, hal tersebut tentunya tidak dapat dipungkiri karena
suatu pernikahan siri tidak memiliki kekuatan di mata hukum negara.
Maka dalam kehidupan suami istri tersebut akan dihadapkan pada masalah
ekonomi karena pernikahan siri cenderung dilaksanakan atas ketidaksiapan
calon pasangan. Selain itu juga berdampak terhadap masalah sosial yang
mana akan timbul konflik atas pengucilan dan perspektif negatif dalam
masyarakat kepada mereka yang melakukan pernikahan secara siri. Secara
hukum dalampernikahan siri Istri tidak dianggap sebagai Istri sah, oleh
sebab itu istri tidak berhak mendapatkan nafkah dan warisan dari suami
jika meninggal dunia. Istri juga tidak berhak dalam menuntut harta gono-
gini jika terjadi perceraian atas pernikahan yang dilakukan secara siri.15
Kedudukan anak di dalam KUH Perdata terdapat 2 (dua) macam
yaitu, anak yang dapat diakui dan anak yang tidak dapat diakui. Anak yang
dapat diakui adalah anak yang lahir atas pernikahan yang dilakukan secara
sah sesuai agamnya dan dicatat oleh pegawai pencatatan sipil sehingga
kedudukan sang anak akan mendapatkan kekuatan di mata hukum dan
berhak untuk mewarisi harta peninggalan kedua orang tuanya. Sementara
anak yang tidak dapat diakui adalah anak yang lahir atas perkawinan yang
tidak sah karena tidak dicatatkan oleh pegawai pencatatan sipil. Akibatnya
anak yang tidak dapat diakui tidak berhak mendapatkan warisan atas kedua
orang tuanya.
Akibat anak yang lahir atas pernikan siri maka tidak berhak untuk
dapat memiliki akta kelahiran. Hal tersebut dikarenakan orang tua tidak
dapat menunjukkan akta perkawinan. Padahal dalam Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan
14
Mahkamah Agung RI, HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERKAITAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM SERTA PENGERTIAN DALAM
PEMBAHASANNYA.
15
Abdullah Jayadi, Fenomena Nikah Siri : Perspektif Makna Pelaku Nikah Siri, ed. oleh M.
Musfiqon, 1 ed. (Surabaya: Putra Media Nusantara, 2012).
11
setiap anak berhak akan identitasnya dan status kewarganegaraannya.
Sebagai anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, dapat membuat akta
kelahiran melalui pencatatan kelahiran, tetapi nama orang tua yang
tercantum hanya ibunya saja. Jika ingin mencantumkan nama ayahnya
juga dalam akta kelahiran, diperlukan penetapan pengadilan sebagai
bentuk pengakuan anak tersebut oleh ayahnya.
Dalam menyikapi keberadaan perkawinan siri ini, diperlukannya
metode penyuluhan, edukasi dan evalusi untuk menindaklanjuti kasus
tersebut. Guna pengedukasi ini untuk memberikan pemahaman akan
pengetahuan serta menumbuhkan kesadaran terkait nikah siri dengan cara
face to face bahkan langsung dengan orang yang ahli pada bidangnya.
Banyak alasan yang meryertakan keberlangsungan perkawinanan siri yaitu
dalam islam yang memperbolehkan menikah lebih dari 1 isteri hingga 4
dengan syarat adil. Selain tu keberadaannya sangat dipengaruhi oleh adat
dan budaya setempat sehingga melahkan pemikiran pemikiran tersebut.
Nikah siri juga dlkukan untuk menikahkan anak anak mereka dengan
alasan untuk menjauh dari perzinaan.
Untuk menindak lanjuti keberadaan nikah siri tersebut, peran KUA
yaitu dengan penyuluhan pencatatan pernikahan dan keluarga bahagia di
KUA kepada calon pengantin, sosialisasi tentang pentingnya pencatatan
pernikahan dan dampaknya terhadap keluarga anaknya melalui seminar
dan pengajaran, bekerjasama dalam menyelenggarakan penyuluhan serta
pendekatan KUA sebagai kewenangnnya dalam mengurusi pernikahan.
Melakukan penjadwalan penyuluhan Pencatatan Pernikahan dan Keluarga
Bahagia yang dilakukan oleh Badan Penasehat, Pembinaan dan Pelestarian
Perkawinan (BP4) di Kantor Urusan Agama kepada calon pengantin dan
wali. Kantor Urusan Agama saling bekerjasama dengan rekan kerjanya
yang berada di setiap desa yaitu P3N (Pembantu Pegawai Pencatat Nikah/
Amil Desa) bersama staff aparatur desa melakukan penyuluhan setiap 2
Bulan sekali kepada masyarakat yang diselenggarakan di Kantor Urusan
Agama (KUA) Kecamatan dan juga sering diselenggarakan sesuai dengan
kesepakatan yang telah disepakati untuk memberikan pemahaman dan
12
penjelasan terkait pernikahan siri serta dampak-dampak yang timbul dan
hak-hak yang tidak bisa didapatkan akibat melakukan pernikahan siri.16
16
Farid Pardamean Putra Irawan, Nur Rofiq. Pernikahan Siri Dalam Tinjauan Hukum Islam Dan
UndanG-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan. Jurnal Iqtisad. Vol 8. No 1 Tahun
2021
17
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir (Arab-Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1997), Cet. 14, h. 145
18
Wahbah Al Zuhaily, Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, Juz VIII, (Damsiq: Dar Al Fikr, 1989), h.
29.
19
Hamzah Apriansyah. Analisis Terhadap Pemberian Syarat Dalam Menetapkan Itsbat nIkah
Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif. Skripsi UIN Bengkulu.2020
13
tidak dicatat tetapi bisa dimintakan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 64 berbunyi “untuk
perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
yang dijalankan menurut peraturan lama adalah sah.” Dari penjelasan
pasal ini menyatakan bahwa pernikahan yang ada sebelum Undang-
undang ini berlaku adalah sah.
Adapun yang menjadi dasar hukum itsbat nikah adalah terdapat
dalam bab XIII pasal 64 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan yaitu untuk perkawinan dan dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang ini
berlaku dijalankan menurut peraturan lama adalah sah.
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku 1 pasal 7 yang
terkandung pasal 64 Undang-Undang perkawinan No 1 Tahun 1974
tentang perkawinan tersebut dikualifikasikan sebagai upaya hukum yang
disebut dengan itsbat nikah. Dalam Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam (KHI)
menyebutkan :
a. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang
dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah
b. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta
Nikah dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan agama
c. Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian
2. Hilangnya Akta Nikah
3. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu
syarat perkawinan
4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya
UndangUndang No 1 Tahun 1974
5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut
Undang Undang No 1 Tahun 1974.
14
d. Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah pihak
suami istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang
berkepentingan dalam perkawinan.
Sebagaimana diketahui bahwa menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam adanya
perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah, artinya dalam hal
perkawinan tidak mendapatkan akta nikah maka solusi yang dapat
ditempuh adalah mengajukan permohonan itsbat nikah, artinya seseorang
yang mengajukan itsbat nikah bertujuan agar supaya perkawinan yang
dilaksanakannya mendapat bukti secara autentik berupa Kutipan Akta
nikah dan mendapat legalisasi baik secara yuridis formal maupun di
kalangan masyarakat luas.
Banyak problem hukum yang dijumpai bagi pasangan suami istri
dan anak-anaknya akibat dari perkawinan di bawah tangan dan mereka
mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama. Perkara-
perkara isbat nikah ini, dapat penulis klasifikasikan masalahnya sebagai
berikut:
1. Suami istri telah menikah secara di bawah tangan sehingga
tidak mempunyai akte nikah sebagai bukti mereka telah
menikah secara sah menurut agama dan negara. Akibatnya
anak-anak tidak dapat memperoleh Akte Kelahiran dari instansi
yang berwenang, karena untuk mendapatkan akte kelahiran itu
diperlukan akte nikah dari orang tuanya. Pernikahan mereka ini
ada yang dilangsungkan sebelum dan sesudah berlakunya
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, kemudian
suami istri tersebut mengajukan permohonan isbat nikah.
2. Suami istri yang melangsungkan pernikahan sesudah tahun
1974 tidak mengetahui kalau pernikahannya tidak tercatat,
karena mereka merasa dinikahkan oleh penghulu resmi dan
membayar sejumlah biaya pernikahan, namun pada saat
memerlukan buku nikah sebagai syarat untuk berangkat haji
atau mengurus pensiun atau pembuatan akte kelahiran anak,
15
baru diketahui telah ternyata perkawinan mereka tidak tercatat
di KUA setempat, kemudian kedua suami istri mengajukan
isbat nikah.
3. Suami istri menikah secara sirri kemudian terjadi sengketa
perkawinan, suami mengajukan permohonan isbat nikah untuk
bercerai dan adapula istri (Penggugat) yang mengajukan isbat
nikah nikah untuk bercerai karena telah ditinggal pergi oleh
suaminya, guna memperoleh kepastian hukum tentang status
dirinya sebagai janda
4. Seorang wanita yang tanpa sadar senang kepada seorang laki-
laki beristri dan menikah dengan laki-laki tersebut tanpa adanya
pendaftaran ke Kantor Urusan Agama. Beberapa bulan
berselang, istri (pertama) laki-laki tersebut mendatangi istri
baru suaminya dan selanjutnya suami beristri dua tersebut
menghilang dan tidak kembali lagi ke rumah istri barunya.
Perkawinan tersebut terjadi sesudah Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 diberlakukan.20
16
segala hak-hak anak tersebut dapat dipenuhi. Setiap kelahiran yang terjadi
wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana setempat
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. Pelaporan harus
dilakukan sesegera mungkin agar anak tersebut mendapat pelayanan
langsung berupa pemberian akta yaitu surat sebagai alat bukti yang diberi
tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau
perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
Dengan adanya akta kelahiran ini, anak secara yuridis berhak
mendapatkan perlindungan hak-hak kewarganegaraannya, seperti hak atas
pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pemukiman dan hak atas sistem
perlindungan sosial. Dalam hal ini, masyarakat berarti sudah membantu
mewujudkan kepastian hukum dan menghendaki adanya ketentraman,
ketertiban, keteraturan, dan keamanan terhadap peristiwa hukum yang
terjadi.
Pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan khususnya Pasal 28 juga dijelaskan bahwa :
“Pencatatan kelahiran dalam Register Akta kelahiran dan
penerbitan Kutipan Akte Kelahiran terhadap peristiwa kelahiran
seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang
tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi
Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian.” (Ayat 1)
“Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat 1
diterbitkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dan disimpan oleh Instansi
Pelaksana” (Ayat 2)
Sesuai dengan Pasal 58 pada Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 96 Tahun 2018 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Pencatatan kelahiran untuk
anak yang tidak diketahui asal-usulnya dan keberadaan orang tuanya
termasuk ke dalam Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya yakni dengan
ketentuan sebagai berikut:
“Pencatatan Peristiwa Penting lainnya bagi Penduduk harus
memenuhi persyaratan:
17
salinan penetapan pengadilan negeri tentang Peristiwa
Penting lainnya
kutipan akta Pencatatan Sipil
KK;
KTP-el.” (Ayat 1)
Maka untuk anak yang tidak diketahui asal-usulnya, orang tua yang
akan mengurusnya hanya berstatus sebagai wali, dimana untuk
menentukan perwalian ini harus berdasarkan ketetapan pengadilan,
sehingga untuk di akta kelahiran juga nantinya tidak sebagai anak dari
suami-isteri tetapi anak dari perwalian orang tua yang mengangkatnya.
merupakan pengakuan anak yang terbatas, sebagai hukum yang khusus.
18
Perihal pengadilan yang berwenang mengaluarkan penetapan atas
pengesahan anak luar kawin, bagi yang beragama Islam, permohonan
penetapan pengadilan diajukan ke pengadilan agama. Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawinan. Termasuk salah satunya dalam bidang perkawinan adalah
penetapan asal-usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak
berdasarkan Hukum Islam. Sedangkan bagi yang beragama Non Islam,
permohonan penetapan pengadilan soal pengesahan anak luar kawin
diajukan ke pengadilan negeri.
19
sedangkan bagi Orang Asing paling banyak Rp. 2.000.000,- (Dua Juta
Rupiah).
20
Selain dilarang, Penetapan nasab hanya bisa dilakukan oleh orang
tua kepada anak kandungnya sendiri. Karena jika bukan kepada anak
kandung maka tidak ada hubungan darah diantaranya. Dalam sistem
kenasaban Islam, seorang anak yang bukan anak kandung hanya bisa
dilakukan pengangkatan sebagai seorang anak yaitu perubahan status
menjadi anak angkat atau anak adopsi.
21
apakah sebagai suami isteri yang sah atau tidak, hal tersebut mempunyai
dasar kekuatan hukum yang pasti dan kuat.
Di Negara Indonesia, yang berhak mengeluarkan akta kelahiran
seseorang adalah lembaga Catatan Sipil, hal ini dapat kita lihat bahwa
salah satu fungsi kantor Catatan Sipil adalah menyelenggarakan
pencatatan dan penerbitan kutipan akta kelahiran.
Faktor penghambat dalam pelayanan akta kelahiran yaitu
masyarakat kurang menyadari akan pentingnya akta kelahiran sehingga
tidak peduli terhadap dokumen dimana butuh baru sibuk mencari
dokumen-dokumen yang terkait.
Menurut ketentuan Perpres No 25 Tahun 2008 salah satu syarat
untuk mendapatkan akta lahir dengan adanya buku nikah yang artinya bagi
mereka yang tidak memiliki buku nikah atau perkawinan di bawah tangan
pencatatan tetap dilaksanakan dengan catatan si anak sebagai anak ibu
karna hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu.
Sedang hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada sehingga tidak dapat
membuktikan bahwa anak itu adalah anak yang dilahirkan dari kedua
pasangan suami istri yang sah.
Kontradiktif dengan Permendagri No 9 Tahun 2016 yang
menegaskan bahwa bagi mereka yang tidak memiliki buku nikah atau
perkawinannya di bawah tangan bisa memperoleh akta kelahiran yang di
dalam akta kelahiran si anak tersebut sudah dicantumkan nama ayah dan
ibunya hanya dengan melapirkan SPTJM sebagai tambahan dengan
catatan perkawinan kedua orang tuanya belum tercatat sesuai peraturan
perundang-undangan.
Dan bagi anak yang baru lahir atau baru ditemukan tidak diketahui
asal usulnya harus memenuhi persyaratan berita acara dari kepolisian dan
surat pernyataan tanggung jawab mutlak (SPTJM) kebenaran data
kelahiran dengan 2 (dua) orang saksi. Saksi dalam Surat Pernyataan
Tanggung Jawab Mutlak adalah orang yang melihat atau mengetahui
penandatanganan SPTJM tersebut dan inilah yang berlaku pada saat ini.
(LUBIS, 2019)
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masalah menikahi perempuan hamil memerlukan ketelitian dan
perhatian yang bijaksana terutama pegawai pencatat nikah. Hal ini
disebabkan semakin longgarnya norma-norma moral dan etika sebahagian
masyarakat, terutama bagi masayarakat yang pemahaman agamanya
belum baik. Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang perkawinan
dengan perempuan hamil diluar nikah pasal 53, ayat (1) seorang
perempuan hamil diluar nikah dapat dinikahkan dengan pria yang
menghamilinya. Ayat (2) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ayat
(1), dapat dilansungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya. Ayat (3)
dengan dilansungkannya perkawinan pada saat perempuan hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dalam hukum perkawinan tidak disebutkan secara khusus tentang
pernikahan siri. Namun sebagai kenyataan, pernikahan siri dapat dikaitkan
dengan pelanggaran seseorang terhadap kewajiban untuk mencatatkan
pernikahannya secara resmi di lembaga pencatat nikah.
Istilah nikah siri adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang
secara umum telah diserap dalam bahasa Indonesia. Pernikahan siri yang
dalam kitab ( )اىشىاج اىسسيdisebut fiqh sebagai rangkaian dari dua kata
yaitu اىشىجdan اىسسي. Istilah nikah merupakan bentuk masdar yang
menurut bahasa berarti pernikahan.
Itsbat nikah adalah gabungan dari dua kata yaitu itsbat dan nikah.
Itsbat adalah kata masdar yang diambil dari kata “atsbata yutsbitu itsbat”
yang artinya penetapan.21 Sedangkan kata nikah adalah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dan
bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan yang maha Esa. Menurut ulama fiqih nikah adalah akad yang
membolehkan terjadinya al-istimta’ (persetubuhan) antara seorang laki-
21
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir (Arab-Indonesia), (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1997), Cet. 14, h. 145
23
laki dengan seorang perempuan, dan berkumpul selama wanita tersebut
bukan wanita yang diharamkan baik dengan sebab nasab dan sepersusuan.
B. SARAN
Sekian makalah tentang Hukum Perkawinan Wanita Hamil Dan
Nikah Siri dapat pemakalah sampaikan. pemakalah menyadari bahwa
makalah yang disusun ini jauh dari kata sempurna., oleh karena itu
pemakalah memohon saran dari semua pihak dan pembaca demi
kesempurnaan makalah yang telah susun ini. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi pembaca sekalian.
24
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, T. R. (2012). Kompilasi Hukum Islam. (Bandung: Nusa Aulia), hlm. 76.
Jaya, D. P. (2017). Nikah Siri Dan Problematika Dalam Hukum Islam. Jurnal
Hukum Sahasen. Vol 2. No 2.
Jayadi, A. (2012). Fenomena Nikah Siri : Perspektif Makna Pelaku Nikah Siri.
(Surabaya: Putra Media Nusantara).
25
RI, M. A. (n.d.). HIMPUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG
BERKAITAN DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM SERTA
PENGERTIAN DALAM PEMBAHASANNYA.
Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. (n.d.). Bandung : Citra Umbara.
26