Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM PERORANGAN DAN KEKELUARGAAN ISLAM


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : hukum islam
Dosen Pengampun :Siti Mujahadah M.pd

Disusun oleh :

Kelompok 7

1. Novia Safitri : 212308049


2. Reza Austi : 212308101
3. Salsa Bela Maulida Putri : 212308104
4. Sri Miliani : 212308059
5. Syafrudin : 212308111

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI AMUNTAI

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmat dan karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu sesuai
dengan waktu yang ditentukan. Adapun yang menjadi judul makalah adalah
hukum perorangan dan kekeluargaan islam dalam makalah ini membahas tentang
Dasar-dasar hukum perkawinan menurut islam, Pengertian keluarga menurut
hukum islam, Hukum perkawinan, Sahnya perkawinan dalam hokum positif
Indonesia, Perkawinan antar pemeluk agama menurut hukum islam, dan Putusnya
perkawinan (talak).
Semoga dengan makalah yang bermanfaat ini, khususnya bagi mahasiswa
yang mengikuti pembelajaran mata kuliah hukum islam. Tujuan kami menulis
makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari ibu Siti Mujahadah M.pd.
Dalam penulisan makalah ini maupun isinya, untuk ini dengan hati yang terbuka
kami menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Disusun oleh:

Amuntai, 3 Oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah.................................................................................................. 2
C. Tujuan penulisan.................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Syarat dan rukun perkawinan...............................................................................3
B. Sahnya perkawinan dalam hukum positif Indonesia............................................5
C. Perkawinan antar pemeluk agama menurut hukum islam....................................8
D. Putusnya perkawinan (talak)................................................................................10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan............................................................................................................ 14
B. Saran...................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat
terkecil, yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. Bagi pasangan yang
merasa telah siap secara lahir dan batin untuk berumah tangga, maka mereka
akan segera menikah agar sesegera mungkin dapat mewujudkan impian
membentuk suatu keluarga baru. Setiap keluarga yang hidup di dunia ini
selalu mendambakan agar keluarga itu selalu hidup bahagia, damai dan
sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk keluarga
yang bahagia, kekal dan sejahtera. Dari kehidupan suami istri di dalam suatu
ikatan perkawinan tersebut akan berakibat yang penting dalam masyarakat
yaitu apabila mereka dianugerahi keturunan, dengan keturunannya mereka
bisa membentuk suatu keluarga sendiri.
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah
tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul
amanah dan tanggung jawab, si istri oleh karenanya akan mengalami suatu
proses psykologis yang berat yaitu kehamilan dan melahirkan yang meminta
pengorbanan.
Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan banyak disinggung perihal masalah kekeluargaan yang
berhubungan erat dengan suatu dasar perkawinan sebagaimana yang
dirumuskan dalam Pasal 2 1, bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.

iv
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat
dirumuskan adalah, Sebagai berikut :
1. Apa yang di maksdu syarat dan rukun nikah?
2. Apa yang dimaksud dengan perkawinan antara pemeluk agama
menurut hukum islam?
3. Apa yang dimaksud dengan sahnya perkawinan dalam hokum positif
Indonesia?
4. Apa yang dimaksud dengan putusnya perkawinan (talak)?
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui apa syarat dan rukun nikah.
2. Untuk mengetahui tentang perkawinan antara pemeluk agama menurut
hukum islam.
3. Menjelaskan apa itu sahnya perkawinan dalam hokum positif Indonesia.
4. Untuk mengetahui apa itu putusnya perkawinan (talak).

v
BAB II

PEMBAHASAN
A. Syarat dan rukun perkawinan
Menikah bukan asal mempersatukan dua insan. Namun ada syarat
agar nikah itu menjadi sah di mata agama. Bagi yang mau menikah, harus
benar-benar memperhatikan syarat sah nikah dan rukunnya berikut ini.
Sebab kalau salah satu tidak ada, tidak sah menikahnya di mata agama.
Hukum nikah adalah sunah karena nikah sangat di anjurkan oleh
Rasulullah. Hukum asal nikah adalah sunah bagi seseorang yang memang
sudah mampu untuk melaksanakannya
Berikut ini syarat-syarat dan Rukun Nikah Syarat akad nikah, diantaranya
adalah:
1. Syarat calon pengantin laki-laki dan wanita
a. Syarat-syarat Bakal Suami:
1) Islam
2) Lelaki yang tertentu
3) Bukan mahram dengan bakal isteri
4) Bukan dalam ihram haji atau umrah
5) Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)
6) Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut
7) Mengetahui bahwa perempuan itu boleh dan sah dinikahi
8) Tidak mempunyal empat orang isteri yang sah dalam satu
masa
b. Syarat-syarat Bakal Isteri:
1) Islam
2) Perempuan yang tertentu
3) Tidak dalam keadaan idah
4) Bukan dalam ihram haji atau umrah
5) Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis)
6) Bukan perempuan mahram dengan bakal suami

vi
7) Bukan isteri orang atau masih ada suami
2. Syarat Wali
Syarat akad nikah yang kedua yaitu adanya wali, adapun syarat
wali diantaranya:
a. Adil
b. Islam
c. Baligh
d. Lelaki
e. Merdeka
f. Tidak fasik, kafir dan murtad
g. Bukan dalam ihram haji atau umrah
h. Waras - tidak cacat akal fikiran atau gila
i. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan.
j. Tidak muflis atau ditahan kuasa atas hartanya

3. Syarat Saksi
Adapun syarat-syarat bagi seorang saksi diantaranya adalah
a. Islam
b. Lelaki
c. Baligh
d. Berakal
e. Merdeka
f. Sekurang-kurangnya dua orang
g. Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
h. Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak buta, bisu atau
pekak)
i. Adil (tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan
dosa-dosa kecil)
j. Bukan tertentu yang menjadi wall. (Misalnya, bapa saudara lelaki
yang tunggal).

vii
4. Syarat Ijab dan Qabul
Untuk terjadinya akad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada
suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut
a. Kedua belah pihak sudah tamyiz
b. Ijab qabulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab
qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut
adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab
qabul.

Adapun rukun dalam akad nikah yaitu:


1. Adanya pengantin lelaki (Calon Suami) dan Pengantin perempuan
(Calon Isteri) yang tidak terhalang dan terlarang secara syar'i
untuk menikah, diantara perkara syar'i yang menghalangi
keabsahan suatu pernikahan misalnya si wanita yang akan dinikahi
oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab atau penyusuan. Atau
si wanita sedang dalam masa iddahnya dan selainnya. Penghalang
lainnya adalah apabila si lelaki adalah orang kafir, sementara si
wanita yang akan dinikahinya adalah seorang muslimah.
2. Wali
3. Saksi
4. Ijab dan Qabul (akad nikah)
5. Ridhonya pihak mempelai pria dan ridhonya pihak mempelai
wanita.

B. Sahnya Perkawinan Dalam Hukum Positif Indonesia


Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, pengertian perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk

viii
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.

Untuk mewujudkan tujuan perkawinan tersebut tentunya


perkawinan harus melalui prosedur dan syarat-syarat sebagaimana diatur
dalam Undang-undang perkawinan Nomor I Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Dan perkawinan sah apabila perkawinan tersebut
dilaksanakan dengan memenuhi seluruh ketentuan yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkawinan yang
berlaku di Indonesia. Perkawinan yang sah akan memberikan kepastian
hukum dan kepentingan hukum orang yang melangsungkan perkawinan
akan terlindungi.
"Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila dimana sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga
perkawinan bukan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur
bathin/rohani juga mempunyai peranan yang penting Membentuk keluarga
yang bahagia rapat hubungannya dengan keturunan, yang pula merupakan
tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua".
Dari uraian pengertian perkawinan pada Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 dan penjelasannya, sesungguhnya perkawinan bukan
hanya kebutuhan lahiriah (jamani). namun juga merupakan kebutuhan
rohani (Bhathin). Pengertian tersebut juga relevan dengan Al Qur'an Surat
Ar-Ruum ayat 21
Kemudian dalam penjelasan pasal 2 tersebut secara tegas
dinyatakan: Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada
perkawinan diluar hukum. masing-masing hukum agama dan kepercayaan
itu sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan
hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk
ketentuan perundang undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan

ix
kepercayaannya sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain
dalam undang-undang ini.
Dari ketentuan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974 tersebut tidak
mungkin dapat dilaksanakan perkawinan berbeda agama antara kedua
calon mempelai.Karena bagi orang yang beragama Islam tidak sah
melaksanakan perkawinan diluar syariat agama Islam, begitu juga
sebaliknya bagi agama Kristen juga tidak sah apabila dilakukan tidak
sesuai dengan ajaran agama Kristen. Sehingga di Indonesia tidak
dimungkinkan untuk dilakukan perkawinan berbeda agama. Selain
perkawinan harus dilasanakan menurut hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya perkawinan juga tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang ini, yaitu UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dengan demikian meskipun perkawinan tersebut dilaksanakan menurut
masing-masing agamanyadan kepercayaannya itu apabila bertentangan
dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. maka
perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum positif di Indonesia.
Syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan menurut Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12
sebagai berikut:
1. Calon mempelai (Pasal 6 ayat (1)).
2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum
berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6)).
3. Usia calon mempelai sudah 19 tahun dan usia calon mempelai wanita
sudah mencapai 16 tahun (Pasal 7 ayat (1)).
4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tdak dalam
hubungan darah/keluarga yang tidak boleh kawin (Pasal 8).
5. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain (Pasal 9).
6. Bagi suami isteri yang bercerai. lalu kawin lagi satu sama lain dan
bercerai lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka
tidak melarang mereka untuk kawin ketiga kalinya (Pasal 10).

x
7. tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
janda.

C. Perkawinan antar Pemeluk Agama Menurut Hukum Islam

Yang dimaksud dengan perkawinan antar pemeluk agama adalah


perkawinan antara pemeluk agama Islam dengan pemeluk agama lain
mereka yang disebut dalam al-Qur'an mempunyai kitab suci dan Nabi
Yahudi dan Nasrani, maupun agama yang tidak ada ketegasannya dalam
Qur'an namun dalam kenyataannya ada berkembang di dunia ini seper
misalnya Hindu, Budha, Kong Hu Cu dan lain-lain.
1. Hukum Perkawinan Antara Laki-Laki Muslim dengan Wanita
Musyrikah.
Mengenai larangan perkawinan antara laki-laki muslim dengan
wanita musyrik dengan jelas disebutkan dalam al-Qur'an yang
berbunyi "Dan janganlah kamu mengawini wanita-wanita musyrikkah
sebelum mereka beriman." (al-Baqarah, ayat 221).

‫ ِر َك ٍة وَّلَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل‬S ‫ ٌر ِّم ْن ُّم ْش‬S ‫ْؤ ِم َّن ۗ َواَل َمَ ةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي‬S ُ‫ت َح ٰتّى ي‬ ِ ‫ ِر ٰك‬S ‫وا ْال ُم ْش‬SS‫َواَل تَ ْن ِك ُح‬
ٰۤ ُ
‫ول ِٕىكَ يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى‬ ‫ك وَّلَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ا‬ ٍ ‫ ِر‬S‫د ُّمْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش‬Sٌ ‫تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمنُوْ ا ۗ َولَ َع ْب‬
‫هّٰللا‬
َ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬ ِ َّ‫ار ۖ َو ُ يَ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِا ِ ْذنِ ٖ ۚه َويُبَيِّنُ ٰا ٰيتِ ٖه لِلن‬
ِ َّ‫ࣖ الن‬
terjemahan
Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum
mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman
lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu.
Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan
perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,
sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.
(Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka
mengambil pelajaran.

xi
2. Hukum Perkawinan antara wanita Muslimah dengan
Musyrik Menurut ajaran Islam, wanita muslimah tidak boleh kawin
dengan laki-laki musyrik. Larangannya ini dapat difahami dari ayat
yang arti sebagai berikut "Dan janganlah kamu memisahkan oran
orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'minah) sebelum mereka
beriman. (al-Baqarah, ayat 22).

‫ت ِر ْزقًا‬ ِ ‫ض فِ َرا ًشا وَّال َّس َم ۤا َء بِن َۤا ًء ۖ َّواَ ْنزَ َل ِمنَ ال َّس َم ۤا ِء َم ۤا ًء فَا َ ْخ َر َج بِ ٖه ِمنَ الثَّ َم ٰر‬
َ ْ‫الَّ ِذيْ َج َع َل لَ ُك ُم ااْل َر‬
َ‫لَّ ُك ْم ۚ فَاَل تَجْ َعلُوْ ا هّٰلِل ِ اَ ْندَادًا َّواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
Terjemahan
(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu.
Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi
Allah, padahal kamu mengetahui.

3. Hukum Perkawinan antara laki-laki Muslim dengan Wanita Ahli


Kitab
perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab, para
ulama berbeda Mengenai pendapat. Dalam al-Qur'an surat Al-Maidah
memang disebutkan yang artinya "(Dihalalkan bagimu) wanita wanita
yang menjaga kehormatannya di antara orang-orang yang diberi Kitab
sebelum kamu (al-Maidah, ayat 5).
َ‫ت ِمن‬ ُ ‫ ٰن‬S‫ص‬َ ْ‫ ٌّل لَّهُ ْم َۖو ْال ُمح‬S‫ ٌّل لَّ ُك ْم ۖ َوطَعَا ُم ُك ْم ِح‬S‫ب ِح‬ َ ‫وا ْال ِك ٰت‬SSُ‫ت َوطَ َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ ت‬ ُ ۗ ‫اَ ْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّي ِّٰب‬
‫ َر‬S‫نِ ْينَ َغ ْي‬S‫ص‬ ِ ْ‫وْ َره َُّن ُمح‬SS‫وْ ه َُّن اُ ُج‬SS‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم اِ َذٓا ٰاتَ ْيتُ ُم‬ َ ‫ت ِمنَ الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ت َو ْال ُمح‬ ِ ‫ْال ُمْؤ ِم ٰن‬
َ‫ ِر ْين‬S‫ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس‬S‫ان فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ ۖ َوه َُو فِى ااْل ٰ ِخ‬ ِ ‫ي اَ ْخدَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكفُرْ بِااْل ِ ْي َم‬ ْٓ ‫ُم َسافِ ِح ْينَ َواَل ُمتَّ ِخ ِذ‬

Terjemahan

xii
Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka.
Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab
sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan
perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia
amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.
Dari pendapat Umar tersebut dapat difahami bahwa perkawinan antara
laki-laki Muslim dengan wanita Ahli Kitab meskipun tidak haram tetapi
sebaiknya dihindari karena dalam kenyataannya perkawinan antara laki-laki
Muslim dengan wanita Ahli Kitab lebih banyak madharatnya dibandingkan
dengan kemaslahatannya

D. Putusnya perkawinan (Talak).


‫ْر ْي ۢ ٌح بِاِحْ َسا ٍن ۗ َواَل َي ِحلُّ لَ ُك ْم اَ ْن تَْأ ُخ ُذوْ ا ِم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن َش ْيـًٔا آِاَّل اَ ْن يَّخَافَٓا اَاَّل‬
ِ ‫ف اَوْ تَس‬ ٍ ْ‫كبِ َم ْعرُو‬ ٌ Sۢ ‫ق َم َّر ٰت ِن ۖ فَاِ ْم َسا‬ ُ ‫اَلطَّاَل‬
‫َت بِ ٖه ۗ تِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوْ هَا ۚ َو َم ْن يَّتَ َع َّد‬ ْ ‫يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۙ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَد‬
ٰ ‫ولىكَ هُم‬ ٰۤ ‫هّٰللا‬
َ‫الظّلِ ُموْ ن‬ ُ ِٕ ُ ‫ُح ُدوْ َد ِ فَا‬
Artinya
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami
dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali)
khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim.(QS.
Al-Baqarah Ayat 229)

Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin yang dapat dilihat


untuk mengungkapkan tentang adanya hubungan hukum antara seorang pria

xiii
dengan seorang wanita untuk hidup bersama sebagai suami isteri. Dengan
kata lain dapat disebut sebagai hubungan formil.1 Hubungan ini nyata karena
mengikatkan dirinya maupun bagi orang lain atau sebagainya.Perkawinan
merupakan salah satu Sunnah Rasulullah SAW kepada umatnya, beliau
menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan
ada kemampuan untuk itu.Pada umumnya tujuan lain dari perkawinan dalam
Islam ialah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat dengan
mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.
Negara Indonesia sebagai Negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam telah mengatur persoalan perkawinan dalam sebuah aturan
hukum yang baku yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.Bagi suatu Negara dan
bangsa seperti Indonesia adalah mutlak adanya Undangundang Perkawinan
Nasional yang sekaligus menampung prinsip-prinsip dan memberikan
landasan hukum perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan telah
berlaku bagi berbagai golongan dalam masyarakat Indonesia.
Namun dalam hal pelaksanaannya tidak semua perkawinan yang
bisa mencapai tujuan tersebut, sehingga Islam membolehkan terjadinya
perceraian.Perceraian menurut Hukum Perkawinan di Indonesia,
Pasal 38 Undang-undang Nomor1 Tahun 1974 adalah “Putusnya perkawinan”
yaitu putusnya ikatan lahir batin antara suami dan isteri yang mengakibatkan
berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami dan isteri
tersebut. Dan ini merupakan jalan terakhir dalam menyelesaikan suatu
permasalahan rumah tangga karena itu satu-satunya jalan untuk mencapai
kemaslahatan.3Negara Indonesia sudah mengatur tentang aturan perceraian,
yang mana aturan perceraian bagi warga Negara yang beragama Islam diatur
dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan
aturan itu kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 yang menjelaskan bahwa perceraian terbagi dua yaitu: cerai talak
dan cerai gugat.

xiv
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun1974 dikenal istilah Perceraian
yaitu tersebut dalam Bab VIII, tentang putusnya perkawinan dan
akibatnya, pasal 38 disebutkan: “Perkawinan dapat putus karena”:
a. Kematian.
b. Perceraian.
c. Atas Keputusan Pengadilan.
Putusnya perkawinan itu ada bebrapa bentuk tergantung dari segi
siapa yang sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu.
Dalam hal ini ada 4 kemungkinan:
1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah SWTmelalui matinya salah
satu suami atau isteri.
2. Putusnya perkawinan atas kehendak suami oleh alasan tertentu dan
dinyatakan kehendaknya dengan ucapan tertentu atau talak.
3. Putusnya perkawinan atas kehendak isteri kareba isteri melihat sesuatu
yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan suami tidak
berkendak untuk itu, ini disebut khulu’.
4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga
setelah melihat adanya sesuatu pada suami atau isteri yang
menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan, ini
disebut fasakh.
Alasan-alasan Perceraian, dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal
116 dinyatakan beberapa alasan perceraian yang dibolehkan, yaitu sebagai
berikut:
a. Salah satu dari kedua pihak berzina, menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, atau hal lain di
luar kemampuannya
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung

xv
d. Salah satu melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain
e. Salah satu pihak cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri
f. Antara suami dan isteri terus menerusterjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga
g. Suami melanggar taklik talak
h. Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga
Tak mudah memang mempertahankan pernikahan. Ada saja ujian
dalam pernikahan yang membuat kita pun sering cemas.berikut beberapa
cara mempertahankan pernikahan meski sudah di ambang perceraian.

1. Berkomitmen pada Hubungan


Perlu diingat, perceraian bukanlah sebuah pilihan, melainkan
keputusan akhir di mana kalian berdua sudah bertemu dengan jalan
buntu.Tanyakan pada diri sendiri, "Apakah ini yang aku mau?", dan
jawablah dengan rinci apa sebenarnya yang kamu inginkan dari
pernikahan tersebut. Berkomitmen untuk saling bersama dan fokus
untuk memperkuat hubungan tersebut dengan pasanganmu.
2. Saling Memberi Ruang
Ada banyak ruang dalam pernikahan, termasuk ruang sendiri,
bersama pasangan, bersama keluarganya sendiri, bersama teman atau
kolega. Sebaiknya, kalian berdua saling sepakat untuk memberi waktu
ke masing-masing ruang tersebut. Dengan begitu, kalian berdua
melakukan upaya bersama untuk menghabiskan waktu berkualitas
bersama sambil memberi ruang bagi satu sama lain untuk memiliki
ruangnya sendiri.
3. Saling Menghormati

xvi
Orang pasti berubah seiring waktu. Memahami, menghargai, dan
beradaptasi dengan perubahan itu sangat penting untuk hubungan apa
pun.Salah satu trik mudah yang bisa dilakukan bersama adalah
memberi pujian setiap hari dan berterimakasih.Latihan ini akan
membuat kalian berdua saling menghargai dan menghormati
keberadaan masing-masing guna memperkuat pernikahan.
4. Berkomunikasi Terbuka, Jujur, dan Teratur
Berkomunikasi secara terbuka tentang kehidupan, minat, impian,
frustrasi, dan perasaan adalah cara penting untuk menumbuhkan
keintiman dalam suatu hubungan. Penting juga bagimu untuk
mendengarkan pasangan menyuarakan pikirannya, luangkan 30 menit
setiap hari tanpa gangguan untuk kalian berbicara.Dengan begitu,
kalian akan lebih dekat secara emosional dan menemukan solusi
bersama ketika ketegangan terjadi.

xvii
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Pernikahan adalah ikatan lahir batin anrata seorang laki-laki dengan
seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Pernikahan merupakan suatu
ikatan suci yang sakral untuk mengikat hubungan perempuan dan laki-
laki.Pernikahan yang harmonis merupakan keluarga yang anggota-anggotanya
saling menjalankan hak dan kewajiban masing-masing.Apabila ada
ketidakcocokan atau masalah dalam keluarga, tidak jarang kedua belah pihak
memilih utntuk bercerai.

SARAN
1. Bagi tokoh Agama hendaknya dalam berda'wah tidak hanya menyampaikan
masalah-masalah ubudiyah, fiqhiyah akan tetapi membahas masalah keluarga,
bagaimana membina rumah tangga menjadi sebuah rumah tangga yang
sakinah.
2. Perlunya sosialisasi dari pihak terkait khususnya Departemen Agama dalam
mensosialisasikan kursus calon pengantin (suscatin) dikarenakan masih
banyaknya masyarakat yang belum mengikuti kursus tersebut.

xviii
DAFTAR FUSTAKA

Departemen Agama RI,(2002), Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum,Jakarta.


Sumunarsih ,Saras Bening.2021. “8 Cara Mencegah Perceraian Dalam
Rumah Tangga,Kuncinya Saling Menghormati,”

Fadilah, Nurul. 2018.”Analisa Putusan Dalam Pengalihan Talak Raj’I


Menjadi Talak Bain Perkara No.0067/PDT.G/2016/PA.I.K(Studi Kasus Di
Pengadilan Agama Kab.Limapuluh Kota)” dalam Sirok Bastra: Jurnal
Hukum Islam Volume 03 (hal. 1-112). Limapuluh Kota:Pengadilan
Agama Tanjung Pati.

Munawar, Akhmad.2015.”Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Positif


Yang Berlaku Di Indonesia”

xix

Anda mungkin juga menyukai