Anda di halaman 1dari 13

AZAS-AZAS HUKUM PERKAWINAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perkawinan Di Dunia Islam
Dosen Pengampu: Fathor Rahman, S.H.I., M.Sy.

Oleh:
Isroatul Hasanah 212102010072
M. Hilal Shodiq 212102010073
Fahisalis Nayni Azizka Putri 212102010074

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
SEPTEMBER 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita sehingga perencanaan,
pelaksanaan, dan penyelesaian makalah sebagai salah satu syarat menyelesaikan
tugas mata kuliah Hukum Perkawinan Di Dunia Islam bisa terselesaikan dengan
lancar.
Keberhasilan ini kami dapatkan karena dukungan dari banyak pihak. Oleh
karena itu, kami menyadari dan menyampaikan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:

1. Bapak Fathor Rahman, S.H.I., M.Sy. selaku Dosen Pengampu mata kuliah
Hukum Perkawinan Di Dunia Islam yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
2. Mahasiswa dan Mahasiswi Hukum Keluarga 4 yang turut membantu untuk
melengkapi kekurangan dalam makalah ini.

Akhirnya, semoga segala amal baik yang telah Bapak dan Teman-teman
seperjuangan berikan kepada kami mendapat balasan yang baik dari Allah SWT.

Jember, 24 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1


A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


A. Pengertian Azas ................................................................................. 3
B. Azas-Azas Hukum Perkawinan ......................................................... 3

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 9


A. Kesimpulan ....................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuhan menciptakan manusia dibumi ini sebagai khalifah Allah dan juga
sebagai makhluk sosial yang mana manusia itu tidak bisa hidup sendiri, artinya
masih membutuhkan manusia lain untuk keberlangsungan hidupnya. Sejak
manusia itu dilahirkan sudah dianugerahkan untuk hidup bersama dengan
manusia lain. Yang mana dari anugerah dari hidup bersama tersebut bersama
manusia lain bisa mengakibatkan Hasrat yang kuat untuk bisa hidup tertib
dengan baik. 1 Salah satu cara untuk mengikat naluri untuk hidup bersama
tersebut yakni melalui ikatan suci yang sering dikenal dengan “Perkawinan”.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
wanita yang mana dari ikatan tersebut tidak hanya mengikat secara pribadi,
akan tetapi juga mengikat antara dua keluarga yang nantinya membentuk
hubungan kekerabatan. Perkawinan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang baik. Oleh karena itu, perlu diketahui mengenai
syarat-syarat, tujuan serta asas-asas perkawinan itu sendiri.
Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan yang sekarang sudah berubah menjadi Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2019 mengatakan bahwa “Perkawinan merupakan ikatan lahir batin
antara seorang wanita dan pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”
Batas usia ideal untuk bisa melakukan perkawinan ialah diatur dalam
Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
yakni bahwa “Untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang belum
mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari orang tua.” Berdasarkan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 bahwa batas usia minimum
diberlangsungkannya perkawinan ialah bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16

1
Soerjono Soekanto, 2017, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: CV. Rajawali, 9.

1
tahun. Namun, undang-undang ini ada perubahan yakni Undang-Undang No
16 Tahun 2019 yang mana dalam Undang-Undang tersebut mengatur batas usia
minimum untuk bisa diberlangsungkannya perkawinan adalah bagi pria dan
wanita minimnya berusia 19 tahun.
Untuk melangsungkan perkawinan tidak hanya mengetahui mengenai
batas usia yang bisa melangsungkan perkawinan. Akan tetapi juga harus
mengetahui mengenai asas-asas hukum perkawinan. Oleh karena itu, agar tidak
hanya mengetahui mengenai pengertian perkawinan, maka dalam makalah ini
akan menjelaskan mengenai azas-azas hukum perkawinan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian Azas?
2. Apa saja azas-azas hukum perkawinan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian azas
2. Untuk mengetahui azas-azas hukum perkawinan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Azas
Kata asas dalam bahasa Inggris asas dikenal dengan sebutan “principle”.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan asas
sebagai alas, dasar, pedoman, seperti halnya sebuah rumah yang alasnya dari
batu yang kokoh. Kemudian asas bisa dimengerti dengan artian sebagai suatu
yang benar dan dijadikan untuk pijakan atau juga sebagai kunci dalam berpikir,
beropini dan lain sebagainya. Asas juga dapat difahami sebagai keinginan yang
lantas melahirkan prinsip, acuan, atau juga keabsahan perikatan negara dan lain
sebagainya.
Kemudian menurut G.W. Paton, asas merupakan suatu anggapan yang
mendeskripsikan secara luas yang menjadi acuan untuk norma atau kode etik
hukum. Oleh karena itu, asas ini sendiri memiliki sifat yang konkret, sementara
itu mengenai norma atau kode etik hukumnya memiliki sifat yang jelas
menyentuh karakter atau juga perbuatan hukum tertentu.2
B. Azas-Azas Hukum Perkawinan
Terdapat beberapa azas-azas hukum perkawinan yakni sebagai berikut:
1. Asas Kesukarelaan
Pada asas ini adalah suatu hal yang sangat penting, baik
kesukarelaan bagi calon pengantin ataupun kedua orang tua calon
pengantin yang akan melangsungkan pernikahan dan juga yang mendapat
sebagai wali. 3
2. Asas Persetujuan
Dalam Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
menjelaskan bahwasanya pernikahan harus berisi tentang asas persetujuan
dan juga asas kesukarelaan, dimana asas persetujuan sendiri adalah

2
Dewa Gede Atmadja, Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum, Jurnal Kertha Wicaksana, Vol.
12, No. 2, 2018, 147.
3
Hafidul Umami, Lailatuz Zuhriyyah & Khamimatus Zahrok. Jurnal Hukum dan Ahwal al-
Syakhsiyyah, Jas Merah, Vol: 2, No.1, November 2022.

3
pengaruh dari asas kesukarelaan tersendiri, bahwa kedua calon pengantin
laki-laki maupun perempuan yang akan melaksanakan pernikahan harus
rela untuk dinikahkan dan masing-masing calon pengantin dimintai
persetujuan atas hal tersebut.
Dalam praktiknya hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari
yaitu dengan penghulu yang bertanya pada calon pengantin ketika akan
dilaksanakannya pernikahan, yang diucapkan dihadapan penghulu, saksi
dan juga semua orang yang hadir dalam acara pernikahan tersebut.
Persetujuan dari kedua calon pengantin tersebut dapat berupa dalam
bentuk tulisan, ucapan ataupun juga bisa dalam bentuk isyarat. Dan apabila
salah satu dari calon pengantin ada yang tidak setuju dalam pernikahan
tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dilaksanakannya pernikahan.4
3. Asas Kebebasan
Selanjutnya setelah asas persetujuan di atas akan berkesinambungan
dengan asas kebebasan, dimana asas kebebasan ini mempunyai pengertian
bahwasanya setiap orang mempunyai hak kebebasan memilih
pasangannya, tetapi disamping itu tidak melanggar atau harus
memperhatikan larangan dalam pernikahan. 5
Hal ini dapat dilihat dari kisah sebuah Riwayat Nabi bahwasanya
seseorang bisa milih antara dia yaitu adalah memilih tetap melanjutkan
pernikahannya dengan seseorang yang tidak disukainya, atau meminta
dibatalkan pernikahannya dan memilih seseorang yang didambakannya.
4. Asas Kemitraan Suami-Istri
Terciptanya asas ini yaitu dikarenakan adanya tugas dan fungsi dari
tiap-tiap partner atau pasangan yang ada dikarenakan bedanya kadar dari
setiap pasangan tersebut.6 Pengertian ini telah dijelaskan dalam QS An-
Nisa ayat 34 dan juga pada QS Al-Baqarah ayat 187:

4
Zulfan Efendi Hasibuan, Jurnal El-Qanuny, Asas Persetujuan dalam Perkawinan Menurut
Hukum Islam. Vol:5 No.2, Desember 2019.
5
Henny Wiludjeng, Hukum Perkawinan dalam Agama-Agama. (Jakarta: Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya, 2020), 6.
6
Tinuk Dwi Cahyani, Hukum Perkawinan. (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang,
Desember 2020), 20.

4
QS. An-Nisa ayat 34:
ُ‫ع ٰلى َب ْعضُ َّو ِّب َما‬ َ ‫ضه ُْم‬ َ ‫ّللا َب ْع‬ ُٰ ُ‫ض َل‬َّ َ‫س ۤا ُِّء ِّب َما ف‬ َ ِّ‫علَى الن‬ َ َُ‫ا َ ِّلر َجالُ قَ َّوام ْون‬
ُٰ ‫ظ‬
‫ّللا‬ َُ ‫ب ِّب َما َح ِّف‬ ُِّ ‫ص ِّل ٰحتُ ٰق ِّن ٰتتُ ٰح ِّف ٰظتُ ِّل ْلغَ ْي‬ ٰ ‫ن ا َ ْم َوا ِّل ِّه ُْم ُۗ فَال‬ُْ ‫ا َ ْنفَق ْوا ِّم‬
َُّ ‫اج ُِّع َواض ِّْرب ْوه‬
‫ن‬ ِّ ‫ض‬َ ‫ن فِّى ْال َم‬ َُّ ‫ن َوا ْهجر ْوه‬ َُّ ‫ن فَ ِّعظ ْوه‬ َُّ ‫ي تَخَاف ْونَُ نش ْوزَ ه‬ ُْ ‫ۗ َوالٰ ِّت‬
‫ع ِّليًّا َك ِّبي ًْرا‬َ َُ‫ّللا َكان‬ َُٰ ‫ِّن‬ ُ ً ‫س ِّبي‬
َُّ ‫ْل ۗا‬ َ ‫ن‬ َُّ ‫علَ ْي ِّه‬
َ ‫ل تَبْغ ْوا‬ َ َ ‫ِّن ا‬
ُ َ َ‫ط ْعنَك ُْم ف‬ ُْ ‫ُۗ فَا‬
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena
Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah
dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka
yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada,
karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu
khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,
tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu)
pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi,
Mahabesar.”
QS. Al-Baqarah ayat 187:
ُ‫س ۤا ِٕىك ُْم ُۗ ه َّنُ ِّل َباسُ لَّك ُْم َوا َ ْنت ْمُ ِّل َباس‬
َ ‫الرفَثُ ا ِّٰلى ِّن‬ َّ ُ‫الص َي ِّام‬ِّ َُ‫ل لَك ُْم لَ ْيلَة‬
َُّ ‫ا ِّح‬
ُۗ ‫ع ْنك ُْم‬َ ‫عفَا‬ َ ‫علَيْك ُْم َو‬
َ ‫َاب‬ َ ‫ّللا اَنَّك ُْم ك ْنت ُْم ت َْخت َان ْونَُ ا َ ْنف‬
َُ ‫سك ُْم فَت‬ ُٰ ‫ع ِّل َُم‬ َ ُۗ ‫ن‬ َُّ ‫لَّه‬
َُ‫ّللا لَك ُْم ُۗ َوكل ْوا َوا ْش َرب ْوا َحتٰى يَت َ َبيَّن‬ ُٰ ‫َب‬َُ ‫ن َوا ْبت َغ ْوا َما َكت‬ َُّ ‫فَ ْال ٰـنَُ بَا ِّشر ْوه‬
‫امُ اِّ َلى‬
َ ‫الص َي‬
ِّ ُِّ َ‫ْط ْاْلَس َْو ِّدُ ِّمنَُ ْالف‬
‫جْر ث َّمُ اَتِّ ُّموا‬ ُِّ ‫ِّمنَُ ْال َخي‬ ُ‫لَكمُ ْال َخيْطُ ْاْلَ ْبيَض‬
‫ل‬ ُِّٰ ُ‫عا ِّكف ْونَُ ِّفى ْال َمسٰ ِّج ُِّد ُۗ تِّ ْلكَُ حدُ ْود‬
ُ َ َ‫ّللا ف‬ َ ‫َوا َ ْنت ُْم‬ ُ‫ْل ت َبا ِّشر ْوه َّن‬ ُِّ ‫الَّ ْي‬
ُ َ ‫ل َو‬
ُ ِّ ‫ّللا ٰا ٰيتِّهُ ِّلل َّن‬
‫اس لَعَلَّه ُْم يَتَّق ْون‬ ُٰ ُ‫ت َ ْق َرب ْوهَاُ َك ٰذ ِّلكَُ ي َبيِّن‬
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan
istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi
mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu
sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka
sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah
bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara

5
benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah
puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka,
ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-
ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”
5. Asas Selama-lamanya
Dalam asas ini perkawinan mengandung makna yang sangat
penting, dimana perkawinan bukan hanya sebagai media untuk
berhubungan suami istri dengan jangka pendek. Melainkan asas ini
menekankan kepada kedua pasangan untuk senantiasa membangun dan
membina rumah tangganya selama – lamanya. Tujuan lain dari asas ini
tidak lain dan tidak bukan demi kemaslahatan antar kedua pasangan suami
istri sehingga terciptanya konsep mitsaqon gholidzon (aqad yang sangat
kuat).7
Asas ini juga mendasari tidak diperbolehkannya menikah secara
mut’ah atau istilahnya kawin kontrak. Adapun untuk mendukung
sebagaimana asas ini, terdapat juga dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat
21:
ُ‫ُو ا ًج اُ ل ِّ ت َس ْك ن واُ إ ِّ ل َ ي ْ هَ ا‬ َ ‫ق ُ ل َ ك ْم ُ ِّم ْن ُأ َن ْ ف ِّس ك ْم ُأ َ ْز‬
َ َ ‫َو ِّم ْن ُآ ي َ ا ت ِّ هِّ ُأ َ ْن ُ َخ ل‬
َ ‫ُو َر ْح َم ة ً ُ ُ إ ِّ َّن ُ ف ِّ يُ ذٰ َ ل ِّ ك‬
َُ‫ََُُل ي َ ات ُ ل ِّ ق َ ْو م ُ ي َ ت َ ف َ ك َّ ر و ن‬ َ ً ‫َو َج ع َ َل ُ ب َ ي ْ ن َك ْم ُ َم َو د َّة‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa melalui firmannya Allah
SWT secara tegas kepada hambanya untuk menjalani kehidupan rumah
tangga yang tenteram. Makna tenteram yang dimaksud jika Imani yaitu

7
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), 139.

6
akan berdampak baik untuk kedepannya. Salah satunya yaitu terjalinnya
hubungan suami istri yang rukun dan damai selama-lamanya.
Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 2 juga menjelaskan hal ini,
yang berbunyi Perkawinan menurut hukun Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.8
Kedua sumber hukum ini menjadi landasan yang sangat kuat bagi
asas perkawinan selama-lamanya. Titik temunya yaitu mengandung
makna yang sama untuk mewujudkan rumah tangga yang harmonis juga
demi kemaslahatan kedua pasangan.
6. Asas Monogami Terbuka
Pemahaman asas ini diambil dari Al-Qur’an Surah An-Nisa’ (4): 3
dan 129. Yang mana dalam ayat 3 tersebut sudah dijelaskan bahwa seorang
laki-laki muslim boleh beristri lebih dari satu orang asalkan bisa berlaku
adil terhadap semua istrinya. Dan apabila tidak mampu berbuat adil, maka
dia harus beristri satu orang saja.
Beristri lebih dari satu orang bisa dilakukan apabila hanya dalam
keadaan darurat, seperti istri tidak bisa memberikan keturunan, tidak bisa
melayani suami karena mengidap penyakit atau karena alasan yang lain
yang bisa diterima dan suami mampu bisa berlaku adil maka
diperbolehkan beristri lebih dari seorang saja.

Asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974


Tentang Perkawinan ialah sebagai berikut:
1) Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
2) Perkawinan dianggap sah tergantung kepada ketentuan agama dan
kepercayaan masing-masing.
3) Asas monogami
4) Calon suami dan calon istri sudah dewasa jiwa dan raganya.
5) Mempersulit terjadinya perceraian.

8
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2.

7
6) Hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang.
Keenam asas-asas perkawinan tersebut memiliki acuan yang termaktub dalam
al-Qur’an dan Hadits.
M. Rafiq menguraikan asas kesatu dan keempat landasannya termuat
dalam firman Allah yakni:
“Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih saying. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi
kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21).
Mengenai asas yang kedua, sesuatu yang sudah jelas dimana hukum yang
ingin ditegakkan harus bersumber kepada al-Qur’an dan Hadits. Kemudian
asas yang ketiga yaitu landasannya bisa dilihat dalam firman Allah SWT surah
an-Nisa’: 3.
Selanjutnya asas yang kelima yaitu landasannya sesuai dengan hadits
Rasul yakni:
“Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah perceraian”. (HR. Abu
Daud dan at-Tirmidzi).
Kemudian asas yang terakhir yaitu sejalan dengan firman Allah:
“(karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan
dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka usahakan”.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asas ialah bisa disebut dengan alas, dasar, atau pedoman, seperti halnya
sebuah rumah yang alasnya dari batu yang kokoh. Kemudian asas juga dapat
dimengerti dengan artian sebagai suatu yang benar dan dijadikan untuk pijakan
atau juga sebagai kunci dalam berfikir, beropini, dan lain sebagainya. Asas juga
dapat difahami sebagai keinginan yang lantas melahirkan prinsip, acuan, atau
juga keabsahan perikatan negara lain.
Disini disebutkan bahwa asas-asas hukum perkawinan ada 6, yaitu:
1. Asas kesukarelaan
2. Asas persetujuan
3. Asas kebebasan
4. Asas kemitraan suami istri
5. Asas selama-lamanya
6. Asas monogami terbuka
B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
ditemukan banyak sekali kekurangan. Hal ini dikarenakan kurangnya sumber
bacaan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, kami sebagai penulis
makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi kedepannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006.

Cahyani, Tinuk Dwi. Hukum Perkawinan. Malang: Universitas Muhammadiyah


Malang. 2020.
Dewa Gede Atmadja. “Asas-Asas Hukum dalam Sistem Hukum”. Jurnal Kertha
Wicaksana. Vol, 12. No, 2. 2018.
Hafidul Umami, Lailatuz Zuhriyyah & Khamimatus Zahrok. Jurnal Hukum dan
Ahwal al-syakhsiyyah. Jas Merah. Vol, 2. No, 1. November 2022.
Kompilasi Hukum Islam, Pasal 2.
Soekanto, Soerjono. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: CV. Rajawali. 2017.
Wiludieng, Henny. Hukum Perkawinan dalam Agama-Agama. Jakarta: Universitas
Katolik Indonesia Atma Jaya. 2020.
Zulfan Efendi Hasibuan. “Asas Persetujuan dalam Perkawinan Menurut Hukum
Islam”. Jurnal El-Qanuny. Vol, 5. No, 2. Desember 2019.

10

Anda mungkin juga menyukai