Anda di halaman 1dari 15

EFEKTIVITAS PROGRAM SIDANG KELILING DALAM PERKARA

ITSBAT NIKAH TERPADU BERDASARKAN PERATURAN


MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2015 (STUDI KASUS
PENGADILAN AGAMA KABUPATEN BANYUWANGI)

Proposal Skripsi

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri


Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Untuk Memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Fakultas Syariah
Program Studi Hukum Keluarga Islam

Oleh:

YESSY VABELLA
S20191153
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM KH. ACHMAD SIDDIQ
JEMBER
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

A Judul Penelitian.................................................................................................4

B Latar Belakang..................................................................................................4

1. Menurut Prof. Subekti, SH........................................................................5

2. (Ahmad Azhar Basyir, 1977: 10.).............................................................5

3. Menurut Prof.DR.R. Wirjono Prodjodikoro..............................................5

1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.....................8

2. Hilangnya Akta Nikah...............................................................................8

3. Adanya keraguan tentang sah atau tidak sahnya salah satu syarat
perkawinan........................................................................................................8

4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakuknya UndangUndang


Nomor 1 Tahun 1974........................................................................................8

5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai


halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974...........8

C Fokus Masalah..................................................................................................9

1. Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas pelaksanaan Itsbat nikah


terpadun yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2015 di Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi?......................................9

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam


pelaksanaan Itsbat nikah terpadu yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten
Banyuwangi?....................................................................................................9

D Tujuan Penelitian..............................................................................................9
1. Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas pelaksanaan Itsbat nikah
terpadun yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
2015 di Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi.......................................9

2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam


pelaksanaan Itsbat nikah terpadu yang ada di Pengadilan Agama Kabupaten
Banyuwangi......................................................................................................9

E Manfaat Penelitian............................................................................................9
A Judul Penelitian
Efektivitas Program Sidang Keliling Dalam Perkara Itsbat Nikah
Terpadu Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Ri Nomor 1 Tahun
2015 (Studi Kasus Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi).

B Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi
yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata
dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang
biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan
dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud
untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan
bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya
perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai
pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan
maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan
dengan pernikahan.1
Pengertian perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan, pada pasal 1, yaitu “Ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.2
Pengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada
BAB II Dasar-Dasar Perkawinan di Pasal 2, yaitu Perkawinan menurut hukun
Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan
untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.3
Selain pengertian secara umum yang dijelaskan diatas, terdapat beberapa
pengertian lain yang dijelaskan menurtu beberapa tokoh, antara lain:

1
Wikipedia, “Pengertian Tentang Perkawinan”, tanggal di akses 30 Desember 2022.
2
UU No. 1 Tahun 1974
3
Kompilasi Hukum Islam
1. Menurut Prof. Subekti, SH perkawinan adalah pertalian yang sah
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu
yang lama. Sedangkan pengertian perkawinan menurut Prof. Dr. R.
Wirjono Prodjodikoro, SH mengatakan perkawinan adalah suatu
hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang
memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum
perkawinan.
2. (Ahmad Azhar Basyir, 1977: 10.) mengemukakan bahwa:
Perkawinan dalam istilah Agama disebut dengan nikah, ialah
melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan
kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan
keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan PENDAIS
Volume I Nomor 1 2019 58 suatu kebahagiaan hidup berkeluarga
yang diliputi rasah kasih sayang dan ketentraman dengan cara-cara
yang diridhai oleh Allah.
3. Menurut Prof.DR.R. Wirjono Prodjodikoro perkawinan adalah
hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
yang memenuhui syarat-syarat termasuk dalam peraturan hukum
perkawinan.
Diantara beberapa pendapat diatas dari beberapa tokoh, terdapat beberapa
perbedaan yang dari setiap pendapat dari setiap para ahli, namun dari
perbedaan tersebut tidak akan jadi masalah karena dari semua pengertian
memiliki tujuan yang sama yaitu membentuk kehidupan keluarga yang
harmonis dan sejahtera. Perbedaan pengertian juga dikemukakan oleh Ny.
Soemiyati (1986 : 8), menurut beliau “Perbedaan pengertian perkawinan
hanyalah terdapat pada keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-
unsur yang sebanyak-banyaknya dalam perumusan pengertian disatu pihak dan
pembatasan banyaknya unsur dipihak lain”.
Maka dengan demikian sekalipun berbeda perumusan perkawinan, akan
tetapi dari rumusan-rumusan tersebut terdapat banyak unsur kesamaanya, yakni
bahwa perkawinan itu adalah nikah yang merupakan suatu akad perjanjian
yang mengikat antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Sebab
perjanjian perkawinan bukanlah merupakan perjanjian biasa tetapi sangat luar
biasa, seperti jual beli atau sewa-menyewa. Akan tetapi merupakan perikatan
yang dianggap suci untuk membentuk keluarga yang bahagia dan harmonis
dengan satu presepsi tidak ada yang bisa memisahkan diantara kita berdua
kecuali yang Maha kuasa, (Allah).
Selain akad nikah yang menjadi hal penting dalam sebuah pernikahan, hal
lain yang harus ada untuk menyempurnakan dari sebuah pernikahan ialah
pencatatan perkawinan. Pencacatan perkawinan di perlukan untuk melengkapi
syarat-syarat administrasi yang diperlukan untuk membuat akta kelahiran,
kartu keluarga dan lain-lain. Dalam KUH Perdata, pencatatan perkawinan ini
diatur dalam bagian ke tujuh Pasal 100 dan Pasal 101. Dalam Pasal 100, bukti
adanya perkawinan adalah melalui akta perkawinan yang telah dibukukan
dalam catatan sipil. Pengecualian terhadap pasal ini yaitu Pasal 101, apabila
tidak terdaftar dalam buku di catatan sipil, atau hilang maka bukti tentang
adanya suatu perkawinan dapat diperoleh dengan meminta pada pengadilan. Di
pengadilan akan diperoleh suatu keterangan apakah ada atau tidaknya suatu
perkawinan berdasarkan pertimbangan hakim.
Pencatatan perkawinan adalah salah satu yang menjadi permasalah di
seputaran masyarakat Indonesia. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bahwa “perkawinan
adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaan itu”. Selanjutnya, dalam Pasal 2 ayat (2) juga ditentukan bahwa
“Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.4
Dari ketentuan Undang-Undang Perkawinan tersebut, telah jelas
ditentukan sahnya suatu perkawinan itu apabila dilakukan menurut masing-
masing agama maupun kepercayaan dan diatur juga bahwa tiap-tiap

4
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung:
Citra Umbara 2017), p. 2.
perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan pencatatan perkawinan adalah jaminan ketertiban
administrasi di Negara hukum ini. Sebagaimana perkawinan yang dilakukan di
luar pencatatan nikah tidak mempunyai kekuatan hukum, dan perkawinan
hanya dapat dibuktikan dengan adanya akta nikah yang dibuat oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama (KUA).5
Berdasarkan hal tersebut sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 7
ayat 1 Kompilasi Hukum Islam bahwa “ Perkawinan hanya dapat dibuktikan
dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah”. Akta Nikah
adalah bukti adanya perkawinan dan sebagai jaminan hukum dalam hal suami
atu istri. Jika suami atau istri melakukan perbuatan menyimpang dalam rumah
tangga, maka tidak bisa di selesaikan melalui Pengadilan karena tidak adanya
kekuatan hukum pernikahan tersebut. Tidak hanya itu Akta nikah juga sebagai
perlindungan bagi hak-hak anak yang lahir dari pernikahan. Tanpa adanya
pencatatan maka perkawinan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum berupa
kemudaratan dan pengingkaran kewajiban dalam sebuah ikatan perkawinan.
Dalam prakteknya masih banyak perkawinan yang belum tercatat. Perkawinan
yang belum tercatat atau lebih dikenal dengan sebutan perkawinan siri.
Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam menyatakan
bahwa isbat nikah hanya dapat diajukan di Pengadilan Agama terbatas
mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

5
Khoiruddin Nasution, Hukum Perdata (Keluarga) Islam Indonesia Dan Perbandingan Hukum
Perkawinan Di Dunia Muslim, (Yogyakarta: Academia, 2009), p. 337.
1. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian.
2. Hilangnya Akta Nikah.
3. Adanya keraguan tentang sah atau tidak sahnya salah satu syarat
perkawinan
4. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakuknya
UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974
5. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974.6
Uraian di atas dapat disimpulkan dengan adanya Itsbat nikah. Itsbat nikah
adalah permohonan pengesahan terhadap perkawinan yang diajukan ke
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah guna untuk dinyatakan sah-nya
perkawinan dan memiliki kekuatan hukum atas pernikahan tersebut. Pada
penelitian ini, hendak meneliti pada masyarkat khususnya kabupaten
Banyuwangi yang banyak berperkara di Pengadilan Agama Banyuwangi.
Banyak dari masyarakat tersebut yang mengajukan perkara mengenai Itsbat
nikah. Adapun dengan masyaraktnya yang jarak rumah terlalu jauh apabila
ingin menuju ke Pengadilan Agama Banyuwangi.
Berdasarkan deskripsi diatas, penulis akan mengkaji mengenai program
sidang keliling dalam perakara Isbat nikah di Pengadilan Agama yang berada
di daerah kabupaten Banyuwangi. Dalam program sidang keliling yang di
laksanakan Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi mengacu pada
Peraturan Mahkama Agung Nomor 1 tahun 2015 yang mana dalam peraturan
tersebut berisikan tentang pelayanan terpadu sidang keliling Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Agama atau Mahkama Syar’iyah dalam rangka penerbitan akta
perkawinan, buku nikah dan Akta Kelahiran.
Berikut judul penelitian yang akan digunakan penulis untuk membuat
kajian tentang “Efektivitas Program Sidang Keliling Dalam Perkara Itsbat

6
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, (Bandung:
Citra Umbara 2017), p. 325.
Nikah Terpadu Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun
2015 (Studi Kasus Pengadilan Agama Kabupaten Banyuwangi)”.

C Fokus Masalah
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang di tuju dalam
melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus searah dengan masalah-masalah
yang di ambil atau yang diteliti. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas pelaksanaan Itsbat


nikah terpadun yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2015 di Pengadilan Agama Kabupaten
Banyuwangi?.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan Itsbat nikah terpadu yang ada di Pengadilan
Agama Kabupaten Banyuwangi?

D Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang di tuju dalam
melakukan penelitian. Tujuan penelitian harus searah dengan masalah-masalah
yang di ambil atau yang diteliti. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mendeskripsikan tentang efektivitas pelaksanaan Itsbat


nikah terpadun yang berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2015 di Pengadilan Agama Kabupaten
Banyuwangi.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat
dalam pelaksanaan Itsbat nikah terpadu yang ada di Pengadilan
Agama Kabupaten Banyuwangi.

E Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai hukum keluarga
khususnya dalam bidang sidang keliling yang dilakukan oleh Pengadilan
Agama dalam perkara Itsbat nikah Terpadu untuk pernikahan yang tidak
tercatat, peraturan ini sesuai dengan arahan PERMA NO. 1 Tahun 2015.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan bagi peneliti
sendiri dalam praktik sidang keliling dan juga memberikan wawasan hukum
tentang pentingnya pencatatn yang sah dalam pernikahan.
b. Bagi Almamater UIN KHAS Jember
Sebagai sarana informasi bagi Mahasiswa/Mahasiswi di kemudian hari
jika ingin mengembangkan atau mengkaji lebih dalam mengenai pencatatn
pernikahan.

3. Bagi Masyarakat
Mengingatkan kepada masyarakat khususnya pasangan suami istri istri
yang telah lama menikah namun belum mencatatkan pernikahannya agar
memiliki Akta pernikahan secara sah.

4. Bagi Pemerintah
Sebagai salah cara untuk menyebarkan informasi yang penting bagi
masyarakat yang sudah melaksanakan pernikahan namun belum terdaftar
secara hukum agama dan Negara.

F Define Istilah
1. Efektivitas
Kata efektivitas mempunyai beberapa arti, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia menyebutkan tiga arti efektivitas, arti pertama adalah adanya suatu
efek , akibat, pengaruh dan kesan. Arti yang kedua manjur atau mujarab dan
arti yang ketiga dapat membawa hasil atau hasil guna. Kata efetif di ambil dari
kata efek yang artinya akibat atau pengaruh dan kata efektif yang berarti
adanya pengaruh atau akibat dari suatu unsur. Jadi efektivitas ialah
keberpengaruhan atau keberhasilan setelah melakukan sesuatu.7
Dengan kata lain Efektivitas merupakan suatu keadaan yang
menunjukan sebuah keberhasilan dari sebuah kegiatan yang mana
dalam kegiatan tersebut berhasil dilakukan sesuai dengan rencana
sebelumnya.

2. Program
Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran
dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi masyarakat.8 Program adalah tindakan yang
dilakukan oleh individu dan kelompok didukung oleh kebijakan, prosedur, dan
sumber daya dimaksudkan untuk menghasilkan sebuah pencapaian tujuan dan
sasaran yang ditetapkan.

3. Sidang Keliling
Sidang Keliling adalah sidang Pengadilan Negeri atau Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar'iyah yang dilakukan di luar gedung
pengadilan baik yang dilaksanakan secara berkala maupun
insidentil.9
Dengan adanya sidang keliling yang diterapkan di negara ini
mempermudah masyarakat untuk mendapatkan layanan hukum yang berhak
didapatkan pada setiap masyarakat Indonesia. Sidang keliling sudah berjalan
hampir di seluruh pengadilan Agama di Indonesia. Namun, bantuan hukum
yang sudah disajikan tidak hanya sebatas memberi fasilitas terhadap
masyarakat tetapi juga mampu menjadikan edukasi dan pelajaran bagi
masyarakat.
7
“pengertian efektivitas” diakses pada tanggal 15 Maret 2023,
http://repository.radenfatah.ac.id/5128/4/BAB%20II%20ACC.pdf
8
Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
9
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015
4. Itsbat Nikah Terpadu
ltsbat Nikah adalah pengesahan nikah bagi masyarakat beragama
Islam yang dilakukan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.10 Ahmad Warson Munawwir dalam
kamus besar Arab-Indonesia mengartikan istilah isbat dengan penetapan,
penutupan dan pengiyaan.11
Pelayanan Terpadu Sidang Keliling yang selanjutnya disebut
Pelayanan Terpadu adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara
bersama-sama dan terkoordinasi dalam satu waktu dan tempat
tertentu aritara Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agamaj
Mahkamah Syar'iyah, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
KabupatenjKota, Kantor Urusan Agama Kecamatan, dalam layanan
keliling untuk memberikan pelayanan pengesahan perkawinan dan
perkara lainnya sesuai dengan kewenangan Pengadilan Negeri dan
itsbat nikah sesuai dengan kewenangan Pengadilan
Agama/Mahkamah Syar'iyah dan untuk memenuhi pencatatan
perkawinan dan pencatatan kelahiran.12
5. Peraturan
peraturan adalah seperangkat aturan yang berfungsi untuk mengatur
perilaku seseorang dalam bertindak di sebuah lingkungan dengan konsekuensi
yakni bagi yang melanggarnya akan mendapatkan sebuah sanksi sesuai
peraturan yang tekah disepakati.

G Kajian Pustaka
1. Penelitian Terdahulu

10
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015
11
(Abdul Aziz Dahlan et. al, (ed) Ensiklopedi Hukum Islam (Jilid: 1), Ikhtiar Baru Vanhove,
Jakarta, 1996, hlm.221).
12
ibid
a) Skripsi yang ditulis oleh Rizky Mahardhika Giswara dengan Judul
“Implementasi Sidang Keliling Oleh Pengadilan Agama
Rembang”.13Dalam penelitian ini dilatarbelakangi Kabupaten
Rembang banyak sekali desa-desa pelosok yang jauh dari pusat
pemerintahan dan memiliki akses jalan maupun geografis yang
susah, tentunya menjadi kendala tersendiri bagi masyarakatnya. Pada
skripsi ini lebih banyak perkara seperti perkawinan, warisan, waqaf,
perceraian dan ekonomi agar mendapatkan kepastian hukum. Disini
peran pengadilan untuk melakukan pengadilan keliling sebagaimana
yang terdapat di Desa Bencang Kecamatan Sale yang merupakan
desa terpencil di Kabupaten Rembang dibutuhkan. Persamaan
dengan peneliti tulis yakni konsep sidang keliling yang dilakukan
namun perkara yang hendak dikaji berbeda yakni hanya mengenai
Itsbat nikah saja.

13
Rizky Mahardhika Giswara dengan Judul “Implementasi Sidang Keliling Oleh
Pengadilan Agama Rembang”.(Skripsi, UIN Walisongo, Semarang, 2018)
b) Skripsi yang ditulis oleh Ilham “Penyelesaian Perkara IṡbᾹt Nikah
Di Pengadilan Agama Watampone Kelas I A”.14 Penyelesaian
Perkara Iṡbᾱt Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1 A.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat masih dijumpai
permasalahan khususnya di Kabupaten Bone, yang tidak
mencatatkan pernikahannya di Kantor Urusan Agama (KUA) karena
ada alasan tertentu sehingga tidak ada akta nikahnya. Untuk
mengatasi hal tersebut, Pengadilan Agama Watampone Kelas I A
menerima permohonan Isbat Nikah bagi masyarakat yang tidak
tercatatkan pernikahannya tersebut sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 7 ayat 2 KHI. Persamaan skripsi tersebut mengkaji perkara
itsbat nikahnya yang terjadi di Pengadilan Agama Watampone Kelas
IA, sedangkan yang penelitian ini akan mengkaji program sidang
keliling yang dilakukan sekaligus itsbat nikah.

c) Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Anshar “Efektivitas


Pelaksanaan Sidang Keliling Dalam Perkara Perceraian Di
Pengadilan Agama Kelas 1.B Baturaja”.15 Hasil Penelitian yang
telah penulis teliti menunjukan bahwa 1) Penyelesaian perkara
perceraian melalui sidang keliling Pengadilan Agama Kelas 1.b
Baturaja di kecamatan Lengkiti sudah cukup efektif meskipun hanya
dari segi biaya transportasi dan jarak tempuh ke lokasi persidangan.
Dalam skripsi tersbut masih menggunakan Peraturan Mahkamah
Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2014 sedangkan penilit
menggunakan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1
Tahun 2015.

14
Ilhan Dengan Judul “Penyelesaian Perkara IṡbᾹt Nikah Di Pengadilan Agama
Watampone Kelas I A” (Skripsi, UIN Alauddin, Makassar, 2017)
15
Muhammad Anshar judul “Efektivitas Pelaksanaan Sidang Keliling Dalam Perkara
Perceraian Di Pengadilan Agama Kelas 1.B Baturaja” (Skripsi, UIN Raden Fatah, Palembang,2021)

Anda mungkin juga menyukai