Proposal Penelitian
Disusun Oleh :
YANCE CHANDRA
1921022
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................7
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................7
1. Pengertian Disparitas.................................................................................8
2. Pengertian Penetapan Pengadian...............................................................8
1. Pengertian Perkawinan..............................................................................9
2. Tujuan perkawinan....................................................................................9
3. Syarat Sahnya Perkawinan......................................................................11
4. Syarat Untuk Melangsungkan Perkawinan.............................................14
A. Jenis Penelitian............................................................................................21
B. Sumber Data................................................................................................21
ii
D. Teknik Analisis Bahan Hukum...................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................27
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial, manusia hidup tidak terlepas dari manusia lainnya.
Salah satu bentuk kerjasama dalam menjalani kehidupan dapat dilihat dari
kedua mempelai dan juga timbul hubungan kekeluargaam di antara kerabat kedua
bela pihak. Dengan Perkawinan akan timbul suatu ikatan yang berisi hak dan
kewajiban.1 Perkawinan itu sendiri merupakan ikatan lahir dan juga batin antara
Di Indonesia terdapat ragam budaya dan adat istiadat serta beberapa agama
resmi yang telah diakui, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha
1
Ali Afandi, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Rineka Cipta, Jakarta,
2004, hal 93.
2
Munir Fuadi, Konsep Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hal 10.
1
dalam jenjang perkawinan. Budaya perkawinan dan aturan yang berlaku pada
suatu masyarakat atau suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya dan
perkawinan beda agama yang merupakan ikatan perkawinan antara seorang pria
dan seorang wanita yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda dengan
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri demi tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Demikian ketika kita
Dan pada ayat (2) berbunyi tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
3
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum
Adat Hukum Agama, Mandar Maju, Jakarta, 1990, hal. 1.
4
Nur Asiah, Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda Agama menurut Udang-Undang
Perkawinan dan Hukum Islam, dalam Jurnal Hukum Samudra Keadilan,, vol. 10 No. 2, (Juli-
Desember 2015), hal. 206.
2
perundang-undangan yang berlaku. Jadi, yang dimaksud dengan menurut hukum
agama.
dilaksanakan, dan tidak sah menurut hukum kecuali salah satu pihak mengikuti
perkawinan sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam pasal 2 ayat (2)
Menurut Sa'id bin Abdullah bin Talib al-Hamdani, wanita muslimah yang
kawin dengan pria non muslim dikhawatirkan terpengaruh oleh dominasi suami,
apalagi jika suami memiliki otoritas secara intlektual dan ekonomi, sehingga
sedikit demi sedikit wanita muslimah goyah dan ragu dengan keimanannya lalu
kemudian murtad, baik atas kemauannya sendiri maupun karena terpaksa oleh
suaminya.5
5
Sa’id bin Abdullah bin Tallib al-hamdani, Risalah an-nikah, dialih bahasakan oleh Agus
salim.II, jakarta: pustaka amani, 2002, hlm 53-54
3
H. Ichtianto menyatakan bahwa sebagai undang-undang yang dibentuk
Ketuhanan Yang Maha Esa Perkawinan campuran yang sesuai dengan cita
tidak boleh ada pencatatan tentang Perkawinan Campuran antar pemeluk agama
6
H. Ichianto, “Perkawinan campuran dalam negara republik indonesia” (jakarta: litbang
Agama dan diklat keagamaan kementriaan agama, 2003) Hal. 195.
4
Pasal 21 Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa :
Seperti yang dijumpai dalam dua putusan dengan duduk perkara yang sama
Hal ini dapat dilihat pada putusan pengadilan negeri, kabupaten surabaya,
pencatatan sipil akan tetapi di tolak karena status berbeda agama, namun dalam
Pemohon.
azarya hendri estiko beragama Kristen dan pemohon II ari estina sulistyanti ber
agama islam, maka oleh kantor dinas pencatatan sipil kota Surakarta permohonan
para pemohon tersebut ditolak. Namun demikian kedua pasangan tersebut masih
5
berusaha untuk melaksanakan perkawinan dengan memohon ke pengadilan agar
Alasan para pemohon pada putusan kedua hampir mirip dengan pemohon
agama. Akan tetapi dalam putusan kedua ini pemohon ke II telah menikah
sebelumnya dan telah cerai hidup, dan para saksi-saksi telah memberikan
yang sama serta tuntutan/pemohon yang sama yakni memohon izin perkawinan
beda agama menurut undang-undang. Naun dalam hal ini antara putusan satu dan
putusan kedua memiliki Amar putusan yang berbeda. Putusan pertama hakim
mengabulkan izin perkawinan beda agama, sedangkan pada Amar putusan kedua
Dari uraian kedua kasus di atas, hal ini menjadi isu hukum yang menarik
B. Rumusan Masalah
6
1. Bagaimana pelaksanaan perkawinan beda agama ditinjau dari undang-
undang perkawinan?
Nomor 403/Pdt.P/2019/PN.Skt?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah pengumpulan data dan bahan hukum
Jaya Makassar.
terjadi disparitas.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
ilmu pengetahuan terkait masalah yang diteliti serta berguna bagi siapa saja yang
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Disparitas
bisa saling berbeda antara suatu perkara dengan perkara yang lain.
Penyematan kata disparitas sering terjadi untuk kalimat yang merujuk pada
pemaknaan disparitas yang ada di KBBI, kata tersebut dapat dipahami sebagai
perorangan maupun badan hukum) atau kuasanya yang ditujukan kepada ketua
pengadilan negeri. Istilah permohonan atau gugatan voluntair ini dapat dilihat
pada perkara voluntair untuk meminta penetapan yang hanya melibatkan satu
pihak saja.7
1. Pengertian Perkawinan
1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 1 adalah ikatan lahir batin
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
merupakan berkumpulnya dua insan yang semula terpisah dan berdiri sendiri
pihak dan wali dari memperlai perempuan dilain pihak yang terjadi dengan
suatu ijab yang dilakukan oleh wali calon isteri dan diikuti oleh kobul oleh
2. Tujuan perkawinan
Perkawinan tidak sekedar legalitas dalam hubungan badan suami istri tetapi
adalah;
7
Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 3 Desember 2018 Hal 371
8
Undang-undang Republik indonesia no.1 tahun 1974 tentang perkawinan
9
Khoirudin Nasution, loc.cit, Hukum Perkawinan , hlm 17
10
Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi, UMM Press, Malang, 2013, hal 33
9
(1) Untuk mendapatkan keturunan yang sah guna melanjutkan generasi yang
akan datang.11 Ini adalah salah satu tujuan utama perkawinan. Untuk
juga.
(2) Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan
(3) rasa kasih sayang12 atau yang disebut dengan keluarga yang sakinah,
kelangsungan hidup umat manusia bisa saja melalui jalur luar pernikahan.
Akan tetapi hal tersebut tidak akan bisa menghasilkan ketenangan dalam
(4) Sebagai penyaluran syahwat secara sah dan penumpahan kasih sayang
biologis secara sah. Jika syahwat telah tersalurkan dengan baik, maka hal
ini bisa memelihara diri dari kerusakan yang diakibatkan oleh nafsu
syahwat.
11
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2009), 46
12
Ibid., 47
13
Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, 18
14
Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, 27
10
Dalam pasal 1 UU No. 1/1974 disebutkan bahwa “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
suami istri, lebih kepada membentuk keluarga atau rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan atas ketakwaan kepada agama yang dianutnya.
pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
bukan hanya ikatan lahir, namun juga ikatan bathin, dan pada dasarnya
15
Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
11
Untuk mewujudkan tujuan perkawinan tersebut tentunya perkawinan
menurut hukum agamanya, atau dengan kata lain, tidak akan ada pelaksanaan
agamanya. Hal ini juga dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan
hukum agamanya sendiri, demikian pula bagi orang Kristen, Hindu atau pun
Budha.16
sah, maka akibat dari perkawinan itu pun akan dianggap sah pula oleh hukum.
maupun bagi pihak yang lain. Hal tersebut disebabkan pencatatan perkawinan
16
Hazairin, 1986, Tinjauan Mengenai UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Tinta Mas, halaman 8.
17
K. Wantjik Saleh, 1982, Loc. Cit.
13
dituangkan dalam suatu surat yang bersifat resmi dan termuat dalam daftar
yang khusus disediakan untuk itu, sehingga dapat dibaca oleh yang
otentik. Dengan surat tersebut dapat dibenarkan atau dicegah suatu perbuatan
lain.18
Nomor 1 Tahun 1974 diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 sebagai
berikut :
2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum
berusia 21 tahun (Pasal 6 ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6) ).
3. Usia calon mempelai sudah 19 tahun dan usia calon mempelai wanita
4. Antara calon mempelai pria dan calon mempelai wanita tdak dalam
5. Tidak berada dalam ikatan perkawinan dengan pihak lain (Pasal 9).
6. Bagi suami isteri yang bercerai, lalu kawin lagi satu sama lain dan bercerai
lagi untuk kedua kalinya, agama dan kepercayaan mereka tidak melarang
7. Tidak berada dalam waktu tunggu bagi calon mempelai wanita yang
janda.
18
K. Wantjik Saleh, 1982, Op Cit, halaman 17.
14
Selanjutnya penulis akan menjelaskan syarat-syarat tersebut secara rinci
suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai
pola dengan hak asasi manusia.Maka perkawinan harus disetujui oleh kedua
belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari
pihak manapun.
2. Adanya izin kedua orang tua/wali bagi calon mempelai yang belum berusia
21 tahun.
Dalam Pasal 6 ayat (20, ayat (3) ayat (4), ayat (5) dan ayat (7) Undang-
usia 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
2. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih
3. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
15
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam
garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam
4. dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut ayat
(2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih dari mereka tidak
orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
5. ketentuan tersebut ayat (1) sampai ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang
llain.
Perkawinan beda agama sendiri merupakan ikatan lahir batin yang terjadi
antara antara seorang pria dan seorang wanita yang berkelainan agama atau
19
http://www.academia.edu/7613499/Tugas_9_putusan diakses Tanggal 15 Maret 2023
15 Rusli & R.Tama, Perkawinan Antar Agama dan Masalahnya, Pionir Jaya, Bandung, 2000, hlm
1
16
2. Pengaturan Perkawinan Beda Agama
tetapi para Sarjana Hukum antara lain Asser, Scholten dan Wiarda
antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh negara untuk
secara tegas disebutkan dalam Pasal 44 KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang
bagi wanita islam, sedangkan bagi pria terdapat perbedaan pendapat diantara
para ahli hukum islam, yang dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu:
Larangan perkawinan ini diatur dengan tegas di dalam Al-quran dan Hadist,
yang meliputi:
17
1. Larangan perkawinan karena hubungan darah terlalu dekat;
4. Larangan merujuk bekas isteri yang telah dijatuhi talak tiga, kecuali
setelah si isteri tersebut kawin lagi dengan orang lain dan kemudian
Injil/Perjanjian Baru, Matius 19:6 “apa yang telah dipersatukan oleh Allah,
20
Djaja S. Meliala, Hukum Perdata dalam Perpektif BW, Nuansa Aulia, Bandung, 2012.,
Hlm. 98
18
tidak boleh diceraikan oleh manusia”. Hampir sama dalam ajaran agama
Katolik, dalam hal ini agama Katolik dan agama Protestan adalah sama,
hal tertentu, dalam keadaan yang tidak dapat dihindari, Gereja dapat
Sedangkan Menurut ajaran Agama Budha setiap agama adalah baik dan
perkawinan beda agama antara seorang yang beragama budha dengan yang
perkawinan beda agama, terutama jika pihak laki-laki yang beragama hindu,
karena berbeda agama berarti berbeda prinsip hidup. Namun bila kedua calon
penyelesaian yang dapat ditempuh menurut agama hindu adalah salah satu
calon mempelai yang bukan beragama hindu harus disucikan terlebih dahulu
sesua ajaran Agama Hindu yang didasarkan kepada Kitab Suci Weda.
21
Ibid., Hlm. 99
19
3. Pencatatan Perkawinan beda Agama
Ada beberapa cara yang ditempuh oleh mereka yang akan melakukan
tersebut. Dalam hal ini terdapat dua bentuk perpindahan keyakinan agama
dengan cara seperti ini banyak terjadi dan menyebabkan timbulnya gangguan
merupakan ibadah yang ditakdirkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Kaedah-
20
terdapat kecenderungan bahwa nilai- nilai agama terabaikan karena
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
literasi yakni metode yang digunakan dalam penelitian hukum dengan cara
B. Sumber Data
22
Mukti Fajar, Yulianto Achmad. 2017. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, Cetakan IV, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm 33
22
1. Bahan Hukum Primer
seperti :
3019)
Administrasi Kependudukan
23
yang berupa buku-buku, literatur- literatur, makalah-makalah,
buku, teori hukum yang berkaitan dengan masalah yang di teliti, yaitu
24
bahan hukum secara sistematis.
sesuai dengan studi normatif dan relevansi dengan kasus yang penulis teliti
25
23
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 157
hukum24
dihadapi.25
24
Ibid., hlm. 321
25
Johnny Ibrahim. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. (Cet 3. Malang :
Bayumedia Publishing, 2007),306
Adapun tahapan yang penulis ambil dalam menelaah dan menguraikan data
26
yaitu :
403/Pdt.P/2019/PN.Skt
27
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Makalew, J. (2013). Akibat hukum dari perkawinan beda agama di Indonesia. Lex
Privatum, 1(2).
Munir Fuadi, Konsep Hukum Perdata, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2014,hal 10.
O.S, Eoh, Perkawinan Antar Agama Dalam Teori dan Praktek, cet. Ke-1, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 12
B. Jurnal
Nur Asiah, Kajian Hukum Terhadap Perkawinan Beda Agama menurut Udang-
Undang Perkawinan dan Hukum Islam, dalam Jurnal Hukum Samudra
Keadilan,, vol. 10 No. 2, (Juli-Desember 2015), hal. 206
28
Yasin Baidi, Fenomena Nikah Beda Agama Di Indonesia : Telaah Terhadap
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1400K/Pdt/1996”,
dalam Jurnal Sosio-Religia Vol. 9, No. 3 (Mei 2010), hal. 672.
C. Peraturan Undang-Undang
D. Website
29