MAKALAH
Oleh :
Dosen :
Makalah ini saya susun guna memenuhi salah satu persyaratan Kelulusan
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca makalah ini agar
Amin.
ASRI NATURALI MS
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN CAMPURAN..................3
2.1.1. Pengertian Perkawinan Campuran........................................................3
2.1.2. Putusnya Perkawinan Campuran Karena Perceraian.................5
2.2. TINJAUAN TENTANG ANAK......................................................7
2.2.1. Pengertian Anak.........................................................................7
2.2.2. Akibat Perkawinan Campuran Kedudukannya Terhadap Anak............7
2.2.3. Akibat Perceraian Campuran Terhadap Anak.....................................9
BAB III
PEMBAHASAN
PERKAWINAN CAMPURAN...............................................................11
ii
TERHADAP HAK ASUH ANAK...........................................................19
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan..........................................................................................26
Saran...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan kelas
Menurut hasil survey online yang dilakukan Indo-MC tahun 2002 dari 574
responden yang terjaring 95,19% adalah perempuan warga negara Indonesia (WNI)
yang melakukan pernikahan dengan warga negara asing (WNA). Sebagian besar
adalah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
menjadi tidak masalah, tetapi menjadi kurang dan sedikit ada masalah jika pasangan
suami istri tersebut mempunyai kewarganegaraan yang berbeda. Disamping itu juga
terdapat akibat hukum lain yang ditimbulkan karena perceraian dalam perkawinan
1
b. Akibat terhadap Hak Perwalian anak dari hasil perkawinan campuran antar
Warga Negara
masalah pada akibat hukum yang ditimbulkannya. Hal ini karena adanya
kesepakatan yang dibuat antara pihak suami dan istri baik mengenai harta bersama
setelah perkawinan dan hak perwalian anak maupun status kewarganegaraan anak
dan masing-masing pihak. Sehingga proses peradilan menjadi cepat dan tidak
berlarut-larut.
Berkaitan dengan uraian dan gambaran kasus dari perkawinan campuran antar
warga negara yang saat ini telah menjadi tren dikalangan masyarakat baik kelas
bawah maupun kelas atas, maka perlu diadakan penelitian secara normatif yang
dikaji dari bahan hukum primer dan sekunder mengenai akibat hukum perceraian
campuran?
Anak ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dalam perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua
orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu
karena :
makhluk hidup karena kematian itu tidak dapat dihindarkan dan merupakan
bersangkutan.2
1
Pasal 57 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
2
Wahyono Darmabrata, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Cetakan ke II, Badan Penerbit FH UI,
Jakarta, 2004, hlm . 103.
3
Pasal 14 PP No 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1975 tentang Perkawinan
3
istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang
berlaku.
perbedaan kewarganegaraan itu, maka perkawinan antara dua orang yang berlainan
golongan (umpamanya; Bumi putera dan Timur Asing) atau berlainan agama
Perkawinan No.1 Tahun 1974 maka ketentuan-ketentuan yang diatur dalam GHR
yang mengandung unsur asing. Unsur asing tersebut bisa berupa seorang mempelai
4
Pasal 38 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
5
Pasal 1 Regeling op de Gemengde Huwalijken S. 1898 No. 158, yang terkenal dengan singkatan G.H.R
6
Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata International Suatu Orientasi, (Jakarta,
Raja GrafindoPersada, 1997, Halaman 36
4
a) Perkawinan antara pasangan yang tunduk pada hukum perkawinan yang
Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan suami istri sebagai akibat dari
pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum
yang berlaku (Erna, 1999). Atau dengan kata lain perceraian merupakan terputusnya
keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling
istri.
No. 1 tahun 1974 apabila hendak melakukan perceraian maka tunduk pada UU No.
1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975 untuk pengadilan negeri (bagi yang non
muslim), dan ditambah dengan kompilasi hukum islam serta UU No. 7 tahun 1989 jo.
UU No. 3 tahun 2006 tentang peradilan agama bila perkara diajukan melalui
pengadilan agama (bagi yang muslim). Alasan-alasan perceraian diatur dalam pasal
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan
5
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-berturut
tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar
kemampuannya.
e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak
f) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
tersebut akan membawa suatu konsekuensi hukum, salah satunya adalah mengenai
Maka ditentukan dalam pasal 58, bahwa orang yang melakukan perkawinan
8
K. Wantjik Saleh S.H. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm. 45-46
6
Definisi anak dalam pasal 1 ayat 1 UU No.23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dalam hukum perdata, diketahui
bahwa manusia memiliki status sebagai subjek hukum sejak ia dilahirkan. Pasal 2
KUHP memberi pengecualian bahwa anak yang masih dalam kandungan dapat
menjadi subjek hukum apabila ada kepentingan yang menghendaki dan dilahirkan
kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang lain 10. Dengan
demikian anak dapat dikategorikan sebagai subjek hukum yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, karena anak yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun.
Anak yang lahir dari orang tua yang melakukan perkawinan campuran memiliki
Kewarganegaraan yang lama yaitu UU No. 62 tahun 1958 bahwa anak hanya
yang baru yaitu UU No. 12 tahun 2006 bahwa anak akan memiliki dua
ibunya.
Anak yang lahir dari orang tua yang melakukan perkawinan campuran, dengan
perkawinan yang sah sama-sama diakui sebagai warga negara indonesia. Sebelum
7
berusia 18 tahun maka anak berhak menentukan sendiri kewarganegaraannya.
Pada pasal 1b UU No 62 tahun 1958 menyatakan WNI adalah orang yang pada
anak itu berumur 18 tahun atau sebelum ia kawin dibawah 18 tahun. Hal ini berarti
sehingga bila terjadi perkawinan antara WNI dengan WNA, maka anak-anaknya
1) asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
2) asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
dalam undang-undang
11
Sudargo Gautama, Warga Negara dan Orang Asing, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 326.
12
Penjelasan UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
8
Pasal 4 huruf d UU Nomor 12 tahun 2006 yang menerangkan bahwa warga
negara Indonesia adalah anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah Warga Negara Asing dan Ibu Warga Negara Indonesia 13.
1) baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
keputusan.
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak
pihak telah bercerai namun tanggung jawab dalam hal pengasuhan anak berada
pada kedua pihak, sedangkan pembiayaan bekas suamilah yang paling bertanggung
jawab, sehingga dengan tanggung jawab inilah masa depan anak dapat terjamin,
13
Pasal 4 huruf d UU No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
14
Purnadi purbacaraka & Agus Brotosusilo, sendi-sendi hukum perdata internasional (suatu orientasi), cetakan
kedua, jakarta: rajawali, 1989, hlm. 17
9
BAB III
PEMBAHASAN
10
3.1. PENGATURAN STATUS HUKUM ANAK AKIBAT PERCERAIAN
PERKAWINAN CAMPURAN
Republik Indonesia
dengan pengertian hubungan kekeluargaan itu diadakan sebelum anak itu berumur
18 (delapan belas) tahun atau sebelum ia kawin di bawah 18 (delapan belas) tahun.
Hal ini berarti Indonesia berdasarkan UU No 62/1958 menganut asas ius sanguinis
(keturunan), sehingga bila terjadi perkawinan antara WNI dengan WNA, maka anak-
Internasional (HPI) yaitu adanya unsur asing dalam perkawinan campuran. Hal itu
Wetgeving (AB)16, yang isinya menyatakan bagi WNI dimanapun ia berada akan
berlaku hukum nasional Indonesia. Hal ini berlaku secara analogi bagi orang asing
ini terdapat pengecualiannya. Kekecualiannya itu ialah apabila negara asing si ayah
15
Sudargo Gautama, Warga Negara dan Orang Asing (Bandung : Alumni, 1992), hlm.326
16
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, cet.5, (Bandung : Binacipta, 1987), hlm. 68.
11
menjadi “stateless”, “apatride”, tanpa kewarganegaraan. Dalam hal terjadi seperti itu,
menjadi WNI mengikuti kewarganegaraan ibunya. Hal itu juga diberlakukan apabila
diajukan dalam waktu 1 (satu) tahun sesudah anak yang bersangkutan berumur 18
(delapan belas) tahun kepada Menteri Kehakiman melalui Pengadilan Negeri atau
kelemahan karena dengan adanya ketentuan tersebut maka si anak sampai umur 18
kemungkinan di deportasi ke luar negeri. Hal ini disebabkan karena si anak sebelum
berumur 18 (delapan belas) tahun merupakan warga negara asing. Bagi si anak
dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan
17
Indonesia, Undang-Undang tentang Keimigrasian, UU No. 9 tahun 1992, LN No. 33 tahun 1992, TLN No. 3474. Untuk
selanjutnya cukup disebut UU 9/1992.
18
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Visa, Izin Masuk, dan Keimigrasian, PP No. 32 tahun 1994, LN No. 55 tahun
1994, TLN No. 3563. Untuk selanjutnya cukup disebut PP 32/1994.
12
atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan
Keimigrasian19.
Kedudukan anak dalam PP No.32/1994 diatur dalam Pasal 45 dan 46. Pasal
45 menyatakan bahwa Anak yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan
belum kawin dapat mengikuti status Izin Tinggal orang tuanya. Selanjutnya anak
yang lahir di Indonesia berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin
dari ibu warga negara Indonesia dan ayahnya tidak atau belum memiliki Izin
Pada Pasal 46 intinya mengenai Izin Tinggal yang diberikan untuk anak,
diberikan setelah anak tersebut berada secara sah atau lahir di wilayah Republik
Indonesia.
dengan laki-laki asing. Anak-anak hanya akan memperoleh Izin Tinggal Terbatas
karena statusnya orang asing sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Hal ini
rentan sekali terhadap bahaya dideportasi ke luar negeri. Dalam PP 32 Tahun 1994
menyatakan bahwa Izin Tinggal Terbatas itu jangka waktunya 1 (satu) tahun dan
perpanjangan Izin Tinggal Terbatas tersebut dapat dilakukan paling banyak 5 (lima)
kali berturut-turut namun hal tersebut berubah dengan adanya PP 18 Tahun 2005
maka Izin Tinggal Terbatas jangka waktunya menjadi 2 (dua) tahun dan dapat
19
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peratiuran Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin
Masuk, dan Keimigrasian, PP No. 18 tahun 2005, LN No. 40 tahun 2005. Untuk selanjutnya cukup disebut PP 18/2005.
13
Dalam ketentuan UU 62/1958, anak yang lahir dari perkawinan campuranbisa
Menjadi WNI
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita WNA
Menjadi WNA
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita WNI dengan
pria WNA. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing
kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya
pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu
Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah
seseorang tidak diperkenankan memiliki dwi kewarganegaraan, karena itu orang tua
20
“Status Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran Berdasarkan Hukum Indonesia.”
<http://www.jurnalhukum.blogspot.com/2006/oj>, 18 (delapan belas) Februari 2008.
14
hubungan hukum dengannya dan belum dewasa/belum berusia 18 (delapan belas)
atau belum menikah menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan
yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat
tersebut adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak
berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengalami perubahan yang lebih
menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara.
adanya kesetaraan dan keadilan gender. Hal tersebut juga seiring dengan telah ikut
15
Discrimination Against Women/CEDAW) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan
16
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan
tahun atau sudah kawin anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
suatu perkawinan campuran tanpa memperdulikan status si ayah WNI dan ibu WNA
atau ayah WNA dan ibu WNI atau si ayah apatride atau negara si ayahtidak
status WNI. Pada Pasal 25 UU 12/2006 hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu
(apabila anak tersebut tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara
nomor 12 tahun 2006 ini telah memberi jalan keluar yang dirasa sangat
menguntungkan bagi Ibu Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Ayah
Warga Negara Asing. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang undang nomor 12
tahun 2006 anak yang dilahirkan oleh perempuan Warga Negara Indonesia yang
17
menikah dengan laki-laki Warga Negara Asing, memperoleh status
kewarganegaraan yaitu Warga Negara Indonesia. Hal ini berarti status anak tidak
Nomor 12 tahun 2006 yang ditulis sebagai berikut : “warga negara Indonesia adalah
anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Asing
anak luar kawin yang diakui ayah Warga Negara Asing. Hal initercantum dalam
pasal 5 ayat (1) yaitu sebagai berikut : “Anak Warga Negara Indonesia yang lahir
diluar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum
kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui
asas ius sanguinis, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut mempunyai
dalam pasal 6 ayat (1), (2) dan (3) UUnomor 12 tahun 2006. Dalam ketentuan
dipilihnya. Ini berarti hak wanita yang menikah dengan pria asing, sebagaiwarga
negara Indonesia diakui dan dilindungi pemerintah. Nasib anak-anak juga jadilebih
21
UU No.12 tahun 2006 Pasal 4 huruf d
22
UU No.12 tahun 2006 Pasal 5 ayat (1)
18
jelas.
kekeluargaan dan sebagainya.Bila ternyata salah satu orang tua meninggal, hukum
3.2. Akibat Hukum Perceraian Perkawinan Campuran terhadap Hak Asuh Anak
memberikan jalan keluar bagi anak hasil perkawinan campuran antar warga negara,
seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal 6 dan juga mengakomodir kepentingan
seorang ibu Warga Negara Indonesia yang ingin mengasuh anak kandungnya hasil
kewajiban yang memberatkan oleh Negara. Hal tersebut terutama bila terjadi
negara maka diproses melalui pengadilan dan mengenai hak perwalian diputus oleh
hakim.
sanguinis patriarkal. Artinya, anak yang lahir dari perkawinan ibu WNI dan ayah
19
Sementara itu, pewarganegaraan anak WNA untuk menjadi WNI hanya bisa
KITAS. Rumitnya masalah keimigrasian untuk anak yang lahir dari perkawinan
campuran ini sama ruwetnya pada saat orang tua mereka harus mengurus
perceraian. Penentuan hak asuh anak ada di pengadilan agama/ pengadilan negeri.
Bila ibu memenangkan hak asuh, sang Ibu tak bisa langsung berlega hati. Masih
ada upaya dari ayah WNA untuk naik banding kasasi ke tingkat pengadilan lebih
tinggi.
Pada tahun 2006 lalu terbit UU No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
dengan masa tenggang hingga tiga tahun, barulah si anak diharuskan memilh
kewarganegaraan yang mana yang akan dipilihnya. Jika terjadi perceraian maka ibu
ketentuan Pasal 29 ayat (3) UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.
sebagai berikut:23
(1) Jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dan warga
negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak memperoleh
23
Pasal 29 UU No.23 Tahun 2002
20
kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan
(2) Dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), anak berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada
Demi hukumnya maka anak yang masih di bawah umur otomatis akan mengikuti ibu
pada saat mengambil keputusan bercerai, pasangan yang akan bercerai membuat
kesepakatan baik mengenai harta bersama setelah perkawinan dan hak perwalian
21
Apabila dihubungkan dengan pasal 41 UU No.1 Tahun 1974 mengenai akibat
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-
keputusannya;
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak
sebaik-baiknya.
2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku
24
Pasal 41 UU No.12 Tahun 2006
25
Pasal 45 UU No.1 tahun 1974
26
Pasal 47 UU No.1 tahun 1974
22
1) Anak yang belum mencapai umur 18 ( delapan belas ) tahun atau
dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah
menghendakinya.”27
perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para orangtua atau
keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang dibawah umur, Pengadilan
Negeri akan menetapkan siapa dari kedua orangtua akan melakukan perwalian atas
tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orangtua itu dipecat atau dilepaskan dari
Penetapan ini tidak berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah dilakukan
Terhadap penetapan ini, bapak atau ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh
melakukan perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam
27
Pasal 48 UU No.1 tahun 1974
23
alinea pertama. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah
Bapak atau ibu yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi
wali,atau yang perlawanannya ditolak, dalam tiga puluh hari setelah hari termasuk
Jadi, penentuan hak asuh anak yang diberikan adalah berdasarkan Pasal 41
UU No. 1 Tahun 1974, akan diberikan kepada orang tua bersama (joint custody)
memutuskan kepada siapa hak asuh akan diberikan. Namun, patokan baik oleh
terbaik bagi anak. Di Pengadilan Negeri tidak ada pengaturan yang tegas mengenai
hak asuh, namun anak yang masih kecil akan diberikan kepada pihak ibu. Dan untuk
Kesimpulan:
- Kedua orang tua tetap berhak mengasuh dan memelihara anak yang
28
Pasal 229 KUHPerdata
24
Pengadilan dapat menentukan apakah si Ibu dapat ikut memberikan
25
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak
perkawinan antara dua orang yang berlainan agama atau hal lainnya, namun yang di
maksud dengan perkawinan adalah perkawinan antara wanita dan laki-laki yang
berbeda kewarganegaraannya.
No. 1 tahun 1974 apabila hendak melakukan perceraian maka tunduk pada UU No.
1 tahun 1974 dan PP No. 9 tahun 1975 untuk pengadilan negeri (bagi yang non
muslim), dan ditambah dengan kompilasi hukum islam serta UU No. 7 tahun 1989 jo.
UU No. 3 tahun 2006 tentang peradilan agama bila perkara diajukan melalui
pengadilan agama (bagi yang muslim). Perceraian pada perkawinan campuran ini
lama yaitu UU No. 62 tahun 1958 bahwa anak hanya mengikuti kewarganegaraan
tahun 2006 bahwa anak akan memiliki dua kewarganegaraan, dalam artian bisa
Selain itu mengenai pengasuhan anak, kedua orang tua tetap berhak
26
berdasarkan kepentingan si anak, tetapi apabila terjadi perselisihan, maka
Pengadilan akan memutuskan dan menentukan siapakah yang lebih berhak untuk
kebutuhan si anak, dan apabila Ayah nya tidak dapat memenuhhi kewajibannya,
maka Pengadilan dapat menentukan apakah si Ibu dapat ikut memberikan nafkah
Saran
memberikan saran bahwa pada dasarnya anak adalah subjek hukum yang belum
cakap melakukan perbuatan hukum sendiri sehingga harus dibantu oleh orang tua
atau walinya yang memiliki kecakapan. Pengaturan status hukum anak hasil
memberi pencerahan yang positif, terutama dalam hubungan anak dengan ibunya,
karena UU baru ini mengizinkan kewarganegaraan ganda terbatas untuk anak hasil
akan memiliki 2 (dua) kewarganegaraan. Untuk masalah anak yang memiliki dua
kewarganegaraan, saran dari kelompok kami adalah setelah anak berusia 18 tahun
atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih
tersebut harus disampaikan kepada KJRI (Kantor Jenderal Republik Indonesia) atau
Perwakilan RI terdekat dari tempat tinggal pemohon, yang diserahkan paling lambat
3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Sehingga anak
27
DAFTAR PUSTAKA
6. PP No. 32 tahun 1994 tentang visa izin masuk dan izin keimigrasian.
7. PP No. 18 tahun 2005 tentang perubahan atas peraturan PP No.32 tahun 1994
singkatan G.H.R
12. Abdul Kadir Muhammad, hukum perdata indonesia, citra aditya bakti
13. K. Wantjik Saleh S.H. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
14. Sri Susilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, Hukum
15. Sudargo Gautama, Warga Negara dan Orang Asing, Alumni, Bandung, 1992.
28
17. Sudargo Gautama, Warga Negara dan Orang Asing (Bandung : Alumni, 1992).
29