Anda di halaman 1dari 14

PERKAWINAN CAMPURAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok


Mata Kuliah : HukumPerdata
Hari : Rabu, 20 Maret 2019
Pukul : 10.30 – 14.00 WIB
DosenPengampu
Sulastri, SH., MH.

Disusun Oleh (Kelompok 1)


Ridha Gita 1810611013
Annisa Dwi Savira 1810611015
Diki Aditya 1810611022
Anggi Anggraini 1810611027
Mellenia 1810611031

Program Studi S1 Hukum


Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, makalah ini dapat terselesaikan. Tujuan
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata
yang diberikan oleh dosen kami.

Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai penulis banyak mengalami


kesulitan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, kesulitan tersebut akhirnya
dapat diatasi. Oleh karenanya, pada kesempatan ini kami sebagai penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dosen Pembimbing Akademik, Dr.Wicipto Setiadi, SH, MH.

2. Dosen Hukum Perdata, Sulastri, SH, MH.

3. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa selalu mendoakan.

4. Serta teman-teman yang selalu mensupport dalam penyusunan makalah ini.

Semoga semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini
senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Penulis menerima segala kritik dan saran
agar dapat lebih baik dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Jakarta, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i


DAFTAR ISI ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1 Pengantar .............................................................................................................1
1.2 Teori-Teori Tentang Perkawinan ..........................................................................1
1.3 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................3
2.1 Pengertian Perkawinan Campuran ......................................................................3
2.2 Syarat-Syarat dan Perlangsungan Perkawinan Campuran ..................................3
2.3 Prosedur Dalam Melaksanakan Perkawinan Campuran ......................................5
2.4 Status Anak Dari Perkawinan Campuran .............................................................6
BAB III PENUTUP .....................................................................................................8
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................8
3.2 Saran ...................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Berdasarkan pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 dijelaskan bahwa perkawinan


adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Didalam melakukan perkawinan, terdapat hukumnya yakni hukum


perkawinan. Adapun yang dimaksud dengan hukum perkawinan adalah hukum
yang mengatur mengenai syarat-syarat dan caranya melangsungkan
perkawinan, beserta akibat-akibat hukum bagi pihak-pihak yang melangsungkan
perkawinan.

Dalam melakukan perkawinan, terdapat beberapa persyaratan yang harus


dipenuhi yakni harus berdasar atas perjanjian kedua calon mempelai, apabila
belum mencapai usia 21 tahun harus terlebih dahulu atas izin kedua orang tua,
apabila salah satu dari kedua orang tua meninggal, maka izin diberikan oleh
orang tua yang masih hidup, dan apabila kedua orang tua sudah meninggal
maka izin diperoleh dari wali (orang yang memelihara keluarga yang mempunyai
hubungan darah dalam garis keturunan keatas).

1.2 Teori-Teori Tentang Perkawinan

Ada beberapa definisi perkawinan yang akan dijabarkan dibawah ini, antara
lain:

A. Prof. Subekti
Perkawinan adalah pertalian yang sehantara seorang lelaki dan
seorang perempuan untuk waktu yang cukup lama.

1
B. Prof. Wirjono Prodjodikoro

Perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan


seorang perempuan yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam
peraturan hukum perkawinan.

C. Soetoyo Prawirohamidjojo

Perkawinan adalah persekutuan hidup yang terjadi antara seorang laki-


laki dan perempuan disahkan secara formal dengan undang-undang dan
umumnya bersifat religius.

D. Kaelany HD
Perkawinan adalah akad antara calon suami dan calon isteri untuk
memenuhi hajat jenisnya menurut ketentuan yang sudah diatur oleh syariah.
E. Maya 2013
Perkawinan adalah adanya suatu bentuk pola sosial yang disetujui
oleh kedua pihak (pria dan wanita) sehingga mampu membentuk keluarga
yang sah dimata agama dan legal dimata hukum.
F. UU Perkawinan no.1 Tahun 1974
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga
yang bahagia lahir maupun batin dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
G. Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Pasal 2 Perkawinan yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati
perintah Allah swt dan melaksanakannya menurut ibadah.

2
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan pengantar tersebut diatas, maka yang menjadi rumusan


masalahnya adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan perkawinan campuran dan syarat-syaratnya?


2. Bagaimana prosedur melaksanakan perkawinan campuran?
3. Bagaimana status anak dari perkawinan campuran beda kewarganegaraan?

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perkawinan Campuran

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara 2 (dua) orang yang


berbeda kewarganegaraan (pasal 57 UU Perkawinan). Dari definisi tersebut
dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran sebagai berikut:

A. Perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita


B. Tunduk pada aturan yang berbeda
C. Berbeda kewarganegaraan
D. Salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Unsur Pertama jelas menunjuk kepada asas monogami dalam perkawinan.


Unsur kedua menunjukkan kepada perbedaan hukum yang berlaku bagi pria
dan wanita yang melakukan perkawinan tersebut. Tetapi perbedaan itu bukan
karena perbedaan agama, suku bangsa ataupun ras, melainkan perbedaan
karena unsur ketiga yakni karena perbedaan kewarganegaraan. Perbedaan
kewarganegaraan ini bukun kewarganegaraan asing semuanya, melainkan
unsur keempat bahwa salah satu kewarganegaraan itu ialah
kewarganegaraan Indonesia. Tegasnya, perkawinan campuran menurut
Undang-Undang ini adalah perkawinan antara warga negara Indonesia dan
warga negara asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu saja hukum
yang berlaku bagi mereka juga berlainan.

2.2 Syarat-Syarat dan Perlangsungan Perkawinan Campuran

Apabila perkawinan campuran itu dilangsungkan di Indonesia, maka


perkawinan campuran tersebur dilakukan menurut UU Perkawinan Pasal 59
ayat 2 yang menyatakan bahwa: “Perkawinan campuran yang dilangsungkan
di Indonesia dilakukan menurut UU Perkawinan no.1 Tahun 1974”.

4
Kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal berikut:

- Pasal 60 ayat (1)


“Mengenai syarat-syarat perkawinan harus memenuhi syarat-syarat
perkawinan menurut hukum masing-masing pihak”.
- Pasal 60 ayat (2)
“Pejabat yang berwenang memberikan keterangan tentang telah dipenuhi
syarat-syarat perkawinan menurut hukum masing-masing pihak ialah pegawai
pencatat menurut hukum masing-masing pihak”.
- Pasal 60 ayat (3)
“Apabila pegawai pencatat menolak memberikan surat keterangan itu, yang
berkepentingan itu mengajukan permohonan kepada pengadilan, dan
pengadilan memberikan keputusannya. Jika keputusan pengadilan itu
menyatakan bahwa penolakan itu tidak beralasan, maka keputusan
pengadilan itu menjadi pengganti surat keterangan tersebut”.

Setelah surat keterangan pengadilan atau keputusan pengadilan


diperoleh, maka perkawinan segera dilangsungkan. Perlangsungan
perkawinan dilangsungkan menurut hukum masing-masing agama. Bagi yang
beragama islam, menurut hukum islam yaitu dengan upacara akad nikah,
sedangkan bagi agama yang bukan islam dilakukan menurut hukum
agamanya itu. Dengan kata lain supaya dapat dilakukan akad nikah menurut
agama islam, kedua mempelai harus beragama islam. Supaya dapat
dilakukan upacara perkawinan menurut catatan sipil, kedua pihak yang
melakukan perkawinan itu harus tunduk ketentuan upacara catatan sipil.
Pelangsungan perkawinan dilakukan dihadapan pegawai pencatat.

Ada kemungkinan setelah mereka memperoleh surat keterangan atau


putusan pengadilan, perkawinan tidak segera mereka lakukan. Apabila
perkawinan mereka tidak dilangsungkan dalam masa 6 (enam) bulan
sesudah keterangan itu diberikan, maka surat keterangan atau putusan
pengadilan itu tidak mempunyai kekuatan lagi (Pasal 60 ayat 5).

5
2.3 Prosedur Dalam Melaksanakan Perkawinan Campuran

Prosedur bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menikah


dengan Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan UU No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan adalah sebagi berikut. Perkawinan campuran yang
dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut UU Perkawinan dan harus
memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat perkawinan diantaranya harus
adanya persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi
mereka yang belum berusia 21 tahun, dan sebagainya (Pasal 6 UU
Perkawinan).

Bila semua persyaratan telah dipenuhi, anda dapat meminta pegawai


pencatat perkawinan untuk memberikan surat keterangan dari pegawai
masing-masing pihak (Pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat keterangan ini
berisi keterangan bahwa benar syarat telah terpenuhi dan tidak ada rintangan
untuk melangsungkan perkawinan. Bila petugas pencatat perkawinan
menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta
pengadilan memberikan surat keputusan yang menyatakan bahwa
penolakannya tidak beralasan (Pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).

Selain itu, ada beberapa surat lain yang harus disiapkan, yakni:Untuk
calon isteri harus meminta calon suami untuk melengkapi surat-surat dari
daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus
menyerahkan “Surat Keterangan” yang menyatakan bahwa ia dapat kawin
dan akan kawin dengan Warga Negara Indonesia (WNI). Surat Keputusan ini
dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dinegaranya. Selain itu, harus pula
dilampirkan:

6
 Fotokopi identitas diri (KTP/Pasport) dan fotokopi Akte Kelahiran.
 Surat keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin.
 Akte Cerai bila sudah pernah kawin.
 Akte Kematian isteri bila isteri sudah meninggal.
 Surat-surat tersebut kemudia diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh penerjemah yang disumpah dan kemudian harus
dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.

Untuk calon isteri harus melampirkan:

 Fotokopi KTP.
 Fotokopi Akte Kelahiran.
 Data orangtua calon mempelai.
 Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa tidak ada halangan
bagi anda untuk melangsungkan perkawinan.

Kemudian setelah itu dilakukan pencatatan perkawinan (Pasal 61 ayat 1 UU


Perkawinan). Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan
Akta Perkawinan (Kutipan Buku Nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang
beragama islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai
Rujuk. Sedangkan bagi yang non islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor
Catatan Sipil.

Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di
Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta di daftarkan di
Kedutaan Negara asal suami. Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan
dianggap sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal
suami, maupun menurut hukum di Indonesia.

7
2.4 Status Anak Dari Perkawinan Campuran

Dalam UU Nomor 62 Tahun 1958 dinyatakan bahwa anak yang lahir dari
perkawinan campuran hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan
hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Ketentuan dalam UU ini dianggap tidak
memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dari perkawinan
campuran dan diskriminasi hukum terhadap WNI perempuan.

Upaya memberikan perlindungan kepada WNI yang melakukan pernikahan


dengan WNA serta menghilangkan diskriminasi bagi WNI perempuan, maka lahirlah
UU Nomor 12 Tahun 2006. UU ini memperbolehkan adanya kewarganegaraan
ganda bagi anak hasil perkawinan campuran. Hal ini merupakan ketentuan baru
dalam mengatasi persoalan-persoalan kewarganegaraan dari perkawinan
campuran.

Disahkannya UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI ini pada


tanggal 1 Agustus 2006 telah memberikan semangat dan harapan baru bahwa
negara benar-benar menjamin dan melindungi kepentingan dan hak dasar bagi
perempuan WNI yang menikah dengan pria WNA untuk bersama menurunkan
kewarganegaraan kepada keturunan mereka.

Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru ini, anak yang lahir dari
perkawinan seorang perempuan WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir
dari pria WNI dengan perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia.
Kewarganegaraan merupakan unsur hakiki yang pada umumnya merupkan unsur
pokok bagi suatu negara yang meninbulkan hubungan timbal balik serta mempunyai
kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negara, khususnya anak yang
lahir di Indonesia dari suatu perkawinan campuran antara warga negara Indonesia
(WNI) dengan warga negara asing (WNA).

8
Penentuan kewarganegaraan yang dianut Indonesia menurut UU No.12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan yaitu kewarganegaraan ganda terbatas pada
pasal 6 dan pasal 21 yang menjelaskan bahwa anak yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah
Indonesia dari ayah atau ibu yang memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan
sendirinya berkewarganegaraan Indonesia. Namun, jika telah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin maka anak tersebut harus menyatakan memilih salah
satu kewarganegaraannya.

Kewarganegaraan ganda terbatas yang diberikan kepada anak hasil dari


suatu perkawinan campuran dikarenakan apabila terdapat suatu perceraian atau
putusnya perkawinan karena kematian, maka anak tersebut masih memiliki status
kewarganegaraan, sehingga orangtuanya tidak perlu lagi memelihara anak asing.
Jadi, undang-undang baru ini lebih memberikan perlindungan dan status
kewarganegaraan anak yang dilahirkan dari perkawinan campur supaya menjadi
jelas.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkawinan campuran adalah perkawinan antara dua orang yang


berbeda kewarganegaraannya, yang satu berkewarganegaraan Indonesia
dan yang satunya lagi berkewarganegaraan asing. Sedangkan mengenai
syarat-syarat perkawinan campuran sudah diatur dalam UU no.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Diantaranya ialah kelengkapan surat-surat, baik dari
negara Indonesia maupun negara asal dari orang asing yang akan menikah
tersebut.

Mengenai status anak dari perkawinan campuran sudah diatur dalam


UU no.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. UU ini
memperbolehkan adanya kewarganegaraan ganda bagi anak hasil dari
perkawinan campuran hingga dia berusia 18 (delapan belas) tahun. Hal ini
diatur dalam pasal 6 ayat (1) yang menentukan bahwa anak tersebut bisa
mengikuti kewarganegaraan ayahnya atau ibunya sebelum ia berusia 18
(delapan belas) tahun atau sudah menikah. Dan setelah berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah menikah, maka ia harus menentukan sendiri
mengenai status kewarganegaraannya.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


banyak sekali kekurangannya. Maka dari itu, penulis sangat membutuhkan
masukan dan saran dari pihak pembaca agar dapat memperbaiki kekurangan
yang ada supaya dalam penyusunan makalah selanjutnya akan lebih baik
lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Abdulkadir. 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bhakti,
Bandung.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik


Indonesia.

11

Anda mungkin juga menyukai