Anda di halaman 1dari 3

Nama : Zunik Zuhroh Fitrianingih

NIM : 184262066

Kelas : 2A D4 MP/ 28

CONTOH KASUS SENGKETA TANAH

KRONOLOGI

Hj. Sundari, 50 Tahun, bertempat tinggal di Dusun Plosorejo RT/RW 01/02,


Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk memiliki tanah seluas
kurang lebih 385 m2 yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang sekarang
ditempati olehnya.

Kemudian Hj. Siti Asiyah, 40 Tahun, bertempat tinggal di Dusun Plosorejo


RT/RW 01/02, Desa Kemaduh, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk memeliki
tanah seluas 350 m2 yang diatasnya berdiri bangunan rumah yang ditempati pula
oleh Hj. Asiyah beserta keluarganya, yang mana letak rumah Hj. Asiyah tersebut
berada di depan rumah Hj. Sundari.

Pada tahun 2014, Hj. Asiyah membangun septic tank (bak untuk menampung
air limbah yang digelontorkan dari WC) di sebagian tanah milik Hj. Sundari yang
mana berakibat tertutupnya akses jalan masuk ke rumah Hj. Sundari dikarenakan
pembangunan septic tank tersebut persis di depan halaman rumah Hj. Sundari.
Penguasaan tanpa hak atas tanah Hj. Sundari seluas kurang lebih 0,7 m2 yang
kemudian disebut sebagai obyek sengketa yang kemudian dibangun septic tank
berukuran 1m x 0,7m yang menutup satu-satunya akses pintu masuk ke rumah Hj.
Sundari dikarenakan pembangunannya persis di depan halaman pintu masuk
menuju rumah Hj. Sundari.

PERMASALAHAN
Timbulnya sengketa tersebut tentunya berdampak negatif terhadap Hj.
Sundari karena pembangunan tersebut mengakibatkan akses jalan satu-satunya
menuju rumah Hj. Sundari tertutup. Dalam kasus penyerobotan tanah, para pihak
dapat memilih apakah permasalahan tersebut akan diselesaikan di pengadilan
ataukah diselesaikan diluar pengadilan (non litigasi). Jika melalui jalur litigasi,
maka dibuthkan biaya yang banyak dan waktu yang lama. Sedangkan bila
diselesaikan dengan jalur non litigasi maka lebih bersifat kekeluargaan untuk
mencapai solusi yang diputuskan bersama. Lantas langkah apa yang dilakukan
oleh Hj. Sundari terhadap kasus yang menimpanya?

ANALISIS PERMASALAHAN

Pada tahun 2014, ketika terjadi pembangunan septic tank yang dilakukan oleh
Hj. Asiyah di depan rumah Hj. Sundari yang mengakibatkan tertutupnya
satu-satunya akses jalan menuju rumahnya, Hj. Sundari pun telah menegur Hj.
Asiyah dengen memberikan pernyataan bahwasanya sebagian tanah yang akan
dijadikan septic tank adalah tanahnya. Namun Hj. Asiyah mengelak kalau tanah
tersebut adalah sebagian tanah yang dimiliki oleh Hj. Sundari. Kemudian Hj.
Sundari yang merasa tidak terima akan hal tersebut menanyakan
kebenaran perihal tanah yang dijadikan obyek sengketa tersebut. Berdasarkan
keterangan melalui desa dinyatakan bahwa tanah tersebut sebagian merupakan
tanah Hj. Sundari dengan demikian tidak semua tanah tersebut milik Hj. Asiyah.

Hj. Sundari berdiskusi dengan keluarganya mengenai permasalahan ini dan


memikirkan akan melakukan upaya hukum seperti apa dalam
menyelesaikan permasalahan ini. Berdasarkan musyawarah keluarga akhirnya Hj.
Sundari memilih menyelesaikan permasalahan ini dengan negosiasi agar tidak
menghabiskan banyak waktu. Ketika dilakukan negosiasi Hj. Asiyah tetap
melanjutkan pembangunan tersebut padahal sudah dibuktikan dengan dokumen
dari Kepala Desa yang menunjukkan bahwa tanah seluas 0,7 m2 yang di atasnya
dibangun septic tank oleh Hj Siti Asiyah adalah milik Hj. Sundari.. Karena
semakin keruh keadaan tersebut. Akhirnya Hj. Sundari meminta bantuan Kepala
Desa Kemaduh untuk menyelesaikan permasalahan ini dan pada akhirnya jalur
mediasi pun dilaksanakan.

Mediasi dilakukan oleh Kepala Desa Kemaduh sebagi mediator yang


selanjutnya para pihak Hj. Asiyah dan Hj. Sundari menghadiri proses mediasi
tersebut. Proses mediasi awalnya mendengarkan pernyataan kedua belah pihak,
yang mana Hj. Asiyah tetap bersikukuh bahwasanya tanah yang sedang dilakukan
pembangunan septic tank tersebut adalah bagian dari tanahnya sedangkan Hj.
Sundari dengan bukti sertifikat tanah yang dimilikinya membantah bahwasanya
tanah tersebut bukan milik Hj. Asiyah. Peran mediator dalam mengadili
permaslahan ini adalah menengahi agar tidak saling emosi. Kemudian mediator
memberikan pengertian berdasarkan Pasal 2 PRP No. 51 Tahun 1960
menyebutkan bahwa “Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atas
kuasanya yang sah”.

Berdasarkan pasal tersebut Hj. Asiyah telah melakukan pelanggaran Pasal 2


PRP No. 51 Tahun 1960 dikarenakan dirinya tidak memiliki bukti yang
menyatakan bahwasanya, dia melakukan pembangunan diatas tanahnya sendiri
walaupun tanah yang dilakukan pembangunan tersebut menyangkut tanah milik
orang lain meskipun sedikit dan mengakibatkan menutupi jalan satu-satunya yang
mengakses untuk masuk ke rumah Hj. Sundari.

Selain itu, dalam kasus penyerobotan tanah pasti ada para pihak yang
dirugikan, maka otomatis para pihak tersebut memerlukan ganti rugi atas kerugian
yang dialaminya. Dari hasil mediasi yang dilakukan menghasilkan keputusan
bahwa kedua belah pihak telah sepakat Hj. Asiyah dapat
meneruskan pembangunan septic tank miliknya akan tetapi harus memberikan
kompensasi sebesar Rp. 20.000.000 kepada Hj. Sundari guna membuat akses jalan
lain menuju rumahnya.

Anda mungkin juga menyukai