Anda di halaman 1dari 24

Substansi Civil Law dengan Sistem Common Law

Oleh :
Putri Liny Anggraini (D1A016257)
Putu Radini Anggarista Mustika (D1A016258)
Zia Addin Rahmadi (D1A016324)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehidarat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmatNya. Sahingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tema “Memahami Perbandingan Sistem Civil
Law Dengan Sistem Common Law Mengenai Konsepsi, Struktur, dan Sumber Hukum”.
Untuk mengembangkan ilmu hukum indonesia dan berfungsi dalam rangka perencanaan
hukum.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Sahrudin SH. M.Hum. Sebagai dosen
pengampu mata kuliah perbandinagan hukum perdata.
Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat
ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya dan apabila ada tutur kata kami
yang tidak berkenan mohon dapat dimaafkan. Sekian dan terima kasih.

Mataram, 30 maret 2019


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................ii
Daftar isi............................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang....................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................


Bab II Pembahasan
1.1. KONSEPSI KELUARGA HUKUM INGGRIS
a. Pengertian Konsepsi Hukum............................................................................7
b. Asas Preseden..................................................................................................7
c. Statuta..............................................................................................................7

1.2. KONSEPSI HUKUM ROMAWI JERMAN.......................................................8

2.1. STRUKTUR HUKUM INGGRIS


a. PerananUniversitas..........................................................................................10
b. Hubungan antara Common Law dengan Equity.............................................10
c. Pengertian tentang Equity...............................................................................11
d. Terbentuknya Equity.......................................................................................11

2.2. STRUKTUR HUKUM ROMAWI JERMAN


a. Pembagian dalam Dua Kelompok...................................................................11
b. Pembagian Hukum dalam berbagai Bidang....................................................12
c. Unifikasi Hukum Perdata dan Hukum Dagang..............................................12
d. Teknik Kodifikasi............................................................................................13
e. Ciri-ciri Kesamaan dari Kelompok Hukum Privat dan
Kelompok Hukum Publik................................................................................13

3.1. SUMBER HUKUM SISTEM HUKUM INGGRIS


a. Yurisprudensi..................................................................................................15
b. Statuta Law.....................................................................................................16
c. Custom atauKebiasaan....................................................................................17
d. Reason (akalsehat)...........................................................................................17

3.2. SUMBER HUKUM SISTEM ROMAWI JERMAN


a. Perundang-
undangan.........................................................................................................18
b. Hukum Kebiasaan...........................................................................................19
c. Yurisprudensi..................................................................................................19
d. Ilmu Hukum
BAB III PENUTUP
Simpulan ..........................................................................................................................22
Latar Belakang
Belanda telah menjajah Indonesia lebih dari 3 (tiga) abad dan hal ini mempengaruhi
sistem hukum Indonesia hingga saat ini. Pada zaman kolonial tersebut, Belanda pun
dipengaruhi oleh hukum Perancis yang dalam klasifikasi Rene David sebagai Romano
Germanic Legal Family.1 Sistem hukum ini identik dengan beberapa negara eropa kontinental
sehingga seringkali disebut sebagai Sistem Hukum Eropa Kontinental (Civil Law). Sistem
hukum civil juga lazim diketahui memiliki sumber hukum yang berasal dari kodifikasi
hukum tertulis (written code).2 John Henry Merryman menyatakan terdapat 3 (tiga) sumber
hukum pada negara bersistem hukum civil law, civil law, yaitu undang-undang (statute),
peraturan turunan (regulation), dan kebiasaan yang tidak bertentangan dengan hukum
(custom). Putusan hakim pada sistem hukum civil law seringkali dianggap bukan suatu
hukum.
Sedangkan sistem hukum Anglo-Saxon (common law) yang memiliki akar sejarah
pada kerajaan Inggris menjadikan putusan pengadilan sebagai basis hukumnya. Hal ini
dikarenakan pada sejarah awal kerajaan Inggris tidak ada parlemen yang kuat melainkan
hanya perintah raja yang digunakan sebagai aturan hukum. Ketika ada suatu perkara yang
diputus oleh hakim, putusan tersebut tidak hanya mengikat pihak yang berperkara tetapi juga
berlaku umum untuk kasus yang serupa. Putusan hakim tersebut menjadi penting karena
ketiadaan undang-undang yang disahkan oleh parlemen atau kesulitannya membuat peraturan
yang mengikuti perkembangan masyarakat. Dengan demikian, hakim dan pengadilan
berperan besar dalam membentuk hukum di negara-negara seperti Amerika Serikat dan
Inggris.3
Berdasarkan karakteristik yang ditinjau dari karakteristik pembentukan hukum kedua
sistem hukum tersebut, hakim pada negara yang menganut civil law seperti Indonesia identik
hanya menjadi corong undang-undang; sedangkan hakim pada negara common law dapat
membuat suatu hukum atau undang-undang. Pola seperti di negara-negara common law
ketika suatu putusan pengadilan kemudian diadopsi atau menjadi rujukan untuk membuat
atau memperbarui suatu hukum tertulis. Dalam praktik dan perkembangannya, beberapa
hakim di Indonesia membuat suatu hukum untuk mengisi kekosongan layaknya hakim di
negara common law. Dengan demikian, peradilan di Indonesia tidak lagi sepenuhnya sejalan
dengan sistem hukum civil law karena telah memiliki dan menerapkan beberapa karakteristik
yang identik dengan sistem peradilan common law, misalnya putusan hakim yang
memperbarui hukum bahkan hukum pidana sekalipun yang menganut asas legalitas. Kondisi
atau sistem ini terbentuk dari relasi terkini antara struktur hukum, aturan hukum, dan
masyarakat. 4
Tulisan ini terfokus pada perbandingan sistem hukum civil law (Kerajaan Romawi,
Perancis, Jerman, dan Belanda) dan common law (Inggris dan Amerika Serikat). Pembahasan
mengenai perkembangan perbandingan hukum global pada awal pembahasan bertujuan untuk

1
Rene David, 1968, Major Legal System In The World Today, The Free Press Collier-Macmillan Limited, hlm.14.
2
Gerald Paul Mc Alinn, et al., 2010, An Introduction to American Law, Carolina Academic Press, hlm. 4.
3
Muhammad Fathahillah Akbar, “Prosecution Of Money Laundering Of Proceeds Of Corruption By Anti-
Coruption Commission”, Mimbar Hukum, Vol. 28, No. 2, Juni 2016, hlm. 322-333.
4
Ibid.
menjelaskan bahwa kategori dan klasifikasi sistem hukum saat ini lebih dari sekedar civil law
dan common law serta pengakuan terhadap konvergensi. Sedangkan analisis berdasarkan
sejarah dapat memberikan gambaran mengenai konteks sosial, masyarakat, dan politik yang
mempengaruhi struktur dan sistem hukumnya. Dengan demikian, pemahaman yang dinamis
terhadap sistem hukum dalam penemuan dan pembentukan hukum dapat dimiliki bersama.
RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah konsepsi sistem Civil law?

2. Apakah perbedaan dan persamaan diluar dari tiga hal itu?


BAB I
PENGERTIAN DAN PERBANDINGAN KONSEPSI SISTEM HUKUM INGRRIS
(COMMON LAW) DENGAN SISTEM HUKUM ROMAWI JERMAN (CIVIL LAW)

A. Pengertian Konsepsi Hukum


Konsepsi hukum adalah mengatur tingkah laku para anggota masyarakat dalam
pergaulannya satu sama lain agar dapat dijamin ketertiban dalam masyarakat. Yang
menyusun norma-norma tersebut adalah pembentuk undang-undang, penyusunannya
secara umum, karena harus menampung aspirasi masyarakat sebanyak mungkin.

B. Konsepsi Keluarga Hukum Inggris (Common Law)


A. ASAS PRESEDEN
Asas Preseden merupakan pelengkap dari equity dan merupakan koreksi dari
hukum Common Law, jika Common Law dirasakan tidak adil, misalnya dalam
Common Law terjadi wanprestasi, maka yang hanya dapat dituntut hanya ganti
rugi oleh pihak berpiutang, tetapi sebenarnya kerugian pihak yang berpiutang
melebihi daripada ganti rugi, oleh karena itu sangat berkepentingan.
1. Dalam Common Law pembayaran kembali melebihi apa yang dijanjikan
adalah tidak mungkin, karena norma hukumnya tidak ada, maka pihak-
pihak yang berkepentingan menggunakan equity mengoreksi/melengkapi
Common Law maka dari itu asas precedent harus diberlakukan dalam
equity ini
2. Dalam Common Law pembayaran kembali melebihi apa yang dijanjikan
adalah tidak munfkin, karena norma hukumnya tidak ada, maka pihak-
pihak yang berkepentingan menggunakan Equity. Dengan demikian Equity
mengoreksi/melengkapi Common Law maka dari itu asas precedent harus
diberlakukan dalam Equity ini.5

B. STATUTA
1. Hukum Statuta adalah hukum tertulis dalam hukum inggris. Akan tetapi ia
mempunyai kekhususan.
2. Kekhususan statuta ini ialah bahwa statuta itu baru terintegrasi dalam sistem
hukum inggris jikalau belum dituangkan dalam suatu putusan peradilan
(jurisprudensi). Oleh karenanya statuta merupakan sumber hukum ke 2 dalam
hukum inggris.
3. Statuta adalah suatu peraturan yang dibuat oleh parlemen inggris, jadi dapat
disamakan dengan peraturan yang berbentuk undang-undang.
4. Fungsi statuta ini pada umumnya mengadakan koreksi/tambahan terhadap
Common Law yang kadang-kadang belum lengkap. Jadi equity tidak mengatur
suatu bidang hukum tertentu secara menyeluruh melainkan sekedar
melengkapi apa yang sudah ditentukan oleh Common Law. Maka dari itu

5
R. Soeroso, S.H., Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hlm 80.
statuta ini sebagai sumber hukum kedudukannya adalah dibawah Common
Law.
5. Hukum statuta ini menjadi penting karena adanya kemajuan zaman dan
semakin eratnya hubungan negara inggris dengan negara-negara lainnya.
Banyak hukum baru yang dilahirkan oleh parlemen karena Common Law
tidak dapat mengimbangi cepatnya kebutuhan hukum.
6. Pada umumnya yang dianggap sebagai hukum dalam arti yang sebenernya
adalah Common Law yang telah berkembang berabad-abad dan menguasai
sebagian besar daripada kehidupan hukum inggris. Jadi hukum menurut
pandangan orang inggris pada asanya hanya Common Law. Hukum statuta
dianggap sedikit banyak sebagai hukum yang tidak mempunyai corak inggris,
tapi mempunyai corak asing. Hukum statuta baru menjadi hukum inggris dan
ditegaskan dalam hukum inggris setalah hukum statuta itu diterapkan oleh
para hakim pengadilan dan diberi interprestasi oleh hakim.6

C. Konsepsi Hukum Romawi Jerman (Civil Law)


1. Adanya uniformitas sebagai corak dari negara-negara kelompok hukum
romawi jerman ialah pembagian kaidah-kaidah dalam kaidah hukum publik
dan kaidah hukum privat. Bahkan sebagian besar isinyapun sama. Hal itu itu
disebabkan karena kaidah-kaidah hukum tersebut mempunyai satu sumber
yaitu Hukum Romawi.
2. Hasil penilitian terhadap konsepsi hukum menunjukan bahwa memang ada
suatu konsepsi tertentu sepanjang menyangkut pengertian kaidah hukum.
Sebelum mengutarakan masalah tersebut perlu dikemukakan bahwa hukum
pada hakikatnya mempunyai 2 fungsi:
a. Memberi norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam
masyarakat dalam hubungannya satu sama lain sehingga masyarakat
tersebut menjadi tertib disamping terlindungnya kepentingan individu serta
kepentingan bersama dari para anggotanya. Hukum dalam gambaran ini
pada hakikatnya mencita-citakan suatu tertib masyarkat yang merupakan
suatu modal pengaturan masyarakat. Ini dinamakan aspek Policy Directing
b. Memberi penyelesaian jika terjadi suatu benturan kepentingan diantara
para anggota masyarakat dalam hubungannya satu sama lain. Ini
dinamakan aspek Litigius (Litigius = sengketa).
3. Ditinjau dari sudut operasionalnya maka hukum didalam segi Policy
Directingnya memberi arah kepada cara bagaimana manusia dalam
masyarakat harus bertindak dengan tujuan mencegah timbulnya pembenturan
kepentingan (fungsi preventif) sedangkan dilain pihak dalam aspek
Litigiusnya hukum menertibkan masyarakat dengan mengakhiri perselisihan
dalam masyarakat (fungsi refrensif).
4. Kedua aspek (fungsi) yang berbeda tersebut membawa akibat bahwa
perumusan kaidah-kaidah hukum sebagai patokan pengaturan masyarakat
menjadi berbeda, tergantung dari pilihan pemerintah. Pemerintah dalam
mengatur masyarakatnya dapat mengambil kebijaksanaan memilih aspek
Policy Directing dari fungsi hukum, akan tetapi ia dapat pula memilih aspek

6
Ibid., hlm. 81.
Litigius dari fungsi hukum. Dari pilihan diantara alternatif-alternatif tersebut
tergantung bagaimana cara dirumuskannya kaidah-kaidah hukum itu.
5. Aspek Policy Directing dari fungsi hukum membawa akibat bahwa titik berat
cara perumusan kaidah hukum diletakan pada fungsi memberi arah dan
patokan pada tingkah laku manusia didalam mayarakat supaya tidak terjadi
benturan kepentingan, perumusan tersebut diusahakan sedemikian rupa
sehingga kaidah hukum itu dapat mencakup situasi-situasi kemasyarkatan
dengan beraneka ragam kebutuhan-kebutuhan serta berisikan prinsip-prinsip
yang memenuhi syarat keadilan serta moral yang tahan uji terhadap tuntutan-
tuntutan perubahan oleh perkembangan masyarakat. Perumusan kaidah hukum
harus cukup luas sehingga dapat memberi pegangan yang mantap bagi
penyelesaian perselisihan konkret di masa depan. Hukum dalam arti ini
merupakan kelompok kaidah hukum yang satu hubungan dengan kaidah hukm
yang lain sehingga merupakan suatu kesatuan pengaturan masyarkat yang
bulat.
6. Aspek Litigius dari fungsi hukum membawa akibat perumusan kaidah hukum
meletakkan titik berat kepada fungsi penyelesaian benturan kepentingan yang
mengarah ke fungsi refrensif. Perumusan tersebut hanya tertuju pada tugas
melenyapkan perbenturan kepentingan-kepentingan pada saat tertentu. Sifat
norma hukum demikian lebih menggambarkan sifat insidential kasuistis hanya
dapat diberlakukan untuk suatu keadaan tertentu dan tidak terpikirkan fungsi
memberi pegangan pada masyarkat dalam perjalanannya dimasa depan
7. Negara-negara yang menganut sistem hukum Romawi Jerman (Civil Law)
memilih aspek Policy Directing dari fungsi hukum, sedangkan negara-negara
keluarga hukum inggris (Common Law) memilih aspek Litigius dalam
merumuskan kaidah-kaidah hukumnya yang bersifat insidental kasuistis. Bila
kaidah-kaidah hukum beraspek Policy Directing maupun yang beraspek
Litigius pembentukannya bersumber pada bahan-bahan yang dihasilkan oleh
praktik hukum.
8. Kaidah hukum dalam hukum Romawi Jerman merupakan hasil pengolahan
dari para sarjana hukum. Dalam pengolahan tersebut digunakan bahan-bahan
praktik yang mengabstarksikan asas-asas hukum dan kemudian dituangkannya
dalam kaidah hukum yang kemudian hasilnya dirumuskan dalam kaidah
hukum yang kemudian hasilnya dirumuskan dalam rumusan yang bersifat
umum supaya kaidah hukum tersebut dapat dijadikan patokan dalam
menyelesaikan benturan kepentingan para anggota masyarakat. Kaidah-kaidah
hukum yang mereka hasilkan selalu disistematisasi menjadi suatu bulat.
Karena kaidah hukum Romawi Jerman dirumuskan dalam rumusan umum.
Maka pengaturan hubungan kemasyarakatan antara para anggotanya adalah
beraneka ragam dan seluruh kehidupan manusia dalam masyarkat dapat
dicakup dalam kaidah hukum tersebut dalam jumlah yang tidak terlalu besar.7

7
Ibid., hlm. 82.
BAB II
PERBANDINGAN STRUKTUR SISTEM HUKUM INGGRIS (COMMON LAW)
DENGAN SISTEM HUKUM ROMAWI JERMAN (CIVIL LAW)

A. STRUKTUR HUKUM INGGRIS (COMMON LAW)


A. PERANAN UNIVERSITAS
1. Yang dimaksud dengan peranan universitas adalah peranananya
terhadap perkembangan hukum inggris, yang ternyata berbeda sekali
dengan pengaruh universita dalam hukum Romawi Jerman (Civil
Law). Kita telah mengetahui bahwa perkembangan hukum Romawi
Jerman adalah berkat kerja sama dan usaha para ahli hukum dari
universitas di jerman bersama ahli-ahli hukum Romawi, sehingga
sebagai tanda penghargaan sistem hukumnya dinamakan sistem hukum
Romawi Jerman.

2. Terhadap perkambangan hukum inggris universitas tidak berperan


sama sekali. Sistem hukum inggris berkembang karena praktik hukum,
tegasnya lewat yurisprudensi dan peradilan-peradilan. Praktik hukum
inggris tidak kenal dan tidak dipengaruhi oleh hukum romawi. Semua
ahli hukum inggris entah mereka itu Barristors (jenis pengacara dalam
yurisdiksi hukum umum) atau judge semuanya dididik lewat praktik
hukum dan meskipun sekarang di inggris sudah diadakan pendidikan
hukum di universitas, namun untuk dapat menjadi ahli hukum serta
hak berpraktik diadakan persyaratan bahwa mereka harus sudah lulus
pendidikan universitas dan lulus ujian praktik hukum.

3. Akibat dari tidak adanya pengaruh hukum Romawi tersebut, maka


pengertian-pengertian serta asas-asas hukum inggris secara prinsipal
berbeda dengan pengertian hukum negara-negara yang termasuk
hukum Romawi Jerman yang asas-asas hukumnya sebagian besar
dipengaruhi oleh hukum Romawi. Hal tersebut terlihat pada adanya
pengertian-pengertian Common Law, Equity, yang sama sekali tidak
dikenal oleh hukum Romawi.8

B. HUBUNGAN ANTARA COMMON LAW DAN EQUITY


Seperti halnya hukum Romawi Jerman yang dibagi dalam dua kelompok
hukum yaitu hukum privat dan hukum publik, maka hukum inggris juga
mempunyai pembidangan hukum ialah Common Law dan Equity.
Pembidangan hukum inggris ini tidak dikenal sama sekali oleh sistem hukum
Romawi dan hanya sejarah hukum inggris sendirilah yang dapat
menjelaskannya. Selanjutnya sanpai seberapa jauh hubungan anatara Common

8
Ibid., hlm. 90.
Law dan Equity baru dapat diketahui apabila sudah diadakan pemabahasan
lebih lanjut tentang Common Law dan Equity.9
C. PENGERTIAN TENTANG EQUITY
Equity adalah suatu kumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada
abad ke 13 dan diterapkan oleh badan pengadilan yang dinamakan Court of
Chancery. Ditinjau dari sejarahnya, maka dihubungkan dengan Common Law,
maka fungsi Equity adalah :
a. Melengkapi kekurangan-kekurangan Common Law dan
b. Mengadakan koreksi terhadap Common Law.

D. TERBENTUKNYA EQUITY
Equity timbul karena Common Law dalam memberikan putusannya tidak
dapat memuaskan para pencari keadilan, bahkan dalam banyak hal tidak
mampu untuk mengadilinya, sehingga mereka mencari kesempatan untuk
meminta keadilan kepada pihak lain dalam hal ini pimpinan gereja (Lord
Chancellor). Cara ini tidak bertentangan dengan rasio sistem peradilan inggris
pada waktu itu, karena Royal Court adalah pengadilan sentral yang hakim-
hakimnya diangkat oleh raja dan mengadili atas nama raja. Sebaliknya Lord
Chancellor adalah rohaniawan yang dikenalnya hukumnya gereja, sehingga
putusan-putusan yang dijatuhakan adalah berdasarkan hukum gereja.10

B. STRUKTUR HUKUM ROMAWI JERMAN (CIVIL LAW)


A. PEMBAGIAN DALAM DUA KELOMPOK HUKUM
1. Semua sistem hukum nasional yang termasuk dalam keluarga hukum
Romawi Jerman adalah pembagian dalam dua kelompok hukum, yakni
kelompok hukum privat dan kelompok hukum publik.

2. Adanya pembagian di dalam dua kelompok hukum tersebut berasal


dari hukum Romawi. Mengenai apakah hubungan antara hukum publik
dan hukum privat, belum ada kesatuan pendapat yang berbeda-beda
sebagai berikut :

a. Pendapat dari Apeldoorn, Thon dan Beerling.


Mereka berpendapat bahwa pembagian dalam hukum publik dan
hukum privat merupakan pembagian yang bersifat fundamental dan
asasi yang didasarkan pada :
- Ukuran kepentingan
- Cara mempertahankan peraturan hukum
- Sifat-sifat hukum
b. Pendapat Meyers.
Pendapat Meyers merupakan kebalikan daripada pendapat
Apeldoorn cs, yaitu bahwa pembagian sistem keluarga hukum
Romawi Jerman dalam huku publik dan hukum privat tidak
merupakan pembagian yang bersifat prisipal / asasi. Segala

9
Ibid., hlm. 88.
10
Ibid., hlm. 91.
sesuatunya adalah tergantung kepada besar kecilnya yang hendak
diatur. (Sunariyati 1986 : 79).

c. Pendapat ketiga antara lain dari Hans Kelsen


Hans Kelsen meninggalkan sama sekali adanya pembagian sistem
keluarga Romawi Jerman dalam bidang hukum publik dan hukum
privat. Sebagai pencipta stufen teori, ia menyatakan bahwa segala
kaidah hukum berasal dari satu norma yaitu dasar atau ground
norm (Sunaryati 1986 : 80).11

B. PEMBAGIAN HUKUM DALAM BERBAGAI BIDANG


Ciri lain dari sistem keluarga Hukum Romawi Jerman adalah
diadakannya pembagian di dalam berbagai bidang hukum seperti
Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata
Internasional, Hukum Agraria, dan sebagainya. Semua sistem hukum
internasional yang termasuk ke hukum Romawi Jerman selalu
mempunyai pembagian seperti tersebut diatas dan oleh karena
pembagian dalam berbagai bidang itu merupakan ciri daripada sistem
keluaraga hukum Romawi Jerman, termasuk sistem-sistem hukum
nasional yang tercakup didalam hukum keluarga tersebut.12

C. UNIFIKASI HUKUM PERDATA DAN HUKUM DAGANG


1. Sistem keluarga hukum Romawi Jerman menyatakan (Unifikasi)
hukum perdata dan hukum dagang. Penyatuan tersebut merupakan
salah satu ciri daripada sistem keluarga hukum Romawi Jerman,
sehingga semua hukum nasional yang termasuk dalam sistem keluarga
hukum tersebut selalu mempunyai unifikasi yang sama.
Misalnya :
- Di Italia juga diadakan penggabungan antara hukum perdata
dengan hukum dagang.
- Di Jerman juga menyatukan hukum perdata dan hukum dagang
- Di Belanda dengan BW barunya yang disusun oleh Prof.
Meyers memuat peraturan-peraturan BW dan hukum dagang
dan Unang-undang tahun 1885 mengenai perkumpulan dan
rapat, Undang-undang mengenai koperasi, hukum pergantian,
hukum perburuhan kolektif dan perundang-undangan mengenai
hak milik perindustrian tanpa hukum pembuktian dan
kadaluwarsaan.
2. Unifikasi tersebut berasal dari hukum Romawi, tidak membuat
perbedaan antara hukum perdata dan hukum dagang. Didalam
kurikulum fakultas hukum, kedua hukum tersebut merupakan mata

11
Ibid., hlm. 98.
12
Ibid., hlm. 100.
kuliah yang terpisah dan berdiri sendiri serta merupakan ciri khusus
dari keluarga hukum Romawi Jerman.13

D. TEKNIK KODIFIKASI
1. Keluarga hukum Romawi Jerman dalam masalah kodifikasi
mempunyai teknik tersendiri yang juga merupakan ciri tersendiri.
Kekhususannya terletak pada dimuatnya bagian umum yang berisikan
pengaturan tentang pengertian-pengertian umum, dan asas-asas umum
yang harus diberlakukan terhadap bagian-bagian lain. Hal ini terlihat
dalam Burgelisches Gezets-buck Jerman.
2. Cara dan teknik penyusunan tersebut adalah akibat dari pengaruh
aliran hukum Romawi (kaum pandektis) yang pada penyusunan BGB
menguasai pikiran dunia pengetahuan Jerman. Aliran-aliran tersebut
menyimpang dari aliran dunia prancis yang mendasar ajarannya atas
ajaran Code Civil Perancis.14

E. CIRI – CIRI KESAMAAN DARI KELOMPOK HUKUM PRIVAT DAN


KELOMPOK HUKUM PUBLIK
1. Mengenai Code Civil Prancis
- Di dalam Code Civil dimuat hukum perjanjian/hukum
perikatan yang unsur-unsurnya kebanyakan berasal dari hukum
Romawi.
Disamping unsur-unsur tersebut di dalam Code Civil juga
terdapat unsur-unsur hukum yang berasal dari hukum kanonik
(gereja)
- Hukum kebiasaan yang berhubungan dengan hukum
perkawinan, hukum kekayaan dan hukum waris merupakan
gagasan yang berasal dari revolusi prancis tahun 1789.
Kebiasaan tersebut dimasukan dalam Code Civil.
- Dengan demikian Code Civil memuat unsur-unsur hukum yang
asal-usulnya berbeda-beda dicampur dan dijadikan satu dalam
satu kodifikasi. Hukum Romawi merupakan bagian dari hukum
Prancis.
2. Burgelijk Wetboek (BW)
Burgelijk Wetboek adalah BW dari negara belanda dan BW yang
diberlakukan di Indonesia. Sama halnya dengan Code Civil Prancis,
maka BW juga memuat hukum-hukum yang asal-usul unsur-unsurnya
berbeda-beda, seperti :
- hukum perjanjian/perikatan yang berasal dari hukum romawi di
samping unsur-unsur hukum Romawi tersebut hukum-hukum
dari Belanda kuno juga dimasukkan dalam BW, misalnya :
 hukum kekayaan dengan adanya lembaga hukum
campuran bulat, serta campuran lanjutan.

13
Ibid., hlm. 100.
14
Ibid., hlm. 101.
 Bidang hukum perkawinan seperti perkawinan dalam
wakil/kuasa, perpisahan meja dan tempat tidur.
 Dalam bidang hukum kebendaan misalnya hak opstal
(numpang karang), hak erfpacht (hak guna usaha).15

3. Hukum Nasional
Yang dimaksud dengan hukum nasional tersebut ialah sistem hukum
nasional yang termasuk dalam keluarga hukum Romawi Jerman. Di
dalam sistem hukum nasional yang dimaksud juga terdapat unsur-
unsur persamaaan antara lain :
- Bahwa sistem-sistem hukum nasional pada umumnya
menonjolkan sifat kerendahannya.
- Hukum perjanjian/perikatan yang berasal dari hukum Romawi
pada hakikatnya merupakan bagian terpenting dari seluruh
hukum privat baik dalam teori maupun dalam praktek.
- Adanya peraturan-peraturan yang berasal dari hukum kanonik.
Ternyata hukum-hukum kanonik terdapat di negara-negara
yang beragama kristen, sehingga hukum ini dapat dikatakan
bersifat internasional.
- Unsur-unsur kebiasaan juga dimasukan dalam sistem hukum
nasional. Hukum kebiasaan ini pada umumnya menonjol dan
bersifat khusus. Namun demikian terdapat juga hukum
kebiasaan yang menjadi kebiasaan internasional dalam hukum
privat seperti dalam hukum dagang. Hukum-hukum kebiasaan
dari abad pertengahan mempunyai ikatan-ikatan khusus dengan
hukum Romawi yang meluas sampai di luar daratan Eropa,
karena diresepsi bersama dengan hukum Romawi Jerman.16

15
Ibid., hlm. 102.
16
Ibid., hlm. 103.
BAB III
PERBANDINGAN SUMBER HUKUM INGGRIS (COMMON LAW) DENGAN
HUKUM ROMAWI JERMAN (CIVIL LAW / EROPA KONTINENTAL)

A. SUMBER HUKUM SISTEM HUKUM INGGRIS (COMMON LAW)

A. YURISPRUDENSI
1. Baik bagi hukum Common Law maupun Equity, hukum terbentuk berdasarkan
yurisprudensi di Inggris merupakan sumber hukum yang paling penting sebagai bahan
pembentukan hukum.
2. Yurisprudensi di Inggris (case law) terikat pada asas Share Decisis ialah suatu asas
bahwa keputusan hakim yang terdahulu harus diikuti oleh hakim yang mebuat
keputusan kemudian. Kalau ditinjau dari asas tersebut hukum di Inggris tentunya
tidak mempunyai kemajuan. Di dalam kenyataannya tidak demikian dan hukum yang
baru tetap terbentuk, karena hakim yang memutuskan kemudian mempunyai ukuran-
ukuran tertentu yaitu :
Bahwa setiap perkara sifatnya adalah peristiwa yang terjadi hanya satu kali
saja dan tidak akan terjadi (Einmalig). Setiap perkara selalu terdiri dari pokok perkara
dan suasana yang meliputi pokok perkara. Di dalam kenyataan tidak ada perkara yang
persis sama dengan perkara yang timbul kemudian. Seandainya pokok perkaranya
sama, suasananya juga berlainan. Dengan demikian putusan hakim yang mengenai
suatu pokok perkara, yang diikuti oleh hakim yang memutus kemudian adalah yang
berhubungan langsung dengan pokok perkaranya (ratio decident), sedangkan dalam
hal yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok perkara yakni yang
merupakan tambahan dan ilustrasi (obiter dicto) hakim dapat menilai sebagai suasana
yang meliputi pokok perkara menurut pandangan hakim sendiri. Bila dilihat dari
penglihatan hakim sendiri, maka putusan akan bersifat obyektif, karena :
a. Hakim itu telah mempelajari ilmu hukum, sedangkan ilmu hukum itu
mengandung nilai-nilai yang obyektif.
b. Hakim dalam membuat putusan juga memperhatikan pendapat-pendapat sarjana
lainnya. Di inggris yang mempunyai daya kuat pada umumnya adalah pendapat-
pendapat dari sarjana-sarjana yang telah meninggal dan pada waktunya hidupnya
terkenal seperti Maartland Coke, Barker dan lain-lain.
c. Seandainya putusan hakim itu tidak obyektif, maka pada waktu banding
putusannya akan ditiadakan.17
3. Jadi suasana yang meliputi pokok perkara itulah yang membuat putusan hakim
berlainan dengan putusan hakim yang lampau dan mengakibatkan pembentukan
hukum baru.
Contohnya :
- Dalam perkara pembunuhan, hakim dalam memutuskan
pembunuhan dalam perang (dianggap pahlawan) akan berbeda
bila pembunuhan itu dilakukan semata-mata sebagai balas

17
Ibid., hal. 105.
dendam (perbuatan tercela). Dengan demikian jelaslah bahwa
meskipun hakim terikat dengan asas share decises tetapi karena
suasana berbeda, maka hukum tetap dapat berkembang karena
detail-detailnya pokok perkara berbeda.

B. STATUTE LAW
1. Statute Law adalah peraturan yang dibuat oleh parlemen Inggris, jadi dapat
disamakan dengan peraturan-peraturan yang berbentuk undang-undnag dan
merupakan sumber hukum kedua dalam hukum Inggris. Untuk melaksanakan
Statute Law dibuatkan peraturan pelaksanaan oleh instansi-instansi pemerintahan
yang bersangkutan.
2. Fungsi Statute Law ini pada umumnya merupakan koreksi (penambah) terhadap
Common Law yang kadang-kadang belum lengkap, jadi tidak dibuat untuk
mengatur suatu bidang secara menyeluruh, melainkan sekedar melengkapi apa
yang sudah ditentukan oleh Common Law, sehinnga kedudukannya sebagai
sumber hukum berada dibawah Common Law.
3. Pembentukan hukum oleh Parlemen dapat lebih cepat karena :
a. Tidak terikat pada banyaknya perkara yang masuk Pengadilan dan banyaknya
keputusan hakim.
b. Karena dapat menyimpang dari hukum yang telah diputuskan oleh hakim.
Parlemen dapat mengubah putusan pengadilan dengan suatu Undang-undang.
Jadi Undang-undnag dapat mengubah yurisprudensi. Meskipun Undang-
undnag dengan bebas dapat menyatakan apa yang merupakan hukum, tetapi
dalam kenyataanya tidaklah demikian. Ada hal-hal yang membatasi tindakan
parlemen untuk mengubah Yurisprudensi yaitu pendapat umum. Di samping
pendapat umum yang membatasi kebebasan parlemen tersebut adalah
pendapat para sarjana hukum, sehingga terdapat pembatasan secara obyektif.
Oleh karenanya dalam sistem hukum inggris, kekuasaan pembentuk Undang-
undang dipergunakan agak hati-hati.
4. Pada umunya yang dianggap sebagai hukum dalam arti sebenarnya adalah
Common Law karena telah berkembang berabad-abad lamanya dan telah
menguasai kehidupan hukum inggris. Pada asanya menurut kehidupan dan
pandangan orang inggris hukum itu hanya Common Law. Statute Law sedikit
banyak dianggap sebagai hukum yang bercorak asing dan tidak mempunyai corak
Inggris.
5. Statute Law baru diakui dan ditegaskan dalam hukum Inggris setelah Statute Law
banyak diharapkan oleh para hakim di pengadilan-pengadilan beserta
interprestasinya. Lambat laun hukum yang tumbuh karena interprestasi dari statute
itu sendiri. Salah satu undang-undang baru yang dibuat untu mempermudah
pekerjaan hakim adalah Sales of Goods Act. Undang-undang ini merupakan
putusan-putusan hakim dibidang jual beli barang yang semula letaknya terpencar,
dikumpulkan dan disusun secara sistematis, sehingga sales of goods act
merupakan kompilasi daripada apa yang sudah merupakan hukum dan
penyempurnaan daripada hukum dibidang yang bersangkutan.18

18
Ibid., hlm. 107.
C. CUSTOM ATAU KEBIASAAN
1. Custom ini adalah kebiasaan yang sudah berlaku berabad-abad di Inggris dan
sudah merupakan sumber nilai-nilai. Dari nilai-nilai inilah hakim menggali serta
membentuk norma-norma hukumnya. Setelah custom itu dituangkan dalam
peraturan peradilan maka custom itu menjadi Common Law. Jadi terbentuknya
hukum di Inggris itu adalah karena telah dituangkannya custom oleh hakim dalam
suatu putusan pengadilan.
2. Kebiasaan itu ada dua macam :
a) Local Custom (hukum kebiasaan setempat).
b) Commercial Custom (hukum kebiasaan yang menyangkut perdagangan)
3. Local Custom dan Commercial Custom juga merupakan sumber darimana hakim
menggali nilai-nilainya untuk dapat dituangkan dalam putusan pengadilan didalam
menghadapi suatu perkara. Dalam custom terdapat berbagai macam norma.
4. Ada norma-norma kebiasaan yang ada sanksi hukumnya, ada norma-norma
kebiasaan yang tidak ada sanksi hukumnya, akan tetapi merupakan peraturan yang
penting didalam kehidupan masyarakat Inggris.
Misalnya :
Struktur pemerintahan itu dikuasai oleh hukum kebiasaan/custom. Jadi Hukum
Tata Negara Inggris adalah kebiasaan (convention) dan convention ini mengatur
kehidupan politik dan pemerintahan di Inggris. Juga mengenai perkara-perkara
pidana custom memegang peranan penting, misalnya Hukum Acara Pidana
dimana penggunaan badan yang namanya Juri itu diatur oleh Custom.
5. Juri dalam pengadilan Inggris adalah suatu badan yang membutikan salah
tidaknya seseorang yang dituduh telah melakukan tindak pidana. Jadi juri itu
membantu pengadilan didalam mengenai perkara-perkara pidana. Hakim bersifat
pasif saja.19

D. REASON (AKAL SEHAT)


1. Reason atau akal sehat adalah sumber hukum yang keempat dalam hukum Inggris.
Reason berfungsi sebagai sumber hukum jika sumber hukum yang lain tidak
memberi penyelesaian terhadap perkara yang sedang ditangani oleh hakim, artinya
tidak didapatkan norma hukum yang mampu memberi penyelesaian mengenai
perkara yang sedang diperiksa.
2. Jadi Reason fungsinya melengkapi sumber-sumber hukum yang lain dalam hal
sumber hukum yang lain itu tidak dapat menyelesaikan suatu masalah hukum.
Reason sebagai sumber hukum pada asasnya mempunyai fungsi sama dengan
Reason dalam keluarga hukum Romawi Jerman yang fungsinya juga melengkapi
3. Dalam Common Law merupakan kerangka hukumnya. Disamping sumber-sumber
hukum yang lain reason memberi isi kepada kerangka hukum tersebut. Reason itu
merupakan sumber hukum yang terakhir didalam penemuan norma hukum
didalam menghadapi masalah-masalah hukum yang tidak ditemukan norma-
norma hukumnya dari sumber-sumber hukum yang lain. Meskipun Reason ini
merupakan sumber hukum yang keempat, dalam kenyataannya Reason merupakan
sumber hukum yang penting dan dapat menolong para hakim didalam menemukan
norma-norma hukum guna memberi keputusan.

19
Ibid., hlm. 108.
B. SUMBER HUKUM SISTEM ROMAWI JERMAN (CIVIL LAW)
A. PERUNDANG-UNDANGAN
a. Perudang-undangan yang berbentuk konstitusi tertulis.
1) Di semua negara yang menganut sistem hukum Romawi Jerman
mempunyai konstitusi yang berbentuk tertulis yaitu pengaturan mengenai
organisasi kenegaraan, hak-hak kewarganegaraan dan sebagainya ditinjau
dari segi politis konstitusi ini dipandang sebagai suatu perundang-
undangan yang mempunyai derajat tertinggi. Juga dari sudut yuridis
konstitusi diberi fungsi yang lebih menonjol dibandingkan dengan bentuk
perundang-undangan yang lain.
2) Fungsi yuridis yang dimaksud ialah bahwa perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan konstitusi. Mekanisme seperti itu terdapat
dalam Republik Federasi Jerman 1949, Italia 1947, Yunani 1952 yang
dinamakan hak menguji Undang-undang terhadap konstitusi.

b. Perundang-undangan yang berbentuk kodifikasi


1) Setelah konstitusi dapat disebut perundang-undangan yang berbentuk
kodifikasi. Kodifikasi ialah suatu usaha menuangkan materi hukum
tertentu dalam suatu kitab undang-undang yang bermaksud mengatur
suatu materi hukum secara lengkap dan sistematis
2) Yang dimuat dalam kodifikasi yaitu asas-asas hukum yang bersifat
universal artinya asas-asas hukum yang juga terdapat dalam hukum-hukum
nasional negara-negara lain. Negara-negara dalam lingkungan hukum
Romawi Jerman pada umumnya mempunyai kodifikasi dan materi yang
dimasukan dalam kodifikasi adalah sama, seperti materi hukum perdata,
hukum pidana, hukum dagang, hukum acara perdata dan hukum acara
pidana dimasukan dalam satu kodifikasi sedangkan hukum administrasi,
hukum fiskal serta hukum perburuhan tidak diikutsertakan dalam
kodifikasi.
3) Maksud dari kodifikasi adalah untuk memuat prinsip-prinsip hukum yang
bersifat universal, artinya dapat diterapkan di negara mana saja, sedangkan
undang-undang biasa berisikan asas-asas hukum yang lebih bersifat
nasional jika hanya dapat diberlakukan dalam suatu negara tertentu.

c. Peraturan-peraturan dari instansi pemerintahan bukan badan legislatif


Pada mulanya peraturan ini merupakan peraturan untuk melaksanakan
undang-undang. Dalam zaman modern ini dimana urusan pemerintahan sudah
begitu luas dan kompleks sudah tidak mungkin lagi untuk membuat undang-
undang yang mengatur secara terperinci dan menyeluruh (keseluruhan urusan
pemerintah). Berhubung dengan itu maka undang-undang sekarang lazimnya
hanya mengatur hal-hal yang bersifat pokok, sedangkan peraturan
pelaksanaannya diserahkan pada administrasi.20

20
Ibid., hlm. 116.
d. Peraturan tertulis
1) Peraturan-peraturan tertulis ini terdiri dari yang merupakan instruksi dan
sirkuler uraian dari administrasi mengenai cara yang mengartikan dan
menafsirkan peraturan-peraturan hukum yang terpenting bagi pelaksanaan
dalam praktik.
2) Kadang-kadang penafsiran tersebut tidak sesuai dengan apa yang
dimaksud dalam undang-undang itu sendiri, maka sebaiknya ada
mekanisme pelaksanaan daripada undang-undang.21

B. HUKUM KEBIASAAN
1) Levy bruhl dalam bukunya Sosiologi du droit mengatakan bahwa hukum
kebiasaan mempunyai peranan yang menetukan dalam proses penemuan
hukum, dalam arti merupakan pegangan bagi pembentuk undnag-undang,
maupun para hakim dalam usaha menemukan hukum yang tepat dan adil.
Menurut aliran ini hukum kebiasaan dalam semua sistem memegang peranan
dominan.
2) Lain halnya dengan aliran positivisme, yang justru mengajarkan sebaliknya.
Dalam suatu sistem hukum yang mempunya kodifikasi maka hukum
kebiasaan tidak memegang peranan dalam proses penemuan hukum kecuali
jika undang-undang menunjuk kepadanya. Sumber hukum yang utama adalah
kodifikasi yang merupakan penjelmaan daripada pembentuk undang-undang.
Hukum yag dan adil adalah identik dengan undang-undang.

C. YURISPRUDENSI
1. Yurisprudensi Belanda digunakan oleh ilmu hukum serta yurisprudensi
Indonesia. Hal itu disebabkan karena terdapat kesamaan antara sistem-sistem
hukum dalam lingkungan keluarga hukum Romawi Jerman yang semuanya
mempunyai satu sumber hukum yang sama yaitu hukum Romawi.
2. Selanjutnya meskipun peranan hakim sebagai pencipta hukum sudah diakui
secara umum, namun secara lahiriah nampaknya tidak demikian, karena hakim
seolah-olah tersembunyi dibelakang tabir kegiatan interprestasi undang-
undnag yang diterapkan. Maka dari itu untuk mengetahui peranan apa yang
dipegang oleh hakim dalam proses penemuan hukum maka harus ditinjau
lebih mendalam dalam hubungannya dengan undang-undang. Pada umumnya
sikap hakim dalam menerapkan undang-undang yang diperlakukan itu ialah
bahwa mereka memperlihatkan sikap untuk tunduk pada undang-undang
dalam penerapannya atas kasus yang diperiksanya. Meskipun dalam
melakukan kegiatan itu hakim pada hakikatnya menciptakan hukum dengan
melakukan penafsiran undang-undang yang diterapkan itu, hal itu secara
terang-terangan telah diakui oleh pasal 1 Code Civil Swiss yang berbunyi :
“Undang-undang mempunyai norma pemecahan terhadap segala macam
problema-problema hukum, apakah itu diperoleh dengan jalan menerapkan
dengan cara sebenarnya (letterlijk) atau dengan jalan penafsiran. Dalam hal ini
undang-undang tidak dapat disimpulkan norma hukumnya, maka hukum yang
tepat dan adil harus diperoleh hakim berdasarkan hukum kebiasaan dan jikalau

21
Ibid., hlm. 117.
hukum kebiasaan tidak memberi norma penyelesaian, maka hakim
menemukan norma penyelesaiannya dengan menciptakan sendiri hukum yang
tepat dan adil seolah-olah ia sendiri menjadi pembentuk undang-undang,
dalam hal itu ia berpedoman pada ilmu pengetahuan hukum dan tradisi”.
(Kuliah Prof. R. Sardjono, SH).
3. Hakim dalam proses dalam proses penemuan hukum harus melakukan
penafsiran dan jika undnag-undnag tidak memuat sesuatu ketentuan atau
memuat ketentuan yang tidak jelas, maka ia mengadili perkara berdasarkan
ketentuan yang ia harus ciptakan seolah-olah ia menjadi pembentuk undang-
undang.
4. Dalam ketentuan tersebut peran hakim sebagai pencipta hukkum diakaui,
meskipun jarang scara terang-terangan. Namun demikian tetap terdapat
perbedaan antara tugas hakim dan tugas pembentuk undang-undang sebagai
pencipta hukum.
5. Pembentuk undang-undang menetapkan kerangka hukum (legal frame work)
bagi suatu tata tertib hukum, dengan jalan merumuskan dan mengeluarkan
peraturan-peraturan dan norma-norma hukum yang perumusannya bersifat
umum, artinya tidak tertuju pada suatu kasus tertentu melainkan membuat
peraturan-peraturan guna mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat
pada umumnya.
6. Hakim sebaiknya membentuk hukum yang diberlakukan terhadap suatu kasus
tertentu, membentuk hukum dalam konkret, bahkan dalam sistem hukum
negara dalam keluarga hukum Romawi Jerman hakim dilarang untuk
membuat peraturan-peraturan yang bersifat umum seperti hukum yang dibuat
oleh pembentuk undang-undang.22

22
Ibid., hlm. 120.
D. ILMU HUKUM
1. Sejak abad 13 ilmu pengetahuan hukum berpengaruh besar terhadap
perkembangan hukum di Eropa Barat yang berpusat di kalangan Universitas
dimana dikembangkan gagasan-gagasan baru mengenai hukum, diciptakannya
pengertian-pengertian serta asas-asas hukum serta metode kerja guna
melakukan penafsiran terhadap hukum yang diterapkan.
2. Hukum sebagaimana diolah dan diartikan oleh ilmu hukkum kemudian
diterapkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dalam hubungannya
satu sama lain, norma-norma hukum hasil pengolahan ilmu hukum kemudian
menjadi yang ditaati masyarkat atau hukum yang hidup bagi para anggota
masyarakat. Oleh karenanya sebagian besar dari para ilmuwan hukum
menganut anggapan bahwa ilmu hukum dianggap sebagai sumber hukum.
3. Ilmu hukum mempunyai pengaruh terhadap teori-teori hukum, pembentukan
hukum maupun praktik hukum dalam arti merangsang pembentuk undang-
undang untuk mengembangkan hukum dengan membentuk perundang-
undangan baru dengan menuangkan gagasan baru, pengertian serta asas-asas
hukum baru dalam bentuk perundang-undangan.23

23
Ibid., hlm. 124.
SIMPULAN
Dari uraian yang telah di sampaikan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan antara konsepsi hukum Romawi Jerman dengan Konsepsi
Hukum Inggris ini terletak pada cara menyusun norma-norma hukum dikedua
keluarga hukum tersebut, karna pada dasarnya konsepsi hukum itu mengatur tingkah
laku para anggota masyarakat dalam pergaulannya satu sama lain agar dapat dijamin
ketertiban dalam masyarakatnya.
Dalam konsepsi keluarga hukum Inggris terdapat 3 sistem hukum yaitu hukum
Common law, hukum Equity (Asas Preseden), dan Statuta Law. Dimana hukum
Equity merupakan suatu kumpulan norma-norma hukum yang berkembang pada abad
ke 13 dan diterapkan oleh badan pengadilan yang dinamakan Court of Chanecery
sedangkan Statuta Law adalah hukum tertulis yang dibuat oleh parlemen yang di
dasarkan pada yurisprudensi kadang-kadang belum lengkap dan tertinggal dalam
menyelesaikan masalah-masalah baru.
Sedangkan dalam konsepsi Hukum Romawi Jerman Adanya uniformitas
sebagai corak dari negara-negara kelompok hukum Romawi Jerman ialah pembagian
kaidah-kaidah dalam kaidah Hukum Publik dan Kaidah Hukum Privat. Sebagian
besar isi dari keduanya hampir sama karna berasal dari satu sumber yaitu Hukum
Romawi.
Hasil penelitian terhadap konsepsi terhadap konsepsi hukum menunjukkan
bahwa memang ada suatu konsepsi tertentu sepanjang menyangkut pengertian kaidah
hukum. Perlu dikemukakan bahwa hukum pada hakikatnya mempunyai 2 fungsi,
yakni memberi norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat
untuk kepentingan bersama atau dikenal dengan aspek Policy Directing dan memberi
penyelesaian jika terjadi benturan kepentingan di antara para anggota masyarakat
dalam hubungannya satu sama lain atau dinamakan dengan aspek Litigius (sengketa).
Common law dan equity ada hubungan satu sama lain yang tidak dapat
dipisahkan. Dari segi sejarahnya equity mengisi kekosongan dalam common law,
sewaktu common law tidak mampu mengadili trustee yang menyeleweng dan tidak
dapat ditindak oleh common law, maka hukum equity yang mengatasinya. Dari segi
penerapannya equity semata-mata memperbaiki kondisi mayarakat, dimana keadilan
harus ditegakkan. Berdasarkan putusan-putusan pengadilan equity tidak bersifat
menentang, melainkan memperbaiki, mengikuti dan melengkapi common law.
Berbicara tentang suatu keluarga hukum, berarti didalam keluarga hukum itu
terdapat ciri-ciri khusus dari sistem-sistem hukum yang termasuk dalam lingkungan
keluarga hukum yang bersangkutan, dalam hal ini keluarga hukum Romawi Jerman.
Salah satu ciri-ciri atau karakteristik norma-norma hukum dari sistem hukum yang
termasuk dalam keluarga hukum Romawi Jerman adalah adanya kesamaan mengenai
strukturnya yang terdiri dari kesamaan dalam:
a. Pembagian dalam dua kelompok hukum
b. Pembagian dalam bidang-bidang
c. Unifikasi hukum
d. Kodifikasi hukum
e. Kesamaan dalam struktur hukum privat
f. Kesamaan dalam struktur hukum publik
Berdasarkan pentingnya peranan masing-masing sumber hukum dalam prose
penemuan hukum, maka sumber hukum dalam sistem hukum inggris secara berurutan
adalah sebagai berikut:
a. Yurisprudensi
b. Statuta law
c. Custom
d. Reason / Akal sehat
Bagi hukum Inggris, Yurisprudensi adalah sumber hukum yang utama dan
terpenting. Untuk itu perlu mengetahui asas-asas yang berlaku bagi organisasi
peradilan di Inggris dan tentang berlakunya asas preseden.
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental ialah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau
kompilasi tertentu”. Prinsip ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan
tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum dapat diwujudkan jika
tindakan-tindakan hukum manusia di dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis. Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem
hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat hukum. Hakim hanya berfungsi ‘menetapkan dan
menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya’. Putusan seorang
hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins
Res Ajudicata).
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Soeroso, S.H. Perbandingan Hukum Perdata, Sinar Grafika 1992, Jakarta.


2. https://jurnal.ugm.ac.id/jmh/article/view/31169/21790

Anda mungkin juga menyukai