Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Ilmu Perundang-Undangan
“Afiliasi antara Hukum dan Perundang-Undangan”
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah daring mata kuliah Ilmu
Perundang-Undangan

Dosen:
Moh. Sigit Gunawan, S.H., M.Kn.

Oleh:
Alfein Maghribi Atari’Syah

Fakultas Hukum
Universitas Swadaya Gunung Jati
Cirebon
2019/2020
Alfein Maghribi AS

DAFTAR ISI

Ilmu Perundang-Undangan
DAFTAR ISI..................................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 2
A. Latar Belakang....................................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3
A. Pengertian Hukum dan Perundang-undangan ......................................................................... 3
B. Afiliasi antara Hukum dan Perundang-undangan .................................................................... 4
1. Hukum Memerlukan Perundang-undangan......................................................................... 4
2. Perundang-undangan Tidak Identik Dengan Hukum........................................................... 6
C. Asas-Asas pembentukan perundang-undangan ....................................................................... 9
BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 13
A. Simpulan ............................................................................................................................. 13
B. Saran ................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 14

1
Alfein Maghribi AS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peranan peraturan perundang-undangan semakin meningkat. Akan tetapi, patut
disayangkan tidak jarang muncul masalah seputar peraturan perundang-undangan, baik
sebelum, sesudah, maupun setelah ada. Salah satu kemungkinan penyebab masalah itu adalah
akibat tidak atau kurang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan.

Memahami Ilmu Perundang-undangan sangatlah penting, seperti salah satunya


mengetahui perundang-undangan diperlukan dalam hukum, memahami bahwa perundang-
undangan tidak identik dengan hokum, memahami tentang asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan, karena di dalamnya terdapat acuan bagaimana cara melahirkan sebuah
produk hukum dalam hal ini undang-undang yang sesuai dengan kebutuhan publik pada saat
itu. Jika kita tidak berpedoman kepada asas-asas tersebut maka kemungkinan besar kita akan
mendapatkan banyak kekeliruan dalam penetapan dalam sebuah hukum, seperti halnya salah
satu asasnya adalah peraturan yang bersifat khusus menyampingkan peraturan yang bersifat
umum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Hukum dan Perundang-Undangan?
2. Bagaimana afiliasi antara Hukum dan Perundang-undangan?
3. Apa saja Asas-Asas Peraturan perundang-undangan?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan penjelasan hukum dan Perundangan-undangan.
2. Memahami Afiliasi antara hukum dan Perundang-undangan.
3. Memahami asas-asas perarturan perundang-undangan.

2
Alfein Maghribi AS

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan Perundang-undangan


Pengertian Hukum menurut KBBI yaitu Peraturan atau adat atau ketentuan atau
patokan atau keputusan yang secara resmi dianggap mengikat yang dikukuhkan pemerintah.
Pengertian Perundang-undangan menurut KBBI yaitu yang bertalian dengan undang-
undang atau seluk beluk undang-undang.
Hans Kelsen dalam bukunya ‘Teori Hukum Murni’ mengatakan: tidaklah mungkin
untuk menangkap hakekat hukum jika seseorang hanya mengandalkan kepada satu peraturan
perundang-undangan yang tersendiri. Sebab hanya atas dasar pemahaman yang jelas tentang
hubungan-hubungan yang membentuk tata hukum tersebut maka hakekat hukum dapat
dipahami dengan sempurna.
Ilmu hukum tidak melihat hukum sebagai suatu chaos atau mass of rules, tetapi
melihatnya sebagai suatu structured whole atau sistem. Hukum itu sendiri bukanlah sekedar
kumpulan atau penjumlahan peraturan-peraturan yang masing-masing berdiri sendiri. Arti
penting suatu peraturan hukum ialah hubungannya yang sistematis dengan peraturan-peraturan
hukum lain.
Untuk mewujudkan hukum diperlukan tatanan yang tertib antara lain di bidang
pembentukan peraturan perundang-undangan. Tujuan utama pembentukan peraturan
perundang-undangan harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan perundang-
undangannya.
Hukum mempunyai ciri-ciri yaitu; tertulis, universal, sistemnya bersifat rasional dan
diorganisir secara birokratis.
Hukum sebagai suatu sistem aturan titik aturan-aturan itu sendiri adalah batasan
tingkah laku dalam masyarakat politik. aturan-aturan yang dibuat oleh otoritas yang kompeten
dan legal pada masyarakat tersebut dapat dikatakan aturan hukum.
David M.Trubek (dalam Esmi Warasih Pujirahayu,desertasi; 1991 ; 53) menyatakan
terdapat 3 (tiga) ciri utama yang melekat modern, Yaitu (1) hukum merupakan suatu sistem
peraturan-peraturan, (2) hukum merupakan bentuk kegiatan manusia yang dilakukan dengan
kesadaran untuk mencapai tujuan, (3) hukum serentak merupakan dari tetapi juga terlepas dari
negara.

3
Alfein Maghribi AS

Jika salah satu ciri hukum diatas adalah hukum merupakan satu bentuk kegiatan
manusia yang dilakukan secara dengan kesadaran untuk mencapai tujuan,sedangkan penetapan
tujuan merupakan keluaran dari sistem politik, maka antara sistem hukum dan sistem politik
terdapat hubungan timbal balik. Jay.Siregar mengatakan bahwa "The chief out put of the
political sistem is law.dengan demikian dapat dikatakan bahwa konstitusi, peraturan
perundang-undangan, peraturan administratif peraturan eksekutif merupakan indikator
kebijakan. hukum juga meletakkan kerangka dasar bagi kebijakan publik.
Hukum terutama dibuat dengan penuh kesadaran oleh negara dan digunakan untuk
mencapai tujuan tertentu. hukum dalam pengertian ini pada dasarnya merupakan peraturan
peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara yang berwenang sebagai perwujudan dari
kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan secara ajeg.

B. Afiliasi antara Hukum dan Perundang-undangan


Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, lembaga negara/pejabat negara
yang diberi kewenangan wajib mentaati asas-asas yang ditetapkan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. lembaga negara/pejabat negara tersebut tidak boleh membuat
peraturan melampaui kewenangan yang di delegasikan kepadanya.
Secara etimologis istilah hak menguji berasal dari bahasa Belanda;Toetsingrecht yang
berarti hak atau wewenang untuk menguji atau hak uji. Toetsingrecht bersifat umum; hak dan
wewenang untuk menguji itu sendiri tergantung kepada sistem hukum di tiap-tiap masing-
masing negara untuk menentukan akan diberikan kepada siapa atau lembaga mana. Dengan
demikian pengujian kembali (Toetsing/review) apa saja yang dilakukan oleh bukan lembaga
yudisial, melainkan oleh cabang kekuasaan lain misalnya oleh pemerintah ataupun lembaga
legislatif.

1. Hukum Memerlukan Perundang-undangan


Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan
produk politik semestinya ditempatkan sebagai norma yang digali bersumber pada
kemajemukan bangsa Indonesia, kaya akan budaya, nilai dan pluralisme hukum.
Pada saat Negara Republik Indonesia diproklamasikan, secara vertikal di Indonesia
dikenal adanya tiga lapis hukum yang berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi masyarakat
golongan Eropa, hukum bagi masyarakat golongan Bumiputera, dan hukum bagi masyarakat
golongan Timur Asing. Hukum yang berlaku tersebut dapat juga dibedakan antara hukum tidak
tertulis, hukum tercatat, dan hukum tertulis.

4
Alfein Maghribi AS

Dalam perkembangannya pembentukan hukum tertulis tidak dapat selalu diandalkan


terbentuknya dengan cara kodifikasi , yang memerlukan waktu yang lama, maka untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, pembentukan Hukum Nasional tidak dapat dilakukan dengan
cara lain kecuali dengan cara membentuk hukum yang tertulis dan dengan cara modifikasi,
yang pembentukannya relatif lebih cepat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pengembangan ilmu di bidang Perundang-
undangan terasa semakin diperlukan, sebagai wacana untuk pembentukan Hukum Nasional,
oleh karena Hukum Nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis. Selain itu, pembentukan hukum tertulis itu dirasakan sangat perlu bagi
perkembangan masyarakat dan negara saat ini.
Bingkai Indonesia sebagai negara hukum mensyaratkan adanya
partisipasi masyarakat dalam mengawal proses pembuatan peraturan perundang-undangan
setiap sidangnya di ranah legislatif menghendaki para wakil rakyat di parlemen untuk
berdialog, berkomunikasi dengan rakyatnya sebagai bahan pertimbangan dalam keputusan
pembuatan hukum, sehingga mencapai suatu konsensus bersama, bukan keputusan politik dan
kepentingan penguasa, tanpa membuka ruang-ruang publik yang merupakan tipologi hukum
responsif.
Kegagalan legislasi dalam menciptakan produk hukum yang responsif dan
partisipatif akan mengakibatkan pula hilangnya makna filosofi dari cita hukum pancasila yang
sebenarnya sumbernya dari akar budaya Indonesia asli. Norma hukum yang dikristalkan
menjadi peraturan perundang-undangan pada akhirnya memiliki tujuan hukum yang
membahagiakan rakyatnya, sehingga mampu menghadirkan produk hukum yang mengandung
nilai keadilan sosial (social justice/substantial justice).
Untuk memberi perwujudan terhadap Indonesia sebagai negara yang berdasar atas
hukum (the rule of law, rechstaat) sebagaimana perintang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945: negara
Indonesia adalan negara hukum. Untuk mewujudkan negara hukum, diperlukan tatanan yang
tertib dalam bidang perundang-undangan, antara lain:
• Kesatuan sistem;
• Asas;
• Tatacara penyiapan dan pembahasan;
• Teknik penyusunan;
• Pemberlakuannya berdasarkan levelitas peraturan perundang-undangan masing-
masing.

5
Alfein Maghribi AS

2. Perundang-undangan Tidak Identik Dengan Hukum


Indonesia sebagai negara hukum yang mengikuti tradisi hukum kontinental,
menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai salah satu sendi utama
dalam sistem hukum nasionalnya, oleh karena itu, pembangunan nasional selalu diiringi
dengan pembangunan sistem hukum yang berkelanjutan dan terintegrasi, hal ini sesuai dengan
kebutuhan akan perkembangan struktur hukum dengan budaya hukum.
Hukum dapat diklasifikasikan ke dalam berbagai macam pengelompokan, yang antara
lain dilihat dari segi sumbernya, bentuknya, wilayah berlakunya, sifat kekuatan berlakunya, isi
materinya dan lain sebagainya.

Jika dilihat dari bentuknya, hukum dibedakan menjadi :


1) Hukum tertulis, dibedakan ke dalam :
- Hukum perundang-undangan;
- Hukum yurisprudensi; dan
- Hukum perjanjian (traktat, treaty).

2) Sedangkan hukum tidak tertulis dibedakan ke dalam :


- Hukum adat (adatrecht); dan
- Hukum kebiasaan (gewoonterecht).

Bagir Manan dalam hal ini juga berpendapat bahwa hukum dilihat dari segi bentuk
dan wujudnya dibedakan atas:
1. Hukum perundang-undangan, yakni hukum tertulis yang dibentuk dengan cara-
cara tertentu, oleh pejabat yang berwenang dan dituangkan dalam bentuk tertulis.
Disebut hukum perundang-undangan, karena dibuat dan dibentuk serta diterapkan
oleh badan yang menjalankan fungsi perundang-undangan (legislasi);
2. Hukum yurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk melalui putusan hakim
(pengadilan). Yurisprudensi diakui sebagai hukum dalam arti konkret (in
concreto);
3. Hukum adat, yakni hukum asli bangsa Indonesia, tidak tertulis yang tumbuh dan
dipertahankan dalam persekutuan masyarakat hukum adat. Hukum adat diakui
sebagai salah satu bentuk hukum yang berlaku, karena mengikat bukan saja

6
Alfein Maghribi AS

anggota persekutuan masyarakat, melainkan mengikat pula peradilan dan


administrasi negara yang bertugas menerapkannya dalam situasi konkret;
4. Hukum kebiasaan, yakni hukum tidak tertulis (sama dengan hukum adat), tetapi
hukum kebiasaan tidak mempunyai daya terap yang memaksa. Ketaatan terhadap
hukum kebiasaan semata-mata bersifat sukarela. Ditaati atas dasar moral dan etika.

Dalam filsafat adanya hukum tertulis tersebut adalah mazhab positivisme hukum
(aliran hukum positif) yang memandang bahwa tiada hukum lain kecuali perintah penguasa
(law as a command of the lawgivers), yang salah satu bagiannya ialah legisme, yang
berpandangan bahwa hukum yang pasti adalah undang-undang. Tiada satu kesalahan, tanpa
diatur terlebih dahulu dengan undang-undang, misalnya dalam redaksi norma ;

“Geen feit is strafbaar” atau “uit kracht van eene daaraan voor afgegane
wettelijke strafbefaling”.

Paham legisme ini memberi penekanan pada hukum tertulis dan positif, sehingga oleh
Austin digolongkan sebagai “hukum yang sebenarnya” yang meliputi hukum yang dibuat oleh
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individual untuk melaksanakan hak-
hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang sebenarnya dimaksud memiliki empat unsur,
yakni :
1) Perintah (command);
2) Sanksi (sanction);
3) Kewajiban (duty); dan
4) Kedaulatan (sovereignty).

Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1996, tidak disinggung hal-hal mengenai


garis-garis besar tentang kebijakan hukum nasional, tetapi Ketetapan MPR ini menentukan
antara lain mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia, yaitu Pancasila yang
dirumuskan sebagai sumber dari segala sumber hukum, dan mengenai Tata Urutan Perundang-
undangan Republik Indonesia.

Dalam Ketetapan MPR tersebut, diuraikan lebih lanjut dalam Lampiran I bahwa
perwujudan sumber dari segala sumber hukum Republik Indonesia adalah :
1) Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
7
Alfein Maghribi AS

2) Dekrit 5 Juli 1959


3) Undang-Undang Dasar Proklamasi
4) Surat Perintah 11 Maret 1966.

Peraturan perundang- undangan sebagai komponen penting dalam kesatuan sistem


hukum nasional harus dibangun dan dibentuk secara terintegrasi untuk memberikan jaminan
bahwa pembangunan sistem hukum nasional dapat berjalan dengan teratur, ada kepastian
hukum dan memberikan kemanfaatan bagi terpenuhinya kebutuhan rasa keadilan dan
kemakmuran masyarakat sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945.
Peraturan perundang-undangan dimaknai sebagai peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
Menurut Prof. Bagir Manan, Peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan
tertulis yang dibuat, ditetapkan dan dikeluarkan oleh Lembaga dan atau Pejabat Negara yang
mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
pengertian peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.
Perundangan-undangan merupakan seperangkat hukum yang, jika dilihat dari
posisinya, materinya dan fungsi atau peranannya, sangat strategis dibandingkan, misalnya,
Ketetapan MPR, Perpres, PP atau Keppres. Lingkup kekuasaan pengaturan materinya sangat
luas, yaitu meliputi seluruh bidang hukum atau kehidupan baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif (termasuk sosial dan budaya). Perundang-undangan dapat dipakai sebagai dasar
hukum atau acuanbagi para pejabat negara atau pemerintah (pusat atau daerah) dalam
penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan, atau dalam pembuatan ketetapan atau keputusan
yang diperlukan. Karena itu, perundang-undangan merupakan sumber hukum yang sangat
penting.
Peraturan perundang-undangan akan didahulukan penerapannya (prevail), kecuali
penerapan itu sungguh-sungguh bertentangan dengan rasa keadilan, kepentingan umum,
kesusilaan, kepatutan, dan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Khusus mengenai
yurisprudensi, hakim wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh yurisprudensi yang
berkaitan dengan suatu peraturan perundang-undangan.

8
Alfein Maghribi AS

Perundang-undangan bersifat mengikat atau memaksa bagi semua Warga Negara


Indonesia untuk menaatinya, sebab dengan telah diundangkannyasuatu peraturan perundangan
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia maka setiap orang dianggap mengetahuinya.
Dengan demikian, kita harus mematuhi dan melaksanakan seluruh norma/kaidah yang ada.
Dan apabila melanggarnya, kita dapat dituntut di depan pengadilan untuk dikenai sanksi, yang
paling ringan dapat berupa denda dan yang paling berat dapat berupa hukuman seumur hidup
atau hukuman mati.

C. Asas-Asas pembentukan perundang-undangan


Asas adalah dasar atau sesuatu yang dijadikan tumpuan berpikir, berpendapat dan
bertindak. Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berarti dasar atau sesuatu yang
dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan. Pandangan kata asas
adalah prinisip yang berarti kebenaran yang menjadi pokok dasar dalam berpikir, berpendapat
dan bertindak.
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan banyak para ahli yang
mengemukakan pendapatnya. Meskipun berbeda redaksi, pada dasarnya beragam pendapat itu
mengarah pada substansi yang sama. Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat ahli,
kemudian penulis akan mengklasifikasikannya ke dalam dua bagian kelompok asas utama (1)
asas materil atau prinsip-prinsip substantif; dan (2) asas formal atau prinsip-prinsip teknik
pembentukan peraturan perundang-undangan.

Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Soerjono Soekantanto, memperkenalkan enam


asas sebagai berikut:
1. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut (non retroaktif);
2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula;
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyampingkan
peraturan perundang-undangan yang bersifat umum (lex specialis derogat lex
generalis);
4. Peraturan perundang-undangan yang berlaku belakangan membatal-kan peraturan
perundang-undangan yang berlaku terdahulu (lex posteriori derogate lex periori);
5. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;
6. Peraturan perundang-undangan sebagai sarana untuk semaksimal mungkin dapat
mencapai kesejahteraan spiritual dan materil bagi masyarakat maupun individu,
melalui pembaharuan atau pelestarian (asas welvaarstaat).

9
Alfein Maghribi AS

Hampir sama dengan pendapat ahli sebelumnya Amiroedin Sjarief, mengajukan lima
asas, sebagai berikut:
1. Asas tingkatan hirarkhi
2. Peraturan perundang-undangan tidak dapat di ganggu gugat;
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus menyam-pingkan UU yang
bersifat umum (lex specialis derogate lex generalis);
4. Peraturan perundang-undangan tidak berlaku surut;
5. UU yang baru menyampingkan UU yang lama (lex posteriori derogat lex periori).

Berdasarkan hal tersebut,I.C Van der Vlies mengemukakan saran terhadap asas- asas
formal dan material bagi pembentukan perundang-undangan. Asas-asas formal yang diajukan
oleh Van der Vlies adalah sebagai berikut:
1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duetlijke doelstelling); asas ini mencakup tiga
hal yaitu mengenai ketepatan letak peraturan perundnag-undangan yang akan
dibentuk, kerangka kebijakan umum pemerintahan, tujuan khusus peraturan
perundangundangan yang akan dibentuk dan tujuan bagian-bagian peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk tersebut.
2. Asas Organ/Lembaga Yang Tepat (beginsel van het juiste organ); asas ini
memberikan penegasan tentang perlunya kejelasan kewenangan organ-
organ/lembaga-lembaga yang menetapkan peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.
3. Asas Perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel); asas ini tumbuh
karena selalu terdapat alternatif atau alternatif-alternatif lain untuk menyelesaikan
suatu masalah pemerintahan selain dengan membentuk peraturan perundang-
undangan.
4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoorbaarheid); asas ini dinilai orang
sebagai usaha untuk dapat ditegakkannya peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan. Sebab tidak ada gunanya suatu peraturan perundang-undangan yang
tidak dapat ditegakkan.
5. Asas konsensus (het beginsel van consensus); asas ini menunjukkan adanya
kesepakatan rakyat dengan pemerintah untuk melaksanakan kewajiban dan
menanggung akibat yang ditimbulkan oleh peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.

Sedangkan asas-asas material dalam pembentukan peraturan perundang-undangan


adalah sebagai berikut;
1. Asas tentang terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van duitdelijke
terminologie en duitdelijke systematiek); asas ini adalah agar peraturan perundang-

10
Alfein Maghribi AS

undangan dapat dimengerti oleh masyarakat dan rakyat, baik mengenai kata-
katanya maupun mengenai struktur atau susunannya.
2. Asas tentang dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid); asas ini
menekankan apabila sebuah peraturan perundang-undangan tidak dikenali dan
diketahui oleh setiap orang lebih yang berkepentingan maka ia akan kehilangan
tujuannya sebagai peraturan.
3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het rechsgelijkheids beginsel); asas ini
menunjukkan tidak boleh ada peraturan perundang-undangan yang hanya ditujukan
kepada sekelompok orang tertentu, karena hal ini akan mengakibatkan adanya
ketidaksamaan dan kesewenangan-wenangan di depan hukum terhadap anggota-
anggota masyarakat.
4. Asas kepastian hukum (het rechtszekerheidsbeginsel); asas ini merupakan salah
satu sendi asas umum negara berdasarkan atas hukum.
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van de
individuale rechtsbedeling); asas ini bermaksud memberikan penyelesaian yang
khusus bagi hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu sehingga dengan demikian
peratruan perundang-undangan dapat memberikan jalan keluar selain bagi
masalah-masalah umum juga masalah-masalah khusus.

Pendapat terakhir dikemukakan oleh A. Hamid S. Attamimi sebagaimana dikutip oleh


Maria Farida. yang mengatakan bahwa pembentukan peraturan perundang–undangan
Indonesia yang patut akan mengikuti pedoman dan bimbingan yang diberikan oleh cita negara
hukum yang tidak lain adalah Pancasila, yang oleh Attamimi diistilahkan sebagai bintang
pemandu, prinsip negara hukum dan konstitusionalisme, di mana sebuah negara menganut
paham konstitusi.

Lebih lanjut mengenai A. Hamid. S. Attamimi, mengatakan jika dihubungkan


pembagian atas asas formal dan materil, maka pembagiannya sebagai berikut:
1. Asas–asas formal:
1) Asas tujuan yang jelas.
2) Asas perlunya pengaturan.
3) Asas organ / lembaga yang tepat.
4) Asas materi muatan yang tepat.
5) Asas dapat dilaksanakan.
6) Asas dapat dikenali.
2. Asas–asas materiil:
1) Asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan norma fundamental negara.
2) Asas sesuai dengan hukum dasar negara.
3) Asas sesuai dengan prinsip negara berdasarkan hukum.

11
Alfein Maghribi AS

4) Asas sesuai dengan prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi.

Adapun materi muatan perundang-undangan yang baik harus mengandung asas :


1) Asas pengayoman
2) Asas kemanusiaan
3) Asas kebangasaan
4) Asas kekeluargaan
5) Asas kenusantaraan
6) Asas bhineka tunggal ika
7) Asas keadilan
8) Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
9) Asas ketertiban dan kepastian hukum
10) Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.

Selain asas sebagaimana dijelaskan diatas tentang peraturan perundang-undangan


tersebut dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan antara lain dalam hal hukum pidana misalnya: asas legalitas, maksudnya
asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana dan asas praduga takbersalah.
Dalam hukum perdata, misalnya dalam perjanjian antara lain : asas kesepakatan, kebebasan
berkontrak dan iktikad baik. Dengan mengacu pada asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan indonesia yang patut tersebut, dapat kita harapkan terciptanya peraturan
perundang-undangan yang baik dan dapat mencapai tujuan secara optimal dalam pembangunan
hukum di negara Republik Indonesia.

12
Alfein Maghribi AS

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
• Hukum yaitu Peraturan atau ketentuan atau patokan yang secara resmi dianggap
mengikat yang dikukuhkan pemerintah.
• Perundang-undangan yaitu yang bertalian dengan undang-undang atau seluk beluk
undang-undang.
• Afiliasi antara Hukum dan peraturan perundang-undangan ialah Hubungan antara
hukum perundang-undangan yaitu Perundang-undangan merupakan salah satu dari
bagian dari sumber hukum.
• Hukum memerlukan perundang-undangan karena hukum memerlukan peraturan
yang jelas beserta sanksinya.
• Perundang-undangan tidak identik dengan hukum karena hukum tidak hanya
memiliki peraturan tertulis tetapi juga memiliki peraturan yang tak tertulis misalnya
hukum adat.
• Asas-asas pembentuk peraturan perundang-undangan berarti dasar atau sesuatu yang
dijadikan tumpuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan.

B. Saran
Perundang-undangan memiliki peranan yang penting dalam membentuk sebuah
hukum maka dari itu sudah seharusnya pembuat peraturan perundang-undangan harus
memiliki kemampuan hukum yang luar biasa guna menciptakan hukum yang baik serta
keadilan bagi seluruh rakyatnya.

13
Alfein Maghribi AS

DAFTAR PUSTAKA

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan; Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan,
Kanisius, 2019. Yogyakarta
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu perundang-undangan (dasar-dasar dan
pembentukannya), Kanisius, 1998, Yogyakarta.
Soefyanto, Peraturan perundang-undangan (dasar dan teknik pembuatan). Universitas Islam
Jakarta, 2007, Jakarta.
Roseno Harjowidigo, Wetgeving Sleerdi Negeri Belanda dan Perkembangan Undang-undang
saat ini di Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia RI Tahun 2004, Jakarta.
Amiroeddin Sjarif, Perundang-undangan: Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatanya,
Rineka Cipta, 1997. Jakarta
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
2002, Jakarta.
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Peraturan perundang-undangan dan
Yurisprudensi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989, Bandung.
Departemen pendidikan nasional, Kamus besar bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, 2008.
Jakarta.
Soedjono Dirdjosisworo, Memorandum hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002
I Gde Pantja Astawa & Suprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di
Indonesia, PT Alumni, 2008. Bandung
Esmi Warassih, Disertasi: Implementasi Kebijaksaaan pemerintah elalui peraturan
perundang undangan dalam perspektif sosiologi studi kebijaksanaan pemerintah dalam
kaitannnya dengan penemaran limbah industri, Pasca Sarjana Universitas Airlangga, 1991,
Surabaya.

http://www.padarnews.com/2017/10/20/hukum-bukan-sekedar-uu/
https://www.researchgate.net/publication/325472636_Landasan_dan_Asas-
Asas_Pembentukkan_Peraturan_Perundang-Undangan_yang_Baik
http://birohukum.pu.go.id/component/content/article/101.html
http://qolbifsh.blogspot.com/2012/04/asas-asas-pembentukan-perundang.html?m=1
https://jurusantugas.blogspot.com/2015/05/materi-muatan-dan-asas-asas-peraturan.html?m=1
https://www.academia.edu/17993821/Proses_Pembentukan_Undang-Undang_di_Indonesia
https://www.researchgate.net/publication/337783205_RESUME_Hukum_Perundang-
undangan
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5ce4c3720df11/jika-peraturan-perundang-
undangan-tidak-diundangkan/
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-peraturan-perundang-undangan/12558/4
http://melitakristinmeliala.blogspot.com/2010/11/perbedaan-undang-undang-hukum-
dan.html?m=1
https://www.academia.edu/10119865/Hukum_dan_Peraturan_Perundang-Undangan

14

Anda mungkin juga menyukai