Anda di halaman 1dari 16

INSTRUMEN PEMERINTAH

Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara

KELOMPOK 8

KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

SURABAYA

2013
TIM PENYUSUN

TRIMULYA YOSIA KRISJANJI

(1271010011)

DONI RENDRA HIMAWAN

(1271010063)

KRISNA KRAMA

(1271010032)

MUHAMMAD ODY A.

(1271010094)
ii

KATA PENGANTAR

Sesuai dengan tujuan perkuliahan bahwa dalam rangka


meningkatkan mutu serta mengembangkan sistim proses belajar
mengajar perlu menerapkan suatu metode yang lebih efektif dalam
bentuk makalah, tanya jawab dan dialog kepada para mahasiswa serta
mempergunakan modul di dalam tahapan studi, disamping itu perlu
dibentuk sub sub kelompok belajar yang dibimbing oleh dosen.

Kondisi tersebut mendorong kami untuk menyusun makalah yang


sistematis sebagai sarana- pembantu bagi para mahasiswa serta lebih
mempercepat proses belajar.

Kita sampaikan terimakasih kepada kawan-kawan yang telah membantu


atas terselesaikannya pembuatan makalah ini sebagai tambahan tugas
Hukum Administrasi Negara
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i

TIM PENYUSUN ……………………………………………………………………... ii

KATA PENGANTAR ……………………………..………………………………….. iii

DAFTAR ISI………………………...………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN ……………………………. …………………………... 1

1 1. Latar Belakang Masalah…………………………………………...…... 1

1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………… 1

1.3. Tujuan Penulisan ………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………… 2

2 .1. Pengertian Instrumen Pemerintah… …………………………………… 2

2.2. Peraturan Perundang-undangan ……………………………………….. 3

2.3. Peraturan Kebijaksanaan ………………………………………………. 6

2.3.1. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan


Kebijaksanaan …………………………………………………. 6

2.3.2. Freies Ermessen …………………………………………………. 8

BAB III PENUTUP....................................................................................................... 10

3 l. Kesimpulan …..…………………………………………………..…….. 10

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….……..……… 11


iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jika berbicara tentang Instrumen Pemerintahan tidak lepas dari alat dan sarana yang
digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan tugasnya,
intrumen yuridis yang dipergunakan untuk mengatur dan menjalankan urusan
pemerintahan dan kemasyarakatan seperti perundang-undangan, keputusan-keputusan,
peraturan kebijakan, perizinan, instrument hukum keperdataan dsb. Instrument Hukum
ini akan menjadi dasar yang digunakan pemerintah dalam menjakalankan tugas dan
kewenangannya.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Apa saja yang mencangkup instrumen pemerintah dan peraturan yang


terkandung disekitarnya

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Menjelaskan tentang pengertian dari alat-alat/sarana-sarana pemerintah


1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Instrumen Pemerintahan

Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan oleh


pemerintahan dan administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Berkenaan
dengan struktur norma hukum administrasi negara ini, H. D van Wijk/Willem
Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan manusia.
Peraturan, norma didalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang berbeda
dibandingkan dengan struktur norma hukum perdata dan pidana.

Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita menghadapi
bertingkat - tingkatnya norma - norma hukum yang harus kita perhatikan. Lebih lanjut
Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara dalam
masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang sampai
pada norma yang paling individual dan konkret. Kemudian pembentukan norma -
norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan oleh
pembuat undang - undang dan badan - badan peradilan saja melainkan juga oleh aparat
pemerintah yang menjabat sebagai tata usaha negara.

Pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara di Negara Indonesia paling tidak


dilakukan oleh 3 lembaga yaitu eksekutif (pemerintah), legislatif (DPR), dan yudikatif
(MA-MK). Dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan negara, masing-masing organ
negara tsb diberikan kewenangan tuk mengeluarkan instrumen hukumnya.

Menurut indroharto suasana hukum tata usaha Negara menghadapi tingkatan-


tingkatan tetapi dalam kombinasi yang satu dengan yang lain saling berkaitan.

1. Keseluruhan hukum tata usaha Negara dalam masyrakat itu memiliki struktur
tingkat dari yang sangat umum samapi pada norma yang paling individual dan
konkret yang terkandung dalm penetapan (beschikking).
2

Kualifikasi sifat keumuman (aglemeenheid) dan kekkonkretan (concreetheid)


norma hokum adminstrasi diperhatikan mengenai objek yand dikenai norma hokum
(adressa) dan bentuk normanya.

2. Pembentukan norma hokum tata Negara dalam masyarakat itu iydak hanya dilakukan
oleh pembuat undang-undang dan badan peradilan tetapi juga aparat pemerintah

Macam macam sifat norma Hukum menurut H.D van Wijk/Willem konijinenbelt :
· Norma umum-abstrak (algemeen-abstrack) mis: perundang-undang
· Norma individual-konkret (Individueel-concreet)mis: keputusan tata usaha Negara
· Norma umum-konkret (algemeen-concreet)mis: Peraturan lalu lintas dan rambu
· Norma individual-abstrak (Individueel-abstrack) mis: izin gangguan

2.2 Peraturan Perundang-undangan

Peraturan merupakan hukum yang in abstracto atau general norm yang sifatnya
mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat
umum (general). Istilah perundang - undangan secara teoritis ada 2 :

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan/membentuk peraturan-


peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil
pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah.

Peraturan..perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


a).Bersifat..umum..dan..komprehensif
b).Bersifat//universal
c).Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dirinya sendiri.

Dalam UU No. 10 Tahun 2004 dipaparkan secara tegas antara istilah peraturan dan
keputusan. Berdasarkan UU tersebut yang bersifat pengaturan, maka sebutannya adalah
peraturan, sedangkan yang bersifat penetapan adalah keputusan. Dengan demikian,
yang termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan sebutannya adalah
peraturan.
3
Setiap instansi apabila akan membuat hal yang bersifat mengatur seharusnya
menggunakan istilah peraturan, tidak lagi menggunakan keputusan. Keputusan hanya
digunakan untuk hal yang sifatnya menetapkan saja, misalnya pengangkatan seseorang
dalam jabatan, kenaikan pangkat, penugasan dalam tugas tertentu, dan sebagainya.
Menurut UU No. 10 Tahun 2004 tentang, peraturan perundang-undangan adalah
peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum. Berdasarkan pengertian tersebut.

Peraturan perundang-undangan bersifat umum-abstrak, yang dicirikan unsur-unsur


antara lain:
a. waktu, artinya tidak hanya berlaku pada saat tertentu saja,
b. tempat, artinya tidak hanya berlaku pada tempat tertentu saja,
c. orang, artinya tidak hanya berlaku bagi orang tertentu saja, dan
d. fakta hukum, artinya tidak hanya ditujukan pada fakta hukum tertentu saja, tetapi
untuk berbagai fakta hukum (perbuatan) yang dapat berulang-ulang.

UU No.10 Tahun 2004 menentukan bahwa sumber hukum dari segala sumber
hukum negara adalah Pancasila. Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.

Sedangkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar
dalam peraturan perundang-undangan. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang memuat hukum dasar negara merupakan sumber hukum bagi pembentukan
peraturan perundang-undangan di bawah UUD. Dengan demikian, semua peraturan
perundang-undangan harus bersumber pada UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan
dengan UUD 1945.
4
Kedudukan hukum peraturan perundang-undangan lain yang telah ada dan
diundangkan sebelum UU No.10 Tahun 2004, jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan tetap diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Seperti peraturan yang dikeluarkan oleh MPR, DPR, DPD, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala
badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh UU atau pemerintah
atas perintah UU, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota,
Kepala Desa atau yang setingkat.

Semua keputusan yang sifatnya mengatur yang sudah ada sebelum UU No.10
Tahun 2004 berlaku, misalnya Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan
Gubernur, Keputusan Bupati/Walikota atau keputusan pejabat lainnya, harus dibaca
peraturan sepanjang tidak bertentangan dengan UU No.10 Tahun 2004.

Bersamaan dengan kewenangan untuk campur tangan tersebut, pemerintah juga


diberikan kewenangan untuk membuat dan menggunakan peraturan perundang-
undangan. Dengan kata lain, pemerintah juga memiliki kewenangan dalam bidang
legislasi. Tugas pemerintah tidak hanya terbatas untuk melaksanakan undang-undang
yang telah dibuat oleh lembaga legislative. Pemerintah dibebani kewajiban untuk
menyelenggarakan kepentingan umum atau mengupayakan kesejahteraan sosial dengan
diberikan kewenangan untuk campur tangan dalam kehidupan masyarakat dalam batas-
batas yang diperkenankan oleh hukum.

Konsep pemisahan kekuasaan, khusus yang berkaitan dengan fungsi eksekutif


hanya sebagai pelaksana UU tanpa kewenangan membuat peraturan perundang-
undangan, seiring dengan perkembangan tugas negara dan pemerintahan, bukan saja
kehilangan relevansinya, tetapi dalam praktik juga menemui banyak kendala.
5
Hal ini dikarenakan badan legislatif sesuai dengan UU No. 10 Tahun 2004 tidak
membentuk segala jenis peraturan perundang-undangan, melainkan terbatas pada UU
dan Perda. Jenis peraturan perundang-undangan lain dibuat oleh administrasi negara.
Selain itu, yang berjalan selama ini kewenangan legislasi bagi pemerintah pada
dasarnya berasal dari undang-undang, yang berarti melalui persetujuan parlemen.

2.3. Peraturan Kebijaksanaan


2.3.1. Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijaksanaan

Peraturan kebijaksanaan adalah peraturan umum yang dikeluarkan oleh


instansi pemerintahan berkenaan dengan pelaksanaan wewenang pemerintahan
terhadap warga negara atau terhadap instansi pemerintahan lainnya dan
pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas dalam UUD dan
undang-undang formal.

Ciri-ciri peraturan kebijaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-


undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijaksanaan.
2. Peraturan kebijaksanaan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena
memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk membuat
keputusan peraturan kebijaksanaan tersebut.
3. Peraturan kebijaksanaan dibuat berdasarkan freies Ermessen dan
ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan
perundang-undangan.
4. Pengujian terhadap peraturan kebijaksanaan lebih diserahkan pada
doelmatigheid sehingga batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan
yang layak
5. Dalam praktik diberi format dalam berbagai bentuk dan jenis aturan.
6. Peraturan kebijaksanaan bukan merupakan peraturan perundang-undangan
6

Peraturan kebijaksanaan dapat difungsikan secara tepat guna dan berdaya


guna, yang berarti:

1. Sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan, dan


mengisi kekurangan-kekurangan yang ada pada peraturan perundang-
undangan.
2. Sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vakum peraturan perundang-
undangan.
3. Sebagai sarana pengaturan bagi kepentingan-kepentingan yang belum
terakomodasi secara patut, layak, benar, dan adil dalam peraturan
perundang-undangan.
4. Sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-
undangan yang sudah ketinggalan zaman.
5. Tepat guna dan berdaya guna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaruan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang dihadapi.

Sementara itu, penerapan atau penggunaan peraturan kebijaksanaan harus


memperhatikan..hal-hal..di..antaranya..:

1. Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang memberikan


ruang kebebasan..bertindak
2. Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku.
3. Sesuai dan tepat guna dengan tujuan yang hendak dicapai.

Meskipun pemerintah diberikan ruang gerak kebebasan, namun dlm


kerangka negara hukum, kebebasan tsb tdk digunakan tanpa batas. Batas yg
hrs dipertimbangkan dlm mlakukan tindakan bebas tersebut adalah :

a) Ditujukan untuk melaksanakn tugas layanan publik

b) Merupakan tindakan yg aktif dari administrasi negara


7

c) Tindakan tersebut dimungkinkan oleh hukum

d) Diambil atas inisiatif sendiri

e) Dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan penting yang secara tiba-tiba

f) Dapat dipertanggungjawabkan

2.3.2. Freies Ermessen

Pouvoir Discretionare atau Freies Ermessen merupakan kemerdekaan


bertindak atas inisiatif dan kebijakan sendiri dari administrasi negara pada
welfare state. Fungsi publik service dalam penyelenggaraan pemerintahan
welfare state mengakibatkan terjadinya pergeseran sebagian kekuasaan
antarlembaga negara yaitu dari lembaga legislative ke lembaga eksekutif
(administrasi negara). Pengertian discretie dalam pourvoir discretionare adalah
pejabat penguasa tidak boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan
“tidak ada peraturannya” dan oleh karena itu diberi kebebasan untuk
mengambil keputusan menurut pendapat sendiri asalkan tidak melanggar asas
yuriditas dan asas legalitas.

Dalam negara hukum modern perlu adanya campur tangan administrasi


negara dalam rangka memenuhi kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara
untuk mencapai kesejahteraan itu adalah digunakan asas freies ermessen ,
yaitu kebebasan bertindak asministrasi untuk memecahkan masalah yang
aturannya belum ada, sedangkan masalah itu harus diatasi dengan segera. Agar
penggunaan asas freies ermessen tidak disalahgunakan diperlukan tolok ukur,
yaitu pelaksanaannya tidak melanggar hak dan kewajiban asasi warga
masyarakat, dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum, dan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam ilmu Hukum Administrasi, Freies Ermessen ini diberikan hanya


kepada pemerintah, dan ketika Freies Ermessen ini diwujudkan menjadi
instrument yuridis yang tertulis, maka jadilah ia sebagai peraturan
kebijaksanaan.
8

Beberapa manfaat atau aspek kelebihan dalam penggunaan prinsip Freies


Ermessen diantaranya;

a. Kebijakan pemerintah yang bersifat emergency terkait hajat hidup orang


banyak dapat segera diputuskan atau diberlakukan oleh pemerintah
meskipun masih debatable secara yuridis atau bahkan terjadi kekosongan
hukum sama sekali;

b. Badan atau pejabat pemerintah tidak terjebak pada formalisme hukum


dengan asumsi bahwa tidak ada kekosongan hukum bagi setiap kebijakan
publik sepanjang berkaitan dengan kepentingan umum atau masyarakat
luas;

c. Sifat dan roda pemerintahan menjadi makin fleksibel, sehingga sektor


pelayanan publik makin hidup dan pembangunan bagi peningkatan
kesejahtraan rakyat tetap dinamis seiring dengan dinamika masyarakat dan
perkembangan zaman.

Dalam rancangan Undang Undang Administrasi Pemerintahan (RUU AP)


pun memperjelas penyelesaian sengketa yang ditimbulkan oleh diskresi yang
sebelumnya belum terakomodir dalam UU PTUN. Mekanisme
pertanggungjawaban menurut RUU AP ini adalah mekanisme
pertanggungjawaban administrasi terkait dengan keputusan ataupun tindakan
yang telah diambil oleh pejabat administrasi pemerintahan.

Menurut RUU AP Pasal 25 ayat (3) dinyatakan; pejabat administrasi


pemerintahan yang menggunakan diskresi wajib mempertanggungjawabkan
keputusannya kepada pejabat atasannya dan masyarakat yang dirugikan akibat
keputusan diskresi yang telah diambil. Pertanggungjawaban kepada atasan
dilaksanakan dalam bentuk tertulis dengan memberikan alasan-alasan
pengambilan keputusan diskresi. Sedangkan pertanggung jawaban kepada
masyarakat diselesaikan melalui proses peradilan.
9

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Instrumen pemerintahan adalah alat-alat atau sarana-sarana yang digunakan


oleh pemerintahan dan administrasi negara dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Berkenaan dengan struktur norma hukum administrasi negara ini, H. D van
Wijk/Willem Konijnenbelt mengatakan bahwa hukum material mengatur
perbuatan manusia. Peraturan, norma didalam hukum administrasi negara
memiliki struktur yang berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum
perdata dan pidana.

Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata negara itu kita menghadapi
bertingkat – tingkatnya norma – norma hukum yang harus kita perhatikan. Lebih
lanjut Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara
dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan
yang sampai pada norma yang paling individual dan konkret. Kemudian
pembentukan norma – norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu
tidak hanya dilakukan oleh pembuat undang – undang dan badan – badan
peradilan saja melainkan juga oleh aparat pemerintah yang menjabat sebagai
tata usaha negara.
10

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Hadjon, M Philipus. 1999. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Surabaya:


Gadja Mada University Press

Website :

http://medizton.wordpress.com/2009/11/11/instrumen-pemerintahan/

http://fundra-dian.blogspot.com/2010/10/makalah-han-instrumen
pemerintahan.html

http://sukatulis.wordpress.com/2012/04/07/peraturan-kebijaksanaan-
beleidsregels/

http://nuravik.wordpress.com/2011/12/25/freies-ermessen/

http://kuliahsuraban3.blogspot.com/2011/11/instrumen-pemerintah.html

e-learning UPN “Veteran” Jawa Timur , mata kuliah hukum administrasi negara,
akses 7 Oktober 2012, 16.33
11

Anda mungkin juga menyukai