Diajukan Sebagai Tugas Tersruktur Pada Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara
Dosen Pengampu: Dr. Suasana Nikmat Ginting.MA
Disusun Oleh:
HPI-5B (Kelompok 5 )
Egi (0205213132)
Pafa Alfarizi (0205213131)
Tika Afrianti (0205212060)
Yuli Astri Khorvica Harahap (0205213066)
0
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kamu dapat
menyalesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehinggga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kamu tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaat sehingga dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika Berbicara tentang instrument pemerintah tidak lepas dari alat dan sarana
yang digunakan oleh pemerintah atau administrasi negara dalam melaksanakan
tugasnya, berkenaan dengan struktur norma hukum administrasi negara ini, H.D. Van
Wijk/Willem Konijinebelt mengatakan bahwa hukum material mengatur perbuatan
manusia. Peraturan norma didalam hukum administrasi negara memiliki struktur yang
berbeda dibandingkan dengan struktur norma hukum perdata dan pidana.1
Menurut Indroharto, dalam suasana hukum tata usaha negara itu kita
menghadapi bertingkat-bertingkat norma-norma hukum yang harus kita perhatikan.
Lebih lanjut Indroharto menyebutkan bahwa keseluruhan hukum tata usaha negara
dalam masyarakat itu memiliki struktur bertingkat dari yang sangat umum dan yang
sampai pada norma yang paing individual dan konkret. Kemudian pembentukan
norma-norma hukum tata usaha negara dalam masyarakat itu tidak hanya dilakukan
oleh pembuat undang-undang dan badan-badan peradilan saja melainkan juga oleh
apparat pemerintah yang menjabat sebagai tata usaha negara.
1
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta, PT Raja Grafindo, 2016), hlm. 130.
3
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian instrument pemerintahan ?
2. Apa yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan ?
3. Apa pengertian Peraturan Kebijaksanaan (Freies Ermessen) ?
4. Apa itu Rencana-Rencana ?
5. Apa yang dimaksud dengan Perizinan ?
6. Apa yang dimaksud dengan Istrumen Hukum Keperdataan ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan instrument pemerintahan.
2. Untuk mengetahui apa saja peraturan perundang-undangan dalam instrument
pemerintahan.
3. Untuk mengetahui pengertian dari Peraturam Kebijaksanaan (Freise
Ermessen).
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Rencana-Rencana.
5. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Perizinan.
6. Agar kita mengetahui apa itu Istrumen Hukum Keperdataan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
B. Peraturan Perundang-undangan
2
Ibid., hlm. 129.
5
bersifat umum (general). Secara teoritis, istilah perundang-undangan (legislation
wetgeving atau gesetzgebung) mempunyai dua pengertian, yaitu sebagai berikut:
3
Ibid., hlm. 134
6
1. Peraturan perundang-undangan bersifat umum dan komprehensif, yang
dengan demikian merupakan kebalikan dan sifat-sifat yang khusus dan
terbatas.
2. Peraturan perundan-undangan yang bersifat universal, ia diciptakan untuk
mengahadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas
bentuk konkritnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk
mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu sahaja.
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri.
Pencantuman klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya
peninjauan kembali.4
4
Ibid., hlm. 135
7
Akan tetapi mengingat sedemikian luasnya aspek kehidupan sosial dan
kesejahteraan masyarakat yang dlgeluti itu, maka sudah barang tentu tidak setiap
permasalahan yang dihadapi dan tindakan yang akan diambil oleh adminstrasi negara
telah tersedia aturannya. Keadaan seperti ini membawa Adminstrasi Negara kepada
suatu konsekuensi khusus, yaitu memerlukan kemerdekaan bertindak atas Inislatif
dan kebijaksanaannya sendiri, terutama dalam penyelesalan soal-soal genting yang
timbul dengan tiba-tiba dan yang peraturan penyelesalannya belum ada.
Kemerdekaan bertindak atas inisiatif dan kebijaksanaan sendiri ini, dalam Hukum
Admlnistrasi Negara tersebut dengan "pouvoir dlscretlonnalre" atau "freles
ermessen".5
Istilah "freies ermessen" berasal dari bahasa Jerman. Kata "freies" diturunkan
dari kata "frei" dan "freie" yang artinya : bebas, merdeka, tidak terikat, lepas, dan
orang bebas. Sedangkan kata "ermessen" mengandung arti mempertimbangkan,
menilai, menduga, penilaian, pertimbangan, dan keputusan. Jadi secara etimologis,
"freies ermessen" dapat diartikan sebagai "orang yang bebas mempertimbangkan,
bebas
8
Kebebasan bertindak administrasi. negara dimaksud bukan kebebasan dalarn
arti yang seluas-luasnya, dan tanpa batas, melainkan tetap terikat kepada batas-batas
tertentu yang diperkenankan oleh Hukum Administrasi Negara. Dengan adanya
"freies ermessen" maka administrasi negara dapat menjalankan fungsinya secara
dinamis dalam menyelenggarakan kepentingan umum, sehingga dalam menghadapi
hal-hal yang sifatnya penting dan mendesak yang aturannya belum tersedia untuk itu,
administrasi negara atas inisiatifnya sendiri dapat langsung bertindak tanpa
menunggu instruksi lagi. Jadi, administrasi negara dapat langsung bertindak dengan
berpijak kepada asas kebijaksanaan. Dengah demikian sifatnya adalah spontan.
Hal ini bukan berarti dikesampingkannya sama sekali asas legalitas, karena
sikap tindak administrasi negara harus dapat diuji berdasarkan perundangundangan
lainnya yang lebih tinggi ataupun berdasarkan ketentuan hukum yang tidak tertulis.
Dalam hal ini tetap dipergunakan asas legalitas, hanya saja dalam pengertian yang
lebih luas dan fleksibel yang tidak saja berdasarkan pada peraturan perundang-
undangan yang tertulis tetapi juga berdasarkan pada keten tuan hukum yang tidak
tertulis, seperti misalnya "algemene beginselen van vehoorlijk bestuur". Hal ini
tercermin melalui rumusan penulis di muka yang tercakup dalam kata-kata "dapat
dipertanggungjawabkan".6
D. Rencana- Rencana
6
Diakses pada pukul 20.00, tanggal 18 September, melalui,
https://media.neliti.com/media/publications/120918-ID-makna-dan-peranan-freies-ermessen-dalam.pdf
9
Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata
usaha negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib
(teratur). Berdasarkan hukum administrasi negara, rencana merupakan bagian dari
tindakan hukum pemerintahan (bestuurrechtshandeling), yang dimaksudkan untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum. Rencana adalah keseluruhan tindakan pemerintah
yang berkesinambungan, yang mengupayakan terwujudnya keadaan tertentu yang
teratur. Keseluruhan itu disusun dalam format tindakan hukum administrasi negara,
sebagai tindakan yang menimbulkan akibat-akibat hukum.
Perencanaan terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan informatif, yaitu rancangan estimasi mengenal
perkembangan masyarakat yang dituangkan dalam alternatif kebijakan
tertentu. Rencana seperti ini tidak memiliki akibat hukum bagi warga
negara.
2. Perencanaan indikatif, yaitu rencana yang memuat kebijakan yang akan
ditempuh dan mengindikasikan bahwa kebijakan itu akan dilaksanakan,
Kebijakan ini masih harus diterjemahkan dalam keputusan operasional
atau normatif. Perencanaan seperti ini memiliki akibat hukum yang tidak
langsung.
3. Perencanaan operasional atau normatif, yaitu rencana yang terdin atas
persiapan, perjanjian, dan ketetapan. Contohnya, rencana tata ruang,
rencana pengembangan perkotaan, rencana pembebasan tanah, rencana
peruntukan, rencana pemberian subsidi, dan lain-lain. Perencanaan seperti
ini memiliki akibat hukum langsung, baik bagi pemerintah atau
administrasi negara maupun warga Negara.
Di samping itu, ada perencanaan yang berkenaan langsung dengan tindakan
organ pemerintahan terhadap warga negara atau memiliki akibat hukum bagi warga
negara dan ada pula perencanaan yang hanya mengatur hubungan antar organ
pemerintahan. Di negara Indonesia, rencana itu ada yang berbentuk undang-undang
10
(seperti APBN), keputusan presiden (seperti repelita), Tap MPR (seperti GBHN)
peraturan daerah (seperti APBD, rencana pembangunan daerah), dan sebagainya
Dalam perspektif hukum administrasi negara, rencana merupakan salah satu
instrumen pemerintahan, yang sifat hukumnya berada di antara peraturan
kebijaksanaan, peraturan perundang undangan, dan ketetapan. Dengan demikian,
perencanaan memiliki bentuk tersendiri (suigeneris), patuh pada peraturan sendiri
serta mempunyal tujuan sendiri, yang berbeda dengan peraturan kebijaksanaan,
peraturan perundang- undangan, dan ketetapan..7
E. Perizinan
7
Sahya Anggara, Hukum Administrasi Negara (Bandung : Pustaka Setia, 2018), hal. 216
8
Ibid., hlm. 220
11
Penggunaan instrumen hukum publik merupakan fungsi dasar dari organ
pemerintahan dalam menjalankan tugas tugas pemerintahan, sedangkan penggunaan
instrumen hukum privat merupakan konsekuensi paham negara kesejahteraan, yang
menuntut pemerintah untuk mengusahakan kesejahteraan masyarakat (beswurszorg),
yang dalam rangka bestuurszorg itu, pemerintah terlibat dengan kegiatan
kemasyarakatan dalam berbagai dimensi sejalan dengan tuntutan perkembangan
kemasyarakatan. Dalam memenuhi tuntutan itu, organ pemerintahan tidak cukup
hanya menggunakan instrumen hukum publik, tetapi juga menggunakan instrumen
keperdataan, terutama untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pelayanan terhadap
masyarakat. Menurut Indroharto, ada beberapa penggunaan instrumen keperdataan
yaitu sebagai berikut.
12
7. Berbeda dengan tindakan-tindakan yang bersifat sepihak dari pemerintah,
tindakan-tindakan menurut hukum perdata ini selalu dapat memberikan
jaminan-jaminan kebendaan, misalnya untuk ganti rugi.9
9
Ibid., hlm. 229
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
kegiatan kemasyarakatan dalam berbagai dimensi sejalan dengan tuntutan
perkembangan kemasyarakatan
15
DAFTAR PUSTAKA
Sjachran Basah, 1985, Eksistensi Dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi Di
Indonesia, Alumni : Bandung
16