Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

POKOK-POKOK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia

Dosen Pengampu :

Muhamad Romdoni,S.H.,M.H.

DISUSUN OLEH :

Kelompok 11

1. Riana Alam Purnama


2. yauman faaz
3. Muhamad Rifki

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PRIMAGRAHA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Serang, 30 November 2022

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 4
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 6
BAB II: PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Han…………………………………………………… 7
2.1.2 Sumber-sumber Han…………………….………………...……....... 11
2.1.3 Keputusan Tata Usaha Negara…………………………………….. 15

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 19
3.2 Saran……………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Administrasi Negara adalah hukum untuk mengatur Pemerintah atau
penyelenggaraan pemerintahan, sebagian dibuat atau berasal dari Pemerintah, dan
hukum itu digunakan dalam mengatur hubungan dengan Pemerintah atau untuk
memengaruhi terhadap tindakan Pemerintah.1 Hukum administrasi dalam praktiknya
menempati posisi dominan dalam penanganan tindak pidana korupsi, oleh karena
hakekat hukum administrasi adalah hukum yang berkaitan dengan wewenang
Pemerintah, dan kontrol terhadap penggunaan wewenang yang tujuannya untuk
melindungi individu dan masyarakat.
Konsep wewenang dalam kajian hukum khususnya hukum administrasi dan
tindak pidana korupsi merupakan dua aspek hukum yang saling terkait. Menurut
tradisi ilmu hukum, titik-taut “hukum administrasi” berada di antara norma hukum
pemerintahan dan hukum pidana, sehingga dapat dikatakan sebagai “hukum antara”.
Hukum pidana berisi norma-norma yang begitu penting bagi kehidupan masyarakat
sehingga penegakan norma-norma tersebut dapat ditegakkan sanksi pidana. Karena
itu, hampir setiap norma hukum pemerintahan berdasarkan Hukum Administrasi
diakhiri “in cauda venenum” dengan sejumlah ketentuan pidana (“in cauda venenum”
secara harfiah berarti: ada racun di ekor/buntut setiap tindak kebijakan). Oleh karena
itu, konsep hukum administrasi menyangkut norma wewenang Pemerintah,
penggunaan wewenang oleh Pemerintah dan perlindungan hukum oleh Pemerintah
baik preventif maupun1

1
Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 38

4
represif terhadap individu dan masyarakat.2 Kewenangan Pemerintah dalam
melaksanakan tugas pembangunan khususnya yang berkaitan dengan kebijakan
pengelolaan keuangan negara, Pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat secara optimal, transparan dan akuntabel, dengan tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan umum dan pembangunan nasional.
Dalam melaksanakan tugas pembangunan tentunya diperlukan anggaran yang
harus dikelola dengan baik. Berdasarkan Pasal 23 Ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia ditegaskan bahwa hal keuangan negara diatur dengan
Undang-Undang. Sebagaimana yang disebutkan juga di dalam Pasal 23 Ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kebijakan umum tata
pemerintahan yang baik dan bersih di bidang pengelolaan keuangan negara adalah
seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan atau
kewenangan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi
formal dan informal.
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara bahwa, keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Adapun asas-asas pengelolaan keuangan negara sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 17
2

2
Abdul Latif, 2014, Hukum Administrasi (Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi), Prenada Media
Group, Jakarta, hlm. 1.

5
1.2 Rumusan Masalah
Sebagai konsekuensi lebih lanjut, muncul beberapa masalah pokok-pokok
hokum Administrasi Negara sebagaimana yang akan dibahas dalam makalah ini
yaitu:
1. Bagaimanakah penjelasan dan pengaturan terkait pokok-pokok hukum
Administrasi Negara?
2. bagaimanakan pengertian mengenai pokok-pokok Hukum Administrasi
Negara?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan berisi pernyataan-pernyataan penting yang berisi jawaban
dari rumusan masalah. Tujuan penulisan dituliskan dengan poin-poin sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui tentang pokok-pokok Hukum Administrasi Negara
b. Untuk memahami Apasaja yang berkaitan tentang pokok-pokok Administrasi
Negara
c. Ketentuan undang-undang pokok-pokok Administrasi Negara

6
BAB II
PEMBAHASAN
Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum
Administrasi Negara dan Hukum tata Pemerintahan itu meliputi segala sesuatu
mengenai pemerintahan, yakni seluruh, aktivis pemerintah yang tidak termasuk
pengundangan dan peradilan. Istimewa dalam pengertian HAN adalah kekuasaan
Istimewa (Khusus) yang dimiliki administrasi negara. Adapun wujud dari kekuasaan
istimewa itu adalah adanya kekuasaan memaksa agar perintah administrasi negara
dapat ditaati. Dalam perjanjian misalnya administrasi negara dapat memaksa
seseorang atau badan hukum untuk menjual tanahnya kepada negara melalui lembaga
Onteigening. Dengan demikian Hukmu Administrasi Negara merupakan hukum
istimewa karena pemberian kekuasaan yang lebih bisa memaksa, sedangkan hukum
yang lain yang berlaku bagi subyek selain administrasi negara adalah hukum biasa.

2.1.1 Pengertian Han


Tidak mudah untuk membuat definisi istilah hukum administrasi negara
meskipun dua kata penyusunannya, yakni hukum dan administrasi negara, telah
diurai di muka. Dari dua kata penyusunnya, istilah hukum administrasi negara terbagi
antara istilah hukum dan istilah administrasi negara. Namun, paling tidak, setelah
bagian terdahulu dibahas pengertian tentang hukum dan administrasi negara, bagian
ini berusaha diungkap pengertian mengenai istilah hukum administrasi negara.
Namun, sebelum pengertian itu dibahas, terlebih dulu hendak dibahas mengenai
penggunaan istilah itu. 3

3
Hetifah Sj. Sumanto, Inovasi Partispasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif
di Indonesia (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. Xv
3 Keban, op. cit., hlm 35.
24 Ibid
7
Meskipun membicarakan hal yang sama, tetapi dalam pemakaian istilah yang
digunakan ternyata sangat bervariasi. Di Belanda, digunakan istilah administratifrecht
atau bestuursrecht. Pemakaian istilah ini memiliki makna lingkungan
kekuasaan/administratif yang terpisah dari lingkungan kekuasaan legislatif dan
yudisial. Sementara itu, di Prancis, istilah yang digunakan adalah droit administrative
yang diartikan bebas hukum administrasi. Di Inggris, istilah yang digunakan tidak
jauh berbeda dengan istilah yang dipakai oleh negara Jerman, yakni administrative
law. Namun, sedikit agak beda. Di Jerman, istilah yang digunakan adalah verwaltung
recht.
Dalam kepustakaan ataupun dalam hal penamaan subjek keilmuan bidang ini,
di Indonesia banyak istilah yang digunakan. Sebagai contoh, Wirjono Prodjodikoro
pernah menggunakan istilah hukum tata usaha pemerintahan, sedangkan Djulal
Husein lebih menggunakan istilah hukum tata usaha negara. Hal tersebut senada
dengan WF Prins dan Utrecht (pada masa awalnya) yang menggunakan istilah serupa.
Penggunaan istilah hukum administrasi negara diketengahkan oleh Utrecht meskipun
pada mulanya menggunakan istilah hukum tata usaha Indonesia dan kemudian hukum
tata usaha negara Indonesia.
Penggunaan istilah hukum administrasi negara tersebut kemudian juga
disepakati oleh rapat staf dosen fakultas hukum negeri seluruh Indonesia pada Maret
1973 di Cirebon. Pemakaian tersebut dilandasi pemikiran bahwa istilah tersebut lebih
luas dan sesuai dengan iklim perkembangan hukum Indonesia. Pemakaian istilah
hukum administrasi negara sebagai nama mata kuliah dalam kurikulum fakultas
hukum ternyata tidak berjalan secara serta-merta. Hal itu disebabkan Surat Keputusan
Mendikbud tahun 1972 (SK Mendikbud Nomor 0198/U/1972) tentang Pedoman
Kurikulum Minimal Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta. Berdasarkan surat
tersebut, digunakan nama mata kuliah hukum tata pemerintahan (HTP) sebagai salah
satu mata kuliah wajib yang harus ada di kurikulum fakultas hukum. 4

4
Keban, op. cit., hlm 35.

8
Namun, pada tahun 1983, penggunaan nama hukum administrasi negara
kembali dipakai berdasarkan Surat Keputusan Mendikbud Nomor 31 Tahun 1983
tentang Kurikulum Inti Program Pendidikan Sarjana Hukum. Di surat tersebut
disebutkan bahwa digunakan nama mata kuliah hukum administrasi negara. Akan
tetapi, hal tersebut ternyata juga tidak berlaku mutlak sebab di beberapa produk
hukum pada saat itu, seperti GBHN, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, ataupun Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986, istilah yang digunakan untuk penamaan lembaga peradilannya adalah peradilan
tata usaha negara dan bukan peradilan administrasi negara ataupun peradilan
administrasi.
Dari pemahaman uraian di atas, tampak bahwa pemakaian istilah hukum
administrasi negara bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, absolut, ataupun final. Hal
ini terbukti masih terjadi perbedaan yang mencolok antara pakar yang satu dan
lainnya, terutama dalam penggunaan istilah. Perkembangan penggunaan istilah
hukum administrasi negara, hukum tata usaha negara, atau apa pun istilah yang
digunakan justru menunjukkan bahwa istilah tersebut berkembang sejalan dengan
perkembangan dari kehidupan bernegara itu.
Dari fakta pemakaian istilah yang berbeda sesuai perkembangan bernegara,
pengertian hukum administrasi negara pun berbeda antara satu pakar dan pakar
lainnya. Perbedaan pengertian tersebut bisa dimengerti karena hal tersebut sangat
bergantung pada sudut pandang dan luas wilayah yang dibicarakan dalam hukum
administrasi negara.
Seperti dalam memahami pengertian hukum, ada beberapa pakar yang melihat
hukum administrasi sebagai suatu sekumpulan norma. Salah satunya adalah L.J. Van
Apeldoorn yang menafsirkan pengertian hukum administrasi negara sebagai segala
keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung kekuasaan yang
diserahi tugas pemerintahan tersebut.5

5
Keban, op. cit., hlm 35.

9
Sementara itu, beberapa pendapat pakar tidak hanya melihat sisi norma, hubungan
istimewa, kekuasaan, atau kewenangan, tetapi melihat hokum
administrasi negara dari sisi fungsi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Prajudi
Atmosudirdjo yang menyatakan bahwa hukum administarsi negara merupakan hukum
mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan kekuasaan administrasi atau
pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi. Dalam pandangan Prayudi, hal
tersebut sangat jelas bahwa pengertian HAN lebih ditegaskan sebagai suatu perintah
operasi, tetapi sekaligus pengendalian dan pengawasan sehingga pendekatan ini lebih
menekankan sisi pendekatan manajerial suatu pemerintahan.
Sementara itu, Bachsan Mustofa lebih melihat HAN sebagai bagian kecil dari unsur
manajerial, yakni unsur pelaku. Hal itu sesuai dengan pernyataannya bahwa hukum
administarsi negara merupakan suatu gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun
secara bertingkat serta yang diserahi tugas melakukan sebagian pekerjaan pemerintahan
dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan
badan badan kehakiman. Bachsan lebih melihat bahwa administrasi negara merupakan
bagian yang dikelola oleh gabungan jabatan eksekutif dan bukan yang masuk wilayah
yudikatif ataupun legislatif.
Rangkuman dari perbincangan mengenai pengertian hukum administrasi negara
menunjukkan bahwa hukum administrasi negara memiliki ciri-ciri khusus yang meliputi:
1. adanya hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
2. adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga
negara;
3. adanya pejabat-pejabat negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa
tersebut.
Hal tersebut senada dengan pendapat Utrecht yang melihat hukum administrasi
negara dengan ciri utama:
1. menguji hubungan hukum istimewa; 6
2. adanya para pejabat pemerintahan;
3. melaksanakan tugas-tugas istimewa.

6
Keban, op. cit., hlm 36.

10
2.1.2 Sumber-Sumber Han
 Menurut Danang Tunjung Laksono, Sumber Hukum adalah sesuatu yang
menimbulkan aturan hukum dan ditentukan aturan hukum itu. Menurut Prof.
Soedikno ada beberapa arti sumber hukum sebagai asas hukum, hukum
terdahulu yang memberi bahan, dasar berlakunya, tempat mengetahui hukum
dan sebab yang menimbulkan hukum.

 Zevenbergen menyatakan sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum;


atau sumber yang menimbulkan hukum.Sedangkan C.S.T. Kansil
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa
saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan
sanksi yang tegas dan nyata.

 Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat
menemukan hukum.Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber
hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim.
Berbagai pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa Sumber hukum ialah
segala sesutau yang menyebabkan terjadinya hukum dengan segala aturan-
aturan hukumnya.

A. Sumber Hukum administrasi negara ada dua (2) dari :

1. Sumber Hukum Materiil


Sumber hukum materiil adalah faktor-faktor masyarakat yang
mempengaruhi pembentukan hukum (pengaruh terhadap pembuat undang-
undang, pengaruh terhadap keputusan hakim, dan sebagainya),7

7
N.E.Algra, et.Al., Mula Hukum. 1983. Bina Cipta,Bandung. Hlm. 16.

11
atau faktor-faktor yang ikut mempengaruhi materi dari aturan-aturan
hukum, atau tempat dari mana materiil hukum itu diambil. Sumber hukum
materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum. Dalam
berbagai keputusan hukum ditemukan bahwa sumber-sumber hukum materiil
ini terdiri dari tiga jenis yaitu sebagai berikut :

a. Sumber Hukum Historis


Dalam arti historis, pengertian sumber hukum memiliki dua arti yaitu :
- sebagai sumber pengenalan (tempat menemukan) hukum pada saat tertentu.
- sebagai sumber dimana pembuat undang-undang mengambil bahan dalam
membentuk peraturan perundang-undangan.
Dalam arti yang pertama, sumber hukum historis meliputi undang-
undang, putusan-putusan hakim, tulisan-tulisan ahli hukum, juga tulisan-
tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan
mengenai lembaga-lembaga hukum. Adapun dalam arti kedua, sumber hukum
historis meliputi sistem-sistem hukum masa lalu yang pernah berlaku pada
tempat tertentu seperti sistem hukum Romawi, sistem hukum Perancis, dan
sebagainya. Di samping itu juga dokumen-dokumen dan surat-surat
keterangan yang berkenaan dengan hukum pada saat dan tempat tertentu.8

b. Sumber Hukum Sosiologis


Sumber hukum dalam pengertian ini meliputi faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi isi hukum positif. Artinya peraturan hukum tertentu
mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam pengertian

8
SF.MarbundanMoh. Mahfud,Loc. Cit., Hlm.21
9
Dr. Ridwan.HR.2014. Hukum Administrasi Negara. Raja Grafindo, Jakarta. Hlm.58

12
sumber hukum ini, pembuatan peraturan perundang-undangan harus pula
memperhatikan situasi sosial ekonomi, hubungan sosial, situasi, dan
perkembangan politik dan perkembangan internasional. Karena faktor-faktor
yang mempengaruhi isi peraturan itu begitu komplek, maka dalam pembuatan
peraturan diperlukan masukan dari berbagai disiplin keilmuan, dengan kata
lain melibatkan ahli ekonomi, sejarahwan, ahli politik, psikolog, dan
sebagainya, disamping ahli hukum sendiri.
c. Sumber Hukum Filosofis
 Sumber hukum dalam arti filosofis memiliki dua arti yaitu:
1. Sebagai sumber untuk isi hukum yang adil
2. sebagai sumber untuk mentaati kewajiban terhadap hokum
Menurut Sudikno Mertokusumo, mengenai sumber isi hukum;disini
ditanyakan isi hukum itu asalnya dari mana. Ada tiga pandangan yang
mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu:
1. Pandangan theocratis, menurut pandangan ini isi hukum berasal dari
Tuhan.
2. Pandangan hukum kodrat, Menurut pandangan ini isi hukum berasal
dari akal manusia.
3. Pandangan mazhab historis, menurut pandangan ini isi hukum berasal dari
kesadaran hukum.
Sedangkan sumber kekuatan mengikat dari hukum, bukan semata-mata
didasarkan pada kekuatan yang bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan
orang didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan. Kesusilaan atau
kepercayaan merupakan nilai-nilai bagi masyarakat.
Di samping nilai-nilai lain seperti kebenaran, keadilan, ketertiban,
kesejahteraan, dan nilai-nilai positif lainnya, yang umumnya menjadi cita
hukum dari masyarakat yang bersifat filosofis. Dengan kata lain, sumber
hukum filosofis mengandung makna agar hukum sebagai kaidah perilaku
memuat nilai-nilai positif tersebut.9

9
Dr. Ridwan.HR.2014. Hukum Administrasi Negara. Raja Grafindo, Jakarta. Hlm.58
10
Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.71

13
2. Sumber Hukum Formil
Sumber hukum formal yaitu berbagai bentuk aturan hukum yang ada, karena
kita hanya memandang mengenai cara dan bentuk yang melahirkan hukum positf,
tanpa mempersoalkan dari mana isi peraturan hukum itu. Sumber hukum formal
diartikan juga sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan
hukum itu formal berlaku. Sumber hukum administrasi negara dalam arti formal ini
terdiri dari peraturan perundang-undangan, praktek administrasi negara atau hukum
tidak tertulis, yurisprudensi, dan doktrin.
a. Peraturan Perundang-undangan
Undang-undang merupakan sumber hukum yang paling penting
dalam hukum administrasi negara. Secara formal undang-undang adalah
peraturan hukum yang dibuat oleh lembaga legislatif, yang di Indonesia
dibuat bersama-sama dengan lembaga eksekutif.
b. Praktek Administrasi Negara/Hukum Tidak Tertulis
Administrasi negara dapat mengambil tindakan-tindakan yang
dianggap penting dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, meskipun
belum ada aturannya dalam undang-undang. Tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh administrasi negara ini akan melahirkan hukum tidak tertulis
atau konvensi, jika dilakukan secara teratur dan tanpa keberatan atau banding
dari warga masyarakat. Hukum tidak tertulis yang lahir dari tindakan hukum
administrasi negara inilah yang dapat menjadi sumber hukum dalam arti
formal dalam rangka pembuatan peraturan perundang-undangan dalam
bidang hukum admnistrasi Negara.10

11
Paulus E. Lotulung,.1994. Yurisprudensi dalam perspektif perkembangan hukum Administrasi Di Negara
Indonesia.Pakuan.Bogor. hlm.3

14
2.1.3 Keputusan Tata Usaha Negara
Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana
jerman, Otto Meyer, dengan istilah Verwal tungsakt. Istilah ini diperkenalkan di
negeri Belanda dengan nama Beschikking oleh Van Vollenhoven dan C.W. Van der
pot, yang oleh beberapa penulis, seperti AM. Donner, H.D. Van Wijk/Willem
Konijnenbelt, dan lain-lain, dianggap sebagai bapak dari konsep Beschikking yang
modern.
Di Indonesia istilah Beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins.
Istilah Beschikking ini ada yang menerjemahkannya dengan ketetapan, seperti E.
Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, dan lain-lain. Djenal Housen dan Muchsan
mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barangkali akan lebih tepat
menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan. Menurutnya, di
Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis yuridis, yaitu sebagai
ketetapan MPR yang berlaku ke luar dan ke dalam. Seiring dengan berlakunya UU
No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, istilah
Beschikking itu di terjemahkan dengan keputusan.
Keputusan tata usaha negara ( KTUN ) sering juga disebut dengan istilah
keputusan administrasi negara. KTUN sebagai keputusan administratif merupakan
satu pengertian yang sangat umum yang dalam praktik bentuk dapat beraneka ragam.
Dalam bahasa Belanda, KTUN ini disebut beschikking yang berarti norma hukum
yang bersifat individual dan konkret sebagai keputusan pejabat tata usaha negara atau
administrasi negara. Dalam praktik, keputusan yang bersifat beschikking ini biasa
disebut juga dengan istilah penetapan. Para sarjana hukum menggunakan istilah
penetapan ini begitu saja sebagai kelaziman di dunia teori maupun praktik hukum
pada umumnya. Diantara sarjana hukum yang biasa menggunakan istilah penetapan
ini, termasuk Prajudi Atmosudirjo tang dikenal senagai salah seorang pelopor kajian
Hukum Administrasi Negara Indonesia setelah kemerdekaan.
Berdasarkan pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986, keputusan didefinisikan
sebagai; “ suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang

15
bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum perdata.”
Berdasarkan definisi ini tampak bahwa KTUN memiliki unsur unsur sebagai
berikut:
a. Penetapan tertulis.
b. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN.
c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Bersifat konkret, individual, dan final.
e. Menimbulkan akibat hukum. 41
f. Seseorang atau badan hukum perdata.
Tidak termasuk pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, ada sekelompok
keputusan tata usaha negara yang ditentukan dalam pasal 2 tidak dianggap atau tidak
termasuk atau dikeluarkan dari pengertian Keputusan Tata Usaha Negara. Dengan
demikian pengertian penetapan tertulis yang berakibat pula mempersempit ruang
lingkup kompetensi pengadilan.
Jenis keputusan yang karena sifatnya atau maksudnya tersebut adalah seperti berikut
ini.
1. Keputusan tata usaha negara yang merupakan perbuatan hukumn perdata,
umpanya keputusan yang menyangkut masalah jual-beli, tukar menukar,
sewa-menyewa, pemborongan kerja yang dilakukan antara instansi
pemerintah dan perseorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata.
2. Keputusan tata usaha negara yang merupakan peraturan yang bersifat umum,
yakni pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang dituangkan dalam
bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat setiap orang. Misalnya,
perubahan arus lalu lintas.
3. Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan instansi
atasan dan instansi lain. Adakalanya peraturan dasar menentukan bahwa
persetujuan instansi lain itu diperlukan karena instansi lain tersebut terlibat
dalam akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh keputusan itu. Keputusan 42

16
yang masih memerlukan persetujuan, tetapi sudah menimbulkan kerugian
dapat di gugat di pengadilan di lingkungan peradilan umum.
4. Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan peradilan berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Misalnya, keputusan Direktur Jendral Agraria yang
mengeluarkan sertifikat tanah atas nama seseorang yang didasarkan atas
pertimbangan putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, yang menjelaskan bahwa tanah sengketa tersebut merupakan
tanah negara dan tidak berstatus tanah warisan yang diperkarakan oleh para
pihak atau keputusan serupa contoh diatas, tetapi didasarkan atas amar
putusan pengadilan perdata yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
contoh lainnya adalah keputusan pemecatan seorang notaris oleh Menteri
Kehakiman, setelah menerima usul ketua pengadilan negeri atas dasar
kewenangannya menurut pasal 54 Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum.
5. Keputusan tata usaha negara mengenai tata usaha negara Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia ( TNI ). Pada dasarnya, badan atau pejabat tata usaha
negara di lingkungan TNI tidak berbeda dengan kedudukan hukum badan atau
pejabat tata usaha negara di lingkungan sipil. Akan tetapi, karena TNI, maka
penetapan – penetetapan yang di keluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha
negara di lingkungan TNI dikeluarkan dari kompetensi lingkungan peradilan
tata usaha negara.
6. Keputusan panitia pemilihan (Komisi Pemilihan Umum), baik di pusat
maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum. Panitia pemilihan
Indonesiaterdiri dari unsur-unsur tokoh masyarakat yang di pilih dan diseleksi
ketat, sehingga apabila hasil pemilihan umum itu telah disahkan oleh Komisi
Pemilihan Umum dalam suatu keputusan, maka berarti hal tersebut
merupakan konsensus bersama yang tidak dapat diganggu gugat lagi.

17
Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan
kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara.
a. Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan
tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengangkatan
dan sebagainya.
b. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk kemudahan bagi pembuktian.
Oleh karena itu sebuah memo atau nota dapat memenuhi syarat tertulis
tersebut dan akan merupakan suatu Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara menurut undang-undang ini apabila sudah jelas.11
Tindakan Hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada suatu ketentuan Hukum Tata Usaha
Negara yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban pada orang lain.
a. Berisfat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha
Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan,
umpamanya mengenai rumah si A, izin usaha bagi si B, pemberhentian si A
sebagai pegawai negeri.
b. Bersifat individual artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditunjukan
untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Jikalau yang
dituju itu lebih dari seorang, tiap-yiap nama orang yang terkena keputusan itu
disebutkan. Umpanya keputusan tentang pembuatan atau pelebaran jalan
dengan lampiran yang menyebutkan nama-nama orang yang terkena
keputusan tersebut.

11
Prodjohamidjojo Martiman, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara. (Ciawi-Bogor Ghalia
Indonesia )h.23.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hukum administrasi negara (sering disingkat dengan HAN) adalah sebuah cabang
dari ilmu hukum yang mempelajari mengenai tindakan-tindakan dalam
menyelenggarakan sebuah negara. Hukum ini juga dikenal sebagai hukum tata usaha
negara atau hukum tata pemerintahan.

Hukum administrasi negara adalah bagian dari hukum publik dan diturunkan
dari hukum tata negara. Ia mengatur tindakan, kegiatan, dan keputusan yang
dilakukan dan diambil oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam menjalankan roda
negara sehari-hari. Hukum administrasi negara berkembang sejak awal abad ke-20
seiring dengan beralihnya peran negara dari "penjaga malam" menjadi negara
kesejahteraan yang diatur oleh banyak lembaga dengan kewenangan masing-masing.

Hukum administrasi negara diuji dan dilaksanakan dalam lingkungan peradilan tata
usaha negara.

3.2 Saran

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di


atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya
penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 38
Abdul Latif, 2014, Hukum Administrasi (Dalam Praktik Tindak Pidana Korupsi),
Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 1.
Hetifah Sj. Sumanto, Inovasi Partispasi dan Good Governance: 20 Prakarsa Inovatif
dan Partisipatif di Indonesia (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. Xv
N.E.Algra, et.Al., Mula Hukum. 1983. Bina Cipta,Bandung. Hlm. 16.
Dr. Ridwan.HR.2014. Hukum Administrasi Negara. Raja Grafindo, Jakarta. Hlm.58
Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.71
Paulus E. Lotulung,.1994. Yurisprudensi dalam perspektif perkembangan hukum Administrasi Di
Negara Indonesia.Pakuan.Bogor. hlm.3

Prodjohamidjojo Martiman, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara. (Ciawi-


Bogor Ghalia Indonesia )h.23.

Jurnal dan Artikel:


I, Fernando Kansil. 2014. Sanksi Pidana Dalam Sistem Pemidanaan Menurut
Kuhp Dan Di Luar Kuhp. Jurnal Lex Crimen Vol. III No. 3.
Widayati, Lidya Suryani. 2016. Pidana Mati dalam RUU KUHP: Perlukah Diatur
Sebagai Pidana Yang Bersifat Khusus? Jurnal Negara Hukum. Vol. 7 No.

20

Anda mungkin juga menyukai