Anda di halaman 1dari 33

PENGERTIAN KONSEP-KONSEP BESCHIKING ATAU K-TUN DAN

REGELING ATAU PERATURAN KEBIJAKAN

MAKALAH

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Administrasi
Negara yang diampu oleh:

Nanang Koyim, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

Lina Budiarti 1173050059

Mohamad Gio Mufti 1173050067

Neneng Tia Monika 1173050085

Fitri Sukma Jauhari 1173050134

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
2018
Kata Pengantar

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan begitu banyak nikmat. Baik nikmat Iman maupun nikmat Islam. Tak
lupa kami menyampaikan sholawat serta salam kepada nabi Muhammad SAW.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan makalah


ini, dalam mata kuliah Hukum Administrasi Negara dengan topik Pengertian
Konsep-Konsep Beschiking atau K-TUN dan Regeling atau Peraturan
Kebujaksanaan. Kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Nanang Koyim, S.H, M.H . selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Administrasi Negara serta semua pihak yang turut membantu proses penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan


kesalahan baik isinya maupun struktur penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyusunan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca, umumnya untuk pengembangan di Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi...................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................


1.2 Rumusan Masalah....................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Permulaan Kata Beschikking...................................................................

2.2 Freies Ermessen.......................................................................................

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Definisi Keputusan (Beschikking) dan Tindakan Beschikking Pejabat


TUN
A. Definisi Keputusan (Beschikking)..........................................
B. Tindakan Beschikking Pejabat TUN Indonesia......................
3.2 Unsur-Unsur dan Macam-Macam Keputusan (Beschikking)
A. Unsur – Unsur Keputusan (Beschikking)...............................
B. Macam – Macam Keputusan (Beschikking)...........................
3.3 Syarat – Syarat Pembuatan Keputusan (Beschikking).............................
3.4 Definisi Peraturan Kebijakan (Regeling) dan Peran Pejabat TUN
A. Pengertian Peraturan Kebijakan (Regeling)...........................
B. Tindakan Regeling Pejabat TUN Indonesia...........................
3.5 Ciri-Ciri dan Fungsi Peraturan Kebijakan (Regeling)..............................
A. Ciri – Ciri Peraturan Kebijakan (Regeling)............................
B. Fungsi Peraturan Kebijakan (Regeling).................................
3.6 Penormaan Peraturan Kebijakan (Regeling)............................................

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mencegah penyalahgunaan jabatan dan wewenang atau lebih tepat untuk
mencapai dan memelihara adanya pemerintahan dan administrasi yang baik, yang
bersih (behoorlijk bestuur), maka da beberapa asas kebonafidean pemerintah atau
administrasi negara, yang dapat dibagi menjadi dua golongan atau kategori, yaitu
(a) asas-asas mengenai proseur dan atau proses pengambilan keputusan, yang
bilamana dilanggar secara otomatis membuat keputusan yang bersangkutan batal
karena hukum tanpa memeriksa lagi kasusnya, (b) asas- asas mengenai kebenaran
dari fakta-faktanya yang dipakai sebagai dasar untuk pembuatan keputusannya. 1

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam bidang hukum publik bersifat
unilateral. Unilateral adalah doktrin atau agenda apapun yang mendukung tindakan
sepihak. Tindakan seperti itu bisa saja muncul karena tidak suka dengan pihak
lawan atau sebagai bentuk komitmen mencapai tujuan yang disepakati semua pihak.
Dan dalam hal ini pemerintah memiliki hak untuk membuat Beschikking.

Menurut UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara,


Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha
Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat
konkrit, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.

Dengan adanya bestuurszorg, menjadi tuga pemerintah suatu negara hukum


modern membawa suatu konsekuensi khusus bagi administrasi negara atau
penguasa. Sebagaimana kita lihat dalam negara Republik Indonesia, dalam rangka
mencapai tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

1 Prajudi Atmosuirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 90
1945 Alinea keempat, yaitu “....untuk memajukan kesejahteraan umum......serta
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 2

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Beschikking ?
2. Apa saja unsur-unsur dan macam-macam dari Beschikking ?
3. Bagaimana syarat-syarat dalam pembuatan Beschikking ?
4. Apa definisi dari Regeling ?
5. Apa saja ciri-ciri dan fungsi dari Regeling ?
6. Bagaimana penormaan dalam pembuatan Regeling ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Beschikking.
2. Untuk mengetahui unsur-unsur dan macam-macam dari Beschikking.
3. Untuk memahami syarat-syarat dalam pembuatan Beschikking.
4. Untuk mengetahui definisi dari Regeling.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri dan fungsi dari Regeling.
6. Untuk memahami penormaan dalam pembuatan Regeling.

2 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hlm. 40
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kewenangan Beschikking
Menurut Ridwan H.R (2014), instrumen pemerintah adalah alat atau
sarana yang digunakan pemerintah atau administrasi negara dalam
melaksanakan tugasnya. Dalam menjalankan tugas-tugasnya tersebut,
pemerintah atau administrasi negara melakukan tindakan hukum dengan
menggunakan sarana, seperti alat tulis menulis, sarana transportasi dan
kompleks gedung perkantoran, dan sebagainya yang termasuk dalam publik
domain atau kepunyaan publik. Disamping itu pemerintah juga
menggunakan berbagai instrumen dalam menjalankan kegiatan mengatur
dan menjelaskan urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, misalnya
peraturan perundang-undangan, keputusan, peraturan, perizinan, instrumen
hukum keperdataan dan sebagainya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (4) UU No. 5 Tahun 1986,
bahwa sengketa Tata Usaha Negara adalah adalah sengketa yang timbul
dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di
daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara
(KTUN) termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dengan demikian KTUN merupakan dasar lahirnya
sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 1 ayat (3) merumuskan KTUN adalah
suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret,
individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata. 3

3Philipus M. Hadjon dan kawan-kawan, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta,2015, hlm. 132
B. Freies Ermessen

Keberadaan peraturan kebijakan tidak dapat dilepaskan dengan


kewenangan bebas (vrije bevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut
Freies Ermessen. Secara bahasa Freies Ermessen berasal dari kata frei artinya
bebas, lepas, tidak terikat dan merdeka. Sedangkan Ermessen artinya
mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen
berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga dan
mempertimbangkan sesuatu. Istilah ini kemudian secara khas digunakan dalam
bidan pemerintahan, sehingga Freies Ermessen diartikan sebagai salah satu
sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya
pada undang-undang. 4

4Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 169-
170
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Definisi Keputusan (Beschikking), Contoh dan Peran Pejabat TUN

A. Definisi Keputusan (Beschikking)

Ketetapan Tata Usaha Negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang


sarjana Jerman, Otto Meyer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini
diperkenalkan di Negeri Belanda Beschikking oleh Van Vollenhoven dan C. W
Van Der Vot, yang oleh beberapa penulis, seperti A. M Donner, H. D Van Wijk
/ Willemkonijnenbelt dianggap sebagai “de vader van het modern
beschikkingsbegrip” (bapak dari konsep beschikking modern).

Di Indonesia istilah beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF Prins,


ada yang menerjemahkan istilah beschikking ini dengan “ketetapan”, seperti E.
Utrecht, Bagir Manan, Sjachran Basah, dan lain-lain, dan dengan “keputusan”
seperti WF Prins dan SF Marbun, dan lain-lain. Djenal Hoesen dan Muchsan
mengatakan bahwa penggunaan istilah keputusan barang kali akan lebih tepat
untuk menghindari kesimpangsiuran pengertian dengan istilah ketetapan.
Menurutnya, di Indonesia istilah ketetapan sudah memiliki pengertian teknis
yuridis, yaitu sebagai ketetapan MPR yang berlaku ke luar dan ke dalam.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, istilah beschikking itu
diterjemahkan dengan keputusan.

Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan
dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah
beschikking hanya dibatasi dalam pengertian yuridis, khususnya Hukum
Administrasi Negara. Menurut H. D Van Wijk / Willem Konijnenbelt,
beschikking merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkret
dan individual (tidak ditujukan untuk umum) dan sejak dulu sudah dijadikan
instrumen yuridis pemerintahan yang utama. Menurut P. Dee Haan dan kawan-
kawan, “De administratieve beschikking is de meest voorkomende en ook meest
bestudeerde betuurshandeling” (keputusan administrasi merupakan bagian dari
tindakan pemerintah yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari).
Oleh karena itu, tidak berlebihan jika F.A.M Stroik dan J. G Steenbeek
menganggapnya sebagai konsep inti dalam Hukum Administrasi Negara (een
kernbegrip in her administratief recht). 5

Definisi Ketetapan (Beschikking) menurut para ahli, diantaranya :

a. W. F PRINS
Beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak di bidang
pemerintahan, dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan
khusus.
b. E. UTRECHT
Beschikking adalah suatu perbuatan berdasarkan hukum publik yang
bersegi satu, ialah dilakukan oleh alat-alat pemerintah berdasarkan suatu
kekuasaan istimewa.
c. VAN DER POT
Beschikking adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat-alat
pemerintahan itu dalam menyelenggarakan hal khusus, dengan maksud
mengadakan perubahan dalam lapangan bidang hukum.

Sedangkan Definisi UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha


Negara adalah sebagai berikut :

“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang


dikeluarkan oleh badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi
tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku yang bersifat konkrit, individual dan final yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseoorang atau badan hukum perdata. 6

5Sahya Anggara, Hukum Administrasi Negara, Pustaka Setia, Bandung, 2018, hlm. 191-192
6http://www.academia.edu/27677068/KETETAPAN_BESCHIKKING (Diakses pada tanggal 02
Oktober 2018 Pukul 19:36 WIB)
B. Tindakan Beschikking Pejabat TUN Indonesia

Dalam buku Prajudi Atmosudirjo, Hakim pengadilan juga dapat mengambil


penetapan, misalnya apabila mengangkat wali bagi seorang anak, akan tetapi
menetapannya diberi bentuk Putusan Hakim (vonis). Badan legislatif pun dapat
mengambil penetapan misalnya, ratifikasi dari pada suatu perjanjian
internasional dan penetapannya diberi bentuk Undang-Undang.

Semua penetapan yang diambil oleh Administrasi Negara dimuat atau


dituangkan dalam suatu keputusan, pada umumnya keputusan dilakukan secara
tertulis misalnya SK (surat keputusan), surat biasa, surat edaran, ataupun berupa
disposisi di bagian samping surat permohonan yang bersangkutan. Penetapan
atau keputusan Administrasi Negara bersifat negatif bilamana terdapat
penolakan terhadap permohonan dari warga masyarakat yang bersangkutan. 7

3.2 Unsur-Unsur dan Macam-Macam Keputusan (Beschikking)

A. Unsur-Unsur Keputusan
Berdasarkan beberapa definisi beberapa sarjana tersebut, tampak
ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking yaitu, 1) pernyataan
kehendak sepihak (enjizdige schriftelijke wilsverklaring); 2) dikeluarkan
oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan); 3) didasarkan pada kewenangan
hukum yang bersifat publik (publiekbevoegdheid); 4) ditujukan untuk hal
khusus atau peristiwa konkret dan individual; 5) dengan maksud untuk
menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.
Sebelum menguraikan unsur-unsur keputusan ini, terlebih dahulu
dikemukakkan pengertian keputusan berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang
Administrasi Belanda (AwB) dan menurut Pasal 1 angka (3) Undang-
Undang No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN yang sekarang menjadi Undang-
Undang No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN, yaitu sebagai berikut :

7 Prajudi Atmosuirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 94-95
“Van de een bestaande rechtsverhounding of het scheppen van een nieuwe
rechtsverhouding, dan wel inhoudende de weigering tot zodanig vaststellen,
wijzigen, opheffen of scheppen”.

(pernyataan kehendak tertulis secara sepihak dari organ pemerintahan pusat,


yang diberikan berdasarkan kewajiban atau kewenangan dari Hukum Tata
Negara atau Hukum Administrasi Negara, yang dimaksudkan untuk
penentuan, penghapusan atau pengakhiran hubungan hukum yang sudah
ada, atau menciptakan hubungan hukum baru, yang memuat penolakan
sehingga terjadi penetapan, perubahan, penghapusan atau penciptaan).

Berdasarkan Pasal 1 angka (3) Undang Undang No. 5 Tahun 1986,


keputusan didefinisikan sebagai; “Suatu penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata”.

Berikut ini akan dijelaskan unsur-unsur keputusan tersebut secara


teoretik dan berdasarkan hukum positif.

1. Pernyataan Kehendak Sepihak Secara Tertulis


Secara teoretik, hubungan hukum publik (publiekrechtsbetrekkin)
senantiasa bersifat sepihak atau bersegi satu , “Administratiefrechtelijke
rechtshandelingen zijn enzijdige rechtshandelingen” (tindakan Hukum
Administrasi adalah tindakan hukum sepihak). Oleh karena itu,
hubungan hukum publik berbeda halnya dengan hubungan hukum
dalam bidang perdata yang selalu bersifat dua pihak (tweejizdige) atau
lebih, karena dalam hukum perdata di samping ada kesamaan
kedudukan juga ada asas otonomi yang berupa kebebasan pihak yang
bersangkutan untuk mengadakan hubungan hukum atau tidak serta
menentukan apa isi hubungan hukum itu. Sebagai wujud dari pernyataan
kehendak sepihak, pembuatan dan penerbitan keputusan hanya berasal
dari pihak pemerintah, tidak tergantung kepada pihak lain.
Ketika pemerintah dihadapkan pada peristiwa konkret dan
pemerintah memiliki motivasi dan keinginan untuk menyelesaikan
peristiwa tersebut, pemerintah diberi wewenang untuk mengambil
tindakan hukum secara sepihak dengan menuangkan motivasi dan
keinginannya itu dalam bentuk keputusan. Artinya keputusan
merupakan hasil dari tindakan hukum yang dituangkan dalam bentuk
tertulis, sebagai wujud dari motivasi da keinginan pemerintah. Menurut
F. C. M. A. Michiels, keputusan adalah sebagai tindakan hukum, yang
merupakan wujud dari; motieven-wil-keuze-gedrag/handeling 9alasan-
alasan-kehendak-pilihan-tindakan). Telah disebutkan bahwa tindakan
hukum publik itu selalu bersifat sepihak, sehingga keputusan
merupakan hasil dari tindakan sepihak pemerintah yang dituangkan
dalam bentuk tertulis. Dengan demikian, jelaslah bahwa keputusan
merupakan pernyataan kehendak sepihak secara tertulis. Menurut
Soeharjo, keputusan TUN adalah keputusan sepihak dari organ
pemerintah. Ini tidak berarti bahwa kepada pihak siapa keputusan itu
ditujukan sebelumnya sama sekali tidak mengetahui akan adanya
keputusan itu, dengan kata lain bahwa inisiatif sepenuhnya ada pada
pihak pemerintah. Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa
keputusan ini adalah keputusan sepihak, karena bagaimanapun
keputusan itu tergantung dari pemerintah, yang dapat memberikan atau
menolaknya. Dengan kata lain, sepihak karena pemerintah memutuskan
untuk melakukan tindakan hukum itu sepihak, artinya tanpa persetujuan
kehendak pihak lainnya.
Pernyataan kehendak sepihak yang dituangkan dalam bentuk tertulis
itu muncul dalam dua kemungkinan, yaitu :
a. Ditujukan ke dalam (naar binnen gericht)
Yaitu keputusan berlaku ke dalam lingkungan administrasi
negara sendiri.
b. Ditujukan ke luar (naar buiten gericht)
Yaitu yang berlaku bagi warga negara atau badan hukum
perdata.

Atas dasar pembagian tersebut lalu dikenal dua jenis keputusan :

a. Keputusan intern (interne beschikking)


b. Keputusan ekstern (rxterne beschikking)

Keputusan yang relevan dengan pembahasan ini hanyalah keputusan


ekstern, yang ditujukan ke luar dari administrasi.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka (3) UU No. 5 Tahun 1986,


istilah “penetapan tertulis” menunjuk kepada isi dan bukan kepada
bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN.
Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan
tertulis bukanlah bentuk formatnya seperti surat keputusan
pengangkatan dan sebagainya. Pernyataan tertulis itu diharuskan untuk
kemudahan segi pembuktian. Oleh karena itu, sebuah memo atau nota
dapat memenuhi syarat tertulis tersebut dan akan merupakan Keputusan
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut undang-undang ini
apabila sudah jelas :

a. Badan atau pejabat TUN mana yang mengeluarjannya;


b. Maksud serta mengenai hal apa isi tulisan itu;
c. Kepada siapa tulisan itu ditujukan dan apa yang ditetapkan di
dalamnya.

Berdasarkan kriteria ini, dua contoh kasus di bawah ini akan


memperjelas bahwa kualifikasi penetapan tertulis, tidak dalam bentuk
formalnya, tetapi dari segi isi atau materinya, yaitu kasus
"surat”undangan” dan kasus “plank” atau papan nama bertuliskan
“tanah sengketa”, yaitu :
a. Paulus Djaja Santosa Tabeta yang beralamat di Cengkareng, Jakarta
Barat, memiliki sebidang tanah. Suatu ketika ada pihak lain (Ny.
Sriyanti) mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya. Paulus
merasa memiliki tanah tersebut karena mempunyai selembar
sertifikat hak pakai tertanggal 23 November 1987, sedangkan
Sriyanti memiliki bukti sertifikat hak pakai atas namanya yang telah
berakhir sejak 1982. Karena ada perselisihan antara Paulus dan
Sriyanti ini, kemudian Walikota turun tangan dengan mengirimkan
surat undangan kepada Paulus untuk menyelesaikan sengketa
tersebut. Akan tetapi, Paulus yang merasa tidak perlu ada pihak lain
yang ikut campur, tidak dapat menerima adanya surat undangan
Walikota tersebut, bahkan Paulus merasa telah dirugikan dengan
surat undangan itu, yakni Paulus tidak dapat memperoleh IMB atas
tanahnya dan Paulus juga tidak dapat menjual tanah miliknya itu.
Karena itu Paulus mengajukan gugatan terhadap Walikota melalui
PTUN Jakarta. Dan dugatan Paulus itu diterima di PTUN.
b. Seseorang menggugat Kepala Desa sebagai tergugat I dan Camat
sebagai tergugat II. Alasan gugatan adalah bahwa penggugat merasa
keberatan atas pemasangan papan nama (plank) yang bertuliskan
“Tanah Sengketa” di atas tanah miliki penggugat. Putusan PTUN
Medan No. 06/G/1992/PTUN Mdn menyatakan bahwa gugatan
seorang warga terhadap Kepala Desa sebagai tergugat I dan Camat
sebagai tergugat II, diterima dan dikabulkan sebagian.
Berdasarkan putusan PTUN, “Surat Undangan” dan “Plank”
tersebut dapat dikualifikasikan sebagai keputusan untuk unsur
penetapan tertulis. Unsur penetapan tertulis ini tidak harus
berbentuk surat keputusan formal. Unsur penetapan tertulis ini ada
pula pengecualiannya, yaitu Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 yang
dikenal dengan KTUN fiktif/negatif. 8

8Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 143-
150
2. Dikeluarkan Oleh Pemerintah

Hampir semua bagian pemerintahan berwenang untuk


mengeluarkan keputusan atau keputusan. Dalam praktik kita mengenal
keputusan yang dikeluarkan oleh organ-organ kenegaraan, seperti
keputusan MPR, keputusan kedua DPR, keputusan Presiden sebagai
kepala negara dan sebagainya. Meskipun demikian, keputusan yang
dimaksud di sini hanyalah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah
selaku administrasi negara. Keputusan yang dikeluarkan oleh organ-
organ kenegaraan tidak termasuk dalam pengertian beschikking
berdarkan Hukum Administrasi Negara.

Berdasarkan Pasal 1 angka (1) No. 5 Tahun 1986, tata usaha


negara adalah administrasi yang melaksanakan fungsi untuk
menyelenggarakan urusan pemerintah baik di pusat ataupun di daerah.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “urusan
pemerintah” adalah kegiatan yang bersifat eksekutif. Beragamnya
lembaga atau organ pemerintahan dan yang dipersamakan engan organ
pemerintah menunjukkan bahwa pengertian Badan atau Pejabat TUN
memiliki cakupan yang cukup luas, yang berarti luas pula pihak-pihak
yang dapat diberikan wewenang pemerintahan untuk membuat dan
mengeluarkan keputusan. 9

3. Berdasarkan Peraturan Perundang Undangan yang Berlaku

Dalam negara hukum, setiap tindakan hukum pemerintah harus


didasarkan pada asas legalitas, berarti pemerintah tunduk pada undang-
undang. Esensi dari asas legalitas adalah wewenang, yaitu kemampuan
untuk melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu.

Pembuatan dan penerbitan keputusan harus didasarkan pada


peraturan perundang-undangan yang berlaku atau harus didasarkan pada

9Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 150-
151
wewenang pemerintah yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan. Tanpa dasar kewenangan, pemerintah atau tata usaha negara
tidak dapat membuat dan menerbitkan keputusan atau keputusan itu
menjadi tidak sah. Organ pemerintah dapat memperoleh kewenangan
untuk membuat keputusan tersebut melalui tiga cara yaitu atribusi,
delegasi dan mandat. 10

4. Bersifat Konkret, Individual dan Final


Berdasarkan Pasal 1 angka (3) UU No. 5 Tahun 1986, sebagaimana
disebutkan diatas, keputusan memiliki sifat konkret, individual dan
final. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa, konkret artinya objek
yang diputuskan oleh KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud tertentu
atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan
untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Jika
yang dituju itu lebih dari seorang, tiap-tiap nama orang yang terkena
keputusan itu disebutkan. Final artinya sudah definitif dan karenanya
dapat menimbulkan akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan
persetujuan instansi atasan atau instansi lain belum bersifat final
karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada
pihak yang bersangkutan. 11
5. Menimbulkan Akibat Hukum
Tindakan hukum pemerintah merupakan tindakan hukum yang
dilakukan oleh organ pemerintah untuk menimbulkan akibat-akibat
hukumtertentu khususnya di bidang pemerintahan atau administrasi
negara. Meskipun pemerintah dapat melakukan tindakan hukum privat,
dalam hal ini hanya dibatasi pada tindakan pemerintah yang bersifat
publik. Tindakan hukum ini terbagi dalam dua jenis, yaitu tindakan
hukum publik yang bersifat sepihak (eenzijdig) dan dua pihak atau lebih
(meerzijdig). Berdasarkan paparan tersebut tampak bahwa keputusan

10 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 151-
152
11 Ibid.
merupakan instrumen yang digunakan oleh organ pemerintah dalam
bidang publik dan digunakan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum
tertentu.
Dengan kata lain, akibat hukum yang dimaksudkan adalah muncul
ayau lenyapnya hak atau kewajiban bagi subjek hukum tertentu. Sebagai
contoh mengenai akibat hukum yang muncul dari dikeluarkannya
keputusan atau pengangkatan atau pemberhentian seorang pegawai
negeri berdasarkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang. 12
6. Seseorang atau Badan Hukum Perdata
Badan hukum keperdataan dalam keadaan dan alasan tertentu dapat
dikualifikasi sebagai jabatan pemerintah khususnya ketika sedang
menjalankan salah satu fungsi pemerintahan. 13
B. Macam – Macam Keputusan

Secara teoritis dalam Hukum Administrasi Negara , di kenal ada beberapa


macam dan sifat keputusan, yaitu sebagai berikut :

1. Keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif


Keputusan Deklaratoir adalah keputusan yang tidak mengubah hak dan
kewajiban yang telah ada, tetapi sekedar menyatakan hak dan kewajiban
tersebut (rechtsvaststellende beschikking). Keputusan ini maksudnya
mengakui hak yang sudah ada, keputusan itu menimbulkan suatu hak
baru yang sebelumnya tidak di punyai seseorang yang haknya tidak
tercantum dalam keputusan itu, maka ia dinamakan keputusan
konstitutif (rechtscheppend beschikking). Keputusan yang bersifat
konstitutif dapat berupa hal – hal sebagai berikut:
a. Beschikkingen die een verplichting opleggen om iets te doen, te
leaveof the dulden, (keputusan-keputusan yang meletakan

12 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 154-
155
13 Ibid.
kewajiban untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau
memperkenalkan sesuatu),
b. Beschikking welke aan een persoon, een instelling of een zaak een
status verlenen, waardoor op die persoon of die zaak belpade
rechstregel van toepassing worden, (keputusan – keputusan yang
memberikan status pada seseorang atau perusahaan itu dapat
menerapkan aturan hukum tertentu).
c. Beschikkingen welke een prestatie van de overheid in het
vooruitzicht stelle, (keputusan – keputusan yang meletakan prestasi
atau harapan pada perbuatan pemerintah = subsidi atau bantuan).
d. Beschikking welke iets toestaan wat teroven niet geoorloofd was,
(keputusan yang mengijinkan sesuatu yang tadinya tidak diijinkan).
e. Besichikking welke aan besichikinngen van large organen werking
verlenen of bestaande werking ontnemen, ( keputusan – keputusan
yang menyetujui atau membatalkan berlakunya keoutusan organ
yang lebih rendah = pengesahan [goedkeuring] atau pembatalan [
vernietiging].
2. Keputusan yang menguntungkan dan yang memberi beban
Keputusan yang menguntungkan (begunstigende beschikking)
artinya keputusan itu memberikan hak - hak atau memberikan
kemunhkinan untuk memperoleh sesuatu yang tanpa adanya keputusan
itu memeberikan keringanan beban yang ada atau mungkin ada,
sedangkan keputusan yang memberikan beban (belastende
basichikking) adalah keputusan yang meletakan kewajiban yang
sebelumbya tidak ada atau keputusan menegnai penolakan terhadap
permohonan unyuk memperoleh keringanan. Pemilihan jenis kelutusan
yang mengunyungkan dan memberi beban ini penting terutama dalam
kaitanya pencabutan keputusan. Dalam hal KTUN itu menguntungkan,
gugatan bakal muncul pada pihak ke III, sedangkan dalam hal KTUN
memberi beban (misalnya penetapan pajak), gugatan berasal dari pihak
ke II.
3. Keputusan Eenmalig dan Keputusan yang Permanen

Keputusan Eenmalig adalah keputusan yang berlaku sekali atau


keputusan sepintas lalu, yang dalam istilah lain disebut keputusan yang
bersifat kilat (vluctige basichikking) seperti IMB atau ijin untuk
mengadakan rapat umum, sedangkan keputusan permanen adalah
keputusan yang memiliki masa waktu berlaku yang relatif lama. AWF
Prins menyebutkan keputusan yang dianggap keputusan “sepintas lalu”,
yaitu:

a. Keputusan yang dimaksud untuk mengubah teks keputusan yang


terdahulu
b. Keputusan negatif
c. Penarikan kembali atau pembatalan
d. Pernyataan yang fapat di laksanakan

4. Keputusan yang bebas dan yang terikat

Keputusan yang bersifat bebas adalah keputusan yang didasarkan


pada kewenangan bebas (vrije bevoegheid) atau kebebasan bertindak
yang dimiliki penjabat tata usaha negara baik dalam keoutusan bijaksana
maupun kebebasan interpretasi, sedangkan keputusan terikat adalah
(gebondes bevoegdheid), artinya keputusan ituhanya melakukan
ketentuan yang sudah ada tanpa adanya ruang kebebasan bagi pejabat
yang bersangkutan.

5. keputusan positif dan negatif

Keputusan positif adalah keputusan yang menimbulkan hak dan


kewajiban bagi yang dikenakan putusan, sedangkan keputusan negatif
adalah keputusan yang tidak menimbulka. Peru ahan keadaan hukum
yang telah ada, keputusan positif terdiri dari lima golongan, yaitu :

a. Keputusan, yang pada umumnya nelahirkan keadaan hukum baru


b. Keputusan, yang melahirkan keadaan hukum baru bagi obyek
tertentu
c. Keputusan, yang menyebabkan berdirinya atau bubarnya badan
hukum
d. Keputusan, yang membebankan kewajiban baru kepada seseorang
atau kepada orang (perintah)
e. Keputusan, yang memberikan hak baru kepada seseorang atau
kepada beberapa orang (keputusan yang menguntungkan )

Keputusan negatif dapat berbentuk pernyataan tidak berkuasa


(onbevoegd verklaring), lernyataan tidak diterima (nietontvankelijk
verklaring) atau seusuatu penolakan (afwijzing). Keoutusan negatif yanh di
maksud disini adalah keputusan yang ditinjau dari keoutusan yang di tinjau
dari akibat hukumnya yakni tidak menimbulkan lerubahan hukun yang ada.
Bukan keptusan negatif atau fiktif aebagaimana dimaksud dalam pasal 3 UU
no.5 tahu. 1986 tentang PTUN jo. UU No.9 tahun 2004 tentang perubahan
UU PTUN tersebut.

6. Keputisan perorangan atau kebendaan

Keputusan perorangan (persoonlijk besichikking) adalah keputusan


yang diterbitkan berdasarkan kualitas pribadi irang tertentu atau keputusan
yang berkaitan dengan orang, seperti keputusan tentang pengangkatan atau
pemberihentian seseorang sebagai pegawai nwgeri atau penjabat negara,
seurat ijin mengemudi dlln, sedangkan keputusan kebendaan
(zakerlijkbesichikking) adalah keputusan yang diterbitkan atas dasar
kualitas kebendaan atau kelutusan yang berkaitan dengan benda, seleperti
sertifikat hak dan tanah. Misalnya surat ijin mendirikan bangunan atau ijib
usaha industri (tertuju pada orang ), dan di sisi lain keputusan itu
memberikan keabsahan didirikan bangunan atau industri (tertuju oada
benda. 14

3.3 Syarat – Syarat Pembuatan Keputusan

Pembuatan keputusan tata usaha negara harus memerhatikan beberapa


persyaratan agar keputusan itu menjadi sah menurut hukum (rechtsgeldig) dan
memiliki kekuatan hukum (rechtskracht) .Berikut syarat-syarat yang harus
diperhatikan :

1. Syarat-syarat materiil terdiri atas :


a. Organ pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang
b. Karena keputusan suatu pernyataan kehendak,maka krputusan tidak
boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti, penipuan,
paksaan atau suap dan kesesatan.
c. Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu
d. Keputusan harus dapat dilaksanakan tanpa melanggar peraturan-
peraturan lain,serta isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi
dan tujuan peraturan dasarnya.
2. Syarat-syarat formal terdiri atas :
a. Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya
keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus
dipenuhi.
b. Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya putusan itu.
c. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu harus
dipenuhi.
d. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang
menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu harus
diperhatikan.

14Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 157-
161
Apabila syarat materiil dan formal ini telah terpenuhi maka keputusan itu
sah menurut hukum artinya diterima sebagai suatu bagian dari tertib hukum atau
sejalan dengan ketentuan hukum yang ada baik secara prosedural/formal ataupun
materiil.Sebaliknya, bila persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka keputusan
tersebut mengandung kekurangan dan menjadi tidak sah. F.H.Van der Burg dan
kawan-kawan menyebutkan bahwa keputusan dianggap tidak sah jika dibuat oleh
organ yang tidak berwenang,mengandung cacat bentuk,cacat isi dan cacat
kehendak. A.M.Donner mengemukakan akibat-akibat dari keputusan yang tidak
sah yaitu sebagai berikut.

1. Keputusan itu harus dianggap batal sama sekali


2. Berlakunya keputusan itu dapat digugat:
a. Dalam banding
b. Dalam pembatalan oleh jabatan
c. Dalam penarikan kembali oleh kekuasaan yang berhak mengeluarkan
keputusan itu.
3. Dalam hal keputusan tersebut,sebelum dapat berlaku, memerlukan
persetujuan suatu badan kenegaraan yang lebih tinggi, persetujuan itu tidak
diberi.
4. Keputusan itu diberi tujuan lain daripada tujuan permulaannya.

Van der Wel menyebutkan enam macam akibat suatu keputusan yang
mengandung kekurangan, yaitu sebagai berikut.

1. Batal karena hukum


2. Kekurangan itu menjadi sebab atau menimbulkan kewajiban untuk
membatalkan keputusan itu untuk sebagiannya atau seluruhnya.
3. Kekurangan itu menyebabkan bahwa alat pemerintah yang lebih tinggi yang
berkompeten untuk menyetujui atau meneguhkannya, tidak sanggup
memberi persetujuan atas peneguhan itu.
4. Kekurangan itu tidak memengaruhi berlakunya keputusan.
5. Karena kekurangan itu,keputusan yang bersangkutan dikonversi ke dalam
keputusan lain.
6. Hakim sipil (biasa) menganggap keputusan yang bersangkutan tidak
mengikat.

Meskipun suatu keputusan itu dianggap sah dan akan menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang itu atau badan hukum perdata, akan tetapi keputusan yang
tidak sah itu dengan sendirinya berlaku karena untuk berlakunya suatu keputusan
itu harus memerhatikan tiga hal berikut ini; pertama jika berdasarkan peraturan
dasarnya terhadap keputusan itu tidak memberi kemungkinan mengajukan banding
bagi yang dikenai keoutusan, maka keputusan itu mulai berlaku sejak diterbitkan
kedua, jika berdasarkan peraturan dasarnya terdapat kemungkinan untuk
mengajukan banding terhadap keputusan yang bersangkutan maka keberlakuan
keputusan itu tergantung dari proses banding itu. Ketiga jika keputusan itu
memerlukan pengesahan dari organ atau instansi pemerintah yang lebih tinggi maka
keputusan itu berlaku setelah mendapatkan pengesahan.

Kranenburg dan Vegting menyebutkan empat cara mengajukan permohonan


banding terhadap keputusan yaitu sebagai berikut.

1. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pembatalan


keputusan pada tingkat banding, dimana kemungkinan itu ada.
2. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada
pemerintah supaya keputusan itu dibatalkan.
3. Pihak yang dikenai keputusan itu dapat mengajukan masalahnya kepada
hakim biasa agar keputusan itu dinyatakan batal karena bertentangan
dengan hukum.
4. Pihak yang dikenai keputusan itu dapat, -apabila karena tidak memenuhinya
keputusan itu- berusaha untuk memperoleh keputusan dari hakim seperti
yang dimaksudkan pada poin c.

Pada umumnya batas waktu mengajukan banding itu ditentukan dalam


peraturan dasar yang terkait dengan keputusan itu.Jika batas eaktu banding telah
berakhir dan tidak digunakan oleh mereka yang dikenai keputusan itu, maka
keputusan itu mulai berlaku sejak saat berakhirnya batas waktu banding itu.
Berkenaan dengan pengesahan terdapat tiga pendapat, yaitu sebagai berikut.

1. Karena berhak untuk memberikan persetujuan, pemerintah menjadi


pembuat serta undang-undang, jadi merupakan hak pengukuhan.
2. Hak memberikan persetujuan adalah hak placet, artinya melepaskan
tanggung jawab (jadi, pernyataan dapat dilaksanakan)
3. Persetujuan merupakan tindakan terus menerus, artinya tidak berakhir pada
saat diberikan, tetapi dapat ditarik kembali selama yang disetujuinya masih
berlaku.

Keputusan yang sah dan dapat berlaku dengan sendirinya akan memiliki
kekuatan hukum formal dan kekuatan hukum materiil. Kekuatan hukum formal
suatu keputusan ialah pengaruh yang dapat diadakan oleh karena adanya keputusan
itu. Suatu keputusan mempunyai kekuatan hukum formal apabila keputusan itu
tidak lagi dibantah oleh suatu alat hukum. Dengan kata lain, tidak dapat dibantah
oleh pihak yang berkepentingan, hakim, organ pemerintahan yang lebih tinggi,
maupun organ yang membuat keputudan itu sendiri. Keputusan tata usaha negara
memiliki kekuatan hukum formal dalam hal :

1. Keputusan itu telah mendapat persetujuan untuk berlaku dari organ


pemerintahan yang lebih tinggi yang berhak menyetujui keputusan tersebut.
2. Permohonan untuk banding terhadap keputusan tersebut ditolak taau tidak
dapat menggunakan hak banding untuk jangka waktu yang ditentukan oleh
undang-undang.

Adapun yang dimaksud keputusan yang memiliki kekuatan hukum materiil


adalah pengaruh yang dapat diadakan oleh karena isi atau materi dari keputudan
itu. E.Utrecht menyebutkan bahwa suatu keputusan memiliki kekuatan hukum
materiil, bilamana keoutusan itu tidak lagi dapat ditiadakan oleh alat negara yang
membuatnya, kecuali peraturan perundang-undangan memberikan kemungkinan
pada pemerintah atau administasi negara untuk meniadakan keputusan tersebut.

Keputusan yang sah dan sudah dinyatakan berlaku, disamping mempunyai


kekuatan hukum formal dan materiil, juga akan melahirkan prinsip praduga
rechtmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau premsumtio justea causa).
Prinsip ini mengandung arti bahwa “Setiap keputusan yang dikeluarkan oleh
pemerintah atau administrasi negara itu dianggap sah menurut hukum”. Asas
praduga rechtmatig ini membawa konsekuensi bahwa setiap keputusan yang dibuat
pemerintah tidak untuk dicabut kembali kecuaku ada pembatalan dari pengandilan.
Lebih lanjut konsekuensi dari asas ini adalah pada dasarnya keputusan yang telah
dikeluarkan pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya meskipun terdapat
keberatan, banding, perlawanan, atau gugatan terhadap suatu keputusan oleh pihak
yang dikenai keputusan tersebut.

Asas praduga rechtmatig ini dianut pula oleh UU. No.5 Tahun 1986 tentang
PTUN jo UU No.9 Tahun 2004 tentang perubahan UU No.5 Tahun 1986 tentang
PTUN, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 67 ayat (1) “Gugatan tidak menunda
atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang digugat” .Dalam penjelasannya disebutkan “Akan tetapi selama hal
itu belum diputus oleh pengadilan, maka Keputusan Tata Usaha Negara harus
dianggap menurut hukum. Dalam proses dimuka Pengadilan Tata Usaha Negara
memang dimaksudkan untuk menguji apakah dugaan bahwa Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak. Inilah dasar hukum
acara Tata Usaha Negara yang bertolak dari anggapan bahwa Keputusan Tata
Usaha Negara itu selalu menurut hukum. Dari segi perlindungan hukum, maka
Hukum Acara Tata Usaha Negara yang merupakan sarana hukum untuk dalam
keadaan konkret meniadakan anggapan tersebut. Oleh karena itu, pada asasnya
selama hal tersebut belum diputuskan oleh Pengadilan maka Keputusan Tata Usaha
Negara yang digugat itu tetap dianggap menurut hukum dan dapat dilaksanakan.
Akan tetapi, dalam keadaan tertentu, penggugat dapat mengajukan permohonan
agar selama proses berjalan, Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
diperintahkan ditundab pelaksanaannya.”
Meskipun asas praduga rechtmatig ini demikian penting dalam melandasi setiap
keputusan, namun asas ini tidak berarti meniadakan sama sekali kemungkinan
perubahan ,pencabutan atau penundaan keputusan tata usaha negara. 15

3.4 Definisi Peraturan Kebijakan (Regeling), Contoh dan Peran Pejabat TUN

A. Pengertian Peraturan Kebijakan (Regeling)


Menurut Philipus M. Hadjon, Peraturan Kebijakan pada hakikatnya
merupakan produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan untuk
menampakkan keluar suatu kebijakantertulis. Peraturan kebijakan hanya
berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tuga
pemerintah, karenanya tidak dapat mengubah ataupun menyimpangi
peraturan perundang-undangan. Peraturan ini adalah semacam hukum
bayangan dari undang-undang atau hukum. Oleh karena itu peraturan ini
disebut pula dengan istilah psudo-wetgeving (perundang-undangan semu)
atau spigelsrecht (hukum bayangan atau cermin).
B. Tindakan Regeling Pejabat TUN Indonesia

Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan


peraturan atau regeling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban
pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang sifatnya umum.
Maksud perkataan umum dalam pengertian regeling atau peraturan,berarti
bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara sedang dalam upaya mengatur
semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan
ini ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan
bersifat khusus. Sebagai contoh adalah perbuatan pemerintah menerbitkan
peraturan, tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam upaya mengajukan
permohonan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) ataupun Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB). Dalam kedua peraturan tersebut, pemerintah tidak menyebut

15Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 161-
169
nama atau identitas orang perorang, akan tetapi secara umum kepada setiap
orang yang akan melaksanakan permohonan ke dua akta hukum di atas.

3.5 Ciri-Ciri dan Fungsi Peraturan Kebijakan (Regeling)

A. Ciri – Ciri Peraturan Kebujakan (Regeling)


J. H. Van Kreveld menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijakan sebagai
berikut :
1. peraturan itu langsung atau tidak langsung, tidak didasarkan pada
ketentuan undang-undang formal atau UUD yang memberikan
kewenangan mengatur, dengan kata lain peraturan itu tidak
ditemukan dasarnya dalam undang-undang.
2. Peraturan itu, tidak tertulis dan muncul dalam serangkaian
keputusan-keputusan instansi pemerintahan dalam melaksanakan
kewenangan pemerintahan yang bebas terhadap warga negara, atau
ditetapkan secara tertulis oleh instansi pemerintah tersebut.
3. Peraturan itu memberikan petunjuk secara umum, dengan kata lain
tanpa pernyataan dari individu warga negara mengenai bagaimana
instansi pemerintahan melaksanakan kewenangan pemerintahannya
yang bebas terhadap setiap individu warga negara yang berada
dalam situasi yang dirumuskan dalam peraturan itu.

Bagir Manan menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijakan sebagai


berikut :

1. Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang-


undangan.
2. Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-
undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan.
3. Peraturan kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena
memang tidak ada dasar peraturan perundang-undangan untuk
membuat keputusan peraturan kebijakan tersebut.
4. Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan
ketiadaan wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan
perundang-undangan.
5. Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada
doelnatigheid dan karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
6. Dalam praktik diberi format dala berbagai bentuk dan jenis aturan,
yakni keputusan, instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain,
bahkan dapat dijumpai dalam bentuk peraturan.
B. Fungsi dan Penormaan Peraturan Kebijakan

Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijakan dapat difungsikan secara


tepatguna dan berdayaguna sebagai berikut :

1. Tepatguna dan berdaya guna sebagai sarana pengaturan yang


melengkapi, menyempurnakan dan mengisi kekurangan-
kekurangan yang ada peraturan perundang-undangan.
2. Tapatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan bagi
keadaan vacum peraturan perundang-undangan.
3. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan bagi
kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut,
layak, benar, dan adil dalam peraturan perundang-undangan.
4. Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan untuk
mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan yang sudah
ketinggalan zaman.
5. Tepatguna dan berdayaguna bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan pembangunan yang
bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang dihadapi.

3.6 Penormaan Peraturan Kebijakan (Regeling)


Menurut Indroharto, pembuatan peraturan kebijakan harus
memerhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Ia tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasar yang


mengandung wewenang diskreasioner yang dijabarkan itu;
2. Ia tidak boleh nyata-nyata bertentangan dengan nalar yang sehat;
3. Ia harus dipersiapkan dengan cermat; semua kepentingan, keadaan-
keadaan serta alternatif-alternatif yang ada perlu dipertimbangkan;
4. Isi dari kebijakan harus memberikan kejelasan yang cukup
mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari warga yang
terkena peraturan tersebut;
5. Tujuan-tujuan dan dasar-dasar pertimbangan mengenai kebijakan
yang akan ditempuh harus jelas;
6. Ia harus memenuhi syarat kepastian hukum materiil, artinya hak-hak
yang telah diperoleh dari warga masyarakat yang terkena harus
dihormati, kemudian juga harapan-harapan warga yang pantas telah
ditimbulkan jangan sampai diingkari.

Sedangkan dalam penerapan atau penggunaan peraturan kebijakan


harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Harus sesuai dan serasi dengan tujuan undang-undang yang


memberikan beoordelingsvrijheid (ruang kebebasan bertindak);
2. Serasi dengan asas-asas hukum umum yang berlaku, seperti:
a) Asas perlakuan yang sama menurut hukum;
b) Asas kepatutan dan kewajaran;
c) Asas keseimbangan;
d) Asas pemenuhan kebutuhan dan harapan; dan
e) Asas kelayakan mempertimbangkan segala sesuatu yang
relevan dengan kepentingan publik dan warga masyarakat.
3. Serasi dan tepatguna dengan tujuan yang hendak dicapai.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Menurut W. F PRINS, Beschikking adalah suatu tindakan hukum sepihak di


bidang pemerintahan, dilakukan oleh penguasa berdasarkan kewenangan khusus.
Unsur-unsur dalam Beschikking diantaranya, (a) pernyataan kehendak sepihak
secara tertulis, (b) dikeluarkan oleh pemerintah, (c) berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, (d) bersifat konkret, individual dan final, (e)
menimbulkan akibat hukum, (f) seseorang atau badan hukum perdata. Beschikking
memiliki beberapa jenis atau macam, yaitu (a) keputusan deklaratoir dan keputusan
konstitutif, (b) keputusan yang menguntungkan dan yang memberi beban, (c)
keputusan eenmalig dan keputusan yang permanen,(d) keputusan yang bebas dan
yang terikat, (e) keputusan positif dan negatif, (f) keputusan perorangan dan
kebendaan. Kemudian, syarat-syarat pembuatan Beschikking syarat materil dan
syarat formal.

Menurut Philipus M. Hadjon, Peraturan Kebijakan pada hakikatnya merupakan


produk dari perbuatan tata usaha negara yang bertujuan untuk menampakkan keluar
suatu kebijakantertulis. Bagir Manan menyebutkan ciri-ciri peraturan kebijakan
sebagai berikut : (a) Peraturan kebijakan bukan merupakan peraturan perundang-
undangan., (b) Asas-asas pembatasan dan pengujian terhadap peraturan perundang-
undangan tidak dapat diberlakukan pada peraturan kebijakan, (c) Peraturan
kebijakan tidak dapat diuji secara wetmatigheid, karena memang tidak ada dasar
peraturan perundang-undangan untuk membuat keputusan peraturan kebijakan
tersebut, (d) Peraturan kebijakan dibuat berdasarkan Freies Ermessen dan ketiadaan
wewenang administrasi bersangkutan membuat peraturan perundang-undangan, (e)
Pengujian terhadap peraturan kebijakan lebih diserahkan pada doelnatigheid dan
karena itu batu ujinya adalah asas-asas umum pemerintahan yang baik, (f) Dalam
praktik diberi format dala berbagai bentuk dan jenis aturan, yakni keputusan,
instruksi, surat edaran, pengumuman dan lain-lain, bahkan dapat dijumpai dalam
bentuk peraturan. Menurut Marcus Lukman, peraturan kebijakan dapat difungsikan
secara tepatguna dan berdayaguna sebagai berikut : (a) Tepatguna dan berdaya guna
sebagai sarana pengaturan yang melengkapi, menyempurnakan dan mengisi
kekurangan-kekurangan yang ada peraturan perundang-undangan, (b) Tepatguna
dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan bagi keadaan vacum peraturan
perundang-undangan, (c) Tepatguna dan berdayaguna sebagai sarana pengaturan
bagi kepentingan-kepentingan yang belum terakomodasi secara patut, layak, benar,
dan adil dalam peraturan perundang-undangan, (d) Tepatguna dan berdayaguna
sebagai sarana pengaturan untuk mengatasi kondisi peraturan perundang-undangan
yang sudah ketinggalan zaman, (e) Tepatguna dan berdayaguna bagi kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi administrasi di bidang pemerintahan dan
pembangunan yang bersifat cepat berubah atau memerlukan pembaharuan sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Diana Halim Koentjoro. 2004. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia :


Bogor.

Miftah Thoha. 2005. Ilmu Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada :


Jakarta.

Philipus M. Hadjon dan kawan-kawan. 2015. Pengantar Hukum Administrasi


Indonesia. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.

Prajudi Atmosudirjo. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia :


Jakarta.

Ridwan HR. 2014. Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada :


Jakarta.

Sahya Anggara. 2018. Hukum Administrasi Negara. Pustaka Setia : Bandung.

Internet :

http://www.academia.edu/27677068/KETETAPAN_BESCHIKKING

Anda mungkin juga menyukai