PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Hukum adalah suatu aturan atau kaidah yang terdapat dalam suatu kehidupan bermasyarakat.
Hukum memiliki sifat yang berwujud dan tidak berwujud. Hukum yang berwujud adalah hukum
tertulis yang sudah terkodifikasi dalam satu kitab, sedangkan hukum yang tidak berwujud adalah
hukum tidak tertulis seperti hukum adat. Adat adalah kebiasaan suatu masyarakat yang dilakukan
terus menerus, dipertahankan oleh penduduknya dan juga mempunyai sanksi. Kebiasaan adalah
cerminan kepribadian suatu bangsa.
Jadi Hukum Adat merupakan seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu
wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat.
Hukum adat juga berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakatnya dari zaman ke
zaman, namun proses dalam perkembangan itu berbeda-beda. Ada yang cepat dan ada pula yang
lambat sesuai dengan perkembangan masyarakat tertentu.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Apa hubungan hokum adat dengan social hokum ?
2.Apa hubungan hokum adat dengan antropologi ?
3.Apa hubungan hokum adat dengan antropologi hukum ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Soejono Soekanto, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, cet ke-V, (Jakarta: PT. Raja
2
b. Hukum adat yang bertentangan dengan pembangunan, akan tetapi yang dengan
sendirinya terhapus di dalam proses pembangunan
c. Hukum adat yang bertentanagan dengan pembangunan, akan tetapi tidak terbukti relevan
lagi.
Di samping hal-hal tersebut di atas maka diperlukan pula identifikasikan, hal-hal tersebut:
b. Hukum adat yang dianut karena kolektifitas menghendakinya, pada halnya belum tentu
adil.
c. Hukum adat yang dianut, kerna dianggap adil oleh warga-warga masyarakat secara
individual.2
a. Pengendalian Preventif
Merupakan kontrol sosial yang dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran atau dalam
versi “mengancam sanksi” atau usaha pengcegahan terhadap terjadinya penyimpangan
terhadap norma dan nilai. Jadi usaha pengendalian sosial yang bersifat prefentif
dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan
2
Soejono Soekanto, dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat di Indonesia, hal. 377-378
3
A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat, (Jakarta: Pelita Pustaka, 2009), hal. 16
3
b. Pengendalian Represif
Kontrol sosial yang dilakukan setelah terjadinya pelanggaran dengan masksud hendak bertujuan
untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan.
b. Gossip, yaitu bentuk pengendalian social atau kritik social yang di lontarkan secara
tertutup oleh masyarakat terhadap warga masyarakat yang menyimpang perilakunya.
c. Pendidikan, dapat membina dan mengarahkan seseorang pada pembentukan sikap dan
tindakan yang baik.
d. Teguran, yaitu kritik social yang di sampaikan secara terbuka oleh masyarakat terhadap
warga masyarakat yang menyimpang perilakunya.
e. Ajaran agama, merupakan salah satu saran pengendalian social yang efektif. Akan
menjadikan ajaran agamanya sebagai pedoman hidup dalam bersikap dan berprilaku.
f. Ostraisisme, adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang atau
kelompok yang bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang pernah di alami.5
g. Fraundules , adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak lain yang di
anggap dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.
h. Intimidasi, adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan , memaksa,
meneror atau menakut-nakuti,dll.
4
A. Suriyaman Mustari Pide, Hukum Adat, hal. 17
5
Soerjono Soekanto dan Hery Tjandrasari. J.S. Roucek, Pengendalian Social, (Jakarta: Rajawali,1986)
4
i. Hukuman, yaitu alat pengendalian social yang paling tegas dan nyata
sanksinya.sanksinya berupa hukuman fisik, pidana, denda dan lain-lain.
6
Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2002), hal. 397
5
a. Masyarakat
Apabila hendak dibicarakan gejala hukum dengan segala aspeknya,maka mau tak mau
harus juga disinggung perihal masyarakat yang menjadi wadah dari hukum
tersebut. Hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari suatu sudut tertentu,
sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi, dan lain sebagainya. Masyarakat itu
sendiri dapat diartikan sebagai manusia yang hidup bersama, yang secara teoritis
berjumlah dua orang dalam ukuran minimalnya. Jadi masyarakat merupakan suatu
sistem, yakni sistem sosial.
b. Kebudayaan
Seorang dosen Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia yang bernama Selo Soemardjan
menyatakan sebagai berikut:
kalau masyarakat diartikan sebagai sejumlah manusia yang hidup bersama cukup lama sehingga
dapat menciptakan satu kebudayaan, maka di Indonesia sekarang ada banyak
masyarakat.” Sehingga kebudayaan Indonesia bertambah banyak, dan hal itu dapat
dibedakan menjadi 3 macam kebudayaan:
1) Super Culture, yaitu satu kebudayaan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Misalnya satu
bahasa Indonesia, satu Ideologi.
2) Culture, yaitu kebudayaan yang sejak dahulu dimiliki oleh tiap-tiap suku bangsa.
3) Sub-Culture, yaitu variasi dari culture yang dimiliki oleh tiap-tiap kelompok atau
golongan dalam suatu suku bangsa, misalnya dialek bahasa.
Selo Soemardjan lebih menitikberatkan suatu kemajemukan masyarakat itu pada “Culture”.
Karena kebudayaan dapat menjadi suatu ciri (khas) dari suatu masyarakat.7
d. Hukum adat
Menurut Dr. Soepomo, “tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem, yaitu peraturan-peraturannya
merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran. Begitupun hukum adat.
Sistem hukum adat bersendi atas dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia, yang tidak
sama dengan alam pikiran yang menguasai sistem hukum barat. Untuk dapat sadar akan
7
Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, hal. 40
6
sistem hukum adat, orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup dalam
masyarakat Indonesia.
Unsur-unsur yang menjadi dasar bagi hukum adat biasanya dinamakan “gegevens van het
Recht”, mencangkup unsur idil dan unsur ril.8
Unsur Idil terdiri dari rasa susila, rasa keadilan dan rasio manusia. Rasa susila merupakan suatu
hasrat dalam diri manusia, untuk hidup dengan hati yang bersih. Rasa keadilan manusia
bersumber pada kenyataan, dimana setiap pribadi maupun golongan tidak merasa dirugikan
karena perbuatan atau kegian golongan lain.
Unsur Ril mencakup manusia, lingkungan alam, dan kebudayaan. Manusia senantiasa
dipengaruhi oleh unsur pribadi maupun lingkungan sosialnya. Lingkungan alam merupakan
lingkungan diluar lingkungan sosial yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Kebudayaan merupakan hasil ciptaan manusia dalam pergaulan hidup, yang terwuud dalam
hasil karya, rasa, dan cipta.
Hukum adat merupakan konkritisasi daripada kesadaran hukum, khususnya pada masyarakat-
masyarakat dengan struktur dan kebudayaan sederhana. Kesadran hukum sebenarnya
merupakan inti daripada sistem budaya suatu masyarakat, kesadaran hukum itulah yang
menimbulkan berbagai norma-norma, oleh karena inti dari kesadaran hukum adalah hasrat
yang kuat untuk senantiasa hidup secara teratur.
Ilmu hukum adat membutuhkan suport dari ilmu antropologi. Hal ini dikarenakan banyak
metode-metode antropologi yang digunakan untuk meneliti lebih jauh tentang latarbelakang
kehidupan hukum adat diberbagai daerah. Kuntjaraningrat(2009:32) juga berpendapat
bahwa”antropologi dianggap penting karena hukum adat bukan merupakan suatu sistem hukum
yang telah diabstrakkan sebagai aturan-aturan dalam kitab-kitab undang-undang melainkan
timbul dan hidup langsung dai masalah-masalah perdata yang berasal dari dalam aktivitas
masyarakat”.
8
Soejono Soekanto dan Soleman, Hukum Adat Indonesia, hal.143
7
Sebaliknya para ahli antropologi juga harus mempunyai pengetahuan umum tentang konsep-
konsep hukum pada umumnya. Hal ini dikarenakan hukum merupakan salah satu aktivitas
kebudayaan dalam lapangan contol sosial. Sehingga ketika seorang ahli antropologi hendak
melakukan penelitian terhadap adat istiadat dari suatu daerah maka harus mempunyai
pengetahuaan tentang konsep dan istilah hukum adat disana.
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara bahasa hukum adat terbagi dari dua kata yakni hukum dan adat. Hukum adalah kumpulan
aturan atau norma yang apabila dilanggar akan dikenai sanksi, dan yang membuat hukum adalah
orang yang memiliki kewenangan atasnya. Sedangkan kata adat, menurut Prof. Amura, istilah
ini berasal dari bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang
Minangkabau kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan
dato. A berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
Ilmu hukum adat membutuhkan suport dari ilmu antropologi. Hal ini dikarenakan banyak
metode-metode antropologi yang digunakan untuk meneliti lebih jauh tentang latarbelakang
kehidupan hukum adat diberbagai daerah. Kuntjaraningrat(2009:32)
Menurut Bapak Antropologi Indonesia, yakni koentjaraningrat mengatakan bahwa Hukum adat
memerlukan ilmu antropologi hukum, terutama mengenai metode-metode penelitiannya, agar
dapat mengkaji dan meneiliti tentang latar belakang hukum adat yang berlaku di suatu daerah
B. SARAN
Adapun saran yang dapat penulis berikan dari hasil makalah ini adalah:
Pemerintah dan seluruh masyarakat hukum adat seyogyanya saling bahu-membahu untuk
mempertahankan dan melestarikan hukum adat. Karena hukum adat merupakan aturan yang
hidup dari nilai-nilai yang baik dan luhur, sehingga keberadaannya di Indonesia patut
diperjuangkan. Selain itu, hukum adat merupakan hukum yang sudah ada, dan merupakan aturan
asli yang berasal dari komunitas masyarakat hukum adat Indonesia, jadi hukum adat adalah
hukum asli Indonesia.
9
DAFTAR PUSTAKA
10