Anda di halaman 1dari 10

KEDUDUKAN HUKUM PARA PETUGAS PUBLIK (LEGAL POSITION OF PUBLIC

SERVANTS)

 Para Pejabatan Politik (Political Office Holders)

Beberapa jabatn tertentu pada struktur pemerintahan RI merupakan jabatan politik. Undang-
undang. Nomor 8, Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian tidak menggunakan istilah
jabatan politik. Ketentuan-ketentuan pokok kepegawaian terdahulu, yakni, Undang-undang
Nomor Tahun 1961, tepatnya pada bagian penjelasan dari Pasal 1 ternyata menggunakan istilah
jabatan politik itu. Sastra Djatmika (1964) berpendapat bahwa istilah jabatan politik dimaksud
“sangat memungkinkan diartikan sama dengan para pejabat atau pegawai Negara:. Sekalipun
pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Pada bagian penjelasan Pasal
11 dari Undang-undang, Nomor 8, Tahun 1972 dikemukakakn bahwa yang dimaksud dengan
pejabatan Negara ialah :

1. Presiden
2. Anggota Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat
3. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan
4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua muda dan hakim Mahkamah Agung
5. Anggota Dewan Pertimbangan Agung
6. Menteri
7. Kepala perwakilan Republiuk Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta
besar luar biasa dan berkuasa penuh
8. Gubernur kepala daerah
9. Bupati kepala daerah/walikota madya kepala daerah
10. Pejabat lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan

Ditegaskan lagi pada bagian Penjelasan itu bahwa pegawai negeri yang diangkat menjadi
pejabat Negara dibebaskan untuk sementara waktu dan jabatan organiknya selama menjadi
pejabat Negara, kecuali Ketua, Wakil Ketua, ketua muda dan hakim Mahkamah Agung Pegawai
Negeri tersebut secara administratip tetap berada pada departemen/lembaga yang bersangkutan
dan ia dapat naik pangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa
terikat pada formasi. Apabila pegawai negeri yang bersangkutan berhenti sebagai
pejabat  Negara maka ia kembali kepada departeman / lembaga yang bersangkutan.

 Para Pegawai Negeri (Civil Servants)

Pada umumnya pejabat public berstatus pegawai negeri namun tidak semua pejabat public
berstatus pegawai negeri, seperti halnya pemegang jabatan dari suatu jabatan Negara (politike
ambtsdrager). Sebaliknya, tidaklah setiap pegawai negeri merupakan pemegang jabatan public,
seperti halnya seseorang yang sedang menjalani cuti sakit (Utrecht E, 1964:162).
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian merumuskan bahwa
pegawai negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi
tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan
berdasarkan sesuatu perundang-undangan lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan
perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan  yang berlaku (Pasal 1
huruf a). Pejabat yang berwenang, sebagaimana dimaksud pada ketentuan Undang-undang,
Nomor Tahun 1974 adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat atau
memberhentikan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
sedangkan jabatan negeri, adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan
peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga
tertinggi/Tinggi Negara dan Kepaniteraan Pengadilan (Pasal 1 huruf b dan c). Dikemukakakn
pada Pasal 2 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 bahwa pegawai negeri terdiri dari :

1. Pegawai negeri sipil dan


2. Anggota Angkatan Bersenjata RI

Pegawai Negeri Sipil terdiri pula dari :

1. Pegawai negeri sipil pusat,


2. Pegawai negeri sipil daerah
3. Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah

Pada bagian Penjelasan Pasal 2 Undang-undang, NOmor 8, tahun 1974 dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan pegawai negeri sipil pusat, adalah :

- Pegawai negeri sipil pusat yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan bekerja pada departemen, lembaga pemerintah non departemen,
kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi Negara, instansi vertical di daerah-daerah dan
kepaniteraan pengadilan.
- Pegawai negeri sipil pusat yang bekerja pada Perusahaan Jawatan (Perjan)
- Pegawai negeri sipil pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti
Perusahaan Umum (Perum), yayasan dan lain-lain.
- Pegawai negeri sipil daerah adalah pegawai negeri daerah otonom.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 juga mengatur kedudukan, kewajiban dan hak
pegawai negeri. Dikemukakakn bahwa kedudukan pegawai negeri adlaah unsur aparatur Negara,
abdi Negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila,
Undang-undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah dalam menyelenggarakan tugas
pemerintahan dan pembangunan (Pasal 3).

Peraturan Pemerintah, Nomor 30, Tahun 1980 dimaksud memuat sanksi (hukuman) bagi
pegawai negeri sipil yang melanggar peraturan disiplin itu (Pasal 4,5 dan 6). Masih terdapat
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan larangan bagi pegawai negeri
sipil antara lain Instruksi Presiden Nomor 13, Tahun 1973 yang melarang anggota ABRI dan
pegawai negeri sipil berjudi, menyelenggarakan / ikut serta menyelenggarakan, atau membantu
di dalam penyelenggaraan perjudian, menyalahgunakan wewenang/pengaruh kekuasaan atau
kekuatan fisik untuk memberi kesempatan termasuk memberikan perlindungan bagi
penyelenggaraan perjudian. Keputusan Presiden, Nomor 10, Tahun 1974 berkenaan dengan
peraturan pola hidup sederhana bagi pegawai negeri, memuat antara lain  larangan melakukan
kunjungan ke daerah-daerah dan jawatan-jawatan secara berlebih-lebihan, misalnya
penyelenggaraan resepsi, penghormata, dan pemberian hadian, atau tnada kenang-kenangan,
larangan menggunakan lebih dari satu fasilitas jabatan yang berupa rumah dan kendaraan dinas
(juga tidak menggunakan kendaraan mewah lebih dari 3000 cc), larangan menggunakan
wewenang untuk kepentingan probadi dengan menggunakan fasilitas yang didapat dari
kedinasan, yang mengakibatkan pembiayaannya dibebankan kepada Negara. Bagi pegawai
negeri dimaksud juga diberlakukan larangan penerimaan dan pemberian hadiah atau pemberian
lain serupa itu dalam bentuk apapun kecuali dari suami, isteri, anak, cucu, orang tua, nenek atau
kakek dalam kesempatan tertentu seperti ulang tahun, tahun baru, lebaran, natal dan peristiwa-
peristiwa lain yang serupa. Pegawai negeri dilarang menerima hadiah atau pemberian lain-lain
yang serupa dalam bentuk apapun dari siapapun, juga apabia ia mengetahui atau patut atau
mungkin bersangkut paut langsung atau tidak langsung dengan jabatan atau pekerjaannya.
Pegawai negeri dilarang memberikan hadiah atau pemberian lain atau atas biaya Negara
termasuk di dalamnya pengiriman karangan bunga, mengadakan selamatan, dan memasang iklan
ucapan selamat. Beberapa pasal pidana di dalam KUH Pidana dan Undang-undang, Nomor 3,
Tahun 1971 tentang Tindak Pidana Korupsi memuat sanksi pidana bagi ambtsdelict tertentu,
terutama perbuatan pidana penggelapan/korupsi.

Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 menetapkan hak bagi pegawai negeri sipil,Csebagai
berikut :

1. Hak atas gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggungjawab (Pasal 7)
2. Hak atas cuti (Pasal 8)
3. Hak memperoleh perawatan di kala ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dan
karena  menjalankan tugas kewajibannya (Pasal 9 ayat 1)
4. Hak memperoleh tunjangan di kala menderita cacat jasmani atau cacat rohani dalam
dan karena menjalankan tugas kewajibannya mengakibatkan pegawai negeri sipil yang
bersangkutan tidak dapat bekerja dalam jabatan apapun juga (pasal 9 ayat 2)
5. Hak memperoleh uang duka bagi keluarga dari pegawai negeri yang tewas Pasal 9
ayat 3
6. Hak atas pension (Pasal 10)

Hak pegawai negeri sipil yang telah ditetapkan di dalam Undang-undang Nomor 8, Tahun
1974 itu diatur dan dijabarkan di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lain, baik pada
ketentuan peraturan perudang-undangan kepegawaian yang ada pada saat belum berlakunya
ketentuan pokok-pokok kepegawaian.

Ketentuan peraturan perundang-undangan berkenaan dengan pemberhenian negeri sipil


diatur secara khusus pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah NOmor 32 Tahun 1979 merumuskan bahwa
pemberhentian sebagai pegawai negeri sipil adalah “pemberhentian yang mengakibaktan yang
bersangkutan kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri sipil (Pasal 1 huruf a). Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 mengenai pelbagai macam pemberhentian pegawai negeri
sipil.

1. Para Hakim (Judges)

Secara umum dapat disimpulkan bahwa hakim adalah pengadilan di lingkungan peradilan
yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil dari
kekuasaan kehakiman. Hakim adalah pejabat publik judiciil dari kekuasaan kehakiman dan
karena itu jabatan hakim bukan jabatan di bidang eksekutif. Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-
Undang. Pada bagian penjelasan pasal 24 dan pasal 25 undang- undang dasar 1945 ditegaskan
bahwa kekuasan kehakiman ialah kekuasan yang merdeka, artinya terlepas daari pengaruh
kekuasaan pemerintah.

Undang- undang, Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian menetapkan


bahwa ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim makhamah agung adalah pejabat negara
(bagian penjelasan dar pasal 11) dan karena itu tidak termasuk pegawai negeri.

Undang- undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- pokok kepegawaian menetapkan


bahwa hakim pada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi dan lain- lain termasuk pegawai
negeri sipil pusat (Pasal 2 ayat 2 dan bagian penjelasannya).

Sebagaimana diketahui, dewasa ini telah diberlakukan pula ketentuan undang- undang
berkenaan dengan susunan, kekuasaan negara serta acara tentang peradilan umum dan peradilan
tata usaha negara, yakni Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum dan
Undang- undang Nomor 5, Tahun 1986 tentang Perailan Tata Usaha Negara.

Undang- undang Nomor 2, Tahun 1986 menetapkan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi
pengadilan di dalam lingkungan peradilan umum dilakukan oleh Makhamah Agung sedang
pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pengadilan dilakukan oleh Menteri
Kehakiman (Pasal 5 ayat 1 dan 2). Pembinaan dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan
hakim dalam memeriksa dan memutus perkara (Pasal 5 ayat 3).

Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi diperlukan pengalaman sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim Pengadilan Tinggi atau sekurang- kurangnya 5
(lima) tahun bagi hakim Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat ketua Pengadilan Negeri.
Untuk dapat diangkat sebagai wakil ketua Pengadilan Tinggi diperlukan pengalaman sekurang-
kurangnya 8 (delapan) tahun sebagai hakim Pengadilan Tinggi atau sekurang- kurangnya 3 (tiga)
tahun sebagai hakim Pengadilan Tinggi yang pernah menjabat Ketua Pengadilan Negeri (Pasal
15 ayat 3).

Pasal 16 ayat 1 dari Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 menetapkan bahwa hakim
pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atau usul Menteri
Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Makhamah Agung. Ketua dan wakil ketua
pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua
Makhamah Agung (Pasal 16 ayat 2).

Pasal 19 ayat 1 Undang- undang Nomor 2 Tahun 1986 juga menetapkan bahwa ketua, wakil
ketua dan hakim pengadilan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena  :

a. Permintaan sendiri;
b. Sakit jasmani dan rohani terus menerus;
c. Telah berumur 60 tahun bagi ketua, wakil ketua dan hakim Pengadilan Negeri dan
63 tahun bagi ketua, wakil ketua dan hakim Pengadilan Tinggi.

Ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan yang meninggal dunia dengan sendirinya
diberhentkan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara (Pasal 19 ayat
2). Ditetapkan bahwa ketua, wakil ketua dan hakim pengadilan diberhentikan tidak dengan
hormat dari jabatannya dengan alasan  :

a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan.


b. Melakukan perbuatan tercela;
c. Terus menerus melakukan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. Melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. Melanggar larangan yang dimaksud dalam Pasal 18 dari Undang- Undang, Nomor 2
Tahun 1986, yakni larangan bagi Hakim merangkap menjadi pelaksana putusan
pengadilan, wakil pengampu, pejabat yang berkaitan dengan suatu perkara yang diperiksa
olehnya pengusaha dan penasihat hukum.

Pasal 21 Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1986 itu dijelaskan bahwa seorang hakim tidak
boleh diberhentkan sebagai pegawai negeri sipil. Sesuai dengan peraturan perundang- undangan
di bidang kepegawaian, hakim bukan jabatan dalam bidang eksekutif. Oleh sebab itu
pemberhentiannya harus tidak sama dengan pegawai negeri lainnya. Ketua, wakil ketua dan
hakim pengadilan sebelum diberhentikan tidak dengan hormat, dapat diberhentikan sementara
kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Makhamah Agung (Pasal 22). Apabila terhadap
seorang hakim terdapat perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, dengan sendirinya
hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya (Pasal 23).
Pasal 7 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara juga
menetapkan adanya dua jalur pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan tata usaha negara itu,
yakni pembinaan teknis peradilan bagi pengadilan dilakukan oleh Makhamah Agung dan
pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan Pengadilan dilakukan oleh Departemen
Kehakiman. Pembinaan dimaksud tidaklah boleh mengurangi kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara (Pasal 7 ayat 3).

Pasal 13 undang- undang nomor 5 tahun 1986 menetapkan pula bahwa pembinaan dan
pengawasan umum terhadap hakim pada pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha
negara sebagai pegawai negeri dilakukan oleh Menteri Kehakiman. Pembinaan dan pengawasan
dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus sengketa
tata usaha negara. Ditetapkan, bahwa untuk dapat menjadi hakim pada pengadilan tata usaha
negara, seorang calon harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut  :

a. Warga negara indonesia;


b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Setia kepada Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945;
d. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk
organisasi massanya atau bukan seseorang yang terlibat langsung ataupun tidak
langsung dalam “Gerakan Kontra Revolusi G30 S/ PKI atau organisasi
terlarang lainnya;
e. Pegawai negeri;
f. Sarjana hukum atau sarjana lain yang memiliki kehalian bidang Tata Usaha
Negara;
g. Berumur serendah- rendahnya dua puluh lima tahun;
h. Beriwibawa, jujur, adil dan berkelakukan tidak tercela (Pasal 14 ayat 1).

Untuk dapat diangkat menjadi hakim pada pengadilan tinggi tata usaha negara, seorang calon
harus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut  :

a) Syarat- syarat sebagaimana dmaksud dalam pasal 14 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f


dan h;
b) Berumur serendah- rendahnya empat puluh tahun;
c) Berpengalaman sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun sebagai ketua atau wakil
ketua Pengadilan Negeri atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim Pengadilan
Negeri (Pasal 15 ayat 1).

Untuk dapat diangkat menjadi Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha negara diperlukan
pengalaman sekurang- kurangnya sepuluh tahun sebagai hakim pada pengadilan tinggi tata usaha
negara atau sekurang- kurangnya lima tahun bagi hakim pada pengadilan tinggi tata usaha negara
yang pernah menjabat ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (pasal 15 ayat 2). Untuk dapat
diangkat menjadi wakil ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara diperlukan pengalaman
sekurang- kurangnya delapan tahun sebagai hakim pada pengadilan tinggi tata usaha negara atau
sekurang- kurangnya tiga tahun bagi hakim pada pengadilan tinggi tata usaha negara yang
pernah menjabat ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (Pasal 15 ayat 2).

Hakim pada lingkungan peradilan tata usaha negara diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden selaku Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua
Makhamah Agung (Pasal 16). Ketua dan wakil ketua pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Kehakiman berdasar persetujuan Ketua Makhamah Agung (Pasal 16 ayat 2).

Pasal 19 ayat 1 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 menetapkan bahwa ketua, wakil
ketua dan hakim pada pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara diberhetikan
dengan hormat dari jabatannya karena :

Permintaan sendiri;

a. Sakit jasmani atau rohani terus menerus;


b. Telah berumur 60 tahun bagi Ketua, Wakil Ketua dan hakim pada pengadilan tata usaha
negara dan 63 tahun bagi ketua, wakil ketua dan hakim pada pengadilan tinggi tata usaha
negara;
c. Ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.

Ketua, wakil ketua dan hakim meninggal dunia dengan sendirinya diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala Negara (Pasal 19 ayat 2).

Pasal 20 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 menetapkan bahwa ketua, wakil ketua dan
hakim pada pengadilan di dalam lingkungan peradilan tata usaha negara diberhentikan tidak
dengan hormat dari jabatannya dengan alasan  :

a. Dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan;


b. Melakukan perbuatan tercela;
c. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya;
d. Melanggar sumpah atau janji jabatan;
e. Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Undang- undang
Nomor 5 Tahun 1986 yakni larangan bagi Hakim untuk merangkap menjadi
pelaksana putusan pengadilan, wali, pengampu, dan pejabat yang berkaitan
dengan suatu perkara yang diperiksa olehnya.

Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan alasan selain dipidana karena
bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, dilakukan setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim (Pasal 20 ayat 2). Pasal
21 Undang- undang Nomor 5 Tahun 1986 juga menegaskan bahwa seorang hakim pada
pengadilan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara yang diberhentkan dari jabatannya
tidak dengan sendirinya dberhentikan sebagai pegawai negeri. Ketua, wakil ketua dan hakim
pada pengadilan di dalam lingkungan peradilan tata usaha negara sebelum diberhentikan tidak
dengan hormat, dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Presiden selaku Kepala
Negara atas usul Menteri Kehakiman berdasarkan persetujuan Ketua Makhamah Agung (Pasal
22).  Apabila seorang hakim dituntu di muka pengadilan negeri dalam perkara pidana
sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 21 ayat 4 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
hukum Acara Pdana tanpa ditahan maka ia dapat diberhentikan sementara dari jabatannya.

Hakim- hakim dalam peradilan agama yang masih  didasarkan pada Stbld 1882 nr 152
dan nr 153 tentang Priesterraden op Java en Madura juncto Stbld 1937 nr 1937 nr 116
(Reglement op de Godsdienstige Rechtspraak), Stbld, 1937 nr 618 dan 639 tentang Kerapatan
Qadhi dan Kerapatan Qadhi Besar untuk sebagian Kalimatan Selatan, Peraturan Pemerintah,
Nomor 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/ Madrasah Syari’ah dari luar
Pulau Jawa dan Madura diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama. Lebih jauh dapat
dilihat Surat Penetapan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1951.

Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama juga menetapkan
bahwa hakim dalam lingkungan peradilan agama berstatus pegawai negeri (Pasal 13 ayat 1 huruf
f), pasal 15 dari Undang- Undang dimaksud menetapkan bahwa hakim diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala Negara atas usul Menteri Agama berdasarkan
persetujuan Ketua Makhamah Agung, sedang Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Agama berdasarkan persetujuan oleh Makhamah Agung. Pembinaan
dan pengawasan umum terhadap hakim sebagai pegawai negeri dilakukan oleh menteri agama.
Pembinaan dan pengawasan dimaksud tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam
memeriksa dan memutus perkara.
PENGERTIAN SUBJEK HUKUM

 Subjek hukum

Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak
dalam hukum.

Jadi subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban., maka ia memiliki kewenangan untuk
bertindak. Kewenangan untuk bertindak yang dimaksud adalah bertindak menurut hukum.

Yang dapat dikategorikan sebagai Subjek Hukum adalah

1.   Manusia/orang (Natuurlijk persoon) dan

2.   Badan Hukum (Rechts persoon)

1. Subjek Hukum Manusia/orang

Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan
kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal
dunia. Pengecualiannya ialah bahwa menurut pasal 2 KUH Perdata bagi yang masih dalam
kandungan ibunya dianggap telah lahir bila kepentingannya menghendaki. Tetapi bila bayi itu
lahir dalam keadaan mati dianggap tidak pernah ada, maka ia bukan subjek hukum.

Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap
dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :

1.   Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.

2.   Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk,
Pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHPer, yg sudah dicabut oleh SEMA
No.3/1963

Kriteria dewasa seseorang berbeda beda, sesuai dengan hukum yang mengaturnya.

Menurut hukum perdata barat


o Dewasa untuk pria adalah 18 tahun
o Dewasa untuk wanita adalah 15 tahun

Menurut Undang – undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


o Dewasa untuk pria adalah 19 tahun
o Dewasa untuk wanita adalah 16 tahun

Ketentuan dewasa menurut kedua hukum tersebut diatas adalah dewasa sebagai syarat untuk
melakukan pernikahan.
o Menurut hukum pidana seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah mencapai umur 16
tahun baik pria maupun wanita.
o Menurut hukum adat seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah kuat gawe atau telah
mampu mencari nafkah sendiri.
o Menurut hukum islam
o Dewasa untuk pria apabila ia telah mimpi indah
o Dewasa untuk wanita apabila ia telah haid

2. Subjek Hukum Badan Hukum

Adalah suatu perkumpulan atau lembaga yang dibuat oleh hukum dan mempunyai tujuan
tertentu. Sebagai subjek hukum, badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh hukum yaitu :
1.   Memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan anggotanya
2.   Hak dan Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.

Badan hukum (rechts persoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang


(persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak
hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai
pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat
melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari
kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara
pengurus-pengurusnya.

Badan hukum terbagi atas 2 macam yaitu :


1. Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon) adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam
badan hukum itu.
Dengan demikian, badan hukum itu merupakan badan swasta yang didirikan orang untuk
tujuan tertentu, yakni mencari keuntungan, social, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-
lainnya menurut hukum yang berlaku secara sah. Contohnya : PT, Koperasi,  Yayasan
2. Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon) adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara
umumnya. Contohnya : Negara atau Instansi pemerintah
Ada empat teori yg digunakan sebagai syarat badan hukum untuk menjadi subyek hukum,Yaitu :
1.   Teori Fictie
2.   Teori Kekayaan Bertujuan
3.   Teori Pemilikan
4.   Teori Organ

Anda mungkin juga menyukai