Anda di halaman 1dari 2

NAMA : MUHAMMAD MUMIN M.

TALAOHU
NPP : 31.0980
KELAS : H-1
NO. ABSEN : 17

Sebenarnya, fenomena korupsi yang terjadi, khususnya di era desentralisasi tak bisa
dilepaskan dari model birokrasi di Indonesia. Richard Robinson (l 986), sebagaimana dikutip
Susanto, menyebutkan bahwa jenis birokrasi di Indonesi a adarah birokrasi patrimonial
sehingga praktik korupsi yang dilakukan oleh ap^rat birokrasi sulit untuk dikendalikan.
Sementara itu, menurut Legowo, terdapat tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya
desentralisasi korupsi pada era otonomi daerah. pertama,program otonomi daerah hanya
terfokus pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan kebijakan, keuangan dan administrasi
dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian kekuasaan kepada masyarakat.
Kedua,' tidak ada institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif penyimpangan
wewenang di daerah. Ketiga,legislatif gagal dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga
kontrol, justru sebaliknya terjadi kolusi yang erat antafa pihak eksekutif dan legislatif di
daerah, sementara kontrol dari kalangan ciuil societl masih lemah. Kultur patrimonial sangat
tidak kondusif bagi terciptanya budaya berpikir kritis dan reflektif. Hal ini mengingat bahwa
birokrasi sejak era 70'-anoleh Soeharto dijadikan sebagai instrumen kontrol sosial dan politik.

Tidak mudah sekrenarnya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Ini membutuhkan


kesadaran dan kepedulian serta komitmen semua pihak, tidak hanya pemerintah. Dunia
swasta, ciuil socizE dan masyarakat umum juga bertanggung j awab. Peran pamongpraja
sebagai pamong pemerintahan juga tidak bisa dipandang remeh. Pamongpraja diperlukan
untuk meningkatkan masyarakat melek korupsi sehingga tidak ada satupun elemen
masyarakat yang tertinggal, karena korupsi telah menyeruak masuk dalam sendi-sendi
kehidupan masyarakat.

Urgensi peran pamongpraja sebagai pamong pemerintahan sangat dibutuhkan dalam


pemberantasan korupsi. pamongpraja sebagai pamong pemerintahan berperan menigkatkan
dan mendorong partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Meningkatkan
partisipasi masyarakat berarti meningkatkan peran masyarakat dalam mengawasai
pemerintah,utamanya pemerintah daerah sebagai pengguna dana yang berasal dari
masyarakat. Peran masyarakat berpengaruh banyak untuk menghilangkan resistensi dari
pihak-pihak yang masih menginginkan status quo. Karenanya, mobilisasi masyarakat guna
memberantas korupsi menjadi penting untuk dilakukan. Masyarakat perlu menyadari
memberantas korupsi sama dengan meningkatkan pendapatan daerah sehingga pelayanan
bagi masyarakat akan membaik serta rasa percaya diri masyarakat maupun pemerintah daerah
akan bangkit.
Posisi pamongpraja da|am pemberantasan korupsi adalah pada posisi vertikal puncak, dengan
kata lain sebagai tulang rusuk tegaknya pemberantasan korupsi. Hal ini sangat strategis
karena pamongpraja termasuk golongan masyarakat kelas menengah, dimana kutub
perubahan adalah masyarakat kelas menengah(mi.dlerlass). Bisa dikatakan bahwa dalam
setiap jejak pendapat, suara kritis banyak berasal dari kalangan ini. Kelas menengah sering
diposisikan sebagai kalangan yang menyuarakan perubahan atau menentang kebijakan
pemerintah yang merugikan masyarakat. Posisi kelas menengah memang amat istimewa, baik
dari tinjauan historis, empiris, maupun teoretis. Peran normatif mereka untuk mengritisi
kejahatan korupsi sering dihubungkan dengan status istimewa ini. Bukan kebetulan bila kelas
menengah memang memiliki keterdidikan yang relatif lebih baik, meskipun tidak berarti
mereka harus selalu bergelar (tinggi). Keterdidikan mereka memunculkan apa yang sering
dikemukakan sebagai peran sejati kelas menengah, yang menurut DennyJ.A., menjadi
"kekuatan anti-sistem yang mendorong perubahan dan pencarian alternatif".

Anda mungkin juga menyukai