Anda di halaman 1dari 3

Ada sejumlah pengertian yang diberikan untuk mendeskripsikan korupsi

itu. Asian Deaelopment Bank (1998: 9) merujuk pada konsep Transparenc2

International menyempurnakan pengertian korupsi tersebut, sehingga

korupsi didefinisikan sebagai perilaku mereka yang bekerja di sektor publik

dan swasta, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar

dantidak legal memperkaya diri dan/ atau memperkaya mereka yang

berdekatan dengannya, atau merangsang orang lain berbuat serupa dengan

menyalahgunakan kedudukan yang mereka emban. Selain itu, perumusan/

definisi lain juga diungkapkan menurut Undang-Undang pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi (uu No. 3l rahun 1999) pada pasal 2 Ayat I

disebutkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindakan setiap

orang yang secara melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau

perekonomian negara, dan pada Pasal 3 disebutkan bahwa tindak pidana

korupsi dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan

diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang,

kesempatan atau sarana yang ada padanyakarenajabatan dan kedudukan

yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara

Sebenarnya, fenomena korupsi yang terjadi, khususnya di era

desentralisasi tak bisa dilepaskan dari model birokrasi di Indonesia. Richard

Robinson (l 986), sebagaimana dikutip Susanto, menyebutkan bahwa jenis

birokrasi di Indonesi a adarah birokrasi patrimonial sehingga praktik korupsi

yang dilakukan oleh ap^rat birokrasi sulit untuk dikendalikan. Sementara

itu, menurut Legowo, terdapat tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya

desentralisasi korupsi pada era otonomi daerah. pertama,program otonomi

daerah hanya terfokus pada pelimpahan wewenang dalam pembuatan

kebijakan, keuangan dan administrasi dari pemerintah pusat ke daerah, tanpa disertai pembagian
kekuasaan kepada masyarakat. Kedua,' tidak ada

institusi negara yang mampu mengontrol secara efektif penyimpangan

wewenang di daerah. Ketiga,legislatif gagal dalam menjalankan fungsinya


sebagai lembaga kontrol, justru sebaliknya terjadi kolusi yang erat antafa

pihak eksekutif dan legislatif di daerah, sementara kontrol dari kalangan

ciuil societl masih lemah. Kultur patrimonial sangat tidak kondusif bagi

terciptanya budaya berpikir kritis dan reflektif. Hal ini mengingat bahwa

birokrasi sejak era 70'-anoleh Soeharto dijadikan sebagai instrumen kontrol

sosial dan politik.

Tidak mudah sekrenarnya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Ini

membutuhkan kesadaran dan kepedulian serta komitmen semua pihak, tidak

hanya pemerintah. Dunia swasta, ciuil socizE dan masyarakat umum juga bertanggung j awab. Peran
pamongpraj a sebagai pamong pemerintahan j uga

tidak bisa dipandang remeh. Pamongpraja diperlukan untuk meningkatkan

masyarakat melek korupsi sehingga tidak ada satupun elemen masyarakat

yang tertinggal, karena korupsi telah menyeruak masuk dalam sendi-sendi

kehidupan masyarakat.

Urgensi peran pamongpraja sebagai pamong pemerintahan sangat

dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi. pamongpraja sebagai pamong

pemerintahan berperan menigkatkan dan mendorong partisipasi masyarakat

dalam pemberantasan korupsi. Meningkatkan partisipasi masyarakat

berarti meningkatkan peran masyarakat dalam mengawasai pemerintah,

utamanya pemerintah daerah sebagai pengguna dana yang berasal dari

masyarakat. Peran masyarakat berpengaruh banyak untuk menghilangkan

resistensi dari pihak-pihak yang masih menginginkan status quo. Karenanya,

mobilisasi masyarakat guna memberantas korupsi menjadi penting untuk

dilakukan. Masyarakat perlu menyadari memberantas korupsi sama dengan

meningkatkan pendapatan daerah sehingga pelayanan bagi masyarakat

akan membaik serta rasa percaya diri masyarakat maupun pemerintah

daerah akan bangkit.

Posisi pamongpraja da|am pemberantasan korupsi adalah pada


posisi vertikal puncak, dengan kata lain sebagai tulang rusuk tegaknya

pemberantasan korupsi. Hal ini sangat strategis karena pamongpraja

termasuk golongan masyarakat kelas menengah, dimana kutub perubahan

adalah masyarakat kelas menengah(mi.dlerlass). Bisa dikatakan bahwa dalam

setiap jejak pendapat, suara kritis banyak berasal dari kalangan ini. Kelas

menengah sering diposisikan sebagai kalangan yang menyuarakan perubahan

atau menentang kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Posisi

kelas menengah memang amat istimewa, baik dari tinjauan historis, empiris,

maupun teoretis. Peran normatif mereka untuk mengritisi kejahatan korupsi

sering dihubungkan dengan status istimewa ini. Bukan kebetulan bila kelas

menengah memang memiliki keterdidikan yang relatif lebih baik, meskipun

tidak berarti mereka harus selalu bergelar (tinggi). Keterdidikan mereka

memunculkan apa yang sering dikemukakan sebagai peran sejati kelas

menengah, yang menurut DennyJ.A., menjadi "kekuatan anti-sistem yang

mendorong perubahan dan pencarian alternatif".

Anda mungkin juga menyukai