Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1868, sistem pemerintahan Jepang bergeser dari Negara
Feudal ke Negara Monarchy. Transisi ini disebut "Meiji Restoration"
(Meiji Ishin). Dengan transisi ini, Shogun (Panglima) di Edo (Tokyo)
menyerahkan kekuasaan tertinggi yang dipegang selama 265 tahun kepada
Kaisar berada di Kyoto. Sejak Meiji Restoration, kekuasaan politik sehari-
hari secara de facto ada di tangan para aristocrat dan pejabat tinggi.
Tetapi, sejak 1874, ada gerakan hak demokratik (democratic rights
movement, Jiyuu Minken Undou). Tujuan utama gerakan ini adalah
pendirian parlement dan penetapan UUD.1
Pada 1976, kaisar memerintah bawahannya untuk mempersiap draf
UUD. Dan juga, pada 1881, kaisar mengumumkan dekrit yang sebut
pendirian parlement pada 1890. Sejak 1882, beberapa aristocrats memulai
survey UUD negara-negara barat, dan, akhirnya, mereka memilih
konstitusi German (German Imperial Constitution, atau Bismarck's
constitution) sebagai contoh UUD Jepang baru itu. Konstitusi German
tersebut bersifat monarkis dan membatasi hak-hak warga negara. Pada
1889, UUD 1889 diumumkan, dan diperlaksanakan pada 1890. UUD 1889
bersifat UUD monarkis, dan kaisar memegang kekuasaan tertinggi (kaisar
dianggap sebagai dewa tertinggi). Warga negara dianggap subjek kaisar,
dan hak warga sangat terbatas. Walaupun ada pasal-pasal tentang hak
warga, tetapi hak-hak itu mudah dibatasi oleh UU. Gagasan pembagian
kekuasaan adalah sangat lemah. Kabinet bertanggungjawab kepada kaisar
bukan kepada parlemen.
Dekritkaisar lebih tinggi daripada UU. Pengadilan tidak
mempunyai hak uji dan kesempatan gugatanadministratif adalah sangat

1
Shimada Yuzuru, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya University, hlm. 1
www2.gsid.nagoyau.ac.jp/blog/shimadayuzuru/files/2011/03/paper_for_lecture_at_un
and_on20110225.pdf konstitusi jepang, diakses tanggal 21 maret 2016

1
sempit. Kepala daerah adalah pejabat Departmen Dalam Negeri
yangditunjuk oleh Kaisar.Walaupun UUD 1889 adalah jauh dari
Konstitutional demokratik, UUD itu tetap ada signifikansebagai UUD
modern kedua di Asia menyusul UUD Ottoman Empire (Turky) pada
1876.2 Pada 15 Agustus 1945, akhirnya perang dunia kedua, Jepang
dikalahkan oleh AS dan negara-negaraberaliansinya (Sekutu). Ini adalah
penyerahan tanpa syarat menurut Deklarasi Potsdam. DidalamDeklarasi
Potsdam ada pasal yang menuntut demokratisasi, pelindungan HAM, dan
disarmamentJepang. Sekutu, khusunya AS, menganggap bahwa salah satu
sebab militarism Jepang adalahkonstitusi yang tak bisa membatasi
kekuasan eksekutif.
Maka AS memerintah pemerintah Jepangmempersiapkan UUD
baru yang mementingkan asas demokrasi, HAM dan perdamaian
(pacifism).Dibawah kotrol tentara AS sangat ketat (General Head Quarter
Sektutu, GHQ), pada 1946,pemerintah Jepang mengumumkan UUD baru,
dan memperlakukannya pada tahun berikut.Poin-poin penting UUD 1947
adalah:
a. kaisar sebagai simbol kesatuan warga (weak constitutional-monarchy)
b. membatal kekuataan military dan penolakan perang (pacifism)
c. kedaulatan rakyat3
Didalam UUD 1947 jelas pengaruhan konstitutionalism AS. Umpamanya,
judicial review, pembagian kekuasaan (trias politika), pemilihan langsung
kepala daerah, HAM dan liberalism. Tetapi juga, UUD 1947 mempunyai
hal-hal mirip dengan UUD negara lain sezaman, seperti UUD Jerman
Barat (Bonn Constitution, 1949), UUD Italy (1948). Salah satu pointnya
adalah mementingkan peran pemerintah untuk menjamin hak sosial
(welfare sosial state).4

2
Shimada Yuzura, Ibid., hlm.2
3
Shimada Yuzura, Ibid
4
Shimada Yuzura, Ibid, hlm.3

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. SISTEM PEMERINTAHAN
I. Landasan Teori
Sistem pemerintahan diperlukan agar pemerintahan itu menjadi
efektif dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Dalam bahasa yang
sederhana, sistem sering diartikan sebagai suatu kesatuan yang terdiri atas
unsur-unsur yang mempunyai cita-cita tertentu. Menurut Carl J.
Friedrich dalam (B.Hestu Cipto Handoyo, 2009: 117), sistem adalah suatu
keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan
fungsional baik antara bagian maupun hubungan fungsional terhadap
keseluruhan, sehingga hubungan itu menimbulkan ketergantungan antara
bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan
baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu.Sedangkan, Pemerintahan
mencakup dua pengertian, yaitu :
a. Pemerintahan dalam arti sempit yaitu hubungan antara lembaga
eksekutif dengan lembaga legislatif;
b. Pemerintahan dalam arti luas yaitu keseluruhan hubungan antara
organ-organ negara baik antara lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif maupun hubungan antara lembaga di tingkat pusat dan
tingkat daerah5
Di dunia ini dikenal 3 (tiga) jenis sistem pemerintahan yaitu :
1. Sistem Pemerintahan Presidensiil
Bertitik tolak kepada konsep pemisahan kekuasaan sebagaimana
dianjurkan oleh teori trias politika, sistem pemerintahan Presidensiil
(Fixed Executive) ini menghendaki adanya pemisahan kekuasaan
secara tegas, khususnya antara badan pemegang kekuasaan eksekutif
dengan badan pemegang kekuasaan legislatif.6

5
Lihat, Y.Hartono,Handout Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
6
B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, 1996, Dasar-Dasar Hukum Tata Negara
Indonesia,Yogyakarta, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, hlm. 52

3
Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
a. Hanya ada satu presiden yang dipilih langsung menjadi presiden
untuk masa jabatan waktu tertentu.
b. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
c. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri sebagai
pembantunya
d. Presiden sebagai kepala eksekutif tidak bisa membubarkan
parlemen.
e. Presiden bertanggungjawab kepada rakyat
f. Anggota eksekutif tidak dapat merangkap jabatan sebagai anggota
parlemen
g. Fokus kekuasaan ada pada presiden
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
Pada prinsipnya sistem pemerintahan parlementer menitik beratkan
pada hubungan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Sistem ini merupakan sisa-sisa peninggalan sistem pemerintahan
monarchy, dimana kepala negara mempunyai kedudukan yang tidak
dapat diganggu gugat.7
Adapun ciri-ciri sistem pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
a. Eksekutif dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu :
1. perdana menteri sebagai kepala pemerintahan
2. raja/kaisar/presiden sebagai kepala negara
b. Eksekutif bertanggungjawab kepada legislative (parlemen).
c. Perdana menteri dipilih dari pemenang kursi di parlemen dan
menteri diangkat oleh perdana menteri.
d. Menteri biasanya adalah anggota parlemen.
e. Perdana menteri dapat mengusulkan kepada kepala negara untuk
membubarkan parlemen.
f. Parlemen adalah fokus kekuasaan

7
B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, Ibid., hlm. 51

4
3. Sistem Pemerintahan Referendum
Sistem pemerintahan seperti ini sering disebut juga Sistem
Badan Pekerja8. Sistem pemerintahan dengan pengawasan langsung
oleh rakyat yakni pemerintah (eksekutif) pada hakikatnya adalah badan
pekerja dari Parlemen (legislatif), dengan kata lain eksekutif
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari legislatif (parlemen).
Oleh karena itu parlemen tidak diberi wewenang untuk pengawasan
kepada eksekutif, sehingga yang berhak mengawasi parlemen dan
eksekutif adalah rakyat secara langsung. Referendum, yaitu suatu
kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan
keputusan setuju atau menolak terhadap kebijaksanaan atau keputusan
yang diambil oleh parlemen atau setuju/menolak terhadap
kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan kepada rakyat secara
langsung9. Sistem ini dipergunakan di Negara Konfederasi Swiss.
Referendum ini terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Referendum Obligator (Wajib), yaitu meminta pendapat secara
langsung terhadap suatu RUU yang akan diundangkan,
2. Referendum Fakultatif, yaitu meminta pendapat secara langsung
kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap UU yang
sudah berlaku, tetapi ada sementara rakyat yang menggugatnya.
Dalam hal ini apabila mayoritas rakyat berpendapat bahwa UU
tersebut tetap berlaku seperti semula, maka UU tersebut tetap
berlaku. Demikian pula sebaliknya.
3. Referendum Optatif, yaitu meminta pendapat secara langsung
kepada rakyat tentang setuju atau tidaknya terhadap RUU
Pemerintah Federal atau Pemerintah Pusat di wilayah-wilayah
negara bagian atau daerah otonom10.
Dalam sistem pemerintahan ini juga dikenal Usul Inisiatif Rakyat yaitu
rakyat mengajukan suatu RUU kepada Parlemen atau Pemerintah.
8
B. Hestu Cipto Handoyo, Op.Cit, hlm.140
9
Ibid., hlm. 141
10
Ibid., hlm. 141

5
II. Perbandingan Sistem Pemerintahan Jepang dan Sistem Pemerintahan
Indonesia
Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan
membanding sistem pemerintahan kedua negara tersebut.
a. Konstitusi Jepang Tahun 1947
Jepang menganut Sistem Pemerintahan Parlementer berdasarkan
konstitusi tahun 1947. Hal itu karena di Jepang,Kepala Pemerintahan
dan Kepala Negara dipisahkan atau dipegang oleh dua orang. Kaisar
Jepang sebagai Kepala Negara sedangkan Menteri/Perdana Menteri
sebagai Kepala Pemerintahan. Kedudukan kaisar dalam negara dan
pemerintahan dibatasi oleh konstitusi dan peraturan perundang-
undangan sehingga ia tidak punya kekuasaan yang absolut. Kaisar
Jepang bertindak atas nama rakyat Jepang sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi, begitu pula dengan perdana menteri.
Pasal-pasal terkait kedudukan Kaisar sebagai Kepala Negara
 Pasal 1 “Kaisar harus merupakan lambang dari negara dan dari
persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari kehendak
rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”
 Pasal 3 “Saran dan persetujuan dari kabinet harus diminta bagi
segala tindakan-tindakan dari Kaisar di dalam hal-hal mengenai
negara, dan kabinet harus bertanggungjawab mengenai hal tersebut”.
 Pasal 4 “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan sedemikian rupa
di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana diatur di dalam
Undang-undang Dasar ini dan dia tidak boleh mempunyai kekuasaan
yang dihubungkan dengan pemerintahan”.
 Pasal 7 “Kaisar, dengan saran dan persetujuan dari kabinet, harus
melakukan tindakan-tindakan berikut ini di dalam hal-hal mengenai
negara atas nama rakyat :
o Pengumuman perubahan- perubahan dari konstitusi, undang-
undang, peraturan-peraturan cabinet dan perjanjian-perjanjian.
o Mengundang sidang diet.
o Pembubaran House of Representatives.
o Pengumuman daripada pemilihan umum dari anggota-anggota
Diet.

6
o Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian dari menteri-menteri
negara dan pejabat-pejabat lainnya sebagaimana diatur dengan
undang-undang, dan mengenai surat-surat kepercayaan dan
kekuasaan penuh dari duta-duta besar dan menteri-menteri.
o Menyetujui amnesti umum dan khusus, pengurangan hukuman,
menunda pelaksanaan hukuman mati, dan pemulihan hak-hak.
o Memberikan kehormatan-kehormatan
o Menyetujui alat-alat ratifikasi dan dokumen-dokumen diplomatic
lainnya sebagaimana diatur dengan undang-undang.
o Menerima duta-duta besar dan menteri-menteri asing.

Pasal-pasal terkait Perdana Menteri/Menteri sebagai Kepala


Pemerintahan
 Pasal Pasal 65 “Kekuasaan eksekutif harus berada di tangan kabinet”.
 Pasal 66 ayat (1)“ Kabinet harus terdiri dari perdana Menteri yang
menjadi ketuanya, dan menteri-menteri lainnya dari negara,
sebagaimana diatur dengan undang-undang”. ayat (3)“Kabinet di
dalam pelaksanaan dari kekuasaan eksekutif, haruslah secara kolektif
bertanggungjawab kepada diet”.
 Pasal 67 “Perdana menteri haruslah dipilih dari antara anggota-
anggota dari Diet dengan suatu resolusi dari Diet. Pemilihan ini
haruslah mendahului semua kegiatan-kegiatan lainnya”.
 Pasal 68 ayat (1) “Perdana menteri harus mengangkat menteri-
menteri negara. Walaupun demikian, suatu mayoritas dari jumlah
mereka haurs dipilih dari antara anggota-anggota Diet.” Ayat (2)
“Perdana menteri dapat mengganti menteri-menteri negara
sebagaimana dia kehendaki”.
 Pasal 72 “Perdana menteri, mewakili kabinet, mengajukan rencana
undang-undang, melaporkan mengenai peristiwa-peristiwa nasional
umum dan hubungan-hubungan luar negeri kepada Diet dan
melaksanakan kontrol dan pengawasan atas berbagai-bagai cabang
administratif”.
 Pasal 73 “Kabinet, sebagai tambahan terhadap fungsi-fungsi
administratif umum lainnya, harus melakukan fungsi-fungsi demikian :
o Mengurus hukum secara jujur; melaksanakan urusan-urusan
negara.
o Mengelola urusan-urusan luar negeri.
o Menyelesaikan perjanjian-perjanjian. Walaupun demikian, hal
tersebut harus sebelumnya memperoleh, atau tergantung pada

7
keadaan, persetujuan kemudian dari Diet.
o Mengurus dinas-dinas sipil, sesuai dengan standar yang diadakan
oleh undang-undang.
o Mempersiapkan anggaran belanja dan pendapatan negara, dan
mengajukannya kepada Diet.
o Menyatakan berlakunya keputusan-keputusan kabinet agar supaya
untuk melaksanakan peraturan-peraturan di dalam keputusan-
keputusan Kabinet sedemikian kecuali bila diberi wewenang oleh
undang-undang demikian.
o Memutuskan atas amnesti umum, amnesti khusus, pengurangan
hukuman, menunda pelaksanaan hukuman, dan pemulihan hak-
hak.

b. Konstitusi Indonesia (‘’UUD 1945”)


Indonesia menganut sistem pemerintahan Presidensiil. Di Indonesia
hanya ada seseorang Kepala Negara sekaligus menjabat sebagai
Kepala Pemerintahan yaitu Presiden Republik Indonesia. Hal ini
dipertegas dalam UUD 1945 yang mengatur banyak kewenangan
dan/atau kekuasaan Presiden Republik Indonesia.
Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Negara
 Pasal 10 “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas
Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.
 Pasal 11 ayat (1) “Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain”.
 Pasal 12 “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan
akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.
 Pasal 13 ayat (1) “Presiden mengangkat duta dan konsul”. Ayat (2)
“Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR”.
 Pasal 14 “Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan MA”.
 Pasal 15 “Presiden memberi gelaran, tanda jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan”.

Pasal-pasal tentang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan


 Pasal 4 ayat (1) “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

8
 Pasal 5 ayat (1) “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-
undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat
 Pasal 5ayat (2)“Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk
menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.
 Pasal 6A ayat (1) “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu
pasangan secara langsung oleh rakyat.
 Pasal 7 “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
 Pasal 7C “Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat”.
 Pasal 17 ayat (1) “Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara”.
 Pasal 17 ayat (2) “Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden”.

B. BENTUK PEMERINTAHAN
I. Landasan Teori
Secara umum, dikenal ada 2 (dua) macam bentuk pemerintahan
yaitu, bentuk pemerintahan Monarkhi (kerajaan) dan bentuk pemerintahan
Republik. Menurut Polybios bentuk Monarki adalah bentuk tertua.
Kekuasaan dipegang oleh satu orang yang memiliki sifat-sifat yang lebih
unggul dari pada warga masyarakat lainnya, sehingga mendapat
kepercayaan untuk memerintah.11Bentuk negara Kerajaan dipimpin oleh
seorang raja (kaisar) atau ratu (maharani) yang diwariskan secara turun
temurun, jadi apabila seorang calon raja tidak terlalu mengenal pengaturan
politik pemerintahan negara, maka jalannya roda pemerintahan diserahkan
pada perdana menteri yang mengepalai menteri.12Sedangkan, Bentuk
negara Republik dipimpin oleh seorang presiden yang dipilih oleh badan
tertentu (konstitutif atau legislatif) atau dipilih langsung oleh rakyat dalam
suatu pemilihan umum,13 sehingga dalam bentuk pemerintahan ini kepala

11
Buchory, Ilmu Negara (Handout), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI
Yogyakarta, hlm. 82
12
Inu Kencana Syafiie, 2013, Ilmu Negara Kajian Ilmiah dan Kajian Keagamaan, Bandung,
Penerbit Pustaka Reka Cipta, hlm. 84
13
Inu Kencana Syafiie, Ibid

9
negara atau kepala pemerintahan hanya dipegang oleh satu orang. Adapun
ciri-ciri bentuk pemerintahan sebagai berikut :

Republik Monarkhi
Bagaimana terjadinya kehendak atas kemauan negara yang
dilakukan melalui putusan-putusan negara (George Jellinek)
Jika kemauan negara Jika kemauan ditentukan oleh satu orang
ditentukan melalui proses (raja/ratu)
juridis, yaitu gabung orang-
orang sebagai majelis atau
dewan
Cara menentukan kepada negara (Leon Duguit)
Jika kepada negara ditentukan Jika kepada negara ditentukan atas dasar
atas dasar pemilihan pewarisan
Apakah menggunakan asas kesamaan atau ketidaksamaan (Otto
Koelrenter)
Setiap warga negara memiliki Tidak setiap warga negara memiliki hak
hak yang sama menjadi kepala yang sama menjadi kepala negara
negara

II. Perbandingan Bentuk Pemerintahan Jepang dan Bentuk


Pemerintahan Indonesia
Pada bagian ini, didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam konstitusi Jepang dan konstitusi Indonesia, penulis akan
membanding bentuk pemerintahan kedua negara tersebut.
a. Konstitusi Jepang Tahun 1947
Jepang adalah sebuah negara Monarkhi Konstitusional.Dikatakan
Monarkhi Konstitusional karena Kepala Negara Jepang adalah Kaisar.
Kaisar jepang memperoleh tahta secara turun temurun. Kaisar jepang
dalam memerintah, kekuasaannya dibatasi oleh konstitusi jepang
sehingga ia tidak memiliki kekuasaan yang mutlak.
Bentuk pemerintahan Jepang dapat ditelusuri mulai dari Pasal 1, Pasal
2 dan Pasal 4 Konstitusi Jepang.

10
 Pasal 1 berbunyi “Kaisar harus merupakan lambang dari negara
dan dari persatuan rakyat, yang memperoleh kedudukannya dari
kehendak rakyat yang memegang kedaulatan tertinggi”.
 Pasal 2 berbunyi “Tahta Kekaisaran haruslah merupakan
kedinastian dan diwariskan sesuai dengan UU Istana Kaisar yang
dikeluarkan oleh Diet”.
 Pasal 4 berbunyi “Kaisar hanya melakukan tindakan-tindakan
sedemikian rupa di dalam hal-hal mengenai negara sebagaimana
diatur di dalam Undang-undang Dasar ini dan dia tidak boleh
mempunyai kekuasaan yang dihubungkan dengan pemerintahan”.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Indonesia adalah sebuah negara yang bentuk pemerintahannya
adalah Republik. Bentuk negara Republik Indonesia sudah ditegaskan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea IV yakni
“maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
Negara Republik Indonesia, dst….Bentuk pemerintahan Indonesia
merupakan salah satu yang tetap, artinya dari Amandemen I (1999),
Amandemen II (2000), Amandemen III (2001), dan Amandemen IV
(2002) UUD Pasal mengenai bentuk negara itu tidak pernah diubah
dan dibiarkan tetap eksis. Selanjutnya bentuk Republik Indonesia
diatur secara gamblang dalam Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 bahwa
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk
Republik”.

11
C. BENTUK NEGARA
I. Landasan Teori
Pada bagian bentuk negara ini, kita akan melihat bentuk-bentuk
negara ditinjau dari segi susunannya.14 Menurut Doktrin bentuk negara
dapat dibagi kedalam 3 (tiga) pengertian, yaitu
1. Bentuk negara Kesatuan
Negara kesatuan dapat pula disebut sebagai Negara Unitaris. Negara
ini ditinjau dari segi susunannya, memanglah susunannya bersifat
tunggal, maksudnya Negara Kesatuan itu adalah negara yang tidak
tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya terdiri atas satu
negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara.15Namun demikian,
dalam rangka memperlancar usaha negara mencapai tujuannya,
wewenang yang ada pada pemerintah pusat dibagi ke daerah-daerah.
Hanya saja pemerintah pusat tetap mempunyai kekuasaan tertinggi di
semua bidang, dan mempunyai wewenang memutuskan untuk tingkat
terakhir mengenai segala sesuatu dalam negara itu.
Mengenai pembagian kekuasaan ke daerah-daerah dalam negara
kesatuan, biasanya dikenal sistem tiga sistem, yaitu : (a) sistem
desentralisasi; (b) sistem dekonsentrasi; dan (c) sistem Meddebwind.
Ketiga sistem ini dapat dijalankan secara bersama-sama.16Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sudah
memberikan pengertian untuk ketiga sistem diatas. Pasal 1 butir 7
memuat ketentuan mengenai Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan olehPemerintah kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurusurusan pemerintahan dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.Pasal 1 butir 8 memuat ketentuan

14
Lihat Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta,
hlm.224
15
Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta,
hlm.224

16
Buchory, Op.cit., hlm. 88

12
tentang Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan
olehPemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah
dan/ataukepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Sedangkan Pasal 1 butir 9 memuat ketentuan mengenai
Meddebwind/Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah
kepadadaerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi
kepadakabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten
kotakepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.Adapun ciri-ciri
negara Kesatuan adalah sebagai berikut :
a. Negara bersifat tunggal (tidak ada negara dalam negara)
b. Kekuasaan dalam negara merupakan suatu kesatuan
c. Kekuasaan tertinggi ada pada pemerintah pusat
d. Hanya ada satu Undang-Undang Dasar atau Undang-undang.
e. Ada penyerahan otonomi kepada daerah
2. Bentuk negara Serikat/Federasi
Negara Federasi adalah negara yang bersusun jamak,
maksudnya negara ini tersusun dari beberapa negara yang semula telah
berdiri sendiri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, mempunyai
Undang-Undang Dasar sendiri serta pemerintahan sendiri. Tetapi
kemudian karena suatu kepentingan, entah kepentingan politik,
ekonomi atau kepentingan lainnya, negara-negara tersebut saling
menggabungkan diri untuk membentuk suatu ikatan kerja sama yang
efektif.17 Dalam ikatan kerja sama tersebut, masing-masing negara
menyerahkan sebagian urusannya untuk diurus oleh pemerintah
federal, sedangkan selebihnya tetap diurus sendiri oleh negara-negara
yang bersangkutan (reserve powers). Urusan yang diserahkan kepada
pemerintah federal biasanya urusan yang menyangkut kepentingan
bersama misalnya urusan keuangan, urusan angkatan bersenjata, dan
urusan pertahanan.18

17
Soehino, Op.Cit., hlm. 226
18
Buchory, Op.Cit., hlm. 89

13
Adapun ciri-ciri negara Serikat/Federasi adalah sebagai berikut :
a. 2 (dua) macam negara, yaitu Negara Federasi atau Negara
Gabungan dan Negara-negara Bagian.
b. 2 (dua) macam Pemerintahan, yaitu Pemerintahan Negara Federasi
dan Pemerintahan Negara-negara Bagian.
c. 2 (dua) macam Undang-undang dasar/yaitu Undang-undang Dasar
Negara Federasi dan Undang-undang Dasar masing-masing Negara
Bagian
d. Negara di dalam negara, yaitu bahwa Negara-negara Bagian itu
beradanya di dalam Negara Federasi
e. 2 (dua) macam urusan pemerintahan, yaitu urusan pemerintahan
yang pokok-pokok dan yang berkaitan dengan kepentingan
bersama negara-negara bagian19
3. Bentuk negara Konfederasi
Negara Konfederasi : Daerah (kanton/wilayah) lebih tinggi
kedudukannya daripada pemerintah pusat.20Asumsi dasar bangunan
negara seperti ini terdiri dari gabungan beberapa negara yang sejak
semula memang sudah memiliki kedaulatan penuh. Penggabungan
negara-negara tersebut tidak serta merta menghapus kedaulatan dari
masing-masing negara negara. Oleh sebab itu kewenangan masing-
masing negara masih tetap di atas kewenangan Pemerintah
Konfederasi. Beberapa ahli mencoba memberikan criteria/ciri-ciri dari
sebuah negara konfederasi dengan cara membandingkan atau
memberikan perbedaan antara negara Federasi/Serikat dengan negara
Konfederasi (Gabungan negara/Perserikatan negara).
George Jellinek mengemukakan perbedaan antara negara
serikat dengan perserikatan negara-negara tersebut. Kriteria yang
dipakai Jellinek adalah kedaulatan itu berada pada tangan siapa, negara

19
Soehino, Op.Cit., hlm. 227
20
B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, Op.Cit., hlm. 45

14
federal itu sendiri ataukah pada negara-negara bagian ?21 Apabila
kedaulatan itu pada negara federal, jadi yang memegang kedaulatan itu
adalah pemerintahan federal, atau pemerintahan gabungannya, maka
negara federal itu disebut negara serikat. Sedangkan kalau kedaulatan
itu masih tetap ada negara-negara bagian, maka negara federal yang
demikian disebut perserikatan negara.22 George Jellinek bukannya
satu-satunya ahli yang membahas mengenai hal ini, ahli yang lain
membahas itu adalah Krannenburg.
Menurut pendapat Krannenburg, perbedaan antara negara
serikat dengan perserikatan negara-negara itu terletak pada persoalan :
dapat atau tidaknya pemerintah Federal atau pemerintah gabungan itu
membuat atau mengeluarkan peraturan-peraturan hukum yang
langsung mengikat atau berlaku terhadap warga negara daripada
negara-negara bagian.Apabila peraturan-peraturan hukum yang
dikeluarkan oleh pemerintah negara federal, atau pemerintah
gabungannya itu dapat secara langsung berlaku atau mengikat terhadap
para warga negara dari negara-negara bagian, maka negara federasi itu
adalah berjenis negara serikat. Sedangkan kalau peraturan-peraturan
hukum yang dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah federal atau
pemerintah gabungannya itu tidak dapat secara langsung berlaku atau
mengikat terhadap para warga negara dari negara-negara bagian, maka
negara yang demikian ini disebut perserikatan negara23

21
Lihat Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta,
hlm. 228

22
Soehino, Op.Cit., hlm. 228
23
Soehino, Ibid., hlm. 231

15
II. Perbandingan Bentuk Negara Jepang dan Bentuk Negara Indonesia
Berdasarkan konstitusi kedua negara tersebut terdapat kesamaan
atau keduanya menganut bentuk negara yang sama yaitu Negara
Kesatuan.
a. Konstitusi Jepang Tahun 1947
Berdasarkan konstitusinya Jepang adalah bentuk negara Kesatuan.
Hal ini bisa ditemukan dalam Pasal 1 ayat (1)b berbunyi“Kaisar
harus merupakan lambang dari negara dan dari persatuan rakyat,
yang memperoleh kedudukannya dari kehendak rakyat yang
memegang kedaulatan tertinggi”. Pasal 41 “Diet haruslah
merupakan badan tertinggi dari kekuasaan negara, dan harus
merupakan satu-satunya badan pembuat undang-undang dari
negara”. Dengan adanya ketentuan Diet haruslah satu-satunya badan
yang punya kewenangan membuat undang-undang, maka dapat
disimpulkan bahwa negara Jepang bukanlah negara Federal ataupun
Konfederasi melainkan negara Kesatuan.
b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sama halnya Jepang menganut bentuk negara Kesatuan, negara
Republik Indonesia juga menganut bentuk negara Kesatuan. Hal ini
termuat dalam konstitusi (hukum dasarnya) yaitu UUD 1945, Pasal 1
ayat (1) berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik”.

D. KELEMBAGAAN NEGARA
I. Landasan Teori
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1997), kata
“lembaga” antara lain diartikan: (i) badan (organisasi) yang tujuannya
melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan
(ii) pola perilaku manusia yang mapan yang terdiri atas interaksi sosial

16
yang berstruktur di suatu kerangka nilai yang relevan.24Konsepsi lembaga
negara dalam bahasa Belanda biasa disebut staatsorgaan. Dalam bahasa
Inggris, lembaga negara digunakan istilah political institution.25 Dalam
UUD 1945 istilah “lembaga” tidak ada hanya ada istilah “badan”.26 Namun,
ketika dilakukan perubahan UUD 1945 dipergunakanlah istilah “badan”
dan lembaga seperti dalam BAB VIIIA Pasal 23E, Pasal 23F, dan Pasal
23G tentang BPK dan Pasal 24 ayat (1) tentang “badan peradilan” atau
Pasal 24 ayat (2) “untuk badan-badan lain”.27
Namun, pada Pasal 24C ayat (1), UUD 1945 tidak menggunakan
kata “badan” tetapi istilah “lembaga negara”. Istilah lembaga negara juga
dipakai dalam Pasal II Aturan Peralihan yang sebelum perubahan
menggunakan kata “badan”28lembaga negara terkadang disebut dengan
istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan nondepartemen, atau
lembaga negara saja. Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh
Undang-Undang Dasar merupakan organ konstitusi, sedangkan yang
dibentuk berdasarkan Undang-Undang merupakan organ Undang-
Undang.29 Karena warisan lama sistem lama, harus diakui bahwa di tengah
masyarakat kita masih berkembang pemahaman yang luas bahwa
pengertian lembaga negara dikaitkan dengan cabang-cabang kekuasaan
30
tradisional legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemikiran awal mengenai
lembaga negara yang hari ini dikenal berawal dari Montesquieu di Prancis
pada Abad ke-XVII.

24
Kamus Besar Bahasa Indonesia, lihat H.A.S Natabaya, “Lembaga (Tinggi) Negara Menurut UUD
1945”, dalam Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945,
Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 1
25
Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI Tahun 1945, Jakarta, Sinar
Grafika, hlm. 2
26
Lihat Patrialis Akbar, Ibid.
27
Lihat Patrialis Akbar, Ibid.hlm. 3
28
Patrialis Akbar, Ibid
29
Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,
Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 37
30
Jimly Asshiddiqie, Ibid.

17
II. Perbandingan Kelembagaan Negara Jepang dan Kelembagaan
Negara Indonesia
a. Konstitusi Jepang Tahun 1947
Sistem kelembagaan negara Jepang menganut paham trias
politika. UUD 1947 mengatur tiga kekuasaan tertinggi, yaitu,
kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (naikaku), kekuasaan
legislatif dipegan oleh parlement (Diet, Kokkai) dan kekuasaan
kehakiman dipegang oleh MA (Saikou-Saibansho). Ketiga kekuasaan
ini adalah serata di depan UUD, salah satu bukti keserataan ini adalah
gaji, yaitu gajinya perdana menteri, ketua Diet dan ketua MA
sama.(Gaji menteri-menteri, wakil ketua Diet dan hakim agung juga
sama). Hubungan tiga kekuasaan tertinggi adalah hubungan check and
balance.31
1. Lembaga Eksekutif
Kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (naikaku)
dikepalai oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri (PM) Jepang
mengepalai sebuah kabinet dimana PM sekaligus adalah
pemimpin partai mayoritas di majelis rendah (parlemen), dan
secara kolektif bertanggungjawab kepada Kokkai (Diet), PM dan
kabinetnya harus meletakan jabatan bila tidak memperoleh
kepercayaan lagi dari majelis rendah. Majelis Rendah (Shugiin)
dan Majelis Tinggi (Sangiin) adalah dua badan yang terdapat
dalam Kokkai (Diet).32Seorang Perdana Menteri bisa
membubarkan kamar bawah, kamar bawah bisa mengecam
kabinet (motion of confidence).33Perdana Menteri dan mayoritas
menteri kabinet diwajibkan menjadi anggota Diet, dan dalam
menjalankan tugas kekuasaan eksekutif , mengharuskan secara

31
Shimada Yuzuru, Loc.Cit
32
King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga Parlemen Indonesia,
Yogyakarta, UII Press, hlm. 117
33
Shimada Yuzuru, Loc.Cit

18
kolektif bertanggungjawab kepada Diet.34Lembaga eksekutif di
Jepang diatur dalam Konstitusi Jepang Bab V tentang Kabinet
mulai dari Pasal 65 sampai Pasal 75.
Ketentuan bahwa lembaga eksekutif sebagai lembaga
kekuasaan tertinggi dalam Pasal 65 berbunyi “Kekuasaan
eksekutif harus berada di tangan Kabinet”. Pasal 66 ayat (1)
berbunyi “Kabinet harus terdiri dari Perdana Menteri, yang
menjadi ketuanya, dan menteri-menteri lainnya dari negara,
sebagaimana diatur dengan undang-undang”.
2. Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif di Jepang disebut Diet/Kokkai. Diet
merupakan kekuasaan legislatif, dan dalam Konstitusi ini,
merupakan badan/organ tertinggi dalam kekuasaan Negara dan
juga merupakan satu-satunya badan dalam pembuatan undang-
undang.35Diet terdiri dari dua kamar, yaitu House of
Representatives (shugi-in) dan House of Councillors (sangi-
in).36Kedua kamar harus terdiri dari anggota-anggota terpilih, dari
seluruh rakyat. Jumlah anggota-anggota kamar harus dipastikan
dengan undang-undang.37 Masa jabatan dari anggota-anggota
House of Representatives haruslah empat (4) tahun.
Namun demikian, masa jabatan tersebut harus
diberhentikan sebelum masa jabatan penuh tercapai dalam hal
House of Representatives dibubarkan.38 Sedangkan, masa jabatan
dari anggota-anggota House of Councillors haruslah enam (6)
tahun, dan pemilihan untuk separuh dari anggota-anggota harus
diadakan setiap tiga tahun.39 Tidak boleh ada seorangpun yang
diperbolehkan menjadi anggota dari kedua House secara bersama-

34
King Faisal Sulaiman, Op.Cit., hlm. 64
35
King Faisal Sulaiman, Ibid
36
Lihat Konstitusi Jepang , Pasal 42
37
Ibid., Pasal 43
38
Ibid., Pasal 45
39
Ibid., Pasal 46

19
sama.40 Bilamana House of Representatives dibubarkan harus
diadakan pemilihan umum dari anggota-anggota House of
Representatives dalam waktu empat puluh (40) hari dari tanggal
pembubarannya dan Diet harus diundang bersidang dalam waktu
tiga puluh (30) hari dari tanggal pemilihan. Bilamana House of
Representatives dibubarkan House of Councillors dibubarkan
pada waktuyang sama.41
Pengaturan tentang Diet terdapat dalam Bab IV Konstitusi
Jepang mulai dari Pasal 41 sampai Pasal 64. Ketentuan bahwa
Diet adalah lembaga tertinggi negara ditemukan dalam Pasal 41
berbunyi “Diet haruslah merupakan badan tertinggi dari
kekuasaan negara, dan harus merupakan satu-satunya pembuat
undang-undang dari negara”.
3. Lembaga Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif diserahkan kepada Mahkamah Agung
yang membawahi badan-badan kehakiman (peradilan) yang
didirikan berdasarkan undang-undang.42 MA dapat melimpahkan
kekuasaan untuk membuat peraturan-peraturan kepada
pengadilan-pengadilan yang lebih rendah.43 Kewenangan MA
yakni membuat peraturan-peraturan yang menentukan mengenai
prosedur dan pelaksanaan, hukum acara dan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan penuntut, disiplin intern dari
pengadilan-pengadilan dan administrasi dari urusan-urusan
kehakiman.44 MA harus terdiri dari Hakim Kepala dan sejumlah
hakim lainnya, dimana Hakim Kepala itu diangkat oleh Kabinet.45
Mahkamah Agung adalah pengadilan dari upaya terakhir dengan
kekuasaan untuk menentukan kesalahan dari undang-undang,

40
Ibid., Pasal 48
41
Ibid., Pasal 54
42
Inu Kencana, Op.Cit., hlm. 117
43
Lihat Konstitusi Jepang, Pasal 77
44
Ibid
45
Ibid. Pasal 79

20
perintah-perintah, peraturan-peraturan atau keputusan resmi apa
pun.46
Lembaga Yudikatif di Jepang diatur dalam Konstitusi
Jepang Bab VI tentang Kehakiman, mulai dari Pasal 76 sampai
Pasal 82. Ketentuan mengenai lembaga yudikatif sebagai lembaga
tertinggi negara dapat dilihat dalam Pasal 76 (1) “Seluruh
kekuasaan kehakiman adalah di tangan Mahkamah Agung dan
pengadilan-pengadilan demikian yang lebih rendah sebagaimana
ditentukan di dalam undang-undang”. (2) Tidak ada pengadilan
luar biasa boleh diadakan, dan tidak juga suatu organ atau badan
dari eksekutif diberi kekuasaan kehakiman yang final.

b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Berbeda dengan Jepang, kelembagaan negara Indonesia menganut
Sapta as Politica (tujuh pusat kekuasaan). Ketujuh organ kekuasaan
tersebut yakni :
1. Presiden dan Wakil Presiden
Kekuasaan pemerintahan negara oleh Presiden diatur dan
ditentukan dalam Bab III UUD 1945 yang memang diberi judul
Kekuasaan Pemerintahan Negara. Yang terpenting dalam hal ini
adalah apa yang ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) yaitu yang
berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah menurut Undang-Undang Dasar”. Selain presiden,
dalam Pasal 4 UUD 1945, juga diatur tentang satu orang Wakil
Presiden. Pasal 4 ayat (2) menegaskan “Dalam melakukan
kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”.
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Dalam UUD 1945 jelas tergambar bahwa dalam rangka fungsi
legislatif dan pengawasan, lembaga utamanya adalah DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat). Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menegaskan

46
Ibid., Pasal 81

21
“Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk
undang-undang”.
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Ketentuan mengenai DPD dalam UUD 1945 terdapat di Bab VIIA
tentang Dewan Perwakilan Daerah, mulai dari Pasal 22C sampai
Pasal 22D.
4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Ketentuan tentang MPR ditemukan dalam Bab II tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, mulai dari Pasal 2 sampai Pasal 3 UUD
1945.
5. Mahkamah Konstitusi (MK)
Konstitusi dibentuk untuk menjamin agar konstitusi sebagai
hukum tertinggi dapat ditegakkan sebagaimana mestinya. Dalam
UUD 1945, ketentuan mengenai Mahkamah Konstitusi ini diatur
dalam Pasal 24C.
6. Mahkamah Agung (MA)
Mahkamah Agung adalah Puncak dari kekuasaan kehakiman dalam
lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha
negara, dan peradilan militer. Mahkamah ini pada pokoknya
merupakan pengawal Undang-Undang (the guardian of Indonesian
law).
Pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945,
1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum
dan keadilan.
2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan
agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

22
7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Dalam Pasal 23 ayat (5) UUD 1945 juga menyatakan “Untuk
memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan
suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan
dengan Undang-Undang”.

Sumber : SHIMADA Yuzuru, Bagan Kelembagaan Negara Jepang

23
Bagan Kelembagaan Negara Indonesia

24
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hal-hal yang bisa disimpulkan pada bagian ini yaitu :
1. Sistem pemerintahan negara Jepang adalah sistem Parlementer, berbeda
dengan Indonesia yang menganut sistem pemerintahan Presidensial.
2. Jepang punya kemiripan dengan Indonesia dalam hal bentuk negara yaitu
negara Kesatuan.
3. Bentuk Pemerintahan negara Jepang adalah Monarkhi Konstitusional.
Sedangkan Indonesia adalah Republik
4. Dan, kelembagaan negara Jepang menganut prinsip Trias Politica, yaitu
a. Eksekutif atau pelaksana pemerintahan dilakukan oleh Perdana
Menteri
b. Legislatif atau pembentuk undang-undang disebut Diet atau Parlemen
Nasional
c. Judiciary atau Pengadilan
5. Sedangkan, di Indonesia menganut Sapta as Politika (tujuh pusat
kekuasaan)
a. Presiden dan Wakil Presiden
b. DPR
c. MPR
d. DPD
e. MA
f. MK
g. BPK

25
B. DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
 B. Hestu Cipto Handoyo, 2009, Hukum Tata Negara Indonesia,Penerbit
Universitas Atma Jaya Yogyarta, Yogyakarta.
 B.Hestu Cipto Handoyo dan Y. Thresianti, 1996, Dasar-Dasar Hukum
Tata Negara Indonesia, Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta,
Yogyakarta.
 Inu Kencana Syafiie, 2013, Ilmu Negara Kajian Ilmiah dan Kajian
Keagamaan, Penerbit Pustaka Reka Cipta, Bandung.
 Jimly Asshiddiqie, 2010, Perkembangan Dan Konsolidasi Lembaga
Negara Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta.
 King Faisal Sulaiman, 2013, Sistem Bikameral dalam Spektrum Lembaga
Parlemen Indonesia, UII Press, Yogyakarta.
 Patrialis Akbar, 2013, Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD NRI
Tahun 1945, Sinar Grafika, Jakarta.
 Prajudi Atmosudirdjo, dkk… (editor), 1983, Konstitusi Jepang, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
 Soehino, 2005, Ilmu Negara, Edisi Ketiga Cetakan Ketujuh, Liberty
Yogyakarta, Yogyakarta.
NON PUBLIKASI
 Buchory, Ilmu Negara, Tanpa tahun, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas PGRI Yogyakarta (handout)
 Y.Hartono, tanpa tahun, Hukum Pemerintahan Pusat, Fakultas Hukum
Universitas Atma Jaya Yogyakarta (handout)
INTERNET
 Shimada Yuzuru, tanpa tahun, UUD Jepang dan Tata Negara, Nagoya
University,www2.gsid.nagoyau.ac.jp/blog/shimadayuzuru/files/2011/03/p
aper_for_lecture_at_unand_on20110225.pdf konstitusi jepang, diakses
tanggal 21 maret 2016
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

26

Anda mungkin juga menyukai