BAB I PENDAHULUAN Penggolongan kelas telah terjadi sejak zaman dahulu kala,seperti adanya golongan raja,bangsawan dan rakyat jelata. Dalam masa penjajahan dikenal pula dengan Upper Class,Midle Class dan Bottom Class. Pernyataan tersebut sangat membenarkan dan tidak dapat dipungkiri pula bahwa dari dahulu hingga sekarang masih terdapat lapisan-lapisan atau tingkatan-tingkatan masyarakat. Peran dan kedudukan seseorang merupakan faktor penentu strata sosial seorang dalam masyarakat. Dasar dan inti dari lapisan-lapisan yang terdapat dalam masyarakat itu adalah ketidakseimbangan dalam pembagian hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab terhadap nilai-nilai sosial dan pengaruhnya diantara anggota masyarakat. Sehingga,stratifikasi sosial akan ada timbulnya kelas-kelas sosial tertentu dalam masyarakat yang dihargai oleh masyarakat tersebut, sebaliknya ada juga masyarakat yang tidak menghargai lapisan-lapisan tersebut karena mereka menganggap sesuatu yang dimiliki oleh seseorang tidak mempunyai nilai yang berarti baginya. Dengan adanya stratifikasi sosial semacam ini akan menimbulkan perbedaan-perbedaan dalam pemberlakuan seseorang didalam masyarakat,terutama dalam pemberian fasilitas yang akan diterima seorang dalam masyrakat. Sebagai contoh,bagi orang yang memiliki jumlah materi yang lebih tinggi akan dengan mudah dalam memperoleh fasilitas yang dia inginkan ketimbang mereka yang memiliki materi dibawah rata-rata kebutuhan. Begitu pula bagi mereka yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan kekuasaan yang luas akan sangat lebih ditakuti dan disegani ketimbang mereka yang tidak memiliki kedudukan atau kekuasaan. Pada dasarnya manusia berkeinginan tidak ada perbedaan kedudukan dan peranan dalam masyarakat. Terutama dalam penegakan hukum,tentunya setiap individu di dalam masyrakat menginginkan kesamaan hak di depan hukum dalam perlindungan dan peradilan. Hukum sebagai seperangkat dan kaidah kaidah yang mengatur sistem masyarakat harusnya mampu memberikan rasa adil kepada masyarakat tanpa adanya pandang bulu atau melihat stratifikasi sosial dari seorang individu
BAB II RUMUSAN MASALAHAN TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil temuan yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI), menyatakan bahwa berdasarkan survei yang diakukan kepada 1.200 responden di 33 provinsi di Indonesia, kepuasan masyarakat terhadap hukum di Indonesia berada pada titik terendah. "42,2 persen publik yang percaya bahwa aparat hukum akan bertindak adi dalam mengusut dan mengadili sebuah perkara. Sedangkan 46.7 persen tidak percaya bahwa aparat hukum akan bertindak adil. Mayoritas mereka cenderung percata bahwa proses hukum yang dilakukan aparat mudah diintervensi oleh kepentingan tertentu. Misalnya kedekatan dan kompensasi materi," kata Dewi dalam konferensi pers LSI tentang "Publik Menilai Wibawa Hukum Berada Pada Titik Terendah" di Kantor LSI, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (7/4/2013). Yang kedua, Dewi menjelaskan publik marah karena politisi banyak yang melakukan praktik korupsi daripada mengurusi rakyat. Ketiga, pembiaran penegak hukum atas kasus amuk massa isu primordial. "Di Indonesia, seringkali terjadi kasus kekerasan yang dilakukan oleh satu kelompok terhadap kelompok lain, karena hanya perbedaan identitas atau keyakinan. Kesan 'ketidakberdayaan' negara dalam menghadapi kekerasan komuna ini memunculkan pesimisme terhadap penegakan hukum," lanjutnya. Alasan keempat ialah, lemahnya kepemimpinan nasional dalam menegakan hukum secara konsisten. Menurut Dewi, sikap inkonsisten pemimpin nasiona juga menjadi penyebab merosotnya wibawa hukum. Berdasarkan artikel diatas, dapat diketahui bahwa antara hukum dengan gejala- gejala social, dalam hal ini stratifikasi social yang terdapat pada setiap masyarakat saling mempengaruhi. Kelihatan bahwa mekanisme hukum memeng kurang efektif; seolah- olah telah terjadi anarki di dalam kesibukan penegakan hukum. Untuk praktisnya, hukum diartikan sebgai aturan yang ditetapkan oleh penguasa. Peraturan- peraturan tadi dapat bersifat umum dan dapat juga bersifat khusus dari sudut ruang lingkup norma- normanya. Sehingga dari uraian tersebut dapat diambil sebuah rumusan masalah tentang bagaiman pengaruh strtifikasi sosial dalam penegakan hukum di masyarakat?.
BAB III PEMBAHASAN A. Pengaruh Stratifikasi Sosial dalm Penegakan Hukum Dalam sebuah asas hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law). Hukum tidak memandang kaya atau miskinnya seseorang. Setiap orang baik kaya ataupun miskin punya hak yang sama untuk merasakan keadilan hukum. Hukum berlaku top-down. Artinya bahwa hukum ditentukan oleh kalangan atas kemudian diterapkan pada masyarakat kalangan bawah. Namun stratifikasi tetap saja muncul. Oleh karena itu, antara hukum dan relita sosial terjadi sebuah kesenjangan yang biasa disebut dengan legal gap. Terjadi perbedaan antara apa yang seharusnya terjadi menurut hukum dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat. Masyarakat merupakan struktur organisasi kehidupan bersama. Di dalam struktur, setiap orang memainkan perannya masing-masing. Keanekaragaman peran yang ada dalam masyarakat menimbulkan apresiasi yang berbeda terhadap pemegang peran. Ada profesi yang dianggap ada pada struktur lapisan yang dipandang oleh masyarakat baik. Namun ada juga kelompok profesi yang menurut masyarakat dianggap berada pada struktur lapisan masyarakat tingkat bawah seperti yang dianggap masyarakat kurang terpandang. Hal yang terjadi kemudian adalah disfungsi hukum bagi masyarakat kalangan bawah. Hukum tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Seharusnya hukum tidak membeda-bedakan dan berlaku adil bagi semua kalangan. Bantuan hukum bagi masyarakat strata bawah terdapat dalam dua model. Dua model tersebut berbentuk bantuan secara konvensional dan bantuan secara structural. Para ahli hukum yang berprofesi sebagai pengacara mencoba membantu mengatasi persoalan kesenjangan kaya- miskin ini dengan cara memberikan bantuan hukun secara cuma-cuma kepada golongan miskin, apabila golongan miskin ini harus berperkara dan beracara di siding-sidang pengadilan. Bantuan ini desebut dengan legal aid. Bentuk inilah yang kemudian disebut dengan bantuan secara konvensional.Bantuan hukum yang terbatas pada bantuan hukum dalam persidangan saja belum cukup untuk melepaskan kaum miskin dari diskriminasi yang disebabkan oleh stratifikasi. Bantuan hukum juga dilakukan dengan memperjuangkan kaum miskin pada rancangan undang- undang yang akan diberlakukan. Pada bentuk bantuan ini, para ahli hukum akan berusaha agar hak-hak kaum miskin tidak terpinggirkan, Perjuangan semacam ini disebut dengan legal service. Bantuan model ini juga disebut dengan bantuan secara struktural. (Soetandyo, 2008:193) Hal yang harus dihilangkan adalah diskriminasi dalam hukum. Tidak seharusnya hukum hanya dibuat oleh kaum strata atas saja. Hukum menyangkut kehidupan setiap orang. Tidak peduli dari strata atas atau bawah. Oleh kerena itu, hukum seharusnya dibuat secara bersama- sama untuk kebaikan bersama. Semua kalangan harus dilibatkan dalam sebuah perumusan hukum agar hukum dapat diterima semua pihak. Menurut Soerjono Soekanto (Pokok-Pokok Sosiologi, 2005: 94) terdapat dua hipotesa mengenai penegakan hukum: a. Semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin sedikit hukum yang mengaturnya b. Semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi sosialnya, semakin banyak hukum yang mengaturnya. Penegakan hukum adalah suatu proses yang didalamnya merupakan perwujudan dari tujuan suatu organisasi. Tujuan organisasi penegakan hukum akan menentukan bagaiamana tingkah laku organisasi. Dalam menjalankan tujuan suatu organisasi, disatu sisi harus dapat melayani masyarakat. Pada sisi yang lainya organisasi tersebut harus hidup ditengah-tengah masyarakat tersebut. Dalam kondisi demikian terjadi proses penyesuaian yang menimbulkan gejala yaitu goal substitution dan goal displacemen. Didalam goal substitution. Maka, tujuan yang formal digantikan oleh kebijakan- kebijakan dan langkah-langkah yang akan lebih menguntungkan bagi organisasi disatu pihak dan dipihak lain akan menekan sedapat mungkin ancaman-ancaman terhadapnya.. Didalam goal displacement. Maka, tujuan-tujuan organisasi yang sudah diterima dan disetujui ditelantarkan demi tujuan-tujuan lain. Penegakan hukum terhadap lapisan-lapisan masyarakat yang tergolong upper class begitu terasa tumpul, lambat dan tidak jelas akhirnya. Hal yang berbeda manakala yang menjadi pelaku/korbannya adalah golongan yang berkategori masyarakat lapisan bawah (Low/Botom Class). Sehingga dalam penerapanya dikenal dengan penegakan hukum seperti tajamnya sebilah mata pisau. Artinya pisau akan terasa tajam manakala diarahkan kebawah, pada saat yang sama pisau akan terasa tumpul jika diarahkan keatas. Sehingga hukum hanya tajam dengan baik untuk menjangkau golongan-golongan lemah (masyarakat miskin, pinggiran, dan masyarakat tak berdaya) dan hukum akan terasa tidak berdaya untuk menjerat golongan- golongan pejabat, pengusaha, dan orang-orang berpengaruh dinegeri ini.
BAB IV PENUTUP Simpulan Staratifikasi sosial adalah bentuk pelapisan secara vertikal yang ada dalam masyarakat yang disebabkan karena adanya sesuatu yang dihargai misalnya keuasaan, pengetahuan. Rule of law yang berarti persaaman di hadapan hukum, dimana setiap warga harus tunduk pada hukum, namun dalam realitamya terlihat bahwa mekanisme hukum tidak berjalan efektif. Dalam penegakan hukum stratifikasi sosial sangat berpengaruh walaupun dalam konsep hukum menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law) ,keadilah hanya berpihak pada orang-orang yang berada dalam kelas-kelas elite dan menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap orang-orang yang berada dalam kelas-kelas menengah ke bawah. Penegakan hukum terhadap lapisan-lapisan masyarakat yang tergolong upper class begitu terasa tumpul, lambat dan tidak jelas akhirnya. Hal yang berbeda manakala yang menjadi pelaku/korbannya adalah golongan yang berkategori masyarakat lapisan bawah (Low/Botom Class). Sehingga dalam penerapanya dikenal dengan penegakan hukum seperti tajamnya sebilah mata pisau. Saran Seharusnya bekerjanya hukum dalam masyarakat seyogyanya digunakan untuk mewujudkan kehidupan yang selaras, damai, dan tenang. Dan untuk mewujudkannya dengan cara mewujudkan peradilan yang harus adil dan tanpa melihat status sosial seseorang yang terbagi di dalam stratifikasi sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dan didalam mewujudkannya harus diperlukan dari seluruh pihak yang berkaitan dengan peradilan seperti hakim, jaksa, polisi, dan penegak hukum lainnya. Para hakim yang membuat keputusan haruslah progresif dan tidak hanya mengeja undang-undang dan seharusnya hakim mengutamakan nuraninya, baru kemudian mencarikan dasar hukumnya dalam peraturan perundang-undangan. Prinsip kesetaraan harus dipegang teguh. Diperlukan jaksa yang merujuk pada hati nurani didalam membuat keputusan tanpa melihat status sosial dari seseorang maupun jabatan seseorang yang berada di dalam masyarakat baik itu golongan low class, middle class, ataupun high class. Karena menjalankan hukum tidak hanya didasarkan pengetahuan logika peraturan tetapi juga logika lain seperti keadilan dan kepatutan sosial (social reasonableness). Pengadilan sekarang haruslah sebagai tempat menemukannya keadilan oleh golongan kelas bawah, karena pengadilan dituntut untuk terus menunjukkan dan membuktikan kemanfaatan sosial. Pengadilan seharusnya menjadi tempat untuk menemukan keadilan bukan menjadi medan perang untuk mencari menang. Hakim harus mendengarkan, melihat, membaca, lalu menjatuhkan pilihan yang yang adil tanpa melihat status seseorang itu berasal dari golongan kelas manapun.