Anda di halaman 1dari 15

TEORI BENTUK NEGARA DAN

PEMERINTAHAN
(KLASIFIKASI NEGARA)

M. SALEH., S.H., M.H


 MONARCHIE DAN REPUBLIK
Mengenai bentuk-bentuk negara, kita dewasa ini telah
menjumpai suatu pembagian yang sudah lama yaitu:
monarchie dan republik. Macchiavelli mengatakan bahwa
bentuk-bentuk negara ialah kerajaan (monarchie) dan republik.
Monarchie ialah pemerintahan dimana kekuasaan negara
dipegang oleh “satu” orang yang menjalankan kekuasaan itu
untuk kepentingan semua orang. Republik adalah berasal dari
“Res Publika” yang berarti organisasi kenegaraan yang
mengurus kepentingan bersama.

Jellinek dalam bukunya “Algemeine Staatslehre” mengatakan


bahwa perbedaan antara monarchie dan republik itu di
dasarkan pada “cara pembentukan kehendak negara”. Lebih
lanjut dijelaskan, bahwa untuk pembentukan kehendak negara
itu ada dua macam kemungkinan, yaitu secara psicologis dan
secara juridis.
Pada kemungkinan pertama, yaitu dimana kehendak negara itu
terjelma sebagai kehendak seseorang, disitu terdapat bentuk
monarchi, sedangkan pada kemungkinan kedua, dimana
kehendak negara itu menjelma sebagai kehendak yang berupa
hasil dari suatu peristiwa yuris, maka disitu terdapat bentuk
republik.

Jellinek melihat monarchie itu hanya dalam bentuk monarchi


absoluut, dimana monarch memegang kekuasaan absolut. Di
samping monarchie absoluut ini masih ada monarchie
konstitusionil, dalam hal ini kekuasaan monarch dibatasi oleh
konstitusi. Dalam monarchie konstitusinil ini, tidak dapat
dikatakan bahwa kehendak seorang raja adalah kehendak
secara mutlak, sehingga perwujudan kehendak negara tidal lagi
terletak dalam kekuasaan seoarang raja.
Dalam negara monarchie, kehendak negara terwujud dalam
kehendak raja selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam
suatu negara. Dalam hal ini keputusan rajalah yang
menentukan segala sesuatu dalam negara. Dalam negara
berbentuk republik, kehendak negfara adalah hasil dari suatu
peristiwa hukum. Dalam republik ini terdapat suatu badan yang
mewakili sejumlah orang, sebagai pemegang kekuasaan
(kedaulatan).

Badan ini mempunyai kepribadian tersendiri menurut hukum,


dan kehidupan badan ini terpisah dari kehidupan orang-orang
yang duduk didalamnya. Keputusan-keputusan dalam badan ini
dilahirkan menurut proses hukum sesuai dengan konstitusi
negara, dan inilah yang merupakan kehendak wujud negara.
(teori jellinek dalam hal monarchie dan republik)
Berdasarkan kriteria sebagaimana yang telah disampaikan oleh
jellinek, dalam perkembangannya kita temukan monarchie yang
menurut jellinek berbentuk republik. Sebaliknya ada republik
yang berbentuk monarchie. Contohnya di Inggris. Dalam hal ini
kehendak negara tidak ditentukan oleh seorang raja sendiri,
akan tetapi berdasarkan hasil keputusan musyawarah
diparlemen (parlemen yang menyusun kabinet pemerintahan).
Dalam hal ini menurut Jellinek, bahwa kehendak negara tidak
ditangan raja dan tidak ada sifat kerajaan.

Meskipun demikian, Jellinek mengatakan bahwa Inggris adalah


tetap monarchie dengan alasan bahwa meskipun titik berat
pemerintahan ada pada parlemen, tetapi kabinet itu adalah
diangkat oleh raja sendiri, yakni ditunjuknya seorang dari
pemimpin partai yang mendapat suara terbanyak dari majelis
rendah untuk menjadi perdana menteri, yang kemudian
mengangkat menteri-menteri yang dipilihnya dari partai yang
mendapat suara terbanyak.
Prof. Mr. Kranenburg tidak sepakat dengan apa yang
dikemukakan oleh Jellinek. Kranenburg berpendapat, bahwa
tidaklah demikian adanya seperti yang ada di Inggris. Apa yang
terjadi adalah tidaklah demikian dalam kaitannya dengan ilmu
pengetahuan, sebab fungsi ilmu pengetahuan adalah untuk
mencari kebenaran sejati.

Secara formil dinyatakan bahwa Raja dapat menghentikan


perundang-undangan, akan tetapi formil, Raja tidak dapat
menjalankan perundang-undangan tanpa bantuan Parlemen.
Dengan Royal Proclamation saja, tidak bisa dibentuk peraturan
perundang-undangan yang sifatnya mengikat, sedangkan hal
tersebut sudah ditetepkan sejak abad ke -17.
Leon Duguit, dalam bukunya “Traite de Droit Constitutionnel”,
mengatakan: monarchie adalah bentuk pemerintahan dimana
terdapat kepala negara yang turun temurun; sedangkan
republik ialah apabila tidak terdapat kepala negara atau dimana
kepala negara tidak berganti secara turun-temurun”.

Jadi, untuk menetukan apakah suatu negara berbentuk


monarchi atau republik didasarkan pada caranya menunjuk
kepala negara (sebagaimana yang dikatakan oleh Duguit).
Dalam perkembangannya vterdapat perubahan fungsi seorang
Raja, dalam hal ini hanya sebagai penyandang gelar dengan
titel Raja saja, seperti yag terjadi di inggris.penghormatan
kepada seorang raja masih ada, akan tetapi kekuasaannya
berangsur-angsur di tarik. Namanya masih menggunakan
“King” dan negaranya masih disebut “kingdom”, akan tetapi
kekuasaannya tidak lagi sebagai kekuasaan “The King”.
Sebaliknya, di Amerika Serikat kekuasaan Presiden sebagai
kepala negara Republik, jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan kekuasaan Raja di Inggris sebagai kepala negara. Di
Amerika Serikat tidak terdapat sistim kabinet dengan
responsibility of ministers (pertanggungjawaban menteri-
menteri) seperti di negara-negara yag menganut sistem
parlementer.

Di Amerika Serikat, putusan kehendak negara dalam bidang


eksekutif, pada taraf terakhir terletak ditangan seorang
presiden. Dengan melihat kenyataan demikian, maka meurut
Jellinek, maka Amerika serikat itu adalah lebih tepat disebut
monarchie bukan republik, dan lebih tepat Amerika Serikat itu
disebut monarchie daripada Inggris sebagai monarchie.
Di samping bentuk negara yang telah disampaikan oleh Leon
Duguit dan Jellinek (monarchie dan republik), ada lagi bentuk
negara yang ketiga, yaitu yang dikenal dengan sebutan negara
autokrasi terpimpin atau yang dikenal dengan istilah
“autoritaren fuhrerstaat”. Pendapat bentuk negara yang ketiga
ini dikemukakan oleh Koellreutter. Lebih lanjut di jelaskan,
bahwa dalam tubuh monarchie dan republik dikuasai oleh asas,
yaitu bahwa hakekat dari suatu monarchie terletak pada negara
yang diperintah oleh suatu dinasti, jadi dengan sendirinya
penunjukkan atau pengangkatan kepala negara menggunakan
sistim pewarisan, turun temurun, maka dari itu monarchie
dikuasai oleh asas ketidak samaan, dalam arti bahwa yang
berhak dan dapat menduduki jabatan kepala negara adalah
hanya keluarga dari suatu keturunan saja.
Sedangkan dalam negara republik dikuasai oleh asas
kesamaan, sebab penunjukan atau pengankatan kepala
negaranya disini tidak mempergunakan sistem pewarisan atau
stelsel pewarisan. Ini mengandung pengertian, bahwa pada
asasnya setiap orang berhak menduduki jabatan kepala negara.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada
tipe negara yang ketiga ini adalah tipe negara campuran, yaitu
campuran antara monarchie dan republik, dan masing-masing
mempunyai sifat. Dikatakan mempunyai sifat monarchie dalam
arti bahwa negara autoritaren fuhrerstaat ini juga dikuasai oleh
asas ketidak samaan, hanya saja bahwa asas ketidak samaan
dalam negara autoritaren fuhrerstaat ini maksudnya ialah
bahwa penunjukan kepala negaranya tidak memakai asas
seperti yang biasanya dipakai dalam pengankatan atau
penunjukan kepala negara pada negara republik.
Sedangkan di samping itu dikatakan juga memopunyai sifat
republik dalam arti bahwa negara autoritaren fuhrerstaat ini
juga dikuasai oleh asas kesamaan, hanya saja perbedaannya
adalah bahwa asas kesamaan dalam negara autoritaren
fuhrerstaat ini maksudnya ialah bahwa penunjukan atau
pengankatan kepala negaranya tidak memakai asas seperti
yang biasanya dipakai dalam penunjukan atau pengangkatan
kepala negara pana monarchie.
Jadi, dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pengangkata
negara dalam autoritaren fuhrerstaat tidak sama dengan
penunjukan kepala negara pada negara monarchie maupun
pada negara republik, melainkan berdasarkan pada pandangan
autoritet negara, berdasarkan pada kemapuan memerintah
serta kemampuan menguasai rakyatnya.
 Monarchie, Oligarchie dan Demokrasi
Di samping bentuk-bentuk negara (monarchi dan republik
sebagaimana yang dikemukakan oleh Leon Duguit dan
Jellinek), ada juga bentuk negara lain, yaitu monarchi ,
oligarchie dan demokrasi. Pembagian-pembagian ini didasarkan
pada “jumlah orang yang mem egang kekuasaan untuk
menyelenggarakan kepentingan bersama dalam negara”.
Monarchie ialah pemerintahan dimana kekuasaan negara
dipegang oleh satu orang untuk kepentingan bersama.
Oligarchie ialah pemerintahan dimana kekuasaan negara
terletak di tangan beberapa orang. Aristokrasi ialah
pemerintahan yang dikuasai oleh sejumlah kecil dari rakyat
yang merupakan orang-orang terbaik dan menjalankan
pemerintahan untuk kepentingan semua orang. Demokrasi
ialah pemerintahan dimana kekuasaan negara terletak ditangan
sejumlah besar dari rakyat dan menjalankan kekuasaan itu
untuk kepentigan semua orang.
 Cyclus Polybios
Polybios hidup antara tahun 208-120 SM. Polybios
adalah seorang ahli sejarah junani, dan ahli politik.
Polybios dikenal dengan rumusannya bahwa: bahwa
tiap-tiap sebab yag sama akan menimbulkan hasil
(akibat) yang sama juga. Rumusan ini kemudian
selanjutnya dikenal dengan teorinya yang disebut
“causaliteit principe”.
Dengan dasar itu polybios berkata bahwa
pertumbuhan dan perkembangan bentuk-bentuk
pemerintahan suatu negara adalah merupakan suatu
“cyclus”. Cyclus yang dimaksud adalah dengan
ururtan: monarchie, oligarchie dan democratie.
Pada permulaan teorinya, polybios mengatakan
bahwa pada permulaan masyarakat yang sifatnya
masih sederhana, tampillah seorang unggul lagi
berani, lalu kemudian menundukkan pihak-pihak yang
lemah, lalu kemudia dia diakui sebagai raja dalam
kelompok tersebut. Karena sifatnya yang angkuh,
melalaikan kepentingan rakyatnya berubah menjadi
kekuasaan yang Tyrani. Karena sifat dendam dan
kemarahan yang timbul sebagai akibat dari adanya
Tyrani, timbullah pemberontakan untuk meruntuhkan
tyrani yang telah bertindak sebagai tiran, maka
muncullah bentuk aristokrasi, yang selanjutnya karena
berbagai permosaalan dalam masyarakat menuju ke
konsep oligarchie dan seterusnya kembali ke revolusi.
Dalam perkembangannya, teori polybios ini kemudian
mendapat tantangan dari beberapa ahli negara
lainnya, diantaranya Kranenburg, yang menyatakan
bahwa teori polybios hanya cocok untuk beberapa
negara tertentu saja (Perancis, italia dan jerman).
Dengan kesimpulan bahwa teori polybios tidak bisa
dibuktikan dengan tepat, dalam hal ini dikatakan
bahwa sejarah tidaklah mungkin akan terulang
kembali sama persis dengan keadaan yang terdahulu,
tidak juga sejarah negara. Dalam hal ini ada 2 koreksi:
Pertama, bahwa pemerintahan dan kekuasaan bukan
barang yang tidak dapat diubah, dan bahwa
pemerintahan terdiri dari organ dan fungsinya yang
memiliki keterkaitan. Kedua, karena kekuasaan itu
bukan barang tetap yang tidak bisa diubah, tidak

Anda mungkin juga menyukai