Anda di halaman 1dari 6

Nama :A.

PALLAWAGAU

Nim :044187281

Jurusan :Ilmu Hukum

1. Apakah ada hubungan perubahan bentuk Negara yang satu ke bentuk Negara yang lain
sebagai siklus menurut Polybius? berikan alasan teoritis dan hasil analisis teman-teman

Jawaban : Polybius mengklasifikasikan negara berdasar berdasar pendekatan klasik


tradisional, yakni kedalam beberapa bentuk. Ajaran Polybios tentang bentuk-bentuk negara
dikenal dengan nama cycles theory . Polybios menguraikan proses pertumbuhan dan
musnah/leyapnya bentuk negara secara psikologis. Teorinya tentang perkembangan bentuk
negara didasarkan atas sebab dan akibat (Kansil dan Kansil, 2007 : 196). Menurutnya bentuk
negara yang satu merupakan akibat dari bentuk negara yang lain yang telah mendahuluinya.
Bentuk dari negara terakhir kemudian akan menjadi sebab dari bentuk negara yang
berikutnya. Disini terdapat hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk yang satu dengan
bentuk yang lain. Perubahan bentuk negara ini menjelma menjadi suatu cycles (lingkaran)
sesudah melalui fase tertentu perubahan akan kembali lagi kepada bentuk yang semula
(Soehino 1980:38).
Siklusnya dimulai dari negara dengan bentuk monarki. Menurut Polybios bentuk monarki
merupakan bentuk yang tertua dan pertama, dimana kekuasaan negara dipegang oleh seorang
satu orang tunggal, yang berkuasa dan berbakat, dan pula mendapat sifat- sifat unggul
daripada warga negara yang lain. Raja sebagai penguasa semula melaksanakan kekuasaannya
untuk kepentingan umum. Artinya, kepentingan rakyat sangatlah diperhatikan oleh Raja.
Tapi lama kelamaan muncul seorang raja yang sewenang-wenang dan mementingkan
kepentingannya sendiri. Pemerintah monarki dengan demikian telah berubah menjadi tirani.
Pemerintah dari seorang tiran ini bersifat sewenang-wenang, maka kekuasaan sehingga
banyak yang menentangnya. Rakyat diperlakukan dengan tidak manusiawi oleh penguasa.
Sebagai bentuk respon atau berani kemudian muncul sekelompok orang cerdik pandai,
berani, dan melakukan perlawanan. Mereka ini bersatu, tampil kemuka dan melakukan
pemberontakan. Setelah kekuasaan beralih ke tangan mereka pemerintah di jalankan dengan
sangat memperhatikan kepentingan umum. Hal ini menyebabkan bentuk negara berubah dari
bentuk tirani menjadi aristokrasi. Dengan demikian, aristokrasi dipicu adanya monarki yang
tirani.

Pemerintahan aristokrasi yang awal mulanya baik, lama kelamaan mengalami pemerosotan
dimana penguasa negara tidak lagi melaksanakan kepentingan umum, melainkan untuk
kepentingan pribadi. Perebutan kekuasaan dan revolusi tidak dapat dihindarkan lagi. Kekuasaan
akhirnya jatuh di tangan orang-orang yang tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Perubahan
ini memunculkan bentuk negara baru, yakni oligarki. Dalam bentuk negara oligarki sudah tidak
terdapat keadilan dan kesejahteraan rakyat kemudian memberontak, mengambil alih kekuasaan
negara guna memperbaiki nasib mereka. Pemegang kekuasaan negara kemudian jatuh pada
rakyat. Perubahan ini kemudian menimbulkan bentuk baru yakni demokrasi (Soehino 1980:39).
Dengan demikian, aristokrasi yang oligarkis mendorong adanya demokrasi.

Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat bersifat baik karena
sangat menghargai kepentingan umum dan persamaan ingin bebas tapi di ikat oleh suatu
peraturan dan norma. Muncul kekacauan, kebobrokan dan praktif korupsi dimana- mana.
Pemerintahan kemudian tidak memiliki legitimasi karena masing-masing orang ingin mengatur
dan memerintah. Keadaan yang seperti ini tidak lagi dapat disebut sebagai demokrasi, demokrasi
yang demikian ini telah bermetamorfosis menjadi bentuk oklokrasi.

Oklokrasi berasal dari kata ochlo yang berarti rakyat yang hina. Jadi, oklokrasi memiliki arti
pemerintahan oleh rakyat yang hina. Dari keadaan oklokrasi yang serba kacau dimana-mana
rakyat hidupnya berada di luar batas-batas ketertiban dan kesusilaan timbul keinginan untuk
memperbaiki negara. Mengambil alih kekuasaan ke tangannya. Maka kekuasaan pemerintah
beralih ke tangan seorang tunggal lagi. Disini terjadi perubahan dari bentuk oklokrasi ke bentuk
monarki. Berdasarkan uraiain tersebut Negara dapat dikatakan suatu proses yang setiap waktu
dapat mengalami perubahan.

Bentuk negara yang sebagai siklus menurut Polybius saya dapat menganalisis bahwa
perubahan bentuk pemerintahan akan mengikuti siklus yang berurutan dari pemerintahan seorang
yang baik, kemudian digantikan oleh pemerintahan seorang yang buruk, kemudian diganti
pemerintahan sekelompok orang yang baik, dan seterusnya. Padahal, dalam praktik bisa saja
pemerintahan tirani ditumbangkan oleh rakyat, yang kemudian membangun pemerintahan
demokrasi. Jadi, perubahan pemerintahan tirani menuju demokrasi tidak perlu melewati
pemerintahan aristokrasi dan oligarki terlebih dahulu. Dalam sejarah banyak contoh
pemerintahan tirani dijatuhkan oleh penguasa lain yang kemudian menjadi raja / monarki yang
baik. Jadi, perubahan tirani menjadi monarki tidak harus melalui jalur pemerintahan aristokrasi,
oligarki, demokrasi, dan oklokrasi.

2. Ada banyak sarjana yang membedakan antara monarki dan republic. Jelaskan bagaimana
konsep kajian perbedaan monarki dan republik menurut Jellinek? Bagaimana pula menurut
Duguit? Jelaskan

Jawaban: Pada zaman renaissance klasifikasi negara didasarkan atas dasar dua golongan,
yakni bentuk monarki dan republik. Pengklasifikasian bentuk negara kedalam dua golongan
ini di istilahkan dengan klasifikasi bipartie.
1) Monarki dan Republik menurut Georg Jellinek
Pada zaman modern Jellinek dalam bukunya yang berjudul Allgemeine Staatslehre,
mengklasifikasikan bentuk negara kedalam dua jenis yaitu republik dan monarki. Jellinek
memakai istilah monarki sebagai ani thesis dari bentuk negara yang disebut republik.
Menurut Jellinek perbedaan antara monarki dan republik adalah mengenai system
pemerintahannya, teteapi kemudia Jellinek sendirn mengartikannya sebagai perbedaan
bentuk negara (Soehino 1980:174).
Dalam ajarannya tentang klasifikasi negara Jellinek mempergunakan kriteria cara
terbentuknya kemauan negara karena menurut Jellinek negara adalah suatu kesatuan yang
mempunyai dasar-dasar hidup. Berdasar hal tersebut maka negara mempunyai kemauan
atau kehendak. Kemauan negara itu bersifat abstak, sedangkan dalam bentuknya yang
kongkret kemauan negara itu menjelma menjadi hukum atau undang-undang. Jadi,
undang-undang merupakan perwujudan dari kehendak atau kemauan negara. Kita dapat
melihat cara terbentuknya undang-undang dari kemauan negara itu. dengan kata lain cara
terbentuknya undang-undang merupakan mengenai terbentuknya kemauan negara
menurut Jellinek ada dua macam mengenai cara terbentuknya kemauan negara (Soehino,
1980:174-175):
a. Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam jiwa seseorang yang
menggunakan wujud atau bentuk fisik. Hal tersebut berarti kemauan negara itu hanya
ditentukan oleh satu orang tunggal, tiada orang atau badan lain, yang dapat ikut campur
dalam pembentukan kehendak negara itu, kemauan yang terbentuk secara demikian ini
disebut kemauan fisik, dan negara yang mempunyai kemauan fisik disebut monarki.
Dalam monarki undang-undang negara hanya ditentukan atau dibuat oleh orang tunggal.
b. Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun didalam suatu dewan. Dewan itu adalah
suatu pengertian yang adanya hanya didalam hukum. Dan sifatnya abstrak, serta
berbentuk yuridis. Memang sebenarnya angota-angota daripada dewan itu, yaitu orang
masing masing adalah kenyataan dan berbentuk fisik, tetapi dewan itu merupakan
kenyataan yuridis karena dewan itu merupakan sebuah kontruksi hukum.

Secara sederhana dapat dijelaskan, dalam negara monarki pembentukan kemajuan


terjadi seluruhnya didalam badan seseorang dan individual. Sehingga apabila undang-
undangnya merupakan hasil dari karya satu orang saja maka bentuknya adalah monarki.
Sementara itu, dalam hal republik, kemauan negara tercapai berdasarkan kejadian yuridis
menurut tindakan-tindakan kemauan banyak orang yang biasanya berbentuk dewan.
Apabila undang undangnya merupakan hasil dari karya suatu dewan maka negara
tersebut berbentuk republik.
2) Monarki dan Republik menurut Leon Duguit
Sebagai seorang realis Duguit tidak setuju menggunakan ukuran staat wiil untuk
menentukan bentuk negara. Duguit dalam bukunya traite de Droit Constitusionel jilid II
menyatakan bahwa untuk menentukan bahwa negara berbentuk republik atau kerajaan
didasarkan pada cara bukunya tersebut, “la monarchie est la forme de gouvernment dans
laquelle ilyun chef d “Etat hereditaire; la republique celle ou il n’y pas hereditaire”
(monarki adalah bentuk pemerintahan yang kepala negaranya turun temurun, republik
ialah apabila tidak terdapat kepa Negara atau dimana kepala negaranya tidak berganti
turun temurun) (Naning:1982:47).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bentuk Negara
monarki apabila kepala negara ditunjuk atau diangkat oleh tatanan penggantian secara
keturunan (sistem pewarisan) yang telah ditetapkan. Sementara itu, apabila kepala
negaranya itu di tunjuk atau diangkat tidak berdasarkan pewarisan, misalnya dengan cara
pemilihan,
perampasan, dll maka disebut dengan istilah Republik (Kusnardi dan Saragih, 1995 :156).
Bentuk pemerintahan republik menurut Duguit dibedakan lagi atas (Soehino,
1980:181):
1. Republik dengan pemerintahan rakyat langsung (referendum inisiatif rakyat);
2. Republik dengan sistem parlementer;
3. Republik dengan sistem pemisahan kekuasaan (Perancis dan Amerika). Sementara itu
bentuk-bentuk atau sistem pemerintahan daripada negara yang berbentuk monarki,
diantaranya (Soehino, 1980:181):
1. Monarki dengan sistem pemerintahan absolutism;
2. Monarki terbatas;
3. Monarki konstitusional.
Dalam uraiannya mengenai monarki dan republik ternyata Duguit
mempergunakan istilah bentuk atau sistem pemerintahan (farme de gouvernment), bukan
sebagai bentuk Negara (forme de staat). Dengan demikia, istilah monarki dan republik
adalah artian dalam pemerintahan monarki dan republik. Jadi menurut Duguit monarki
dan republik itu bukan merupakan bentuk negara, melainkan adalah bentuk
pemerintahan. Yang dimaksud bentuk negara menurut Duguit ada tiga macam, yakni
(Soehino, 1980:181):
1. Negara kesatuan;
2. Negara serikat;
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa.

3. Berikan pendapat saudara mengenai unsur yang diberikan Harold J. Laski dalam


mengklasifikasi Negara
Jawaban : Unsur yang digunakan Harold J. Laski dalam mengklasifikasi Negara adalah
Negara terdiri dari unsur masyarakat atau rakyat, pemerintahan, dan kedaulatan
Sedangkan syarat untuk terbentukknya suatu negara itu sendiri adalah adanya rakyat,
wilayah, pemerintahan yang sah serta memiliki konstitusi. suatu negara harus memiliki
masyarakat atau kumpulan Individu yang hidup dan tinggal di suatu wilayah dalam negara
tersebut. Dengan begitu, dapat dipahami bahwa sebelum status negara diakui, negara tersebut
harus memiliki rakyat yang menjadi subyek pemerintahan atau pengaturan dari suatu negara.
Sehingga jika sebuah negara yang tidak memiliki rakyat maka itu belum bisa dikatakan sebagai
negara, melainkan tanah atau pulau kosong tanpa penghuni. Maka dari itu, rakyat menjadi salah
satu unsur-unsur negara yang paling utama untuk dipenuhi terlebih dahulu. unsur negara
berikutnya adalah pemerintah yang berdaulat. Di sini, pemerintah dapat diartikan sebagai
lembaga legislatif yang bertugas membentuk undang-undang beserta jajarannya. Selain itu,
pemerintah juga dapat dimaknai sebagai keseluruhan lambang negara. Dalam menjalankan
fungsinya, pemerintah menyelenggarakan menetapkan peraturan, menegakkan hukum, dan
mengatur kehidupan masyarakat dengan baik, adil, dan sejahtera. Di sini, pemerintah juga
memegang kunci sebagai negara berdaulat. Artinya pemerintah dapat dengan bebas, mandiri dan
tanpa tekanan dari negara lain dalam mengatur kehidupan masyarakatnya.

Sumber
Modul Ilmu Negara Aminoto: Klasifikasi Negara Klasik Tradisional.
https://www.merdeka.com/jateng/unsur-unsur-negara-yang-perlu-diketahui-lengkap-
beserta-fungsinya-kln.html (diakses 27 Mei 2022)

Anda mungkin juga menyukai