Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan
peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara
dilihat secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika
negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika
tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk genus
sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya
Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan
kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan:
Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara
alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan
seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat
menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu
dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan
jiwa manusia, yaitu sebagai berikut.
Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan
kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan
milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan
lahirlah:
Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah
mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-
wenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk
yang ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
Pengertian lain dari bentuk negara dikemukakan oleh beberapa sarjana sejak akhir
zaman pertengahan yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak sarjana-sarjana yang
berpaham modern.
Pengertian yang dimaksud adalah bentuk negara kerajaan atau Republik. Pengertian ini
diajarkan oleh Machiavelli yang menyebutkan bahwa negara itu kalau bukan Republik
(Republica), tetapi Kerajaan.
Tiga aliran yang didasarkan pada bentuk negara yang sebenarnya, yaitu sebagai berikut.
Paham yang membahas bentuk negara itu, atas dua golongan, yaitu demokrasi atau
diktaktor.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif dan
badan legislatif.
Bentuk pemerintahan di mana terdapat pemisahan yang tegas antara badan eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Sistem pemerintahan terdiri dari dua suku kata, yaitu “sistem” dan “pemerintahan”. Kata
“sistem” berarti menunjuk pada hubungan antara pelbagai lembaga negara sedemikian
rupa sehingga merupakan suatu kesatuan yang bulat dalam menjalankan mekanisme
kenegaraan. Dalam praktik penyelenggaraan suatu negara jika kita tinjau dari segi
pembagian kekuasaan negara bahwa organisasi pemerintahan negara itu bersusun,
bertingkat dan terdiri atas berbagai macam alat perlengkapan (organ) yang berbeda satu
sama lain berdasar tugas dan fungsi masing-masing (pembagian secara horizontal)
maupun dalam satu bagian dibagi menjadi organ yang lebih tinggi dan rendah (pembagian
secara vertikal).
Perbedaan Monarkhi dan Republik lebih jelasnya dapat dibedakan sebagai berikut:
Kerajaan atau Monarkhi, ialah negara yang dikepali oleh seorang Raja dan bersifat turun-
temurun dan menjabat untuk seumur hidup. Selain Raja, kepala negara suatu Monarkhi
dapat berupa Kaisar atau Syah (kaisar Kerajaan Jepang, Syah Iran dan sebagainya).
(Contoh Monarkhi Inggris, Belanda, Norwegia, Swedia, Muang Thai).
Republik: (berasal dari bahasa Latin: Res Publica = kepentingan umum), ialah negara
dengan pemerintahan rakyat yang dikepalai oleh Seorang Presiden sebagai Kepala Negara
yang dipilih dari dan oleh rakyat untuk suatu masa jabatan tertentu (Amerika Serikat 4
tahun Indonesia 5 tahun). Biasanya Presiden dapat dipilih kembali setelah habis masa
jabatannya.
Monarkhi Mutlak (absolut): Seluruh kekuasaan dan wewenang tidak terbatas (kekuasaan
mutlak). Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak
raja adalah kehendak rakyat. Terkenal ucapan Louias ke-XIV dari Prancis: L’Etat cest
moi (Negara adalah saya).
Monarkhi konstitusional ialah Monarkhi, di mana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu
Konstitusi (UUD). Raja tidak boleh berbuat sesuatu yang bertentangan dengan konstitusi
dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan sesuai dengan isi konstitusi.
Monarkhi parlementer ialah suatu Monarkhi, di mana terdapat suatu Parlemen (DPR),
terhadap dewan di mana para Menteri, baik perseorangan maupun secara keseluruhan
bertanggung jawab sepenuhnya.
Dalam sistem parlementer, raja selaku kepala negara itu merupakan lambang kesatuan
negara, yang tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan (The King
can do no wrong), yang bertanggung jawab atas kebijaksanaan pemerintah adalah
Menteri baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun seseorang untuk bidangnya sendiri
(sistem pertanggungjawaban menteri: tanggung jawab politik, pidana dan keuangan).
Republik Konstitusional,
Republik Parlementer.
Ke dalam pengertian bentuk pemerintah termasuk juga diktatur. Diktatur adalah negara
yang diperintah oleh seorang diktator dengan kekuasaan mutlak. Diktator memperoleh
kekuasaan yang tak terbatas itu bukan karena hak turun-temurun (raja) melainkan
karena revolusi yang dipimpinnya. Ia memerintah selama ia dapat mempertahankan
dirinya.
Inggris yang merupakan Negara Kesatuan (Unitary State) dan juga Kerajaan (United
Kingdom) ini tampak bahwa jabatan Perdana Menteri sangat kuat, sekarang
bagaimanakah kedudukan Parlemen. Parlemen terdiri dari dua kamar (bicameral), yaitu
sebagai berikut.
Kedudukan Parlemen dikatakan kuat karena selain diisi oleh orang-orang dari partai yang
menang dalam Pemilihan Umum, bukankah PM berasal dari kalangan mereka yang
memerintah selama kekuasaan masih diberikan padanya. Namun, begitu oposisi dibiarkan
subur bertambah hingga demokrasi dapat berjalan lancar. Cara seperti ini banyak
dicontoh negara-negara lain terutama bekas jajahannya. Cara atau sistem pemerintahan
yang memperlihatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat (Parliament
Sovereignty) ini membuat Inggris dikenal sebagai Induknya Parlemen (Mother of
Parliament).
Dalam hal Pemerintahan Daerah, bukan Inggris yang mencontoh Amerika Serikat, tetapi
Amerika Serikatlah yang meniru Inggris, yaitu sampai pada tingkat tertentu
didesentralisasikan, dengan kekuasaan di tangan Council yang dipilih oleh rakyat di
daerah masing-masing. Inggris adalah negara penjajah nomor satu di dunia, yaitu jauh di
atas Portugis, Spanyol, Belanda dan Perancis. Bahkan separuh dunia ini pernah dijajah
oleh Inggris. Mengapa Inggris harus menjajah? Berbagai alasan penyebabnya, di
antaranya karena alasan ekonomi, politik, sosial budaya.
Dalam proses perjalanan kepartaian di Amerika Serikat sudah menjadi kebiasaan bahwa:
Partai yang kalah dalam pemilu harus segera menyusun program lanjutan dan berusaha
mendapatkan dukungan pressure group.
Menanamkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa tujuan partai politik adalah untuk
kesejahteraan umum.
Legislatif di Amerika Serikat adalah becameral (dua kamar), yaitu sebagai berikut.
1 Senate
Yaitu sama jumlah wakil (senator) dalam setiap negara bagian, yaitu dua orang
senator.
2 House of Representative
Yaitu tergantung jumlah penduduk pada negara-negara bagian, 30.000 orang
mempunyai 1 wakil, tetapi batas seluruhnya harus 435 orang (peraturan sejak 1910).
Ada dua macam kabinet ekstra parlementer dalam sejarah ketatanegaraan Belanda dan
Indonesia.
Zaken kabinet, yaitu suatu kabinet yang mengikat diri untuk menyelenggarakan suatu
program yang terbatas.
Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya
berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti “rakyat” dan “kratos” yang berarti
kekuasaan. Istilah demokrasi pertama kali diperkenalkan oleh Aristosteles sebagai suatu
bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada
di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburg nya
mendefiniskan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Dalam hal ini berarti bahwa kekuasaan tertinggi pemerintahan dipegang oleh
rakyat.
Bentuk-bentuk demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu demokrasi langsung dan demokrasi
perwakilan (tak langsung). Berikut penjelasan tentang dua hal tersebut :
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat mewakili
dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memilih pengaruh
langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Di era modern, sistem ini tidak praktis
karena umumnya suatu populasi negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat
ke dalam satu forum tidaklah mudah, selain itu sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi
dari rakyat, sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu untuk
mempelajari setiap permasalahan politik yang terjadi di dalam negara.
Prinsip-prinsip Demokrasi
Prinsip demokrasi dan prasyarat berdirinya negara demokrasi telah terakomodasi dalam
konstitusi Negara Kesatuan Repulik Indonesia. Prinsip-prinsip demokrasi dapat ditinjau
dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan “soko guru demokrasi”. Menurut
Almadudi, prinsip demokrasi adalah :
Kedaulatan rakyat.
Kekuasaan Mayoritas.
Hak-hak minoritas.
Monarki Mutlak : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh
raja dan bentuk kekuasaannya tidak terbatas.
Pemerintahan Republik, berasal dari bahasa latin RES yang artinya pemerintahan dan
PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan
yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.
Menurut John Locke, kekuasaan pemerintahan negara dipisahkan menjadi tiga, yaitu :
Kekuasaan Federatif (kekuasaan untuk menyatakan perang dan damai dan tindakan-
tindakan lainnya dengan luar negeri).
Dalam sistem kepartaian dikenal adanya tiga sistem kepartaian, yaitu sistem multi partai
(polyparty system), sistem dua partai (biparty system), dan sistem satu partai (monoparty
system). Sistem pengisian jabatan dilakukaan oleh pemegang kekuasaan negara, hubungan
antar pemegang kekuasaan negara, terutama antara eksekutif dan legislatif.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan yang demokratis dalam suatu negara, adalah :
Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik
secara langsung atau perwakilan.
Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
Mungkin Indonesia menjadi salah satu penganut sistem demokrasi yang telah merasakan
secara nyata apa yang di khawatirkan oleh Plato dan Aristosteles. Konsep demokrasi
sangat mendewakan kebebasan, sehingga pada akhirnya nanti tidak mustahil dapat
menimbulkan anarki. Oleh sebab itu, yang diperlukan disini adalah bagaimana
mekanisme yang paling tepat untuk mengontrol konsep demokrasi yang ada pada saat ini.
Dapat disimpulkan juga bahwa konsep demokrasi atau pemerintahan rakyat yang
diterapkan dinegara Indonesia itu berdasarkan pada tiga hal, yaitu :
Nilai-nilai filsafah pancasila atau pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat berdasarkan
sila-sila pancasila.
Merupakan konsekuensi dan komitmen terhadap nilai-nilai pancasila dan UUD 1945.
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut
Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Perlulah diketahui bahwa demokrasi ini
yang dibahas oleh kelompok kami berbeda dengan demokrasi selama kurun waktu 1949 –
1950. Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara
bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi
Liberal). Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai
lambang. Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950
Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
2. Pandangan Umum :
Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,
Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi
Liberal: Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem
Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer
sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang
terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri
dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9
kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan
kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari
17 kursi. Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-
pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut
akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan
instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet
sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara
Sukarno selaku Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para
formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan
negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung
penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan
perebutan kekuasaan antar elite politik.
Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai
besar. Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet
parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di parlemen.
Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat
kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia
ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah.
Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami
rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS
1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan
jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan
masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan
dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta
Pelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Namun tidaklah serta merta bahwa setalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah disebutkan di atas bahwa Demokrasi
Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.
# Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali
untuk
# Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar
tujuan partainya tercapai.
a. Pembubaran konstituante
#Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik
yang telah goyah selama masa Liberal.
# DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk
melakanakan UUD 1945.
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
# Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara
berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
# Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang
harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan
pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
# Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu
terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
# Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer
terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat
pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
Unsur-Unsur Terbentuknya Negara
Ada beberapa syarat minimal yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat disebut sebagai
negara. Syarat tersebut berlaku secara umum dan merupakan unsur yang penting . syarat-
syarat tersebut digolongkan menjadi dua, yaitu unsur konstitutif dan unsur deklaratif.
Unsur konstitutif terbentuknya negara adalah unsur yang mutlak harus ada pada saat
negara didirikan. Unsur konstitutif ini meliputi rakyat, wilayah, dan pemerintah yang
berdaulat. Adapun unsur deklaratif adalah unsur yang tidak mutlak ada pada saat negara
berdiri, tetapi unsur ini boleh dipenuhi atau menyusul dipenui setelah negara berdiri.
Unsur deklaratif adalah pengakuan dari negara lain.
a. Harus ada penghuni (rakyat, penduduk, warga Negara) atau bangsa (staatvolk).
c. Harus ada kekuasaan tertinggi (penguasa yang berdaulat) atau pemerintahan yang
berdaulat.
Rakyat
Rakyat adalah semua orang yang menjadi penghuni suatu negara. Tanpa rakyat, mustahil
negara akan terbentuk. Leacock mengatakan bahwa, “Negara tidak akan berdiri tanpa
adanya sekelompok orang yang mendiami bumi ini.”. Hal ini menimbulkan pertanyaan,
berapakah jumlah penduduk untuk membentuk sebuah negara? Plato mengatakan bahwa
untuk membentuk sebuah negara, wilayah tersebut membutuhkan minimal 5040
penduduk.
Bukan Penduduk adalah orang yang mereka yang berada di dalam suatu wilayah Negara
hanya untuk sementara waktu (tidak menetap)
Penduduk suatu negara dapat dibedakan menjadi warga negara dan bukan warga negara.
- Warga negara adalah mereka yang menurut hukum menjadi warga dari suatu
negara,
- Bukan warga negara adalah orang asing atau disebut juga warna negara asing
(WNA).
2. Wilayah
Merupakan landasan material atau landasan fisik Negara. Secara umum dapat dibedakan
menjadi :
Wilayah Daratan
- Batas Alamiah
- Batas Buatan
2. Wilayah Lautan
Negara yang tidak memiliki lautan disebut land locked. Sedangkan Negara yang memiliki
wilayah lautan dengan pulau-pulau disebut archipelagic state.
Untuk menentukan batas wilayah lautan tidak semudah menetapkan batas wilayah
daratan sebab batas wilayah lautan lebih banyak permasalahannya dan bermacam-macam
peraturannya. Dalam hukum internasional belum terbentuk adanya keseragaman
ketentuan mengenai lebar laut teritorial setiap negara dan kebanyakan negara
menentukan sendiri-sendiri batas laut teritorialnya, ada yang 3 mil (Indonesia sebelum
Deklarasi Juanda), 12 mil (seperti Saudi Arabia, RRC, Chile, dsb), 200 mil(El Savador),
dan 600 mil (Brazilia)
Dewasa ini, yang dijadikan dasar hukum masalah wilayah kelautan suatu Negara adalah
Hasil Konferensi Hukum laut nternasional III tahun 1982 di Montigo Bay (Jamaika) yang
diselenggarakan oleh PBB, yaitu UNCLOS (United Nations Conference on The Law of the
Sea).
Batas Lautan :
Batas Laut Teritorial 12 mil dari bibir pantai ketika air surut
Batas Zona Bersebelahan 12 mil dari laut teritorial/24 mil dari bibir pantai
Batas Landas Kontinen (LK) Pemerintah RI pada tanggal 17 Februari 1969, telah
mengeluarkan Deklarasi tentang “ Landas Kontinen” dengan kebiasaan praktik Negara
dan dibenarkan pula oleh Hukum Internasional bahwa suatu Negara pantai mempunyai
penguasaan dan yurisdiksi yang ekslusif atau kekayaan mineral dan kekayaan lainnya
dalam dasar laut dan tanah di dalamnya di landas kontinen. Contoh hasil perjanjian
landasa kontinen :
- Perjanjian RI – Malaysia tetang Penetapan garis Batas Landas Kontinen Kedua Negara
(di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan) ditandatangani 27 Oktober 1969 dan mulai
berlaku 7 November 1969.
- Perjanjian RI – Thailand tentang Landas Kontinen Selat Malaka Bagian Utara dan Laut
Andaman,ditandatangani17 Desember 1971 dan mulai berlaku 7 April 1972.
e. Landas Benua
Landas benua lebih dari 200 Mil boleh menggandakan Eksplorasi-Eksploitasi asal bagi
keuntungan dengan masyarakat International
3. Wilayah Udara
Pasal 1 Konvensi Paris 1919 : Negara-negara merdeka dan berdaulat berhak mengadakan
eksplorasi dan eksploitasidii wilayah udaranya, misalnya untuk kepentingan radio, satelit,
dan penerbangan. Konvensi Chicago 1944 (Pasal 1) : Setiap Negara mempunyai
kedaulatan yang utuh dan ekslusif di ruang udara di atas wilayahnya UU RI No. 20 tahun
1982, batas wilayah kedaulatan dirgantara yang termasuk orbit geo- stationer adalah
setinggi35.671km.
4. Daerah Ekstrateritorial
Wilayah suatu Negara yang berada di luar wilayah Negara itu. Menurut Hukum
Internasional, yang mengacu pada hasil Reglemen dalam Kongres Wina(1815) dan
Kongres Aachen (1818), “ perwakilan diplomatik suatu Negara di Negara lain merupakan
daerah ekstrateritorial”
.Daerah Ekstrateritorial , mencakup :
Unsur konstitutif yang ketiga dari negara ialah pemerintah yang berdaulat. Pemerintah
adalah pemegang dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan pembelaan negara.
Pemerintah yang berdaulat mempunyai kekuasaan ke dalam dan ke luar. Kekuasaan ke
dalam berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati dan ditaati oleh seluruh rakyat
dalam negara itu. Kekuasaan ke luar berarti bahwa kekuasaan pemerintahan itu
dihormati dan diakui oleh negara-negara lain. Masalah kedaulatan merupakan masalah
yang sangat penting dalam suatu negara, karena kedaulatan merupakan sesuatu yang
membedakan antara negara yang satu dengan yang lain. Kedaulatan artinya kekuasaan
tertinggi. Di negara diktaktor, kedaulatan didasarkan atas kekuatan. Di negara-negara
demokrasi kedaulatan didasarkan atas persetujuan
Pengakuan dari negara lain bukanlah merupakan unsur pembentuk negara, tetapi sifatnya
hanya menerangkan saja tentang adanya negara. Dengan kata lain pengakuan dari negara
lain hanya bersifat deklaratif saja. pengakuan dibagi menjadi dua, yaitu de facto dan de
jure:
Diberikan jika suatu Negara baru sudah memenuhi unsur konstitutif dan juga telah
menunjukkan diri sebagai pemerintahan yang stabil. Pengakuan de facto adalah
pengakuan tentang kenyataan (fakta) adanya suatu Negara.
Pengakuan yang diberikan oleh suatu Negara melihat bertahan tidaknya Negara tersebut
di masa depan. Jika Negara baru tersebut kemudian jatuh atau hancur, Negara itu akan
menarik kembali pengakuannya.
Pengakuan de facto bersifat tetap
Pengakuan dari Negara lain terhadap suatu Negara hanya bisa menimbulkan hubungan di
bidang ekonomi dan perdagangan (konsul). Sedangkan dalam hubungan untuk tingkat
Duta belum dapat dilaksanakan.
Pengakuan secara de jure adalah pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara
lain dengan segala konsekuensinya.
Pengakuan dari Negara lain berlaku untuk selama-lamanya setelah melihat adanya
jaminan bahwa pemerintahan Negara baru tersebut akan stabil dalam jangka waktu yang
cukup lama.
Terjadinya hubungan antara Negara yang mengakui dan diakui meliputi hubungan
dagang, ekonomi, dan diplomatik. Negara yang mengakui berhak menempatkan Konsuler
atau Kedutaan.
Ideologi berasal dari bahasa Latin, yaitua dari kata idea dan logos/logia. Idea berarti
gagasan, pemikiran, konsep, pengertian dasar, cita-cita. Sedangkan logos/logia berarti
ilmu. Jadi, ideologi adalah kumpulan gagasan/ konsep dasar bersistem untuk dijadikan
dasar pendapat, arah, dan tujuan.
Beberapa pengertian ideologi menurut pendapat para tokoh, antara lain:
Karl marx: ideologi adalah kesadaran palsu, sebab ideologi merupakan hasil pemikiran
tertentu yang diciptakan oleh para pemikir sesuai kepentingannya.
Louis althusser: ideologi adalah pedoman hidup, sebab setiap orang membutuhkan
pedoman hidup, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.
Dr. Alfian: ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan
mendalam tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar
dan adil mengatur tingkah laku bersama dalam berbagai segi kehidupan
Pada tanggal 7 september 1944, Jepang berjanji untuk memberi kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Koiso, menyusul kekalahan Jepang dari
sekutu. Sebagai kelanjutan dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945, jepang
membentuk badan penyelidik usah-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai), yang bertugas untuk menyelidiki mengenai persiapan
kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 60 orang dan diketuai oleh DR.K.R.T
Radjiman Wedyodiningrat, waki ketua R. Panji Suroso, serta Tuan Hachibangase dari
Jepang.
Pada masa tugasnya BPUPKI melakukan dua kali sidang. Sidang yang pertama mulai
tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 untuk membahas rancangan dasar negara. Tiga tokoh
nasionalis yang menyampaikan ide pokok rancangan dasar negara, yaitu:
Mr. Muh. Yamin (29 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan:
Perikebangsaan
Perikemanusiaan
Periketuhanan
Perikerakyatan
Kesejahteraan
Sosialisasi Negara
Hubungan Antarbangsa
Kebangsaan indonesia
Kesejahteraan sosial
Persatuan Indonesia
Sidang BPUPKI yang kedua berlangsung dari tanggal 10 Juli – 16 Juli 1945. Sidang II
BPUPKI membahas rancangan hukum dasar, yang kemudian dikenal dengan nama
pembukaan UUD 1945. Di dalam pembukaan UUD 1945, terkandung bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan pada alinea keempat terkandung rumusan
dasar negara, Pancasila.
Setelah BPUPKI melaksanakan tugasnya, badan ini dibubarkan dan digantikan PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/ Dokuritsu Zyunbi Inkai). Sidang PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 menghasilkan keputusan, antara lain:
Memilih Presiden dan Wakil Presiden (Ir. Soekarno dan Moh. Hatta).
Sebagai negara. Pancasila berkedudukan sebagai norma dasar atau norma fundamental
(fundamental norm). Dengan demikian, Pancasila menempati norma hukum tertinggi
dalam ideologi Indonesia.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum. Pancasila merupakan kaidah negara yang
fundamental, artinya kedudukannya paling tinggi dalam penyusunan aturan-aturan di
Indonesia.
Sebagai pandangan hidup. Nilai Pancasila merupakan pedoman dan pegangan dalam
pembangunan bangsa dan negara.
Sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila lahir dari hasil musyawarah para
pendiri bangsa dan negara (founding fathers).
Pencasila sebagai ideologi negara. Ideologi dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu
ideologi dalam arti luas dan ideologi dalam arti sempit. Dalam arti luas, ideologi
menunjukan sebagai pedoman hidup di semua segi kehidupan, baik pribadi maupun
umum. Sedangkan dalam arti sempit, menunjukan sebagai pedoman hidup dalam bidang
tertentu, misalnya sebagai ideologi negara. Ideologi negara merupakan ideologi mayoritas
warga negara tentang nilai-nilai dasar negara yang ingin diwujudkan melalui kehidupan
negara itu. pancasila adalah ideologi negara, yaitu gagasan fundamental mengenai
bagaimana hidup bernegara. Sebagai ideologi bangsa Indonesia, Pancasila sebagai ikatan
budaya (cultural bond) yang berkembang secara alami dalam kehidupan masyarakat
Indonesia, bukan secara paksaan.
Memperkokoh persatuan bangsa karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik mengenai keadaan bangsa dan negara.
Dimensi Realita, artinya nilai-nilai dasar yang ada pada ideologi itu mencerminkan
kenyataan hidup yang ada di dalam masyarakat di mana ideologi itu muncul untuk
pertama kalinya.
Dimensi Idealisme, artinya kualitas ideologi yang terkandung dalam nilai dasar itu mampu
memberikan harapan kepada berbagai kelompok dan masyarakat tentang masa depan
yang lebih baik.
Rakyat dituntut memiliki kesetiaan total pada ideologi mutlak, konkret, nyata, keras, dan
total.
Ideologi terbuka adalah ideologi yang pemikirannya terbuka. Ciri-ciri ideologi ini antara
lain:
Isinya tidak instan atau operasional sehingga tiap generasi boleh menafsirkannya.
Perbedaan dari kedua ideologi ini adalah ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter,
dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang, artinya bahwa sistem
ini bersifat demokratis dan terbuka. Sedangkan ideologi tertutup bersifat otoriter (negara
berlaku sebagai penguasa) dan totaliter.
Pancasila adalah pandangan hidup yang berakar pada kesadaran masyarakat Indonesia.
Isi Pancasila tidak langsung operasional, hanya berisi lima dasar, yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan, dan Keadilan. Karena hanya berisi nilai dasar, maka perlu adanya
penafsiran.
Pancasila menghargai kebebasan. Hal ini tercermin dalam makna sila kedua yang tidak
saja mengakui kebebasan dan kesedarajatan manusia Indonesia, tetapi semua bangsa di
dunia.
Pancasila adalah ideologi politik, pedoman hidup masyarakat, bangsa, dan negara.
Pancasila menghargai pluralitas, seperti yang tercermin dalam sila pertama. Sila ini
mencerminkan semua agama yang ada di Indonesia.
Sebagai ideologi terbuka, Pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan zaman. Hal
ini bukan berarti nilai dari Pancasila dapat diganti dengan nilai dasar lain yang dapat
menghilangkan jati diri bangsa Indonesia. Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka
adalah nilai-nilai dasar Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan
bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman dengan memperhatkan tingkat
kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia, serta tidak keluar dari eksistensi
dan jati diri bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia
tetap bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa Indonesia dan dalam ikatan NKRI.
Tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Pancasila sebagai satu-satunya asa
telah dicabut oleh MPR pada tahun 1999).
Pancasila telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia,
baik ditinjau dari sudut etimologi maupun dari terminologi.
Secara etimologi. Berdasarkan asal kata, Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta.
Menurut Muhammad Yamin, Pancasila memiliki dua macam arti, yaitu panca artinya
lima, syila dengan (i) biasa (pendek) artinya sendi, alas, atau dasar, syila dengan (i)
panjang artinya peraturan tingkah laku yang penting, baik, dan senonoh. Kata sila dalam
bahasa Indonesia menjadi susila artinya tingkah laku baik.
Secara terminologi. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, istilah Pancasila (lima asas
dasar) digunakan oleh Ir. Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara
yang diusulkannya.
Rumusan Pancasila yang sah dan sistematika yang benar terdapat dalam pembukaan UUD
1945 yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Presiden Soekarno
kemudian mengeluarkan Instruksi No. 12/1968 pada tanggal 13 April 1968. Dalam
instruksi tersebut, ditegaskan tata urutan (sistematika) dan rumusan Pancasila, yaitu:
Persatuan Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma
serta tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan, dan tingkah
laku bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intirinsik yang kebenarannya
dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal.
Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri negara memuat nilai-nilai lihur untuk
menjadi dasar negara. Sebagai gambaran, di dalam tata nilai kehidupan bernegara, ada
yang disebut sebagai nilaii dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
Nilai dasar. Nilai dasar berasal dari nilai-nilai kultural bangsa Indonesia yang berakar dari
kebudayaan sesuai dengan UUD 1945 yang mencerminkan hakikat nilai kultural.
Nilai instrumental. Pelaksanaan umum nilai-nilai dasar biasanya dalam wujud nilai sosial
atau norma hukum, selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga-lembaga yang sesuai
dengan kebutuhan tempat dan waktu.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adanya hak dan kewajiban yang sama
untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Misi: Untuk mewujudkan visi banga Indonesia masa depan, misi yang ditetapkan adalah
sebagai berikut:
Sikap positif warga negara terhadap nilai-nilai Pancasila terlihat dalam sejarah
perjuangan bangsa. Pertama, Pancasila hanya berkembang jika segenap komponen
masyarakat bersedia bersikap positif, terus menerus melakukan penafsiran ulang
terhadap Pancasila akan kehilangan relevansinya. Kedua, Pancasila terbuka untuk
ditafsirkan oleh siapa saja. Sikap positif yang paling dibutuhkan untuk menjadikan
Pancasila sebagai ideologi terbuka yang berwibawa adalah secara konsisten terus berjuang
memperkecil kesenjangan antara nilai-nilai Pancasila dengan kenyataan kehidupan
berbangsa sehari-hari.
1. Jalur pendidikan
Pasal 6 ayat (1) menyatakan “setiap warga negara yang berusia tujuh tahun sampai
dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar”
Pendidikan Nonformal. Sesuai dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal deselenggarakan bagi masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan.
Berdasarkan Undang-undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers, peranan pers nasional
antara lain:
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar;
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum; dan
Dalam pasal 6 Undang-Undang No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, ditegaskan
tujuan partai politik, ditegaskan tujuan partai politik adalah;
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang
beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso
dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang).
Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan
dengan aspek-aspek poplitik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan
dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan
perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda[1], terdiri dari: 12 orang asal
Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal
Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri Jepang, Jenderal
Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa Indonesia akan
dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia
sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan
pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada,
mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi
Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan
memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan
guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun
kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan
didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan
Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga
diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu
Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan
67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan
nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah
perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini
tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka
hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPKI, dan
juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPKI,
yaitu adalah sebagai berikut :
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial
pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama di gedung "Chuo Sangi In", yang
pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa
Belanda, semacam lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia-Belanda" di masa
penjajahan Belanda), dan kini gedung itu dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang
berlokasi di Jalan Pejambon 6 – Jakarta. Namun masa persidangan resminya sendiri
(masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai
pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan
tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk membahas bentuk negara Indonesia, filsafat
negara "Indonesia Merdeka" serta merumuskan dasar negara Indonesia.
Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama
ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang,
yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta
Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya
pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya
dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara
Indonesia, yakni disepakati berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"),
kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik
Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar adalah merupakan
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat,
maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah
mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang
mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai
berikut :
Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri
Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5.
Kesejahteraan Rakyat”.
Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan
mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan
"Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan
Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai
rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila",
yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat
atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan
oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut
beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas
menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3.
Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila
tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu
merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam
menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia
yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak
terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang
dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang
pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau
istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan,
dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia
Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari
konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik
temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar
tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai
masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota
BPUPKI itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai
berikut :
Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada
tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan
dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau
"Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement
Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil
kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen
rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
Persatuan Indonesia,
Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak
resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri
oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda:
"Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya
pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai
oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya
adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang
yaitu sebagai berikut :
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai
oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah
khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang
Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam
laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di
dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan
mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang
Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu,
perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan
Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan karena dianggap telah dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar
bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai
dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.
Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda:
preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah
melanjutkan hasil kerja BPUPKI, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak
pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan
segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.
Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia,
sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-
Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatera, 2 orang asal Sulawesi, 1
orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1
orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya
adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden
Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak
enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo,
Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo
Djojoadisoerjo.
Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945,
dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam
bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar
di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.
Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin
memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari
semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia.
Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa
kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk
proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan
muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak
pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang
ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara
Indonesia baru.
Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah
pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari
"PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah
pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal
24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan
sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti
demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan
keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan
sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan
kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari
pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang
menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak
"Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama
Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan
membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik
tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa
Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa
disebut dengan hanya UUD '45 adalah :
Pertama, kata “Mukaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti
dengan kata “Pembukaan”.
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar
1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama
Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan
beragama Islam”.
Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi:
“Negara berdasarkan atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun
kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga buatan
pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut,
peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita
lupakan. Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka
dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar
ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari Jumat, tanggal 17 Agustus 1945
tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang dan tanggal 8
Ramadan 1364 menurut Kalender Hijriyah,[1] yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan
didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta
Pusat.
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang
oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh
dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa
Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga
menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun
dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan
ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam
untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di
ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu
di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat
radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-
siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang
diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam,
mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan
segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat
dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.[2] Meskipun demikian
Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap
saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu
nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang
hasil pertemuan di Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah,
dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang
besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno
mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan
karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sementara itu
Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan
oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan
Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis,
dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-
desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-
buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui
rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka
menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh
konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda
Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di
Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi
dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus
keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora
kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka tergabung
dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus
1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain,
mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan)
dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa
Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang
telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di
Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad
Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak
terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang
kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks
pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam,
maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang
gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh
para tokoh Indonesia.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro
Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala
pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima
Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor
Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer
Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan
bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa
Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan
proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi
di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura
apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani
oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja
PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu
Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura
agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung
Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang
memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini
Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan
teks Proklamasi. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan
Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks
Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh
Soekarni, B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan Sayuti Melik. Myoshi yang setengah mabuk
duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada
kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks
proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan
administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu
berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti
Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim
Nishijima masih didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor
(Laut) Dr. Hermann Kandeler.[3] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di
Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[4] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis
di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep
teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah, Sayuti
Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks
Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di
kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo,
Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan
pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.
Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan,
disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan Moewardi,
pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan
alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu
ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk
tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera
Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari
sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[5].
Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen
Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang
dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan
tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang
pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat
kepada mereka.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan
persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang
pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Teks naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir.
Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs.
Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, yang isinya adalah
sebagai berikut :
Proklamasi
Djakarta, 17 - 8 - '05
Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu
sebagai berikut :
Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno
sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad
Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah
Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik
(seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah
Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga
dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam
penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya
merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang
berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang.
Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui
pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api,
misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi
Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar
negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara
langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan
PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi :
Negara Republik Indonesia Serikat yang berdiri pada 27 Desember 1949 dengan adanya
Konferensi Meja Bundar, tidak dapat bertahan lama di Indonesia. Hal ini dikarenakan
bentuk susunan Negara Serikat tidaklah berdasar dari kehendak rakyat, melainkan
hanyalah siasat politik para pemimipin agar memperoleh pengakuan kedaulatan oleh
Pemerintah Belanda (Solly Lubis, 1993 : 48), sehingga menimbulkan tuntutan dari
berbagai kalangan untuk kembali dalam bentuk susunan Negara Kesatuan. Masyarakat
Indonesia menghendaki agar berbagai daerah bagian RIS dilebur dan digabungkan
dengan Republik Indonesia. Pada akhirnya hanya ada tiga negara bagian, yaitu Negara
Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur (Joeniarto,
1990 : 70).
Kemudian setelah tanggal 9 Maret 1950 bergabunglah Negara RI, Daerah Jawa Tengah,
Jawa Timur, Madura, Padang dan sekitarnya serta Sabang, yang pada akhirnya diikuti
oleh daerah-daerah bagian yang lain, sehingga hampir seluruh Daerah Bagian RIS
bergabung menjadi daerah Republik Indonesia, kecuali Negara Indonesia Timur dan
Negara Sumatera Timur (Solly Lubis, 1993 : 49). Namun, kedua negara bagian ini pada
akhirnya juga harus tunduk pada kehendak rakyat yang ingin segera melaksanakan
terbentuknya Negara Kesatuan.
Ada pihak yang menghendaki agar pembentukan Negara Kesatuan dilakukan melalui
prosedur dengan segera memasukkan daerah bagian ke dalam Republik Indonesia,
terutama daerah bagian RIS yang sebagian besar telah bergabung dengan Republik
Indonesia. Cara ini dianggap berat karena kemungkinan akan timbulnya kesulitan dalam
hubungan luar negeri, sebab RIS telah mendapat pengakuan dari dunia internasional.
Oleh karena itu, pembentukan Negara Kesatuan dilakukan dengan jalan Konstitusional
dengan melaksanakan perubahan Konstitusi RIS melalui pasal 190 KRIS yang berisi :
Perubahan konstitusi itu terjadi dengan Undang-undang Federal yang disetujui oleh DPR
dan Senat.
Baik DPR maupun Senat harus ber-quorum istimewa, yaitu dihadiri 2/3 dari jumlah
anggota dan Undang-undang perubahan itu harus diterima oleh kelebihan istimewa pula,
yaitu 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.
UUD yang akan dibentuk formal adalah KRIS yang dirubah sedemikian rupa, sehingga
bentuk federasi dari Republik Indonesia Serikat berubah menjadi bentuk Negara
Kesatuan. Kemudian diadakanlah permusyawaratan antara Pemerintah Negara Republik
Indonesia Serikat dan Pemerintah Negara Republik Indonesia yang juga mewakili
Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Sumatera Timur. Di dalam permusyawaratan
RIS-RI ini menghasilkan keputusan bersama, yaitu Piagam Persetujuan RIS-RI 19 Mei
1950. Pokok dalam persetujuan tersebut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya akan
bersama-sama melaksanakan Negara Kesatuan sebagai jelmaan Negara Republik
Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945 (Joeniarto, 1990 : 70).
Pokok-pokok Piagam Persetujuan RIS-RI 19 Mei 1950 adalah (Solly Lubis, 1993 : 50) :
Konstitusi RIS akan dirubah sedemikian rupa sehingga intisari UUD 1945 khususnya
pasal 27, 29 dan 33 termuat dalam UUD yang baru ditambah dengan ketentuan dari
Konstitusi RIS yang baik dan tidak bertentangan dengan asas Negara Kesatuan;
Dalam UUD yang baru harus dimuat pokok pikiran ‘hak milik adalah suatu fungsi sosial’;
Soekarno tetap dipertahankan sebagai Presiden. Mengenai ada atau tidaknya jabatan
Wakil Presiden akan diadakan keputusan dikemudian;
Hubungan pemerintah dengan DPR akan didasarkan atas sistem Parlementer Eropa Barat
dan bukan sistem Presidensial USA;
Senat diharuskan ada, sedangkan DPR akan terdiri dari gabungan DPR RIS dan Badan
Pekerja KNIP;
Rencana UUD baru disampaikan oleh Pemerintah RIS kepada DPR dan Senat oleh
Pemerintah RI kepada BP KNIP untuk disahkan. Pengesahan UUD yang baru dilakukan
oleh Pemerintah RIS dengan UU No. 7 Tahun 1950, sedangkan oleh Pemerintah RI dengan
UU No. 20 Tahun 1950.
Pasal I dan II UU Federal No 7 Tahun 1950 telah mengubah bentuk susunan Negara
Serikat menjadi bentuk Negara Kesatuan (Suwarno, 2003 : 159) yang disahkan dan
diumumkan di Jakarta pada 15 Agustus 1950. Pasal I menentukan tentang diubahnya
Konstitusi Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara dan
setelah itu dimuatkan naskah Undang-Undang Dasar Sementara, yaitu Mukaddimahnya
beserta dengan 146 pasal-pasalnya. Sedangkan Pasal II-nya menentukan tentang mulai
berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara. Pergantian bentuk susunan negara
tersebut dilakuakn dengan mengubah Konstitusi RIS menjadi UUD Sementara. Sehingga
pada 17 Agustus 1950 berlakulah bentuk susunan kesatuan dengan Undang-Undang Dasar
Sementara sebagai Undang-undang Dasarnya.
Perikemanusiaan
Kebangsaan
Kerakyatan
Keadilan Sosial
Alinea IV Mukaddimah UUDS Tahun 1950 yang berbunyi, “Maka demi ini kami
menyusun kemerdekaan kami itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republik-
kesatuan..”. Selain itu, Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950 juga menyatakan bahwa Negara
Republik Indonseia adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan.
Lebih tegas lagi Pasal 135 ayat (1) UUD Sementara menentukan :
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil yang berhak mengurus rumah
tangganya sendiri (autonom) dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dan dasar
perwakilan dalam sistem pemerintahan negara”.
Dari beberapa ketentuan di atas, menunjukkan bahwa negara Indonesia pada masa itu
adalah berbentuk kesatuan dengan berasaskan desentralisasi. Dimana daerah negara akan
dibagi-bagi menjadi daerah-daerah yang memiliki hak dan kewenangan untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah).
Sistem Pemerintahan Indonesia pada masa UUD Sementara ini adalah sistem
pemerintahan parlementer. Berdasarkan UUD ini, Presiden hanyalah sebagai kepala
negara (Pasal 45 UUDS), dan sama sekali tidak memegang jabatan sebagai kepala
pemerintahan. Pemerintahan berada di tangan Dewan Menteri yang diketuai oleh seorang
Perdana Menteri (Joeniarto, 1990 : 83).
Pengaturan hak asasi manusia oleh UUD ini lebih lengkap yang terdiri dari 28 Pasal, dari
Pasal 7 sampai dengan Pasal 34, sedangkan dalam Konstitusi RIS hanya terdiri 26 Pasal.
Pasal-pasal mengenai hak-hak dan kebebasan dasar manusia (hak asasi manusia) sangat
diakui dan dijunjung tinggi akan hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia. Pada
bagian tersebut, juga diakui bahwa kedudukan manusia dihadapan hukum itu adalah
sama.
Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17
Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS Pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu:
Menteri-menteri
Mahkamah Agung
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas
antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Presiden yang berkedudukan sebagai kepala
negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/pelaksana
pemerintahan. Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950, Presiden menunjuk seorang atau
beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet
presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri
yang lain. Menteri-menteri bertanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-
sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 Presiden berhak untuk membubarkan DPR.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat
mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan
berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang
wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan
keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang
tindih dalam pembagian kekuasaan. Seorang anggota DPR yang merangkap dalam
lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan
tersebut selama ia memangku jabatan ganda. Dalam wewenangnya DPR berhak untuk
mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan
perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada
DPR. Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk
disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan.
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950).
Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan
Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup. Mahkamah Agung dapat dipecat atau
diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat (3) UUDS
1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat (4) disebutkan
bahwa ” Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”.
Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah
Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh
presiden.
Dari berbagai uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam UUDS terdapat hubungan
antar lembaga negara maupun lembaga negara dengan rakyat sendiri.
UUDS 1950 bersifat mengganti, bukan merubah, sehingga isinya pun tidak hanya
mencerminkan perubahan terhadap Konstitusi RIS Tahun 1949, tetapi mengganti naskah
Konstitusi RIS dengan naskah baru sama sekali dengan nama Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950 (Jimly Asshiddiqie, 2010 : 39).
Nama resmi Undang-Undang Dasar ini menggunakan istilah ‘sementara’, hal ini sesuai
dengan masa berlakunya yang hanya sementara. Sifat sementara dari UUD ini dapat
dilihat pada Pasal 134 UUDS yang berbunyi, “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-
Undang Dasar) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar
Sementara ini”. Dari pasal tersebut, jelaslah bahwa UUDS memanglah diciptakan hanya
untuk sementara waktu berlakunya. Menurut Joeniarto (1990 : 80), pembuatan Undang-
Undang Dasar Sementara tersebut dilakukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan
akan perubahan bentuk susunan federal ke dalam bentuk susunan negara kesatuan,
sehingga pelaksanaannya dilakukan dengan sangat tergesa-gesa.
Menurut UUD ini, di kemudian hari masih akan dibentuk sebuah Badan Konstituante
yang bersama-sama dengan pemerintah akan membuat Undang-Undang Dasar yang tetap,
yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini. Konstituante berdasarkan
UUDS pernah diwujudkan , dimana pemilihan umum berhasil diselenggarakan pada bulan
Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante yang diselanggarakan berdasarkan
UU No. 7 Tahun 1953 (Jimly Asshiddiqie, 2010 : 39). Kemudian Badan Konstituante
tersebut dilantik oleh Presiden Soekarno pada 10 November 1956 di Bandung. Namun,
Badan Konstituante yang telah dipilih oleh rakyat dengan segenap kesungguhan hati, tidak
pernah berhasil membuat sebuah Undang-Undang Dasar. Hal ini disebabakan karena
adanya perbedaan pendapat didalam Konstituante. Pertentangan pendapat diantara
partai-partai politik tidak hanya di dalam Badan Konstituante dan di dalam Dewan
Perwakilan Rakyat dan Badan Perwakilan lainnya, tetapi juga di dalam badan-badan
Pemerintahan. Bahkan, pertentangan ini meluas di dalam badan swasta dam di kalangan
masyarakat luas (Joeniarto, 1990 : 89). Konstituante telah gagal, kemudian Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang memberlakukan
kembali Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia selanjutnya.
Sistem pemerintahan adalah suatu sistem yang tersusun dan dimiliki oleh suatu negara
dalam mengatur pemerintahannya. Tiap negara tentu memiliki sistem pemerintahan
untuk mengatur negara tersebut. Namun, antara satu negara dengan negara lain tidak
selalu memiliki sistem pemerintahan yang sama. Sistem pemerintahan Indonesia misalnya,
yang menganut sistem pemerintahan presidensiil. Total ada beberapa cabang sistem
pemerintahan yang banyak dianut oleh negara-negara di dunia.
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan di mana pihak parlemen berperan aktif
dalam pemerintahan, yang nyata dibuktikan dengan wewenang parlemen untuk
mengangkat dan memberhentikan perdana menteri. Selain itu, dalam sistem pemerintahan
parlementer juga dapat memiliki seorang presiden dan perdana menteri yang bertugas
mengatur jalannya pemerintahan itu sendiri.
1. Tahun 1945-1949
2. Tahun 1949-1950
Bentuk pemerintahan Indonesia saat itu adalah serikat dengan konstitusi RIS sehingga
sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer. Namun karena tidak
seluruhnya diterapkan maka Sistem Pemerintahan saat itu disebut Quasy Parlementer
3. Tahun 1950-1959
4. Tahun 1959-1966
5. Tahun 1966-1998
Sistem Konstitusional.
Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Pemerintahan orde baru dengan tujuh kunci pokok diatas berjalan sangat stabil dan kuat.
Pemerintah memiliki kekuasaan yang besar. Sistem Pemerintahan Presidensial yang
dijalankan pada era ini memiliki kelemahan pengawasan yang lemah dari DPR namun
juga memiliki kelebihan kondisi pemerintahan lebih stabil.
Di akhir era orde baru muncul pergerakan untuk mereformasi sistem yang ada menuju
pemerintahan yang lebih demokratis. Untuk mewujudkan hal itu dibutuhkan sebuah
pemerintahan yang konstitusional(berdasarkan konstitusi). Pemerintahan yang
konstitusional adalah yang didalamnya terdapat pembatasan kekusaaan dan jaminan hak
asasi. Kemudian dilakukanlah amandemen Undang-undang Dasar 1945 sebanyak 4 kali,
tahun: 1999,2000,2001,2002. Berdasarkan Konstitusi yang telah diamandemen ini
diharapkan sebuah sistem pemerintahan yang lebih demokratis akan terwujud.
Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah yang luas. Wilayah negara terbagi
dalam beberapa provinsi.
Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dan wakil
presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.
Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR
memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan
parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan
yang ada dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem pemerintahan
presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut;
Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul dari DPR. Jadi, DPR
tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
Presiden dalam mengangkat penjabat negara perlu pertimbangan atau persetujuan dari
DPR.
Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan
hak budget (anggaran)
Tri Tuntutan Rakyat (atau biasa disingkat Tritura) adalah tiga tuntutan kepada
pemerintah yang diserukan para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selanjutnya diikuti oleh kesatuan-kesatuan aksi yang
lainnya seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru
Indonesia (KAGI), serta didukung penuh oleh Tentara Nasional Indonesia.
Latar belakang
Tuntutan pertama dan kedua sebelumnya sudah pernah diserukan oleh KAP-Gestapu
(Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September). Sedangkan tuntutan ketiga baru
diserukan saat itu. Tuntutan ketiga sangat menyentuh kepentingan orang banyak.
Rentetan demonstrasi yang terjadi menyuarakan Tritura akhirnya diikuti keluarnya Surat
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno yang memerintahkan
kepada Mayor Jenderal Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil
tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban
Tata Negara Umum atau Pengantar Hukum Tata Negara membahas teori-teori
ketatanegaraan secara umum sedangkan Hukum Tata Negara Positif hanya membahas
konstitusi yang berlaku di Indonesia saja.
Hukum Tertulis yang merupakan Sumber dari Hukum Tata Negara Indonesia ialah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara.
Prof. Mr. WG. Vegting dalam bukunya “het Algemeen Nederland Administratiefrecht I,
1954”, Staats-en administratiefrecht hebben een gemeenschappelijk gebeid van te
bestuderen regelen, die achter bij de ene studie anders benaderd worden dan bij de
andere”. (Hukum Tata Negara dan Hukum administrasi negara mempelajari suatu bidang
peraturan yang sama, tetapi cara pendekatan yang digunakan berbeda antara bidang
pelajaran yang satu dan pendekatan penggunaan pelajaran lainnya). Pendapat ini
menggunakan perbedaan “perkataan” bahwa hukum tata negara bertujuan mengetahui
tentang organisasi negara dan pengorganisasian alat-alat perlengkapan negara, sedangkan
hukum administrasi negera bertujuan mengetahui tentang cara tingkah-laku negara dan
alat-alat perlengkapan negara. Obyek hukum tata negara itu mengenai masalah
fundamental organisasi negara, sedangkan hukum administrasi negara obyeknya
mengenai pelaksanaan teknik dalam mengelola negara.
Pada tanggal 29 April 1945 pemerintah jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai
(Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan) ang diketuai oleh Dr. Radjiman
Widyadiningrat dengan tugas menentukan dasar-dasar filsafat dalam pembentukan
pedoman bernegara.
Dalam sidang-sidangnya melaksanakan tugas itu menghasilkan:
Dasar falsafah Pancasila sebagai pedoman utama dalam bernegara (1 Juni 1945)
Mukaddimah Isi pasal sebanyak 197 Lampiran. Alat-alat perlengkapan negara RIS yang
berkedudukan di Jakarta sebagai Ibukota, terdiri dari: Presiden Sebagai kepala negara,
Presiden dipilih oleh wakil-wakil pemegang kuasa dari pemerintah daerah-daerah bagian.
Syarat-syarat untuk, menjadi Presiden, ialah: Telah berusia 30 tahun Dilarang bagi orang
yang tidak diperkenankan serta dalam atau menjalankan hak pilih atau orang yang telah
dicabut haknya untuk dipilih.
Untuk pertama kali Presiden Republik Indonesia Serikat dilakukan di Yogyakarta pada
tanggal 16 Desember 1949, yaitu Ir. Soekarno yang menagkat sumpahnya tanggal 17
Desember 1949.
Menteri-Menteri
Republik Indonesia menganut sistem kabinet yang bertanggung jawab (Government
Cabinet), yaitu bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-
sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri dalam
hal itu. Tugasnya bersama-sama Presiden ,alaksanakan terselenggaranya pemerintah RIS.
Dalam memperhatikan masalah untuk kepentingan umum sebagai kepentingan Republik
Indonesia Serikat dilakukan oleh Sidang Dewan Menteri.
1.Senat
Senat adalah perwakilan daerah-daerah bagian. Perwakilan ini diberikan kepada setiap
daerah bagian dari dua orang anggota dan bentuk suara satu. Syarat-syarat untuk
menjadi anggota senat sama dengan syarat untuk menjadi Presiden. Senat bersama-sama
pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, berwenang:
1)Mengubah Konstitusi,
2)Menetapkan Undang-undang Federal baik untuk satu atau dua maupun semua daerah
bagian,
5)Mahkamah Agung
Kedudukannya sebagai lembaga yudikatif yang berdiri sendiri tanpa campur tangan alat-
alat perlengkapan negara lainnya kecuali ditentukan dalam undang-undang, masa jabatan
keanggotaannya terbatas (dapat pensiun), dapat diberhentikan oleh Presiden atas
perintahnya sendiri.
6)Konstituante
Konstituante sebagai lembaga yang bertugas khusus membuat Undang-Undang Dasat saat
itu sangat siperlukan, karena Undang-Undang Dasar sebagai pedoman negara republik
Indonesia masih bersifat sementara dan perlu yang bersifat tetap.
Indonesia Sebagai Negara kesatuan yang berbentuk republik, Kepala negaranya adalah
Presiden. Dan sebagai negara hukum, kedaulatannya adalah ditangan rakyat yang
dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat.
Sumber Hukum Tata Negara mencakup Hukum dalam arti materiil dan sumber hukum
dalam arti formal.
Sumber Hukum materiil tata negara adalah sumber yang menentukan isi kaidah hukum
tata negara. Sumber hukum dalam arti meteril ini diantaranya:
4)Yurisprudensi ketatanegaraan
1)Asas Pancasila
Dalam bidang hukum Pancasila merupakan sumber hukum meteriil. Dalam penjelasan
UUD 1945, dapat diketahui bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok-
pokok pikiran yang meliputi suasana kebatinan dari UUD negara Republik Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 itu mengandung pandangan hidup bangsa Indonesia Pancasila.
1.Adanya Undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat tertulis tentang hubungan
antara penguasa dan rakyat
Ciri-ciri diatas menunjukan ide sentral dari rechtsstaat ialah pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan.
Menurut A.V. Dicey mengetengahkan dalam tiga arti dari the rule of law sebagai berikut:
1)Supermasi Absolut atau predominasi dari regular Law untuk menentang pengaruh dari
arbitrary power dan menindak kesewenang-wenangan, prerogatif atau discretionary
authority yang luas dari pemerintah.
2)Persamaan dihadapan hukum atau pendudukan yang sama dari semua golongan kepada
ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court; ini berarti bahwa tidak
ada orang yang berada diatas hukum; tidak ada peradilan administrasi negara.
3)Konstitusi adalah hasil dari ordinary law of the land, hukum konstitusi bukanlah
sumber, tetapi merupakan konsikuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan
ditegaskan oleh peradilan.
Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism sehingga sifatnya
revolusioner, sebaliknya konsep rule of law berkembang secara evolusioner. Konsep
rechtsstaat bertumpu pada sisitem hukum continental yang disebut civil Law, sedangkan
konsep rule of law pada system hukum yang disebut common law. Karakteristik common
law adalah judicial. Sedangkan civil law adalah administratif.
Ide sentral rechtstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan.
A.V. Dicey mengetengahkan tiga arti dari the rule of law sebagai berikut :
a. supermasi absolute atau pedominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari
arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, prerogative atau discretionary
authority yang luas dari pemerintah.
b. Persamaan dihadapan hukum atau penundukkan yang sama dari semua golongan
kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court, ini berarti bhwa
tidak ada orang yang berada diatas hukum tidak ada peradilan administrasi Negara.
c. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi
bukanlah sumber, tetapi merupak konsikuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan
dant ditegaskan oleh peradilan.
Dalam paham Negara hukum yang demikian, harusnya dibuat jaminan bahwa hukum tiu
sendiri di bangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Oleh sebab itu,
prinsip Negara hukum hendaklah dibangun dan dikembangkan menurut prinsip
demokrasi yang diatur dalam undang-undang dasar.
Negara Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat atau demokratis
(demokratische rechtsstaat). Kalangan berpandangan bahwa Undang-undang 1945 adalah
cita kenegaraan kekeluargaan, oleh Soepomo disebut Integralistik. Sebagian yang lain juga
berpendapat bahwa dalam UUD 1945 adalah Demokrasi karena adanya jaminan HAM
didalam UUD 1945. Meskipun banyak yang mengusulkan agar permasalahan HAM
dimuat dalam UUD, Soekarno dan Soepomo berkeras untuk konsisten dengan sistematika
pemikiran integralistik yang menolak-nolak HAM. Perbedaan pandangan mengenai HAM
tersebut, terutama seperti yang terlihat dalam perdebatan antara Hatta-Yamin di satu
pihak dengan Soekarno-Soepomo di pihak yang lain, pada pokoknya mencerminkan
perbedaan pemikiran mengenai konsep Negara kekeluargaan. Bab XA dengan judul Hak
Asasi Manusia yang terdiri dari pasal 28A sampai dengan pasal 28J.
HAM yang termasuk dalam UUD 1945 dapat dibagi kedalam beberapa Aspek, yaiutu :
7. HAM eberkaitan dengan rasa aman dan perlindungan dari perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat.
Negara kesatuan, asumsi dasarnya berbeda secara diametric dari Negara federal.
Formulasi Negara kesatuan dedeklarasikan saat kemerdekaan oleh pendiri Negara dengan
mengeklaim seluruh wilayahnya sebagai dari satu Negara.
Pertama, sejak jatuhnya Soeharto, kita tidak lagi memiliki seorang pemimpin sentral dan
menentukan. Kedua, munculnya kehidupan politik yang lebigh liberal. Ketiga, reformasi
politik juga telah mempercepat pencerahan politik rakyat semangat keterbukaan yang
dibawanya telah memperlihatkan kepada public betapa tingginya tingkat distorsi dari
proses penyelenggaraan Negara. Keempat, pada tataran lebih tinggi Negara kesadaran
untuk memperkuat proses check and balances antara cabang-cabang kekuasaan telah
berkembang sedemikian rupa bahkan melampaui konvensi yang selama ini dipegang-
yakin “asas kekeluargaan didalam penyelenggaran Negara. Kelima, reformasi politik telah
mempertebal keinginan sebagai elite berpengaruh dan public politik Indonesia untuk
secara sistematik dan damai melakukan perubahan mendasar dalam konstirusi RI.
TRIAS POLITICA
Trias Politika merupakan konsep pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai
negara di aneka belahan dunia. Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak
boleh dilimpahkan pada satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di
lembaga-lembaga negara yang berbeda.
Trias Politika yang kini banyak diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3
lembaga berbeda: Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Legislatif adalah lembaga untuk
membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang;
dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan dan negara secara
keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta menjatuhkan
sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar undang-undang.
Sesuai teori demokrasi klasik pemilu adalah sebuah "Transmission of Belt" sehingga
kekuasaan yg berasal dari rakyat bisa bergeser menjadi kekuasaan negara yg kemudian
berubah bentuk menjadi wewenang pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan dan
memimpin rakyat.
Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim - Pemilihan umum merupakan sebuah cara untuk
memilih wakil-wakil rakyat. oleh karenanya bagi sebuah negara yang mennganggap
dirinya sebagai negara demokratis, pemilihan umum itu wajib dilaksanakan dalam
periode tertentu.
Bagir Manan - Pemilhan umum yang diselenggarakan dalam periode lima 5 tahun sekali
adalah saat ataupun momentum memperlihatkan secara langsung dan nyata pemerintahan
oleh rakyat. Ketika pemilihan umum itulah semua calon yang bermimpi duduk sebagai
penyelenggara negara dan juga pemerintahan bergantung sepenuhnya pada kehendak
atau keinginan rakyatnya.
Sistem Pemilu
Sistem Pemilihan Umum merupakan metode yang mengatur serta memungkinkan warga
negara memilih/mencoblos para wakil rakyat diantara mereka sendiri. Metode
berhubungan erat dengan aturan dan prosedur merubah atau mentransformasi suara ke
kursi di parlemen. Mereka sendiri maksudnya adalah yang memilih ataupun yang hendak
dipilih juga merupakan bagian dari sebuah entitas yang sama.
Terdapat bagian-bagian atau komponen-komponen yang merupakan sistem itu
sendiri dalam melaksanakan pemilihan umum diantaranya:
Sistem pemilihan
Sistem pencalonan.
Bidang ilmu politik mengenal beberapa sistem pemilihan umum yang berbeda-beda dan
memiliki cirikhas masing-masing akan tetapi, pada umumnya berpegang pada dua prinsip
pokok, yaitu:
a. Sistem Pemilihan Mekanis
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai suatu massa individu-individu yang sama.
Individu-individu inilah sebagai pengendali hak pilih masing-masing dalam mengeluarkan
satu suara di tiap pemilihan umum untuk satu lembaga perwakilan.
Pada sistem ini, rakyat dianggap sebagai sekelompok individu yang hidup bersama-sama
dalam beraneka ragam persekutuan hidup. Jadi persekuuan-persekutuan inilah yang
diutamakan menjadi pengendali hak pilih.
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun
1955). Pada pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu yang pertama untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk
memilih anggota Konstituante pada bulan Desember. Sistem yang diterapkan pada pemilu
ini adalah sistem pemilu proporsional.
Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan khidmat, Tidak ada
pembatasan partai politik dan tidak ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi
atau campur tangan terhadap partai politik dan kampanye berjalan menarik. Pemilu ini
diikuti 27 partai dan satu perorangan.
Akan tetapi stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu tidak tercapai. Kabinet
Ali (I dan II) yang terdiri atas koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti tidak
sejalan dalam menghadapi beberapa masalah terutama yang berkaitan dengan konsepsi
Presiden Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat
menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa paksaan, dengan tujuan partai-partai
kecil akan merasa berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih kursi dalam
sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai politik diharapkan akan menciptakan
stabilitas politik dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan program-
programnya, terutama di bidang ekonomi.
Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum,
Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan
kepartaian. Tindakan pertama yang dijalankan adalah mengadakan fusi atau
penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan partai-partai menjadi tiga
golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan Golongan
Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya
perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
Pada masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya ruang bagi
masyarakat untuk merepresentasikan politik mereka dengan memiliki hak mendirikan
partai politik. Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi. Pada pemilu 1999
partai politik yang lolos verifikasi dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah ini
tentu sangat jauh berbeda dengan era orba.
Pada tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi 24 parpol saja. Ini disebabkan
telah diberlakukannya ambang batas(Electroral Threshold) sesuai UU no 3/1999 tentang
PEMILU yang mengatur bahwa partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjtnya
adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya 2% dari jumlah kursi DPR. Partai
politikyang tidak mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara
bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru.
tuk partai politik baru. Persentase threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu seperti
persentasi Electroral Threshold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya
2%. Begitu juga selanjutnya pemilu 2014 ambang batas bisa juga dinaikan lagi atau
diturunkan.
Pentingnya Pemilu
Pemilu dianggap sebagai bentuk paling riil dari demokrasi serta wujud paling konkret
keiktsertaan(partisipasi) rakyat dalam penyelenggaraan negara. Oleh sebab itu, sistem &
penyelenggaraan pemilu hampir selalu menjadi pusat perhatian utama karena melalui
penataan, sistem & kualitas penyelenggaraan pemilu diharapkan dapat benar-benar
mewujudkan pemerintahan demokratis.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Asas-asas PEMILU
Langsung
Langsung, berarti masyarakat sebagai pemilih memiliki hak untuk memilih secara
langsung dalam pemilihan umum sesuai dengan keinginan diri sendiri tanpa ada
perantara.
Umum
Umum, berarti pemilihan umum berlaku untuk seluruh warga negara yg memenuhi
persyaratan, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, jenis kelamin, golongan,
pekerjaan, kedaerahan, dan status sosial yang lain.
Bebas
Bebas, berarti seluruh warga negara yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih pada
pemilihan umum, bebas menentukan siapa saja yang akan dicoblos untuk membawa
aspirasinya tanpa ada tekanan dan paksaan dari siapa pun.
Rahasia
Jujur, berarti semua pihak yang terkait dengan pemilu harus bertindak dan juga bersikap
jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adil
Adil, berarti dalam pelaksanaan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilihan umum
mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.
Berikut penjabaran mengenai kelebihan dan kekurangan sistem distrik dan proporsional
yang keduanya termasuk sistem pemilu mekanis seperti yang dijelaskan di atas.
Di dalam sistem distrik sebuah daerah kecil menentukan satu wakil tunggal berdasarkan
suara terbanyak, sistem distrik memiliki karakteristik, antara lain :
first past the post : sistem yang menerapkan single memberdistrict dan pemilihan yang
berpusat pada calon, pemenangnya adalah calon yang mendapatkan suara terbanyak.
the two round system : sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai dasar untuk
menentukan pemenang pemilu. ini dijalankan untuk memperoleh pemenang yang
mendapatkan suara mayoritas.
the alternative vote : sama dengan first past the post bedanya adalah para pemilih
diberikan otoritas untuk menentukan preverensinya melalui penentuan ranking terhadap
calon-calon yang ada.
block vote : para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat
dalam daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Sistem ini mendorong terjadinya integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang
diperebutkan hanya satu.
Perpecahan partai dan pembentukan partai baru dapat dihambat, bahkan dapat
mendorong penyederhanaan partai secara alami.
Distrik merupakan daerah kecil, karena itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh
komunitasnya, dan hubungan dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
Bagi partai besar, lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
Ada kesenjangan persentase suara yang diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini
menyebabkan partai besar lebih berkuasa.
Partai kecil dan minoritas merugi karena sistem ini membuat banyak suara terbuang.
Sistem yang melihat pada jumlah penduduk yang merupakan peserta pemilih. Berbeda
dengan sistem distrik, wakil dengan pemilih kurang dekat karena wakil dipilih melalui
tanda gambar kertas suara saja. Sistem proporsional banyak diterapkan oleh negara
multipartai, seperti Italia, Indonesia, Swedia, dan Belanda.
Sistem ini juga dinamakan perwakilan berimbang ataupun multi member constituenty.
ada dua jenis sistem di dalam sistem proporsional, yaitu ;
the single transferable vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Dipandang lebih mewakili suara rakyat sebab perolehan suara partai sama dengan
persentase kursinya di parlemen.
Setiap suara dihitung & tidak ada yang terbuang, hingga partai kecil & minoritas memiliki
kesempatan untuk mengirimkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili
masyarakat majemuk(pluralis).
Sistem proporsional tidak begitu mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang
terus bertambah menghalangi integrasi partai.
Wakil rakyat kurang dekat dengan pemilihnya, tapi lebih dekat dengan partainya. Hal ini
memberikan kedudukan kuat pada pimpinan partai untuk menentukan wakilnya di
parlemen.
Banyaknya partai yang bersaing menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi
partai mayoritas.
Perbedaan utama antara sistem proporsional & distrik adalah bahwa cara penghitungan
suara dapat memunculkan perbedaan dalam komposisi perwakilan dalam parlemen bagi
masing-masing partai politik.
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota
lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah
amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden
(pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh
rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian
dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
(pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah
"pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang
diadakan setiap 5 tahun sekali.
Sejarah
Pemilihan umum diadakan sebanyak 11 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang merupakan singkatan dari
"Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal "Luber" sudah ada sejak zaman Orde
Baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan
tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga
negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan
memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti
suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu
sendiri.
Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan
dari "Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum harus
dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang
memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki
nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah
perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan
ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat
tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Nilai-Nilai Pancasila
Nilai Instrumental:
Pasal 29 ayat 2
Nilai Praktis:
Beribadah
Taqwa
Nilai Instrumental:
Pasal 26 ayat 3
Hal-hal yang mengenai warga Negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
Pasal 27 ayat 2
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang
Pasal 30 ayat 1
Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara
Pasal 31 ayat 1
Nilai Praktis:
Persatuan Indonesia
Nilai Instrumental:
Pasal 1 ayat 1
Pasal 32 ayat 2
Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional
Pasal 36
Nilai Praktis:
Menjaga persatuan dan kesatuan Negara kesatuan Republik Indonesia
Nilai Instrumental:
Pasal 1 ayat 2
Nilai Praktis:
Nilai Instrumental:
Pasal 27 ayat 1
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
Pasal 33 ayat 3
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
Pasal 34 ayat 3
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
Nilai Praktis:
Menolong sesama
Yang dimaksud dengan ideologi Pancasila yang bersifat terbuka adalah nilai-nilai dasar
dari Pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan bangsa Indonesia dan tuntutan
perkembangan zaman.
Pancasila sebagai ideologi terbuka memiliki nilai dasar, nilai instrumental dan nilai
praktis.
Nilai dasar : nilai yang bersifat umum, abstrak, tidak terikat dengan tempat atau waktu,
dengan kandungan kebenaran yang tinggi berupa cita-cita, tujuan dan tuntunan dasar
kehidupan yang dicita-citakan.
Nilai dasar terdiri dari;
a. Nilai Ketuhanan
b. Nilai Keadilan
c. Nilai Kemanusiaan
d. Nilai Kerakyatan
e. Nilai Persatuan
Nilai instrumental; penjabaran dari nilai dasar yang merupakan arahan dalam kurun
waktu dan kondisi tertentu,nilai instrumental bersifat kontekstual dan disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Nilai instrumental dapat ditemukan :
a. UUD 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-undang
d. Pertaturan pemerintah
Nilai praktis : interaksi antara nilai instrumental dengan situasi kongkrit pada tempat dan
situasi tertentu, nilai ini sangat dinamis karena berusaha mewujudkan nilai instrumental
dalam kenyataan.
Nilai praktis dari pancasila dapat dilihat dan ditemukan pada berbagai wujud kongkrit
pengamalan nilai-nilai pancasila oleh lembaga Negara, organisasi sosial politik, lembaga
ekonomi, tokoh masyarakat, dan anggota warga Negara.
Pancasila sebagai ideologi merupakan ide atau gagasan yang merupakan falsafah hidup
yang harus dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Sebagai ideologi nasional pancasila telah tumbuh dan berkembang dari sosial
budaya yang terkristalisasi menjadi nilai filosofis-ideologis yang konstitusional (
dikukuhkan berdasarkan UUD 1945)
Dalam pandangan Dr Alvian, kekuatan ideologi tergantung pada tiga dimensi yang
terkandung didalam dirinya
a. Dimensi realitas
Bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam ideologi secara reel berakar dan hidup
dalam masyarakat/bangsanya, terutama karena nilai-nilai dasar tersebut bersumber dari
budaya dan pengalaman sejarahnya.
b. Dimensi idealism
c. Dimensi fleksibelitas
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan pancasila,segala yang ada dan terjadi
dalam kehidupan bangsa Indonesia baik dalam kehidupan berbangsa,bernegara maupun
dalam kehidupan masyarakat dan dinilai berdasarkan pancasila,dengan sendirinya panca
sila sumber nilai bagi kehidupan bangsa Indonesia
Pancasila sebagai pandangan hidup sering disebut dengan istilah way of life, pancasila
sebagai pandangan hidup digunakan sebagai pegangan atau petunjuk dalam menghadapi
dan mengatasi persoalan dalam kehidupan sehari-hari dari setiap warga Negara
Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara disebut sebagai philosofische grondslag Negara Indonesia
yang dijadikan sebagai dasar dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara pancasila merupakan norma hokum yang
mengikat seluruh aparatur penyelenggara Negara dan warga Negara.
Paradigma adalah kerangka berpikir atau pola berpikir dalam ilmu pengetahuan.
2.2.2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
Sikap dapat diartikan suatu bentuk evaluasi / reaksi seseorang terhadap sesuatu keadaan
atau peristiwa. Sikap meliputi sikap positif dan sikap negative. Sikap positif terhadap
pancasila sebagai ideology terbuka berarti reaksi / evaluasi terhadap suatu keadaan atau
peristiwa dengan menggunakan niulai-nilai pancasila.
Nilai-nilai pancasila terdiri dari seperangkat prinsip yang merupakan sikap kepribadian
bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut antara lain
1) Nilai ketuhanan yang Maha Esa berisi prinsip hidup sesuai dengan hakekat tuhan
meliputi;
Causa prima, sebab yang pertama dari segala sesuatu
Wajib disembah dan wajib ditaati serta dihormati, kewajiban menyembah, mentaati dan
menghormati sesuai dengan cara agama masing-masing.
2) Nilai Kemanusiaan yang adil dan beradap bahwa kita berprinsip hidup sesuai dengan
hakekat manusia sebagai mahluk individu yang membedakan manusia yang satu dengan
manusia yang lain. Hakekat manusia sebagi mahluk social selalu hidup berkelompok
sangat bergantung pada manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Nilai yang
harus dikembangkan ;
Saling menghormati
Saling menghargai
Prinsip hidup mengandung makna bahwa ; bangsa Indonesia adalah bangsa yang :
Selalu utuh, tidak mau pecah belah Hidup dalam wadah Negara kesatuan RI
Memiliki Negara yang mandiri, tidak tergantung pada bangsa lain Selalu ikut
mewujudkan perdamaian dunia lewat hubungan kerja sama dengan bangsa lain
Prinsip hidup sesuai dengan hakekat adil yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban
dengan maksud harus mendahulukan kewajiban. Kewajiban bergandengan dengan hak
bila yang satu terpenuhi maka yang lain harus dilaksanakan.
Wujud pelaksanaan nilai keadilan antara lain; Dalam memenuhi hak rakyat atas
kepentingan jalan raya mohon pemerintah membangun jalan tol, membuat jembatan,
memperbanyak alat transportasi Dalam memenuhi hokum, pemerintahan Negara, pemilik
kendaraan harus membayar pajak dan menaati peraturan lalu lintas.
A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos dan kratos. Demos
berarti rakyat, sedangkan dan kratos dapat diartikan kekuasaan/pemerintahan. Istilah
tersebut berasal dari bahasa Yunani: δημοκρατία “pemerintahan rakyat” (dēmokratía),
yang diciptakan dari δῆμος (demo) “orang” dan κράτος (Kratos) “kekuatan”, di
pertengahan abad ke-5-4 SM untuk menunjukkan sistem politik yang ada di beberapa
negara-kota Yunani, terutama Athena setelah pemberontakan populer di 508 SM.
Meskipun tidak ada definisi khusus demokrasi yang diterima secara universal, kesetaraan
dan kebebasan telah diidentifikasi sebagai karakteristik penting demokrasi sejak zaman
kuno. Prinsip-prinsip ini tercermin dalam semua warga negara yang sama di depan
hukum dan memiliki akses yang sama terhadap kekuasaan. Sebagai contoh, dalam
demokrasi perwakilan, suara setiap wakil punya bobot yang sama, tidak ada pembatasan
dapat diterapkan kepada siapapun yang ingin menjadi perwakilan, dan kebebasan
warganya dijamin oleh hak, dilegitimasi, dan kebebasan yang pada umumnya dilindungi
oleh konstitusi.
Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (government
of the people, by the people, and for the people). Sementara itu secara substantif, prinsip
utama dalam demokrasi menurut Maswadi Rauf (1997) ada dua, yaitu :
1. Kebebasan/persamaan (freedom/equality).
2. Kedaulatan rakyat (people’s sovereignity).
2. C.F. Strong :
Suatu sistem pemerintahan dalam mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat
politik ikutserta atas dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah akhirnya
mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada mayoritas itu.
3. Samuel P. Huntington :
Sistem politik sebagai demokratis sejauh para pembuat keputusan kolektif yang paling
kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan umum yang jujur, adil, dan berkala, dan di
dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua
penduduk dewasa berhak memberikan suara.
4. Henry B. Mayo :
Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum
ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
5. Harris Soche :
B. Jenis-Jenis Demokrasi
Demokrasi merupakan suatu konsep yang dapat dikaji secara luas dari berbagai sudut
pandang dan sisi kehidupan. Berikut ini adalah penjelasan mengenai berbagai jenis
demokrasi yang ada di dunia.
1. Demokrasi Berdasarkan Cara Penyampaian Pendapat
a. Demokrasi Langsung
Demokrasi langsung berkembang di negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini
tidak dapat dilaksanakan di dalam masyarakat yang kompleks dan negara yang besar.
Demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat di wilayah Switzerland. Bentuk
demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa negara yang didalamnya
terdapat referendum dan inisiatif. Beberapa negara ada yang sangat memungkinkan
rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemenkan
konstitusional dan menetapkan permasalahan publik politik secara langsung tanpa
campur tangan representatif.
Demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu.
Rakyat memilih wakilnya untuk membuat keputusan politik. Aspirasi rakyat disalurkan
melalui wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
Di dalam negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh
karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara
representatif. Para representatif inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua
aspirasi rakyat di dalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan
berkemungkinan berpihak kepada rakyat. (Garner).
Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam
menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran
mereka melaui wakil atau representatif. Bagaimanapun, di dalam bentuk pemerintahan ini
wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan
oleh para representatif.
a. Demokrasi Formal
Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang pada kedudukan yang sama
dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi. Individu diberi kebebasan
yang luas, sehingga demokrasi ini disebut juga demokrasi liberal.
c. Demokrasi Campuran
Demokrasi ini meruapakan campuran dari kedua demokrasi tersebut di atas. Demokrasi
ini berupaya menciptakan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan
derajat dan hak setiap orang.
a. Demokrasi Liberal
Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas pada individu. Campur tangan
pemerintah diminimalkan bahkan ditolak. Tindakan sewenang-wenang pemerintah
terhadap warganya dihindari. Pemerintah bertindak atas dasar konstitusi (hukum dasar).
Demokrasi ini bertujuan menyejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk tidak mengenal
perebedaan kelas. Semua warga negara mempunyai persamaan dalam hukum dan politik.
– Kekuasaan eksekutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan yang dipilih dari dan
oleh rakyat melalui badan perwakilan.
– Presiden dan DPR mempunyai kedudukan yang sama sebagai lembaga negara, dan tidak
dapat saling membubarkan
Penjabaran Pancasila
Sejarah Pancasila
Pancasila adalah dasar negara bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari
Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pancasila lahir pada 1 Juni 1945 yang dirumuskan pada sidang PPKI I, tanggal 29 Mei – 1
Juni 1945. Saat itu ada 3 rumusan dasar yang diusulkan oleh 3 tokoh, yaitu :
Peri kebangsaan
Peri kemanusiaan
Peri ketuhanan
Peri kerakyatan
Kesejahteraan rakyat
Dr. Soepomo ( 5 asas)
Persatuan
Kekeluargaan
Musyawarah
Keadilan sosial
Kebangsaan Indonesia
Mufakat / demokrasi
Kesejahteraan sosial
Lambang sila pertama adalah bintang. Bintang dimaksudkan sebagai sebuah cahaya,
mengandung makna nur (cahaya). Bintangnya memiliki 5 sudut maksudnya untuk
menerangi dasar Negara yang lima dan tujuan Negara yang lima. Sedangkan warna hitam
melambangkan warna alam atau warna asli.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
Lambang sila kedua adalah rantai. Mata rantai yang berbentuk segi empat melambangkan
laki-laki sedangkan lingkaran adalah perembuat. Mata rantai yang saling berkait pun
melambangkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti rantai.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan
dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
( Persatuan Indonesia )
Lambang sila ketiga adalah pohon beringin. Pohon beringin merupakan pohon yang besar
di mana banyak orang bisa berteduh di bawah naungan Negara Indonesia. Selain itu,
pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke mana- mana namun tetap
berasal dari satu pohon yang sama, seperti halnya keragaman suku bangsa yang menyatu
dibawah nama Indonesia.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal
Ika.
Lambang sila keempat adalah kepala banteng. Kepala banteng merupakan hewan sosial
yang suka berkumpul seperti halnya musyawarah di mana orang-orang harus berkumpul
untuk mendiskusikan sesuatu.
Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi
dengan semangat kekeluargaan.
Lambang sila kelima adalah padi dan kapas. Padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar
setiap manusia yakni pangan dan sandang sebagai syarat utama untuk mencapai
kemakmuran yang merupakan tujuann utama bagi sila ke lima ini.
Menolong sesama.
Sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Umum UUD 1945 ayat 1, undang-undang dasar
suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu. Dimaksud hanya
sebagian adalah karena selain UUD (hukum tertulis) juga berlaku hukum tidak tertulis.
Sebagai konstitusi negara Indonesia UUD 1945 berada di posisi tertinggi dalam tata urutan
perundang-undangan. Semua hukum yang berlaku di Indonesia haruslah sesuai dan
berintisari dari UUD 1945. Akan tetapi biar bagaimanapun UUD 1945 adalah hukum yang
di ciptakan manusia dan tidak dapat dikatakan sempurna. Setidaknya telah ada 4 sejarah
amandemen UUD 1945.
Sebelum membahas sejarah amandemen UUD 1945 mungkin ada baiknya kita sedikit
mengulang bahasan sebelumnya tentang perbandingan undang-undang dasar sebelum dan
sesudah amandemen. Di sana saya sempat menjelaskan 3 macam UUD yang telah
digunakan di Indonesia. Yang dimaksud ketiganya adalah UUD 1945, UUD RIS 1949, dan
UUDS 1950.
Beruntung saat ini kita tetap menggunakan produk pendiri bangsa kita sebagai konstitusi
negara, UUD 1945. Namun dalam perjalanannya bangsa Indonesia semakin berkembang
dan memiliki kebutuhan yang lebih beragam lagi. UUD 1945 yang diposisikan sebagai
dasar negara ternyata memiliki beberapa kelemahan. Wajar saja karena dalam prosesnya
penyusunan UUD 1945 ini dilakukan dalam situasi kondisi genting, sama halnya seperti
proses perumusan pancasila.
Dalam sejarah amandemen UUD 1945 terhitung sudah 4 kali UUD 1945 mengalami
amandemen (Amendment, Perubahan, tetapi bukan dalam pengertian Pergantian). Setelah 4
kali diamandemen sebanyak 25 butir tidak dirubah, 46 butir dirubah atau ditambah
dengan ketentuan lainnya. Secara keseluruhan saat ini berjumlah 199 butir ketentuan, 174
ketentuan baru. Mengapa harus diamandemen? Berikut ini beberapa alasan mengapa
perlu dilakukan amandemen.
Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan Presiden (hak prerogatif
dan kekuasaan legislatif)
Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU
MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 pasal, yakni:
Pasal 5, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, pasal 21.
Inti dari amandemen pertama ini adalah pergeseran kekuasaan Presiden yang dipandang
terlalu kuat (executive heavy).
Amandemen II
Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui
sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 pasal.
Berikut ini rincian perubahan yang dilakukan pada amandemen kedua.
Pasal 18, pasal 18A, pasal 18B, pasal 19, pasal 20, pasal 20A, pasal 22A, pasal 22B,
pasal 25E, pasal 26, pasal 27, pasal 28A, pasal 28B, pasal 28C, pasal 28D, pasal 28E, pasal
28F, pasal 28G, pasal 28H, pasal 28I, pasal 28J, pasal 30, pasal 36B, pasal 36C.
Bab IXA, Bab X, Bab XA, Bab XII, Bab XV, Ps. 36A ;
Inti dari amandemen kedua ini adalah Pemerintah Daerah, DPR dan Kewenangannya,
Hak Asasi Manusia, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan.
Amandemen III
Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST
MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri
dari 3 Bab dan 22 Pasal. Berikut ini detil dari amandemen ketiga.
Pasal 1, pasal 3, pasal 6, pasal 6A, pasal 7A, pasal 7B, pasal 7C, pasal 8, pasal 11, pasal 17,
pasal 22C, pasal 22D, pasal 22E, pasal 23, pasal 23A, pasal23C, pasal 23E, pasal 23F, pasal
23G, pasal 24, pasal 24A, pasal24B, pasal24C.
Inti perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga ini adalah Bentuk dan
Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment, Keuangan Negara,
Kekuasaan Kehakiman.
Amandemen IV
Sejarah amandemen UUD 1945 yang terakhir ini disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002
melalui ST MPR 1-11 Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini
terdiri dari 2 Bab dan 13 Pasal.
Pasal 2, pasal 6A, pasal 8, pasal 11, pasal16, pasal 23B, pasal 23D, pasal 24, pasal 31, pasal
32, pasal 33, pasal 34, pasal 37.
Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang,
perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan,
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD.
Tujuan dari dilakukannya amandemen UUD 1945 yang terjadi hingga 4 kali ini adalah
menyempurnakan aturan-aturan mendasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat,
HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-
hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Sejarah
amandemen UUD 1945 yang dilakukan berdasarkan kesepakatan diantaranya tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), dan juga mempertegas sistem pemerintahan presidensil.
Untuk melihat UUD 1945 sebelum dan sesudah amandemen silahkan lihat di sini
Perbandingan UUD sebelum dan sesudah amandemen (disajikan dalam bentuk
perbandingan).
Pengertian Nilai
Nilai, moral dan Norma merupakan konsep yang saling berkaitan. Ketiga konsep ini saling
terkait dalam memahami pancasila.
a. Nilai
Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kolektivitas,
senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma dan moral. Kehidupan masyarakat
dimanapun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai, norma dan
moral akan memberi motivasi dan arah seluruh anggota masyarakat untuk berbuat,
bertingkah dan bersikap. Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna,
indah, memperkaya batin, dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai
bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku
manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud
kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.
Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagia sistem
nilai. Oleh karena itu nilai dapat dihayati ada di persepsikan dalam konteks kebudayaan,
atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Dalam menghadapi alam sekitarnya,
manusia didorong untuk membuat hubungan yang bermakna melalui budinya. Budi
manusia menilai benda-benda itu, serta kejadian yang beraneka ragam di sekitarnya dan
dipilihnya menjadi kelakuan kebudayaannya. Proses pemilihan itu dilakukan secara terus-
menerus. Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat pada enam macam, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial,
nilai politik dan nilai religi. Dalam memilih nilai-nilai, manusia menempuh berbagai cara
yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan
kenyataannya.
Apabila tujuan penilaian itu untuk mengetahui identitas benda serta kejadian yang
terdapat di sekitarnya, maka terlihat proses penilaian teori yang menghasilkan
pengetahuan yang disebut nilai teori. Jika tujuannnya untuk menggunakan benda-benda
atau kejadian, manusia dihadapkan pada proses penilaian ekonomi, yang mengikuti nalar
efisiensi untuk memenuhi kebutuhan hidup, disebut nilai ekonomi. Perpaduan antara nilai
teori dan nilai ekonomi itu merupakan aspek progresif dari kebudayaan manusia.
Apabila manusia menilai alam sekitar sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta,
disitulah tampak nilai religi, yang dipersepsikan sebagai sesuatu yang suci. Jika manusia
mencoba memahami yang indah, kita berhadapan dengan proses penilaian estetik.
Perpaduan antara nilai religi dan nilai estetik yang lebih menekan pada intuisi, rasa, dan
imajinasi, merupakan aspek ekspresif dari kebudayaan. Nilai estetik mempunyai
kedudukan yang khusus karena nilai itu bukan hanya menyangkut keindahan yang dapat
memperkaya batin, tetapi juga berfungsi sebagai media yang memperhalus budi pekerti.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antar manusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur. Sedangkan nilai politik berpusat kepada kekuasaan serta
pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Disamping teori nilai terurai di atas, Prof. Notonegoro membagi nilai dalam tiga kategori,
yaitu sebagai berikut.
a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan
aktivitas.
c. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian dapat di rinci menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut.
1) Nilai kebenaran, yaitu bersumber kepada unsur rasio manusia, budi, dan cipta.
3) Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa,
estetika).
4) Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhana, merupakan nilai kerohanian yang
tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia
terhadap tuhan. Nilai religi itu berhubungan dengan nilai penghayatan yang bersifat
transedental, dalam usaha manusia untuk memahami arti dan makna kehadirannya di
dunia. Nilai ini berfungsi sebagai sumber moral yang dipercayai sebagai rahmat dan ridha
Tuhan.
Dalam pelaksanaannya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria
sehingga merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki, atau
tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan
kehidupan setiap manusia. Nilai berada dalam hati nurani, kata hati, dan fikiran sebagai
suatu keyakinan, dan kepercayaan yang bersumber dari berbagai sumber nilai.
b. Moral
Moral berasal dari kata mos (mores)= kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran
tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat pada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku
dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya
yang terjadi, maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya
dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moral pun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, moral etika, moral hukum,
moral ilmu, dan sebaginya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan
kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.
c. Norma
Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan tuhan, masyarakat, dan alam
sekitarnya dengan selaras. Hubungan manusia terjalin secara vertical (Tuhan), horizontal
(masyarakat), dan hubungan vertical-horizontal (alam, lingkungan alam) secara seimbang,
serasi, dan selaras. Oleh karena itu, manusia juga memrlukan pengendalian diri, baik
terhadap manusia sesamanya, lingkungan alam dan tuhan. Kesadaran akan hubungan
yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap peraturan atau norma. Norma adalah
petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hhari berdasarkan
motivasi tertentu.
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang
dipaksakan oleh alat Negara.
Dalam kaitannya dengan penjabarannya, nilai dapat dikelompokan kepada tiga macam,
yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis.
1. Nilai dasar
Sekalipun nilai bersifat abstrak, yaitu tidakdapat diamati melalui panca indera manusia,
tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagia aspek
kehidupan manusia. Setiap nilai memiliki nilai dasar, yaitu berupa hakikat, esensi, intisari
atau makna yang dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar itu bersifat universal, karena
menyangkutkenyataan objektif dari segala sesuatu. Contohnya, hakikat Tuhan, manusia
atau makhluk lainnya.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai dasar itu bersifat
mutlak,karena Tuhan adalah kausa prima (penyebab pertama), dan segala sesuatu yang
diciptakan berasal dari kehendak tuhan. Nilai dasar itu juga berkaitan dengan hakikat
manusia, maka nilai-nilai tersebut harus bersumber kepada hakikat manusia itu sendiri.
Nilai dasar yang bersumber pada hakikat kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma
hukum yang dapat di istilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia).
Apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat kepada suatu benda, kuantitas, aksi,
ruang, dan waktu, maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Namun nilai yang bersumber dari
kebendaan itu tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber
penjabaran norma terebut.
Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
2. Nilai instrumental
Nilai instrumental ialah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai dasar. Nilai
dasar belum dapt bermakna sepenuhnya apabila nilai dasar tersebut belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkret. Apabila nilai instrumental
itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari, maka nilai
tersebut akan menjadi norma moral. Akan tetapi, jika nilai instrumental itu berkaitan
dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai-nilai instrumental itu merupakan suatu
arahan kebijakan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar, sehingga dapat juga
dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplitasidari nilai dasar.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita, nilai instrumental itu dapat kita temukan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan penjabaran dari nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila. Tanpa ketentuan dalam pasal-pasal UUd 1945, maka
nilai-nilai dasar yang termuat dlam Pancasilabelum memberikan makna yang konkret
dalam praktik ketatanegaraan kita.
3. Nilai praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan
yang lebih nyata. Nilai praksis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar
dan nilai instrumental. Berhubung fungsinya sebagai penjabaran dari nilai dasar dan nilai
instrumental, maka nilai praksis dijiwai oleh nilai-nilai dasar dan instrumental dan
sekaligus tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar dan instrumental tersebut.
b. Ketetapan MPR-RI
c. Undang-Undang
e. Peraturan pemerintah
f. Keputusan presiden
g. Peraturan daerah
Berdasarkan ketetapan MPR-RI No. 1/MPR/2003 tentang peninjauan terhadap materi dan
status hhkum ketetapan MPR tahun 1960-2002. Dikeluarkan UU No. 10/2004 yang
mengatur tata urutan perundang-undangan sebagai berikut.
Apabila kita kaitkan dengan nilai-nilai yang dibahas di atas, maka nilai dasar tersebut
terdapat dalam UUd 1945, yaitu dalam pembukaannya. Sedangkan nilai instrumental
dapat ditemukan dalam peraturan perundang-undangan berikutnya, yaitu dalam undang-
undang sampai kepada peraturan dibawahnya.
2.3 Pancasila Sebagai Nilai Dasar Fundamental Bagi Bangsa dan Negara RI
· Sila pertama: Ketuahanan Yang Maha Esa, pada dasarnya memuat pengakuan
eksplisit akan eksistensi Tuhan sebagai sumber dan pencipta universum. Pengakuan ini
sekaligus memperlihatkan relasi esensial antara yang mencipta dan yang diciptakan serta
menunjukan ketergantungan yang diciptakan terhadap yang mencipta.
· Sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab, sesungguhnya merupakan refleksi
lebih lanjut dari sila pertama. Sila ini memperlihatkan secara mendasar dari Negara atas
martabat manusia dan sekaligus komitmen untuk melidunginya. Asumsi dasar di balik
prinsip kedua ini ialah bahwa manusia, karena kedudukannya yang khusus di antara
ciptaan-ciptaan lainnya di dalam universum, mempunyai hak dan kewajiban untuk
mengembangkan kesempatan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai
manusia. Dengan demikian, manusia secara natural dengan akal dan budinya mempunyai
kewajiban untuk mengembangkan dirinya menjadi person yang bernilai.
· Sila ketiga: Persatuan Indonesia, secara khusus meminta perhatian setiap warga
negara akan hak dan kewajibnan dan tanggung jawabnya pada Negara, khususnya dalam
Negara menjaga eksistensi Negara dan bangsa.
· Sila kelima: Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia, secara istimewa
menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Setiap warga Negara harus bisa
menikmati keadilan secara nyata, tetapi iklim keadilan yang merata hanya bias dicapai
apabila struktur sosial masyarakat sendiri secara adil. Keadilan sosial terutama menuntut
informasi struktur-struktur sosial, yaitu struktur ekonomi, politik, budaya,dan ideology
ke arah yang lebih akomodatif terhadap kepentingan masyarakat.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangakat nilai yang terpadu
berkenaan dengan hidup masyarakat,berbangsa, dan bernegara. Apakah kita memahami
pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, maka pada
hakikatnya nilai-nilai Pancasila tersebut adalah sebagai berikut.
1. Pokok pikiran pertama, Negara Indonesia adalah Negara persatuan, yaitu Negara
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara
mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran dari
sila ketiga.
2. Pokok pikiran kedua, menyatakan bahwa Negara hendak mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini Negara berkewajiban mewujudkan
kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pokok pikiran ini penjabaran dari sila kelima.
3. Pokok pikiran ketiga, menyatakan Negara berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Pokok pikiran ini menunjukan Negara
Indonesia demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat, sesuai dengan sila keempat.
Uraian diatas menunjukan, bahwa Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan
sebagai pkok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung
pula konsep-konsep sebagai berikut.
1. Dasar-dasar pembentukan negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara
Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan asas kerohanian Negara (Pancasila).
Nilai dasar fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan
yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengan jalan hukum apapun tidak mungkin
lagi untuk di ubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang
fundamental, maka Pembukaan UUD 1945yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak
dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pancasila sebagai dasar filsafah bangsa dan Negara, merupakan satu kesatuan nilai yang
tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya, karena apabila dilihat
satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja ditemukan dalam kehidupan bangsa
lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila, sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat ditukarbalikan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka
berikut ini diuraikan.
Ketuhana berasal dari kata Tuhan pencipta seluruh alam. Yang Maha Esa, berarti Yang
Maha Tunggal, tiada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya dan perbuatannya. Zat Tuhan tidak
terdiri atas zat zatyang banyak lalu menjadi satu. Sifat-Nya adalah sempurna dan
perbuatan-Nya tidak dapat disamai oleh siapapun / apapun. Tiada yang menyamai Tuhan,
Dia Esa. Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta. Keyakinan adanyan
Tuhan Yang Maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang
berakar pada pengetahuan yang benar dan dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-
kaidah logika. Atas keyakinan yang demikianlah, maka Negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya
dan untuk beribadat menurut agama memberi jaminan sesuai denagn keyakinannya dan
untuk beribadat menurut agam adan kepercayaan itu.
Bagi kita dan di dalam Negara Indonesia, tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhana Yang Maha Esa. Tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti-Ketuhanan
Yang Maha Esa antikeagamaan. Dengan perkataan lain, di dalam Negara Indonesia tidak
boleh ada paham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan (atheisme), tetapi apa
yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme) dengan toleransi
beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Sebagai sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi sumber pokok nilai-nilai
kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai dan mencari serta membimbing perwujudan
kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah
membentuk Negara kesatuan Indonesia yang telah berdaulat penuh, yang bersifat
kerakyatan dan dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan
guna mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
a) Pembukaan UUD 1945 yan berbunyi, “ Atas berkat rahmat allah Yang Maha Kuasa.
. .”,
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahkluk yang berbudaya dengan memiliki
potensi pikir,rasa,karsa,dan cipta. Karena potensi yang dimilikinya itu manusia tinggi
martabatnya. Dengan budi nuraninya, manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma.
Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan
martabatnya. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban
sesorang. Keputusan dan tindakan didasarkan pada sesuatu objektivitas, tidak ada
subjektivitas. Disinilah yang dimaksud dengan wajar / sepadan. Beradab kata pokoknya
adab, sinonim dengan sopan, berbudi luhur, dan susila. Beradab artinya berbudi luhur,
berkesopanan, dan bersusila. Maksudnya, sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu
berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Adab terutama
mengandunf pengertian tata kesopanan, kesusilaan, atau moral. Dengan demikian,
beradab berarti berdasarkan nilai-nilai kesusilaan, bagian dari kebudayaan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab ialah kesadaran sikap dan perbuatan yang
didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma
dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesame manusia maupuun terhadap
alam dan hewan. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalahsikap dan perbuatan
manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang sopan dan susila nilai. Potensi
kemanusiaan tersebut dimiliki oleh semua manusia tanpa kecuali. Mereka harus
diperlakukan sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan fitrahnya, sebagai
makhlik Tuhan Yang Maha Esa.
Di dalam sila kedua telah disimpulkan cita-cita kemanusiaan yang lengkap, adil dan
beradab, memenuhi seluruh hakikat makhluk manusia. Kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah suatu rumusan sifat keluhuran budi manusia (Indonesia). Setiap warga
Negara mempunyai kedudukan yang sama terhadap undang-undang Negara, mempunyai
kewajiban dan hak-hak yang sama. Setiap warga Negara dijamin haknya serta
kebebasannya yang menyangkut hubungan dengan Tuhan, orang-
seorang,Negara,masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan menyatakan pendapat
dan mencapai kehidupan yang layak, sesuai dengan hak-hak dasar manusia.
Kemanusiaan yang adil dan beradabbagi bangsa Indonesia bersumberdari ajaran Tuhan
Yang Maha Esa. Manusia adalah makhluk pribadi anggota masyarakat dan seklaigus
hamba Tuhan. Hakikat pengertian di atas sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea
pertama: “ Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa Oleh karena
itu, penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. . .”. Selanjutnya dapat dilihat penjabarannya secara
pokok-pokok dalam Btang Tubuh UUD 1945.
3. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak terpecah-pecah. Persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam
menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini, mencakup persatuan
dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan. Persatuan Indonseia
ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia yang bersatu karena di dorong
untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas, dalam wadah Negara yang merdeka
dan berdaulat. Persatuan Indonesia merupakan factor yang dinamis dalam kehidupan
bangsa Indonesia, bertujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta
mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam satu
wilayah Negara tertentu. Rakyat meliputi seluruh Indonesia itu tudak dibedakan fungsi
dan profesinya. Kerakyatan adalah rakyat yang hidup dalam ikatan Negara. Dengan
adanya sila keempat, berarti bangsa Indonesia menganut demokrasibaik secara langsung
maupun secara tidak langsung. Demokrasi tidak langsung (Perwakilan) sangat penting
dalam wilayah Negara yang luas serta penduduk yang banyak. Pelaksanaan demokrasi
langsung sekalipun sulit diwujudkan dalam alam modern, namun dalam beberapa hal
tertentu dapat dilaksanakan, seperti dalam memilih kepala Negara atau system
referendum.
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Bagi seluruh rakyat Indonesia, berarti untuk
setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia, baik yang berdiam sdalam negeri maupun
warga Negara Indonesia yang berada diluar negeri. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia berarti, bahwa setiap warga Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam
bidang hukum, politik, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Sesuia dengan UUD 1945 maka
keadilan sosial itu mencakup pula pengertian adil dan makmur.
Keadilan sosial yang dimaksud tidak sama dengan pengertian sosialistis atau
komunalistis, karena yang dimaksud denagn keadilan sosial dalam sila kelima ini bertolak
dari pengertian bahwa antara pribadi dan masyarakat satu sama lain tidak dapat
dipisahkan. Masyarakat tempat hidup dan berkembang pribadi, sedangkan pribadi adalah
komponennya masyarakat. Tidak boleh terjadi praktik dalam masyarakat sosialistis /
komunalistis yang hanya mementingkan masyarakat, dan juga sebaliknya yang berklaku
dalam Negara liberal yang segala sesuatu dipandang titik beratnya dari pribadi / individu.
Pancasila susunanya adalah majemuk tunggal ( merupakan satu kesatuan yang bersifat
organis ), yaitu sebagai berikut.
f. Tidak boleh satu sila pun ditiadakan, melainkan merupakan satu kesatuan.
Bentuk susunanya adalah hierarkis pyramidal (kesatuan bertingkat di mana tiap sila di
muka merupakan basis sila lainnya).
Sila pertama : meliputi dan menjiwai sila kedua, sila ketiga, sila keempat,dan sila kelima.
Sila kedua : diliputi dan dijiwai sila pertama, meliputi dan menjiwai sila ketiga,sila
keempat dan sila kelima.
Sila ketiga : didliputi dan dijiwai sila pertama dan sila kedua, meliputi dan menjiwai
sila keempat dan sila kelima.
Sila keempat : diliputi dan dijiwai sila pertama, sila kedua, dan sila ketiga, meliputi dan
menjiwai sila kelima.
Menurut Pembukaan UUD 1945, konsep negar Pancasila adalah paham Negara persatuan
yang meliputi kehidupan masyarakat.
c. Semangat persatuan
d. Musyawarah
Ide pokok bangsa dan kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari sifat keseimbangan
Pancasila, yaitu sebagai berikut.
Paham Integralistik
Paham integralistik (paham Negara persatuan) tercermin dalam nilai-nilai dasar paham
kekeluargaan, yaitu sebagai berikut.
a. Persatuan dan kesatuan serta saling ketergantungan satu sama laindalam
masyarakat.
g. Menyadari bahwa bangsa Indonesia berada dalm tata pergaulan dunia dan universal.
h. Menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa.
Kalimat inversi adalah kalimat yang memiliki pola susun terbalik dari pola normal (pola
S-P) menjadi pola inversi (pola P-S). Kalimat inversi adalah kalimat yang predikatnya
mendahuli subjek.
Contoh:
S P O
N V FN
S P O
N V FN
S P Pel
FN V N
P S Pel
V N F.Prep
1410096663918