Anda di halaman 1dari 12

NAMA :Youmico Trionando Ahmad Qory

NIM : 044041457
JURUSAN : Ilmu Hukun
MATA KULIAH : Ilmu Negara
1.Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
negara itu sebenarnya merupakan suatu proses yang
setiap waktu dapat mengalami perubahan.

Perubahan itu terjadi dari satu bentuk ke bentuk


lainnya. Dalam konteks ajaran Polybius perubahan
bentuk negara itu menyerupai sebuah cycles yang ke
semuanya itu akan kembali ke asal mulanya (Sochino,
1980: 39). Skema Cycles Theory dapat digambarkan
sebagai berikut (Atmadja, 2012: 131):
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan oleh Plato,
Aristoteles ataupun Polybius seolah-olah ada lima atau
enam bentuk negara, tetapi sebenarnya hanya ada tiga
bentuk negara. Negara-negara yang buruk itu
merupakan ekses daripada negara-negara yang baik,
dan hanya bersifat sementara. Dengan demikian, dapat
ditarik kesimpulan bahwa garis besarnya ajaran ajaran
dari Plato, Aristoteles dan Polybius tentang bentuk
negara pada prinsipnya adalah sama bahwa mereka
berpendapat ada tiga bentuk negara, yang kemudian
masing-masing bentuk negara itu dibedakan lagi
menjadi dua jenis, sehingga ada enam bentuk negara,
yang meskipun sesungguhnya tiga bentuk yang lain itu
hanya merupakan ekses saja dari tiga bentuk negara
yang utama. Inilah yang kemudian dikenal sebagai
ajaran tentang bentuk negara pada zaman kuno yang
bersifat klasik tradisional (Sochino 1980: 38).

2.
A.Georg Jellinek dalam bukunya yang berjudul
Allgemeine Staatslehre, mengklasifikasikan bentuk
negara ke dalam dua jenis, yaitu republik dan monarki.
Jellinek memakai istilah monarki sebagai antithesis dari
bentuk negara yang disebut republik. Menurut Jellinek
perbedaan antara monarki dan republik adalah
mengenai sistem pemerintahannya, tetapi kemudian
Jellinek sendiri mengartikannya sebagai perbedaan
bentuk negara (Sochino, 1980: 174).
Dalam ajarannya tentang klasifikasi negara Jellinek
mempergunakan kriteria cara terbentuknya kemauan
negara tersebut. Dipakainya kriteria terbentuknya
kemauan negara karena menurut Jellinek negara
adalah suatu kesatuan yang mempunyai dasar-dasar
hidup. Berdasar hal tersebut maka negara mempunyai
kemauan atau kehendak. Kemauan negara itu bersifat
abstrak, sedangkan dalam bentuknya yang kongkret
kemauan negara itu menjelma menjadi hukum atau
undang-undang. Jadi, undang-undang merupakan
perwujudan dari kehendak atau kemauan negara. Kita
dapat melihat atau mempelajari cara terbentuknya
undang-undang dari kemauan negara itu. Dengan kata
lain cara terbentuknya undang-undang merupakan
cara terbentuknya kemauan negara Menurut Jellinek
ada dua macam cara mengenai terbentuknya kemauan
negara itu (Sochino, 1980: 174-175):

1. Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di


dalam jiwa seseorang yang menggunakan wujud atau
bentuk fisik. Hal tersebut berarti kemauan negara itu
hanya ditentukan oleh satu orang tunggal, tiada orang
atau badan lain, yang dapat ikut campur dalam
pembentukan kehendak negara itu, kemauan negara
yang terbentuk secara demikian ini disebut kemauan
fisik, dan negara yang mempunyai kemauan fisik
disebut monarki. Dalam monarki undang-undang
negara hanya ditentukan atau dibuat oleh orang
tunggal.

2.

Kemauan negara itu terbentuk atau tersusun di dalam


suatu dewan. Dewan itu adalah suatu pengertian yang
adanya hanya di dalam hukum,dan sifatnya abstrak,
serta berbentuk yuridis. Memang sebenarnya anggota-
anggota daripada dewan itu, yaitu orang, masing-
masing adalah kenyataan dan berbentuk fisik, tetapi
dewan itu merupakan kenyataan yuridis karena dewan
itu merupakan sebuah konstruksi hukum. Adanya
dewan merupakan akibat yang ditetapkan oleh
peraturan hukum, dimana beberapa orang merupakan
suatu kesatuan, dan dianggap sebagai suatu persoon.
Kehendak negara yang terbentuk atau tersusun secara
demikian ini disebut kehendak atau kemauan yuridis,
dan negara yang memiliki kemauan yuridis ini disebut
Republik
Secara sederhana dapat dijelaskan seperti ini. Dalam
negara monarki pembentukan kemauan terjadi
seluruhnya di dalam badan seseorang dan individual,
Sehingga apabila undang-undang-nya merupakan hasil
karya satu orang saja maka bentuknya adalah monarki.
Sementara itu, dalam hal republik, kemauan negara
tercapai berdasarkan kejadian yuridis menurut
tindakan-tindakan kemauan banyak orang yang
biasanya berbentuk dewan Apabila undang-undangnya
merupakan hasil karya dari suatu dewan maka negara
tersebut pastilah berbentuk republik

B.menurut Leon Duguit

Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit


Constitusionel jilid II menyatakan bahwa untuk
membedakan apakah negara berbentuk republik atau
kerajaan didasarkan pada cara penunjukan atau
pengangkatan kepala negaranya. Seperti ditandaskan
dalam bukunya tersebut, "La monarchie est la forme
de gouvernement dans laquelle ilyun chef d'Etat
hereditaire: la republique celle ou il n'y pas
hereditaire" (Monarki adalah bentuk pemerintahan
yang kepala negaranya turun-temurun, republik ialah
apabila tidak terdapat kepala negara atau dimana
kepala

negaranya tidak berganti turun temurun) (Naning,


1982: 47).

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa


yang dimaksud dengan bentuk negara monarki apabila
kepala negara ditunjuk atau diangkat oleh tatanan
penggantian secara keturunan (sistem pewarisan) yang
telah ditetapkan. Sementara itu, apabila kepala
negaranya itu ditunjuk atau diangkat tidak berdasarkan
sistem pewarisan, misalnya dengan cara pemilihan,
perampasan, dan lain-lain maka disebut dengan istilah
Republik (Kusnardi dan Saragih, 1995: 156).

Bentuk pemerintahan republik menurut Leon Duguit


dibedakan lagi atas (Sochino, 1980: 181):
1. Republik dengan pemerintahan rakyat langsung
(referendum inisiatif rakyat);
2. Republik dengan sistem parlementer, 3. Republik
dengan sistem pemisahan kekuasaan (Perancis dan
Amerika).

Sementara itu, bentuk-bentuk atau sistem


pemerintahan daripada negara yang berbentuk
monarki, diantaranya (Sochino, 1980: 181):

1. Monarki dengan sistem pemerintahan absolutism;

2 Monarki terbatas,

3. Monarki konstitusional.

Dalam uraiannya mengenai monarki dan republik


ternyata Leon Duguit mempergunakan istilah bentuk
atau sistem pemerintahan (forme de gouvernement),
bukan sebagai bentuk negara (forme de staat). Dengan
demikian, istilah monarki dan republik adalah dalam
artian pemerintahan monarki dan pemerintahan
republik. Jadi, menurut Duguit monarki dan republik itu
bukan merupakan bentuk negara, melainkan adalah
bentuk pemerintahan. Lebih lanjut yang dimaksud
bentuk negara menurut Leon Duguit ada tiga macam,
yakni (Sochino, 1980: 181):

1. Negara Kesatuan;

2. Negara Serikat
3. Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sumber HKUM4209 halaman 4.16-4.18

3.Tentang klasifikasi bentuk negara, Harold J. Laski


mengatakan bahwa yang menjadi inti soal dalam
organisasi negara adalah hubungan antara rakyat
dengan undang-undang. Maksudnya adalah dalam
negara itu rakyat memiliki wewenang ikut campur
dalam pembuatan undang-undang ataukah tidak.
Keikutsertaan rakyat dalam pembuatan undang-
undang dipakai oleh Laski untuk mengklasifikasikan
negara Berdasarkan kriteria ini Laski mengklasifikasikan
bentuk negara menjadi negara demokrasi dan
autokrasi. Suatu negara disebut demokrasi apabila
rakyat memiliki wewenang ikut campur dalam
pembuatan undang-undang. Sementara itu, negara
disebut autokrasi apabila rakyat tidak memiliki
wewenang ikut campur dalam pembuatan undang-
undang (Sochino 1980: 214).

Klasifikasi negara oleh Laski ini dalam kenyataannya


bersifat ideal. Hal ini karena bentuk negara demokrasi
murni atau autokrasi murni sangat sulit ditemukan
dalam praktik negara-negara saat ini. Dalam demokrasi
murni misalnya harus meminta pendapat rakyat
seluruhnya mengenai segala soal, terutama dalam
pengaturannya. Demikian pula dalam autokrasi murni,
negara harus merencanakan serta melaksanakan
sendiri semua undang-undang yang akan dibentuk.
Dalam kenyataan organisasi negara yang tampak
adalah dalam bentuk campuran. Disini terjadi
kombinasi antara autokrasi dan demokrasi. Hanya saja
memang harus diakui dalam penerapannya demokrasi
lebih menonjol dibandingkan autokrasi atau sebaliknya
penerapan autokrasi lebih tegas dibandingkan
demokrasi. Dalam kenyataannya tiada satu daripada
kedua bentuk organisasi negara tersebut berada dalam
bentuknya yang semurni-murninya (Sochino 1980:
214).
Sumber HKUM4209 modul 4 halaman 4.26 bagian E

Anda mungkin juga menyukai