Anda di halaman 1dari 8

Teori Pembentukan Negara

Pembentukan negara tidak terjadi begitu saja, ia melewati proses yang panjang. Proses-proses
tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam teori terbentuknya suatu negara.
Berikut rincian teori terbentuknya negara.

1. Teori Hukum Alam


Terbentuknya negara dapat terjadi karena adanya hukum alam. Teori hukum alam
mengungkapkan jika hukum alam tidak dibuat oleh negara, tetapi karena adanya kehendak dari
alam. Thomas Aquinas memaparkan jika pembentukan serta keberadaan negara tidak dapat
lepas dari hukum alam.Karena secara hukum alam, manusia harus saling berdampingan serta
bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya itu, secara alami, manusia
merupakan makhluk sosial dan politis yang perlu mendirikan komunitas untuk mengemukakan
pendapat serta menyumbangkan pemikiran.

2. Teori Ketuhanan (Teokrasi)


Teori ketuhanan dikenal sebagai istilah doktrin teokritis. Teori ini dapat dijumpai dari sisi dunia
bagian timur ataupun barat. teori ketuhanan memiliki bentuknya yang sempurna dalam tulisan-
tulisan sarjana Eropa pada abad pertengahan dengan menggunakan teori ini sebagai dasar
pembenaran kekuasaan mutlak para raja. Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak
memerintah yang dimiliki raja bersumber dari Tuhan. Mereka mendapat mandate Tuhan untuk
bertakhta sebagai penguasa. Para raja merasa dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia yang
diberikan tanggung jawab kekuasaan dan mempertanggungjawabkannya hanya kepada Tuhan,
bukan manusia.Praktik model kekuasaan seperti ini, ditentang oleh
kalangan monarchomach (penentang raja). Menurut mereka, raja menjadi tirani yang dapat
diturunkan atau dilengserkan dari tahtanya. Bahkan dapat dibunuh. Mereka menganggap
bahwa kekuasaan tertinggi dipegang oleh rakyat.

Dalam sejarah tata negara Islam, pandangan teokritis serupa pernah dijalankan raja-raja
Muslim sepeninggal Nabi Muhammad. Dengan mengklaim diri mereka sebagai wakil Tuhan
atau bayang-bayang Allah di dunia (khalifatullah fi al-ard, dzilullah fi al-ard), raja-raja muslim
tersebut umumnya menjalankan kekuasaannya secara tiran.
Keadaan tidak jauh berbeda dengan para raja-raja di Eropa pada abad pertengahan, raja-raja
muslim merasa tidak harus mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat, tetapi
langsung kepada Allah. Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya melahirkan doktrin politik Islam
sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa dawlah).
Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan bahwa Islam tidak ada pemisahan antara
agama dan negara. Sama halnya dengan pengalaman teokrasi di barat, penguasa teokrasi Islam
menghadapi perlawanan dari kelompok-kelompok anti-kerajaan.
3. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)
Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat menganggap bahwa negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam tradisi sosial masyarakat. Teori ini
menitikberatkan negara untuk tidak berpotensi menjadi negara tirani.Hal tersebut disebabkan
oleh keberlangsungannya ada pada kontrak-kontrak sosial antara warga negara dengan
lembaga negara. Adapun tokoh yang menganut aliran ini di antaranya Thomas Hobbes, John
Locke, dan J. J. Roussae.

Menurut Hobbes, kehidupan manusia terpisah menjadi dua zaman, yakni keadaan selama
belum ada negara, atau keadaan alamiah (status naturalis, state of nature), dan keadaan
setelah ada negara. Bagi Hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan
sejahtera.

Namun, sebaliknya, keadaan alamiah merupakan suatu keadaan sosial yang kacau, tanpa
hukum, tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan sosial antar-individu di dalamnya. Hobbes
beranggapan bawah,  kontrak atau perjanjian bersama individu-individu dibutuhkan. Yang
dulunya hidup dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang
dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang disebut negara.

John Locke mendefinisikan teori terbentuknya negara sebagai suatu keadaan yang damai,
penuh komitmen baik, saling menolong antarindividu dalam sebuah kelompok masyarakat.
Sekalipun keadaan alamiah dalam pandangan Locke merupakan suatu yang ideal.Baginya,
keadaan ideal tersebut memiliki potensial terjadinya kekacauan karena tidak adanya organisasi
dan pimpinan yang dapat mengatur kehidupan mereka. Di sini, unsur pimpinan atau negara
menjadi sangat penting demi menghindari konflik di antara warga negara yang didasarkan pada
alasan inilah negara menjadi mutlak didirikan.

Namun, penyelenggara negara atau pimpinan negara juga harus dibatasi melalui suatu kontrak
sosial. Dasar pemikiran kontrak sosial antar negara dan warga negara dalam pandangan Locke
ini menjadi suatu peringatan bahwa kekuasaan pemimpin (penguasa) tidak pernah mutlak,
tetapi selalu terbatas.Hal tersebut disebabkan karena dalam melakukan perjanjian individu-
individu warga negara tersebut tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka. Menurut
Locke, terdapat hak-hak alamiah yang menjadi bagian hak-hak asasi warga negara yang tidak
dapat dilepaskan, sekalipun oleh masing-masing individu.J. J. Rosseu memili pandangan sendiri
mengenai terbentuknya negara. Menurtnya, keberadaan suatu negara didasarkan pada
perjanjian warga negara untuk meningkatkan diri dengan suatu pemerintah yang dilakukan
melalui organisasi politik.

Pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual, tetapi hanya organisasi politik yang dibentuk
dengan cara kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan organisasi negara dan ditentukan oleh yang
berdaulat dan merupakan wakil-wakil dari warga negara.
Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya. Pemerintah tidak lebih
dari sebuah komisi atau pekerja yang melaksanakan mandat bersama tersebut. Melalui
pemikirannya, Rosseu dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang kedaulatannya ada di
tangan rakyat melalui organisasi politik mereka.Artinya, ia juga sekaligus dikenal sebagai
penggagas paham negara demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat, yakni rakyat
berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanyalah merupakan wakil-wakil rakyat pelaksana
mandat mereka

4. Teori Kekuatan
Secara sederhana, teori kekuatan dapat diartikan sebagai negara terbentuk disebabkan adanya
dominasi negara kuat yang menjajah. Kekuatan menjadi pembenaran (raison d’etre) dari
terbentuknya sebuah negara.
Melalui proses penaklukan dan pendudukan oleh suatu kelompok (etnis) atas kelompok
tertentu maka dimulailah proses pembentukan suatu negara  Atau dapat diasumsikan bahwa
terbentuknya suatu negara disebabkan oleh adanya pertarungan kekuatan, yang mana
pemenangnya yang akan membentuk sebuah negara.

Awalnya, teori ini bersumber dari kajian antropologis atas pertikaian di kalangan suku-suku
primitif. Yang mana, sang pemenang akan menjadi penentu uatama kehidupan suku yang
dikalahkan.

Sebagai contoh dalam kehidupan modern adalah penaklukkan dalam bentuk penjajahan
bangsa-bangsa barat kepada bangsa-bangsa timur. Setelah masa penjaajahan selesai pada awal
abad ke-20, dijumpai banyak negara baru yang kemerdekaannya ditentukan oleh penguasa
kolonial. Misalnya negara Brunei Darussalam dan Malaysia.

Konstitusi
Konstitusi dan Undang-Undang Dasar Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan,
berasal dari kata “constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah “undang-
undang dasar” merupakan terjemahan dari bahasa Belanda “grondwet”. “Grond” berarti dasar,
dan “wet” berarti undang-undang. Jadi Grondwet sama dengan undang-undang dasar. Namun
dalam kepustakaan Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang artinya juga undangundang
dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga dijumpai istilah “hukum dasar”. Hukum
memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa
tertulis dan bisa tidak tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan hukum yang
tertulis. Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan pengertiannya dengan hukum
dasar, yang berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar
adalah hukum dasar yang tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen. Dengan
demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi. Sedangkan di samping
undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar yakni yang sifatnya tidak tertulis, dan
biasa disebut dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-
aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara walaupun
tidak tertulis. 39 Berikut ini pengertian yang menggambarkan perbedaan antara undang-
undang dasar dan konstitusi. Bahwa undang-undang dasar adalah suatu kitab atau dokumen
yang memuat aturan-aturan hukum dan ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau
dasar-dasar yang sifatnya tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu
negara. Sedangkan konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan
ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar, yang sifatnya tertulis maupun
tidak tertulis, yang menggambarkan tentang sistem ketatanegaraan suatu negara.

Unsur-unsur yang Terdapat dalam Konstitusi Undang-undang dasar atau konstitusi


negara tidak hanya berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah, akan tetapi juga 40
menggambarkan struktur pemerintahan suatu negara. Menurut Savornin Lohman ada 3 (tiga)
unsur yang terdapat dalam konstitusi yaitu: a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan
perjanjian masyarakat (kontrak sosial), sehingga menurut pengertian ini, konstitusikonstitusi
yang ada merupakan hasil atau konklusi dari persepakatan masyarakat untuk membina negara
dan pemerintahan yang akan mengatur mereka. b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin
hak-hak asasi manusia, berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dan warga
negara yang sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik warganya maupun alat-
alat pemerintahannya. c. Konstitusi sebagai forma regimenis, yaitu kerangka bangunan
pemerintahan. (Lubis, 1982:48) Pendapat lain dikemukakan oleh Sri Sumantri, yang
menyatakan bahwa materi muatan konstitusi dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a.
Pengaturan tentang perlindungan hak asasi manusia dan warga negara, b. Pengaturan tentang
susunan ketatanegaraan suatu negara yang mendasar, c. Pembatasan dan pembagian tugas-
tugas ketatanegaraan yang juga mendasar. (Chaidir, 2007:38). Menurut CF. Strong, konstitusi
memuat hal-hal sebagai berikut: a. Cara pengaturan berbagai jenis institusi; b. Jenis kekuasaan
yang diberikan kepada institusi-institusi tersebut; c. Dengan cara bagaimana kekuasaan
tersebut dilaksanakan. (Stong, 2008:16). 41 Dari beberapa pendapat sebagaimana di atas,
dapat dekemukakan bahwa unsur-unsur yang terdapat dalam konstitusi modern meliputi
ketentuan tentang: a. Struktur organisasi negara dengan lembaga-lembaga negara di dalamnya;
b. Tugas/wewenang masing-masing lembaga negara dan hubungan tatakerja antara satu
lembaga dengan lembaga lainnya; c. Jaminan hak asasi manusia dan warga negara. 3.
Perubahan Konstitusi Betapapun sempurnanya sebuah konstitusi, pada suatu saat konstitusi itu
bisa ketinggalan jaman atau tidak sesuai lagi dengan dinamika dan perkembangan masyarakat.
Karena itulah perubahan atau amandemen konstitusi merupakan sesuatu hal yang wajar dan
tidak perlu dianggap sebagai sesuatu yang istimewa. Yang penting bahwa perubahan itu
didasarkan pada kepentingan negara dan bangsa dalam arti yang sebenarnya, dan bukan hanya
karena kepentingan politik sesaat dari golongan atau kelompok tertentu. Secara teoritik
perubahan undang-undang dasar dapat terjadi melalui berbagai cara. CF. Strong menyebutkan
4 (empat) macam cara perubahan terhadap undang-undang dasar, yaitu: a. oleh kekuasaan
legislatif tetapi dengan pembatasan-pembatasan tertentu, b. oleh rakyat melalui referendum, c.
oleh sejumlah negara bagian- khususnya untuk negara serikat, d. dengan kebiasaan
ketatanegaraan, atau oleh suatu lembaga negara yang khusus dibentuk untuk keperluan
perubahan. Sedangkan KC. Wheare (2010) mengemukakan bahwa perubahan konstitusi dapat
terjadi dengan berbagai cara, yaitu: a. perubahan resmi, b. penafsiran hakim, 42 c. kebiasaan
ketatanegaraan/konvensi.

Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara Secara umum dapat dikatakan bahwa
konstitusi disusun sebagai pedoman dasar dalam penyelenggaraan kehidupan negara agar
negara berjalan tertib, teratur, dan tidak terjadi tindakan yang sewenang-wenang dari
pemerintah terhadap rakyatnya. Untuk itu maka dalam konstitusi ditentukan kerangka
bangunan suatu negara, kewenangan pemerintah sebagai pihak yang berkuasa, serta hak-hak
asasi warga negara. Menurut CF. Strong (2008:16), tujuan konstitusi adalah membatasi
tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan
menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Dengan konstitusi tindakan pemerintah
yang sewenang-wenang dapat dicegah karena kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah telah
ditentukan dalam konstitusi dan pemerintah tidak dapat melakukan tindakan semaunya di luar
apa yang telah ditentukan dalam konstitusi tersebut. Di pihak lain, hak-hak rakyat yang
diperintah mendapatkan perlindungan dengan dituangkannya jaminan hak asasi dalam pasal-
pasal konstitusi. Sedangkan menurut Lord Bryce, motif yang mendasari pembentukan konstitusi
adalah sebagai berikut (Chaidir, 2007:30): a. The desire of the citizens to secure their own rights
when threatened, and to restrain the action of the ruler; b. The desire on the part either of the
ruled, or of the ruler wishing to please his people, to set out of the form of the existing system
in government, hither to in an indenifite form, in positive terms in order that in future there
shall be no possibility of arbitrary action. c. The desire of those creating a new political
community to secure the method of government in a form which shall have permanence and
be comprehensible to the subjects. d. The desire to secure effective joint action by hither to
separate communities, which at the same time wish to retain certain rights and interest to
themselves separately. 47 Atas dasar pendapat di atas dapatlah dinyatakan bahwa peranan
konstitusi bagi kehidupan negara adalah untuk memberikan landasan dan pedoman dasar bagi
penyelenggaraan ketatanegaraan suatu negara, membatasi tindakan pemerintah agar tidak
bertindak sewenang-wenang, dan memberikan jaminan atas hak asasi bagi warga negara.
Klasifikasi Negara

INDONESIA

Klasifikasi negara dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator seperti jumlah orang yang berkuasa, bentuk
negara,dan asas pemerintahan

1) Jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan

Jumlah orang yang berkuasa dapat berjumlah satu orang, sekelompok orang, atau banyak orang. Orientasi
kekuasan juga ada dua yaitu bila pelanggarannya berorientasi kepada kepentingan pihak yang berkuasa
disebut bentuk negatif, dan apabila berorientasi demi kepentingan umum (rakyat) disebut bentuk psitif.

Berdasakan jumlah orang yang berkuasa dan orientasi kekuasaan terdapat enam bentuk klasifikasi negara.

Jumlah penguasa Bentuk positif Bentuk negatif

Satu orang Monarki Tirani

Sekelompok orang Aristokrasi Oligarki

Banyak orang Demokrasi Mobokrasi

Monarki adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang (raja) untuk kepentingan keseluruhan
rakyat (bentuk positif). Tirani adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh satu orang untuk kepentingan
satu orang atau penguasa saja bentuk negatif. Aristokras  adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
beberapa orang untuk kepentingan keseluruhan rakyat (bentuk positif). Oligarki adalah bentuk pemerintahan
yang dipimpin oleh beberapa orang namun untuk kepentingan beberapa orang disebut (bentuk
negatif). Demokrasi  adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh banyak orang untuk kepentingan
keseluruhan rakyat (bentuk positif), sedangkan Mobokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh
banyak orang untuk kepentingan penguasa saja (bentuk negatif).
2) Bentuk negara ditinjau dari sisi konsep dan teori modern terbagi menjadi dua, yaitu:

a.       Negara Kesatuan

Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa
dan mengatur seluruh daerah.

Dalam pelaksanaannya, negara kesatuan terbagi dua yaitu:

(1)    Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi

Negara dengan sitem dimana seluruh persoalan yang berkaitan dengan negara langsung diatur dan diurus
oleh pemerintah pusat.

(2)    Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi

Negara dengan sisitem dimana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri atau dikenal dengan otonomi daerah atau swastantra.

b.      Negara Serikat (Federasi)

Negara serikat adalah bentuk negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara bagian dari negara
serikat. Kekuasaan asli dalam negara federasi merupakan negara bagian, karena ia berhubungan langsung
dengan rakyatnya. Sementara negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negri, pertahanan
negara, keuangan, dan urusan pos.

3) Asas penyelenggaraan kekuasaan, yaitu berbagai tipe negara menurut kondisinya, seperti:
            a.   Menurut Ekonomi
                  Negara agraris, negara industri, negara berkembang, negara sedang berkembang, dan negara belum
berkembang, selain itu dikenal juga negara-negara utara dan negara-negara selatan (negara utara: negara
maju/kaya, negara selatan: negara sedang berkembang/miskin).
            b.   Menurut Politik
                  Negara demokratis, negara otoriter, negara totaliter, negara satu partai, negara multi partai, dan
sebagainya.
            c.   Menurut Sistem Pemerintahan
                  Sistem pemerintahan presidensil, parlementer, junta militer, dan sebagainya
            d.   Menurut Ideologi Bangsa
                  Negara sosialis, negara liberal, negara komunis, negara fasis, negara agama, dan sebagainya.

Konstitusionalisme
Konstitusionalisme serapan dari bahasa Belanda: constitutionalisme) adalah suatu konsep atau gagasan yang
berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi, agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-
wenang atau otoriter. Ide konstitusionalisme ini kemudian diadopsi oleh para Founding Fathers Amerika
Serikat sebagai dasar mereka merumuskan dasar negara yang demokratis. Salah satu peletak ide ini
adalah John Locke, dengan konsep Trias politica.

Latar Belakang
Konsep konstitusionalisme sendiri sebenarnya telah ada dan berkembang jauh sebelum undang-
undang dasar pertama dirumuskan. Ide pokok dari konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah sebagai
penyelenggara negara perlu dibatasi kekuasaannya (the limited states) agar tidak sewenang-wenang dalam
memerintah. Konstitusionalisme menganggap bahwa suatu undang-undang dasar atau konstitusi adalah
jaminan untuk melindungi rakyat dari perilaku semena-mena pemerintah. Dengan demikian
konstitusionalisme melahirkan suatu konsep lainnya yang disebut sebagai “negara konstitusional” atau (the
constitutional state), dimana undang-undang dasar menjadi instrument yang paling efektif dengan
menjalankan konsep Rule of Law atau Negara Hukum (Rechtsstaat).[1]
Konstitusionalisme mendasari gagasannya pada ide, kedaulatan hukum yang lahir
dari konsensus yang melibatkan seluruh rakyat atau perwakilan daripada rakyat untuk menyusun konstitusi
yang menjadi landasan kehidupan bernegara. Konstitusionalisme juga menekankan pada aspek Kedaulatan
Rakyat, karena menurut cara pandang konstitusionalis, kekuasaan tertinggi ada pada rakyat, dan negara
harus bekerja untuk rakyat sesuai dengan undang-undang yang telah diakui bersama.

Anda mungkin juga menyukai