Banyak orang menganggap kedulatan sebagi sifat ciri yang hakiki dari Negara.
Dalam pada itu, biasanya mereka mengadakan perbedaan antara kedaulatan Negara
(sebagai purusa hukum) dan kedaulatan pendukung kekuasaan Negara. Dari yang hal-
hal yang lalu jelaslah bahwa pembagian tersebut tak mempunyai dasar yang riil.
Sebagai sifat ciri-ciri pengertian kedaulatan kurang layak dipakai, karena pengertian ini
bersifat mudah berubah, tidak tentu. Arti pengertian kadaulatan berubah sepanjang
waktu. Pada waktu ini, pengertian itu sama sekali tidak tentu, karena kini banyak
tidak hanya raja yang bedaulat, melainkan juga “baroin” yang menjalankan kekuasaan
pemerintah dalam daerahnya sebagai “vazal” raja: Voirs est que la rois est sovrains par
desor taous. Jadi berdaulat atau souverein (dari kata superanus atau superior) adalah
kekuasaan baron, maka arti kedaulatan berubah menjadi superlatief (supremus). Hanya
rajalah yang berdaulat pada waktu itu. Jean Bodin (1530-1569), ialah yang pertama-
tama memberi definisi yang tegas tentang pengertian kedaulatan yang baru itu, dan
mengangkat pengertian itu sebagi sifat ciri Negara. Dalam karangannya “six livres de la
république” (1576), Negara diuraikannya sebgai berikut: “la république est droit
1
L.J. Van Apeldoorn, Pengertian Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009, hlm. 295
souveraine”. Dan kedaulatan menurut belaiau adalah “la puissance absolue et
Daripadanya orang menarik kesimpulan, bahwa kedaulatan harus mempunyai tiga sifat:
Kedaulatan tak dapat dipecah-peca karena dalam suatu Negara hanya terdapat
satu kekuasaan tertinggi. Kedaulatan harus asli karena kekuasaan yang tertinggi tak
dapat berasal dari kekuasaan yang lebih tinggi, yang dapat membatasi kekuasaan itu.4
Jean Bodin merupakan “bapak ajaran kedaulatan” atau “peletak dasar ajaran
kedaulatan”. Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah kekauasaan tertinggi terhadap para
warga negara dan rakyatnya, tanpa ada suatu pembatasan apapun dari undang-undang.
Kedaulatan juga merupakan kekasan tertinggi untuk menentukan hukum dalam negara.
Jean Bodin juga beranggapakan bahwa tidak ada kedaualatan yang bersifat mutlak,
yangada hanyalah kedaulatan terbatas baik diluar maupun didalam negaranya, tetapi
menyelenggarakan segala sesauatu yang menuju kepada kepetingan jasmani dan rohani
dari anggota – anggota negara ( warga negara ), kekuasaan ini ada padda rakyat sebagai
kesatuan”.
2
L.J. Van Apeldoorn, Pengertian Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009, hlm. 295
3
L.J. Van Apeldoorn, Pengertian Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009, hlm. 296
4
L.J. Van Apeldoorn, Pengertian Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 2009, hlm. 296
5
Usep Ranawidjaja, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Ghalla Indonesia, 1983, hlm.182
Terdapat 5 bentuk teori kedaualatan berdasarkan siapa yang memiliki kekuasaan
a. Kedaulatan Tuhan
b. Kedaulatan Raja
c. Kedaulatan Negara
d. Kedaulatan Rakyat
e. Kedaulatan Hukum
penentu kebijakan publik (public policy). Kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh sistem
demokrasi. Demokrasi sendiri berasal dari kata Demos = rakyat dan Cratein =
sebuah Negara berdasarkan kontrak sosial yang terbagi atas dua bagian yaitu factum
unionis (perjanjian antar rakyat) dan factum subjectionis (perjanjian antara rakyat
selanjutnya pasal 1 ayat (2) berbunyi: “kedaualtan adalah ditangan rakyat dan
satu pelaksanaan dari kedaulatan rakyat adalah pemilihan umum yang dilaksanakan
setiap lima tahun sekali. Pemilu tahun 2004 terakhir kali merupakan pemilu yang baru
kepada seluruh rakyat Indonesia untuk memilih salah satu pasangan calon presiden dan
wakil presiden. Kejadian ini merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam
Kedaulatan Rakyat
manusia dengan moralitas yang tidak dibuat-buat justru waktu manusia berada dalam
lembaga- lembaganya. Pada saat itu, manusia beralih menjadi harus taat pada peraturan
yang dibuat oleh penguasa yang mengisi kelembagaan dalam masyarakat. Peraturan itu
menjadi membatasi dan tidak bermoralitas asli karena dibuat oleh penguasa. Dengan
alamiah dan bermartabat? Menurut Rousseau hanya ada satu jalan: kekuasaan para raja
dan kaum bangsawan yang mengatur masyarakat barus ditumbangkan dan kedaulatan
rakyat harus ditegakkan. Kedaulatan rakyat berarti bahwa yang berdaulat terhadap
rakyat hanyalah rakyat sendiri. Tak ada orang atau kelompok yang berhak untuk
meletakan hukumnya pada rakyat. Hukum hanya sah bila ditetapkan oleh kehendak
rakyat.
Faham kedaulatan rakyat adalah penolakan terhadap faham hak raja atau
golongan atas untuk memerintah rakyat. Juga, penolakan terhadap anggapan bahwa ada
Akan tetapi pertanyaan berikutnya adalah: yang manakah kehendak rakyat itu?
Bukankah rakyat adalah ratusan juta individu (di Indonesia) yang masing-masing punya
kemauan dan jarang sekali atau tak pernah mau bersatu? Rousseau menjawab
pertanyaan ini dengan teori Kehendak Umum. Menurut teori ini: sejauh kehendak
manusia diarahkan pada kepentingan sendiri atau kelompoknya maka kehendak mereka
tidak bersatu atau bahkan berlawanan. Tetapi sejauh diarahkan pada kepentingan umum,
bersama sebagai satu bangsa, semua kehendak itu bersatu menjadi satu kehendak, yaitu
kehendak umum.
Kepercayaan kepada kehendak umum dari rakyat itu lah yang menjadi dasar
umum itu. Tidak ada perwakilan rakyat oleh karena kehendak rakyat tidak dapat
perundangan yang diputuskannya. Pemerintah hanya sekedar panitia yang diberi tugas
melaksanakan keputusan rakyat. Karena rakyat memerintah sendiri dan secara langsung,
maka tak perlu ada undang-undang dasar atau konstitusi. Apa yang dikehendaki rakyat
Kehendak umum disaring dari pelbagai keinginan rakyat melalui pemungutan suara.
Keinginan yang tidak mendapat dukungan suara terbanyak dianggap sebagai tidak
umum dan akihirnya harus disingkirkan. Kehendak yang bertahan sampai akhir proses
Jadi untuk berpolitik dan bernegara diperlukan kemurnian hati yang bebas dari segala
Franz Magnis Suseno (1992: 83-85): Pertama, tidak dikenalnya konsep perwakilan
rakyat yang nyata. Rousseau lebih menekankan pada kebebasan total rakyat dan
berasumsi bahwa kehendak rakyat tidak dapat diwakilkan. Kedua, tidak adanya
Kedua kelemahan ini telah mengantarkan pada suatu tragisme kehendak umum,
sebagaimana terjadi di Perancis, sekitar 200 tahun lampau. Pada saat itu, kehendak
bebas dan total rakyat telah menjatuhkan rezim otoriter Louis XVI tetapi di lain sisi
Teori kedaulatan negara merupakan salah satu teori kedaulatan yang menyatakan
bahwa kedaulatan itu ada pada negara. Negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala
sesuatu harus tunduk pada negara . Negara disini dianggap sebagai suatu keutuhan yang
menciptakan peraturan–peraturan hukum, jadi adanya hukum itu akibat dari adanya
negara, dan tiada satu hukumpun yang berlaku jika tidak dikehendaki oleh negara.
Penganut teori kedaulatan negara ini antara lain adalah Jean Bodin, dan Georg Jellinek.
menyatakan bahwa kekuasaan tertinggi ada pada negara, tidak melihat kekuasaan
tersebut bersifat absolut, maupun bersifat terbatas, dan ini harus dibedakan dengan
pengertian ajaran staat-absolutisme. Karena dalam ajaran staat- souvereiniteit itu pada
prinsipnya hanya dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi itu ada pada negara, kekuasaan
tertinggi ini mungkin bersifat absolut , tetapi mungkin juga bersifat terbatas . sedangkan
dalam ajaran staat-absolutisme dikatakan bahwa kekuasaan itu bersifat absolut , jadi
berarti tidak mungkin bersifat terbatas, dalam arti bahwa negara itu kekuasaanya
meliputi segala segi kehidupan masyarakat, sehingga mengakibatkan para warga negara
Teori kedaulatan negara ini juga dikemukakan oleh georg jellinek. Pada
pokoknya jellinek mengatakan bahwa hukum itu adalah merupakan penjelmaan dari
pada kehendak atau kemauan negara. Jadi juga negaralah yang menciptakan hukum,
maka negaralah dianggap sebagai satu – satunya sumber hukum, dan negaralah yang
memiliki kekuasaan tertinggi atau kedaulatan. Sehingga diluar negara tidak ada satu
organpun yang berwenang menetapkan hukum. Maka dalam hal ini lalu berarti bahwa
adat kebiasaan, yaitu hukum yang tidak tertulis maupun peraturan yang tidak
dikeluarkan negara atau dibuat oleh negara dianggap bukanlah sebuah hukum, yang
demikianlah pendapat yang dibenarkan oleh Jean Bodin , sedangkan menurut pendapat
Georg Jellinek adat kebiasaan dan hukum – hukum lainnya itu dapat menjadi hukum,
apabila hukum–hukum itu sudah ditetapkan oleh negara sebagai sebuah hokum. Negara
adalah satu-satunya sumber hukum. Oleh sebab itu kekuasaan tertinggi harus dimiliki
oleh negara.6
Kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak atau absolut, akan tetapi pada
batas–batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain, yang diatur dalam
Hukum Internasional. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan istilah kedaulatan
Internasional, negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan menghormati
Jean Bodin menyatakan bahwa kedaulatan merupakan atribut dan ciri khusus
dari suatu negara. Tanpa adanya kedaulatan, maka tidak akan ada yang dinamakan
6
Abu Daud Busroh, Ilmu negara hal 71
7
Suryo sakti hadiwijoyo,perbatasan negara dalam dimensi Hukum Internasional. Hlm. 41.
negara8. Ia juga menyatakan bahwa kedaulatan tersebut mengandung satu – satunya
kekuasaan sebagai:
2) Tertinggi, tidak ada kekuasaan lain yang lebih tinggi yang dapat
membatasi
3) kekuasaannya;
5) Tidak dapat dibagi – bagi karena hanya ada satu kekuasaan tertinggi saja;
(tiga) aspek utama yaitu: Pertama, kedaulatan internal (kedalam). Kedaulatan secara
internal memiliki pengertian bahwa hal itu merupakan kewenangan tertinggi yang
dimiliki oleh sebuah negara di dalam wilayah kekuasaannya. Kedaulatan internal berarti
merupakan kekuasaan tertinggi suatu negara untuk mengatur masalah – masalah dalam
negerinya. Kedaulatan internal dari suatu Negara diwujudkan dalam otoritas negara
dalam menentukan bentuk negara, bentuk system pemerintahan yang dipilih oleh negara
tersebut, system politik, kebijakan – kebijakan dalam negeri, maupun hal–hal yang
8
Fred isjwara, Pengantar Ilmu Politik, Binacipta , bandung , 1996, hlm. 108.
9
Muchtar Affandi, ilmu – ilmu Negara , Alumni , Bandung, 1971, hlm. 160.
10
Nkambo Mugerwa, Subjects of International Law, Edited by max Sorensen, Mac Millan, New York,
1968. P.253.
Ke-dua, kedaulatan eksternal (ke luar). Pengertian kedaulatan secara eksternal
kemampuan suatu negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara lain dan menjalin
kekuasaan penuh dan ekslusif yang dimiliki oleh negara atas individu – individu dan
Menurut sejarah, teori kedaulatan tuhan adalah teori kedaulatan paling tua
dibandingkan dengan teori kedaulatan lainnya. Dalam teori kedaulatan tuhan, tuhan lah
yang mempunyai kuasa terhadap segala alam dan manusia dimuka bumi. Paham
kedaulatan ini berkembang pada abad pertengahan, yakni antara abad V sampai abad
XV masehi.
Hal ini terjadi seiring perkembangan agama Kristen di Eropa. Yang awalnya
karena menjadi kelompok agama yang mempunyai pengaruh besar dalam negara -
menjadi agama resmi negara. Dari pengakuan ini masih menyisakan masalah yakni
masalah antara kelompok politik dan kelompok agama. Karena kelompok politik
mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap negara mencakup loyalitas terhadap dewa-
dewa negara, hal ini ditolak oleh kelompok agama karena bertentangan dengan doktrin
terhadap penganutnya yang kemudian menjadi organisasi keagamaan, yakni gereja dan
Salah satu tokoh teori kedaulatan tuhan adalah St. Augustinus yang menyatakan
bahwa yang mewakili Tuhan di dunia dan juga dalam suatu negara adalah Paus. Antara
kekuasan raja dan Paus itu sama, maka ada pembagian wilayah kekuasaan. Dalam
pembagian ini raja berkuasa dalam wilayah kedunawian dan paus berkuasa dalam
berada di tangan raja sebagai wakil Tuhan untuk melaksanakan kedaulatan atau
memegang kedaulatan di bumi. Namun dalam karya Unam Sanctam, meyatakan bahwa:
berada di tangan Gereja.... Karenanya satu pedang harus berada dibawah pedang lainnya
dan kekuasaan dunia tunduk pada kekuasaan spiritual… Oleh karenanya, jika kekuasaan
bumi menyimpang, ia harus dihakimi oleh kekuasaan spiritual.. Tetapi jika kekuasaan
tertinggiu menyeleweng, ia hanya bisa dihakimi oleh Tuhan, bukan oleh manusia.”13
Dari karya tersebut menurut beberapa komentator menjadi dasar bagi Paus untuk
11
Henry J Schmandt, Filsafat Politik; Kajian Historis hlm. 141-142.
12
Sochino, Ilmu Negara, hlm. 152
13
Dikutip dari Henry J Schmandt, Filsafat Politik; Kajian Historis hlm.177.
melakukan imperialisme kepada kerajaan-kerajaan yang tidak mau tunduk dibawah
tunduk dibawah kekuasaan geraja (baca ; Paus) karena dua hal pertama karena negara-
negara dibawah kekuasaan Paus takut akan kebesaran Gereja, kedua tidak adanya
Jadi kedaulatan Tuhan adalah Prinsip dasar teori kedaulatan tuhan (god-
souvereniteit) adalah bahwa kekuasaan dlm negara berasal dari tuhan oleh karena itu
seorang penguasa negara menjalankan kekuasaan nya dalam negara nya sebagai wakil
tuhan saja bukan menjalankan kekuasaan sendiri atau kekuasaan milik negara.
Timbulnya ajaran kedaulatan tuhan ini di sebabkan oleh kepercayaan orang beragama
bahwa tuhan lah yg menjadi maha pencipta langit dan bumi dengan segenap isi nya,
15
sehingga tuhan lah yg mempunyai kekuasaan tertinggi di semesta ini. Pemikir yang
menganut teori ini adalah Augustinus, Thomas Aquinas, dan Marsilius. Dan mereka
beranggapan bahwa bukan persoalan siapa yang memiliki kekuasaan tertinggi atau
kedaualatan, karena mereka sepakat bahwa yang mempunyai kekauasaan tertinggi atau
Bahkan sampai abad ke-6, semua negara yang tercatat dalam sejarah selalu dipimpin
14
Nicollo Machiavelli, Il Principe ; Sang Penguasa, terj.C. Woekirsari. Cet. VI
(Jakarta : Gramedia Pustaka, 2002) hlm. 48.
15
Muchtar Affandi, Op. Cit., hlm.215
oleh penguasa yang bersifat tuturn temurun, yang biasa disebut sebagai Raja atau
Ratu. Negara pertama yang tercatat melakukan suksesi kepemimpinan tidak melalui
hubungan darah hanya di zaman sepeninggal nabi Muhammad saw yang kemudian
digantikan oleh Khalifah Abubakar Shiddiq, dilanjutkan oleh Umar ibn Khattab,
Usman ibn ‘Affan, dan terakhir Ali ibn Abi Thalib sebelum akhirnya kembali lagi ke
sistem kerajaan. Karena itu, dapat dikatakan bahwa negara Madinah selam periode
keempat khalifah inilah yang disebut sebagai negara yang berbentuk republik yang
Dalam konsep kedaulatan raja ini, Raja lah yang dipandang mempunyai
kekuasaan tertinggi atas apa saja. Karena besarnya kekuasaan para raja itu, berkembang
pula pengertian mengenai imperium yang dibedakan dari dominion. Seperti dikatakan
oleh Montesquieu, ‘imperium’ merupakan konsep ‘rule over individuals by the prince’,
sedangkan dominium atau ‘dominion’ merupakan ‘rule over things by the individuals’.
Namun, jika kedua pengertian itu berhimpun jadi satu, maka sang Raja sudah dipastikan
menjadi tiran yang tidak dapat dikendali oleh apapun dan siapapun. Tentu, di zaman
dunia sekarang ini. Akan tetapi, semua kerajaan-kerajaan yang masih ada itu, pada
zaman sekarang, konsep kedaulatan rakyat tidak lagi dikaitkan dengan kedaulatan
16
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 87-88
negara kerajaan dewasa ini berhasil membedakan dan memisahkan antara fungsi kepala
tetapi hukum tertinggi yang berlaku adalah konstitusi. Dengan demikian, dewasa ini,
tidak ada masalah dengan pengertian umum mengenai kerajaan yang menganut paham
kedaulatan raja, karena pada saat yang sama kerajaan-kerajaan itu dapat mengadopsi
kerajaan di eropa mulai memudar. Raja sebagai penguasa dalam sistem negara monarki
hal ini berasal dari asumsi rakyat menyerahkan kekuasan meraka kepada raja untu
mengatur kehidupan warga negara. Awalnya konsep ni dapat diterima oleh rakyat.
Namun, lama kelamaan kekasaan raja yang dominan membawa rakyat kearah yang
tidak memberikan ruang dan hak kebebasan dan kemerdekaan bagi rakyat. Dengan
kondisi yang merugikan rakyat kemudian kekuasaan raja yang dominan dibatasi.
17
Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, hlm. 5-6
a. Die Lehre der Rechtssouvereinitet, Betrag zur Staatslehre (1906);
b. De moderne Staatsidee (1916; terjemahannya dalam bahasa Jerman dikeluarkan
tahun 1919 dan dalam bahasa Inggris tahun 1922);
c. Het Rechtsgezag (1917); d. De Innerlijke waardesder Wet (terjemahkan di Lei
den 1924).18
“Hukum itu sama sekali tidak tergantung dari kehendak manusia, bahkan hukum adalah
suatu hal yang terlepas dari keinginan manusia. Hukum terdapat dalam kesadaran
hukum tiap-tiap orang. Kesadaran hukum itu tidaklah dipaksakan dari luar, melainkan
dirasakan orang dalam dirinya sendiri. Kesadaran itu memaksa orang untuk
menyesuaikan segala tindakkannya dengan kesadaran hukum itu”.19
19
Muchtar Affandi, 1971, Himpunan Kuliah Ilmu Ilmu Kenegaraan, Alumni, Bandung, h. 166-167
20
Sunarjati Hartono, 1969, Apakah The Rule Of Law itu?, Alumni, Bandung, h. 45
21
H. Salim, HS, 2012, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajagrafindo Persada, Cetakan Kedua,
Jakarta, h. 135.
Krabbe mendalilkan bahwa hukum bukanlah ketentuan-ketentuan yang dibuat
penguasa. Penguasa hanya memberikan perumusan formil saja kepada hukum yang
telah ada pada kesadaran hukum orang, malahan sebaliknya kekuasaan penguasa pun
berasal dari hukum dan harus sesui dengan kesadaran hukum orang. Kelemahan dari
Teori Kedaulatan Hukum ini adalah bahwa anggapan tentang hukum, yaitu anggapan
tentang apa yang adil dan apa yang tidak adil, tidaklah mutlak sama pada semua orang
sehingga hukum tidak sama dan secara mutlak pada setiap tempat dan setiap waktu, Hal
ini ditegaskan oleh Rodee, Anderson dan Christol dalam buku mereka “Introduction to
Political Science” yang dikutip oleh Muchtar Affandi mereka berkata. „A basic
difficulty is, that law means so many differen things to so many different persons at so
many different times and places”.22
Jellinek dengan teori Selbstbindung, yaitu suatu teori yang menyatakan bahwa
negara dengan sukarela mengikatkan diri atau mengharuskan dirinya tunduk kepada
hukum sebagai penjelmaan dari kehendak sendiri23. Teori Jellinek ini merupakan bentuk
kritik terhadap teori Krabbe, bahwa bukanlah negara yang memiliki kedaulatan
melainkan kesadaran hukum yang memiliki kedaulatan. Padangan ini kemudian
dibantah oleh Krabbe dengan mengatakan hukum yang berasal dari kesadaran hukum
individual memiliki cara berlaku dan kekuatannya mengikat negara, karena perasaan
kesusilaan, estetika, dan keagamaan.
Teori Krabbe dapat disanggah oleh Struycken, dalam bukunya “Recht en Gezag
Critiche Bescchauwing van Krabe‟s Moderne Staatsidee” 24. Struycken mengatakan
bahwa rasa hukum individu tidak dapat dijadikan sumber hukum karena ia selalu
berubah pada setiap waktu, pandangan Struycken sejalan dengan Rodee, Anderson dan
Christol sebagai telah disinggung di atas. Namun, A.M. Doner ikut memperkuat Teori
Krabbe, ia mengatakan tunduknya negara terhadap hukum sebagai “de doordringing van
de staat met het recht artinya hukum mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara.
22
Muchtar Affandi, 1971, Himpunan Kuliah Ilmu Ilmu Kenegaraan, Alumni, Bandung, hlm. 167
23
Dossy Iskandar & Bernard L. Tanya, 2005, Ilmu Negara “Beberapa Isu Utama”, Srikandi, Surabaya,
hlm.127
24
Dossy Iskandar & Bernard L. Tanya, 2005, Ilmu Negara “Beberapa Isu Utama”, Srikandi, Surabaya,
hlm. 128
Selain itu, Peperzak25, menilai, sumber hukum berasal dari kesadaran hukum
masayarakat tidak lain sebagai kristalisasi moral sehingga setiap pihak secara moral
pula harus mentaati hukum “hance the feeling that there is amoral duty to obey the
law”…). Hal senada juga dikatakan oleh Lawrence M. Friedman bahwa “tidak ada siapa
pun bahkan Walikota Mephis, Gubernur New York, Presiden, dan Mahkamah Agung itu
sendiri, yang benar-benar tertinggi secara mutlak adalah hukum.26
Benih Teori Kedaulatan Hukum dari Krabbe ini sesungguhnya sudah ditabur
oleh Aristoteles sejak zaman Yunani kuno. Aristoteles bahkan sampai pada suatu
kesimpulan, bahwa salah satu kriteria dari suatu negara yang baik adalah harus terlihat
secara formal dianutnya kedaulatan hukum oleh negara itu. Lebih jauh Aristoteles
mengatakan, tidaklah benar apa yang dikemukakan oleh Plato bahwa pemerintah yang
berdasarkan hukum dapat diganti dengan pemerintah oleh penguasa yang bijaksana,
sebab penguasa yang bagaimanapun bijaksananya tidak dapat menggantikan hukum
karena hukum mempunyai sifat yang terlepas dari perseorangan. Hukum adalah akal
yang tidak dapat dipengaruhi oleh keinginan, demikian pandangan Aristoteles untuk
menguatkan teorinya tentang negara hukum.
Inti teori kedaulatan hukum yang mengajarkan tunduknya negara kepada hukum,
membawa konsekuensi bahwa setiap kekuasaan yang ada dalam negara harus tunduk
tehadap hukum. jadi hukum merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara, oleh karena
itu berpegang pada inti teori kedaulatan hukum, maka kekuasaan kehakiman pun harus
tunduk pada hukum. konsekuensi semua kekuasaan yang berada di bawah tetanan
negara hukum juga harus tunduk pada hukum. pada awalnya pemikiran negara hukum
muncul sejak zaman Yunani kuno yang dikemukakan oleh Plato dengan konsepnya
bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan
hukum yang baik yang disebut dengan istilah Nomoi. Gagasan Plato tentang negara
hukum ini semakin tegas ketika didukung oleh muridnya Aristoteles dengan karyanya
25
Dossy Iskandar & Bernard L. Tanya, 2005, Ilmu Negara “Beberapa Isu Utama”, Srikandi, Surabaya,
hlm. 128
26
Lawrence M. Friedman, 2001, Hukum Amerika Sebuah Pengantar “American Law An Introduction”
diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Tatanusa, Edisi Kedua, Cetakan Pertama, Jakarta, h. 17
Politica, menurut Aristoteles suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah
dengan konstitusi dan kedaulatan hukum. Ada tiga unsur dari pemerintah yang
berkonstitusi, yaitu: Pertama, Pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum;
Kedua, pemerintah dilaksanakan menurut hukum didasarkan pada ketentuan-ketentuan
umum; Ketiga, Pemerintah berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas
kehendak rakyat. Dalam kaitan dengan konstitusi Aristoteles mengatakan bahwa
konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara, dan menentukan apa
yang dimaksud dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat selain
itu konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur negara menurut
aturan tersebut.