JURNAL ILMIAH
OLEH :
NINDY PRAFINA
D1A.014.247
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2018
HALAMAN PENGESAHAN
OLEH :
NINDY PRAFINA
Menyetujui,
ABSTRAK
ABSTRACT
PENDAHULUAN
lain, yang ada kaitannya dengan jual beli barang atau jasa sehingga bisa
pertama kali dikenal di Benua Eropa yang kemudian berkembang di Asia dan
kretek antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Seperti yang telah kita ketahui
Kemudian tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk
Settlement Body.
masalah yang telah ditentukan maka untuk meghindari agar jangan sampai
timbul suatu pembahasan yang nantinya keluar dari pokok permasalahan dalam
kaitannya dengan judul yang telah dipilih dimana di dalam penyimpulan bahan
hukum guna menjawab permasalahan penelitian secara deduktif yaitu dari hal
PEMBAHASAN
Settlement Body
Multilateral Trade Negotiations: The Legal Text, 404 (1994), 32 ILM 1144
(DSU) telah ditetapkan dalam perjanjian WTO sebagai salah satu regulasi
menguatkan solusi positif mengenai sengketa. Dalam tahap ini para pihak
Panels)
reference dan komposisi panel juga diajukan. Panel harus segera disusun
dalam waktu
30 hari pembentukan.
Laporan panel diterima oleh DSB dalam waktu 20 hari sejak dikeluarkan.
(Appelate Body) yang dibentuk oleh DSB. Badan ini meliputi 7 orang yang
Serikat (AS) dimulai ketika Presiden AS pada saat itu, Barrack Obama
and Tobacco Control Act (FSPTCA) pada tanggal 22 Juni 2009 yang
ini merubah pasal 907 (a) (1) (A) Federal Food, Drug and Cosmetic Act
(FFDCA) dan resmi menjadi hukum dan berlaku aktif sejak 22 September
5 Simon Tumanggor, Pelaksanaan Putusan Dispute Settlement Body WTO Yang
Memenangkan Indonesia Dalam Kasus Larangan Impor Rokok Berperasa Oleh Amerika Serikat,
http://jdih.kemendag.go.id/, April 2013
9
sesuai dengan ketentuan WTO karena rokok kretek dan menthol adalah
produk sejenis dan keduanya memiliki daya tarik yang sama bagi kaum
muda. Tetapi pemerintah Amerika tidak menerima dan tidak puas terhadap
hasil putusan panel yang dikeluarkan pada tanggal 2 September 2011 dan
hanya melakukan kampanye anti rokok menthol produk AS, tetapi tidak
Settlement Body yang telah disahkan pada dasarnya bersifat final dan
oleh para pihak yang bersengketa. Tetapi dalam praktiknya, masih ada
para pihak yang tidak melaksanakan putusan dari Dispute Settlement Body,
seperti Amerika Serikat yang dalam kasus ekspor rokok kretek ini hanya
hanya melakukan kampanye anti rokok menthol produk AS, tetapi tidak
PENUTUP
penulisan jurnal ilmiah ini, maka dapat diambil kesimpulan yaitu, (1)
Body diawali dengan proses: (a) konsultasi yang dilakukan oleh Indonesia (negara
pembentukan
Panel yang diajukan oleh negara yang mengadukan; (c) prosedur pelaksanaan
Panel; (d) penerimaan laporan Panel oleh Dispute Settlement Body; (e) peninjauan
prosedur yang telah ditetapkan oleh Dispute Settlement Body. Kekuatan hukum
putusan dari organ subsidiary (Panel dan Appellate Body) Dispute Settlement
Body yang telah disahkan bersifat final dan mengikat yang artinya putusan
tersebut harus diterima dan dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa.
ingin menyampaikan saran yang semoga bermanfaat diantaranya, (1) para pihak
lebih mengetahui dan memahami terlebih dahulu apa saja yang menjadi dasar
12
aturan perdagangan internasional yang diatur oleh WTO. Para pihak harus
memahami betul apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya, mengerti
mengenai isi perjanjian/kontrak internasional yang dibuat, dan hal-hal lain yang
internasional. (2) kekuatan hukum putusan Dispute Settlement Body (DSB) dalam
mengikat. Tetapi, dalam praktiknya masih ada pihak yang bersengketa (negara
anggota
WTO) yang tidak mematuhi dan melaksanakan hasil putusan Dispute Settlement
Body (DSB), sehingga tidak jarang muncul sengketa baru yang disebabkan oleh
hal ini, seperti sengketa ekspor-impor rokok kretek antara Indonesia dengan
Amerika Serikat. Oleh karena itu, hendaknya GATT/WTO lebih tegas dalam
menangani hal semacam ini dan Dispute Settlement Body (DSB) lebih dapat
memantau para pihak yang kalah untuk melaksanakan putusannya agar tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
2. Peraturan Perundang-undangan
3. Internet