1. Kewenangan langsung maupun yang tidak langsung dari Tuhan Semesta Alam, yang
diterapkan dalam bentuk konstitutif dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan
negara (Teori Teokrasi)
2. Kekuatan jasmani maupun rohani, serta materi (finansial) yang diefektifkan sebagai alat
berkuasa, dalam bentuknya yang modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma
para rohaniawan yang berpolitik, atau dalam bentuk money politics (Teori Kekuatan);
3. Ada perjanjian, baik yang dipersepsi sebagai perjanjian perdata maupun publik, serta
adanya pandangan dari perspektif hukum keluarga dan hukum benda ( Teori Yuridis).
Secara rasional, pemerintah mana pun di dunia tidak mungkin lagi menyadarkan klaim
wewenang dan kekuasaannya atas dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif
atau mitos-mitos feodlistik maupun teokratik. Klaim-klaim yang bersifat tidak rasional dan
dipaksakan semakin lama akan semakin ditinggalkan sejalan dengan kemajuan gerakan-gerakan
pemikiran kritis filsafat dan politik serta perkembangan teknologi yang menafikan irasionalitas.
Dapat disimpulkan bahwa tanpa legitimasi yang rasional dan objektif, suatu negara tidak akan
mungkin berjalan efektif.
Secara garis besar ada empat teori legitimasi yang menjadi pembenaran (dasar pembenar)
kekuasaan negara, yaitu sebagai berikut.
A. Legitimasi Teologis
Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara selalu benar, sebab negara
diciptakan oleh Tuhan, ada yang secara langsung / tidak langsung.
- Negara secara tidak langsung adalah dimana penguasa berkuasa mendapat kodrat dari
Tuhan
Preidrich Julius Stahl mengatakan negara itu timbul dari takdir Illahi. Preidrich
Hegel, mengatakan negara adalah lau Tuhan di dunia.
B. Legitimasi Sosiologis
Menurut teori ini, siapa yang berkemampuan maka akan mendapat kekuasaan dan
memegang tampuk kekuasaan atau pemerintahan. Kekuatan yang meliputi jasmani,
rohani, materi dan politik.
Menurut Leon Dugut, yang memaksakan kehendak pada orang lain maka ialah
yang paling kuat. Baik kekuatan dari segi fisik, intelegensi, ekonomi dan agama.
C. Legitimasi Yuridis
Yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat, berjasa, bijaksana
(primus interparis).
Ialah hak milik, raja memiliki hak terhadap daerahnya, rakyat tunduk padanya.
- Hukum perjanjian
Perjanjian masyarakat :
Pendasaran keabsahan keberadaan negara secara etis dapat dilihat dari pendapat
Wolf dan Hegel. Pembentukan negara merupakan keharusan moral yang tertinggi (Wolf)
untuk mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu entitas politik yang
bernama negara (Hegel). Tindakan berkuasa dari negara dibenarkan karena negara
memang merupakan cita-cita manusia yang membentuknya. Dalam konteks Negara
Republik Indonesia, secara etis keberadaan negara juga dimaksudkan untuk merealisasi
tujuan-tujuan etis secara kolektif.
Dalam hal ini suatu regime pemerintahan negara sudah semestinya berdiri tegak
di atas legitimasi yang kokoh (penuh). Legitimasi yang kokoh ini tidak hanya bersifat
sosiologis- dalam arti mendapat pengakuan masyarakat- dan bersifat yuridis, dalam arti
berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis-ketatanegaraan tertentu, melainkan
lebih dalam lagi, yaitu absah (legitim) secara etisfilosofis.
Dalam hal ini perlu ditegasklan bahwa legitimasi politik tidak selalu sama dengan
legitimasi moral (etis-filosofis). Legitimasi politik secara sederhana dapat dipahami
sebagai legitimasi sosial (sosiologis) yang telah mengalami proses artikulatif dalam
institusi-institusi politik yang representatif.
Proses tarik-menarik kepentingan kekuasaan yang telah tersimpul menjadi
keputuan politik itu disebut memiliki legitimasi politik. Artinya, legitimasi politik dapat
dipahami pula sebagai legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses transformasi
politis. Sementara itu, legitimasi moral (etis) mempersoalkan keabsahan wewenang
kekuasaan politik dari segi norma-norma moral, bukan dari segi kekuatan politik riil yang
ada dalam masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas) tertentu.
Dengan demikian, “tidak seluruh legitimasi politik langsung dapat dikatakan
berlegitimasi etis”.
Selain teori-teori diatas ada beberapa teori mengenai tentang pembenaran Negara yaitu
sebagai berikut :
Menurut teori ini, negara itu ada karena suatu keharusan manusia.
Manusia tujuannya untuk kembali pada cita-cita absolut dan penjelmaan cita-cita
absolut manusia itu adalah negara. Negara dibenarkan karena dicita-citakan oleh
manusia.
- Teori Psycologis
Suatu legitimasi dapat pula mengalami krisis bila seseorang atau lembaga yang memiliki
legitimasi itu tidak memliki kecakapan (skill) yang cukup untuk melakukan pengelolaan
(manajemen) negara secara keseluruhan. Dalam hal ini legitimasi perlu diikuti oleh capability
dan capacity untuk mengimplementasikan program yang langsung menyentuh rakyat; rakyat
sebagai pemegang legitimasi tertinggi. Keamanan dan kesejahteraaan rakyat merupakan ukuran
utama dalam menilai kemampuan legitimasi kapabilitas pemerintahan negara.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kekuasaan yang legitimen (absah) tidak
selalu berbanding lurus dengan kecakapannya. Pemerintah yang sah (legitimed government)
tidak selalu cakap dalam mengelola negara adalah hal yang harus kita sadari sebagai hal yang
tersendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Nurtjahjo, Hendra. 2005. Ilmu Negara Pengembangan Teori Bernegara dan Suplemen.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
http://verdiferdiansyah.wordpress.com/2011/02/21/teori-pembenaran-negara/ diakses
pada pukul 8:42 PM ( 10/12/14)