Anda di halaman 1dari 21

N.E Algra et.

al mengemukakan arti harfiah


dari kaidah: Kaidah (atau norma) berasal dari
Bahasa latin : norma siku-siku
Suatu siku-siku mempunyai dua fungsi:
1. Alat bantu untuk mengkonstruksi sudut 90
derajat
2. Alat yang dapat dipergunakan untuk
memeriksa apakah suatu sudut yang telah
ada betul-betul 90 derajat.
Jadi secara sederhana kaidah atau norma
dapat digambarkan sebagai aturan tingkah
laku: sesuatu yang seharusnya atau sesuatu
yang seharusnya dilakukan oleh manusia
dalam keadaan tertentu. Ada yang
menyebutkan kaidah sebagai petunjuk hidup
yang mengikat.
1. Kaidah kesusilaan atau Moral
Menurut Sudikno Mertokusumo:
Kaidah kesusilaan berhubungan
dengan manusia sebagai individu
karena menyangkut kehidupan
pribadi manusia.
Salah satu ciri kaidah kesusilaan dibandingkan
dengan kaidah hukum adalah sifat kaidah
kesusilaan yang otonom, artinya diikuti atau
tidaknya aturan tingkahlaku tersebut tergantung
pada sikap batin manusia tersebut.
Sebagai contoh: Mencuri itu perbuatan yang
terlarang. Kaidah kesusilaan itu dituruti oleh
manusia, bukan karena manusia tadi takut pada
sanksi berdosa kepada Tuhan, melainkan kata
batinnya sendiri yang menganggap perbuatan itu
tidak patut dilakukan
2. Kaidah Agama
kaidah agama adalah aturan tingkahlaku yang
diyakini oleh penganutnya sebagai berasal dari
Tuhan.
Kaidah agama inipun masih dibedakan atas
kaidah agama khusus menghubungkan manusia
dengan Tuhan, dan kaidah agama yang khusus
mengatur hubungan manusia dengan sesama
manusia. Kaidah agama islam misalnya, masih
dibedakan atas kaidah dengan sanksinya di
dunia dan kaidah dengan sanksinya di akhirat
kelak.
3. Kaidah Kesopanan
salah satu perbedaannya dengan kaidah
kesusilaan/moral dalah karena kaidah
kesopanan jutru ditujukan pada sikap lahir
manusia, demi penyempurnaan dan
ketertiban masyarakat.
Sanksi bagi pelanggaran terhadap kaidah
kesopanan adalah berwujud teguran, celaan,
cemohan, pengucilan dan sejenisnya yang tidak
dilakukan oleh warga masyarakat secara
terorganisir, melainkan dilakukan secara sendiri-
sendiri oleh warga masyarakat tertentu.
Sebagai Contoh: Jika si A seorang gadis remaja
datang ke kampusnya dengan mengenakan
pakaian yang seronok, yang dianggap oleh
masyarakat kampusnya sebagai tidak sopan,
maka warga kampus akan memberi sanksi si A
dengan celaan, teguran, cercaan atau bahkan si A
dikucilkan dari pergaulan di kampusnya.
Persamaan dan perbedaan di antara keempat
kaidah sosial diatas, antara lain :
1. Kaidah Agama
Sumbernya dari Tuhan
Sanksinya bersifat internal, yaitu dosa (kecuali
kaidah Agama Islam karena Islam merupakan
suatu ajaran dunia dan akhirat, maka kaidah
islam pun memiliki sanksi eksternal yang
bersifat dari Tuhan, dan diterapkan di dunia
oleh pemimpin umat yang diberi wewenang
untuk itu)
Isinya ditujukan kepada sikap batin (kecuali
kaidah agama Islamjuga ditujukan kepada
sikap lahir)
Ada pendapat yang mengatakan kaidah
agama bertujuan demi kepentingan si
pelakunya, yaitu agar manusia bebas dari
azab dunia maupun akhirat.
Daya kerjanya lebih menitikberatkan kepada
kewajiban daripada hak.
2. Kaidah Kesusilaan/Moral
Sumbernya diri sendiri/otonom
Sanksinya bersifat internal, artinya berasal
dalam perasaan si pelaku sendiri
Isinya ditujukan pada sikap batin
Bertujuan demi kepentingan si pelaku, agar
dia menyempurnakan diri sendiri
Daya kerjanya lebih menitikberatkan pada
kewajiban
3. Kaidah Kesopanan
Sumbernya dari masyarakat secara tidak
terorganisir
Sanksinya bersifat eksternal dalam wujud
celaan, cercaan, teguran, atau/dan
pengucilan
Isinya ditujukan pada sikap lahir
Bertujuan untuk ketertiban masyarakat
Daya kerjanya lebih dititikberatkan pada
kewajiban
4. Kaidah Hukum
Sumbernya dari masyarakat yang diwakili
oleh suatu otoritas tertinggi dan terorganisisr
Sanksinya bersifat eksternal, dalam wujud
gantirugi perdata, denda, kurungan penjara
sampai hukuman mati
Isinya ditujukan mutlak pada sikap lahir
Bertujuan untuk ketertiban masyarakat
Daya kerjanya mengharmonisasikan hak dan
kewajiban
Kaidah Hukum sebagai salah satu kaidah sosial
mempunyai 2 sifat alternatif, yaitu:
1. Ada kemungkinan bersifat imperatif, yaitu
secara apriori wajib ditaati. Kaidah ini tidak
dapat dikesampingkan dalam suatu keadaan
konkrit, hanya karena para pihak membuat
perjanjian.
2. Ada kemungkinan bersifat fakultatif, yaitu
tidaklah secara apriori mengikat atau wajib
ditaati. Jadi kaidah yang bersifat fakultatif ini
merupakan kaidah hukum yang di dalam
keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh
perjanjian yang dibuat oleh para pihak
Mengenai usul-usul kaidah hukum, pada pokoknya
dapat dibedakan atas du macam:
1. Kaidah hukum yang berasal dari kaidah-kaidah
sosial lain di dalam msyarakat, yang dalam istilah
Paul Bohannan dinamakan: kaidah hukum yang
berasal dari proses double legitimacy atau
pemberian ulang legitimasi dari suatu kaidah
sosial non hukum (moral, agama, kesopanan)
menjadi suatu kadiah hukum.
Contohnya:
larangan membunuh telah dikenal sebelumnya
dalam kaidah agama, kaidah moral, dan melalui
proses pelembagaan kembali diubah menjadi
kaidah hukum yang dituangkan alam Pasal 338
KUH Pidana.
2. Kaidah hukum yang diturunkan oleh otoritas
tertinggi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat
pada saat itu, dan langsung terwujud dalam
wujud kaidah hukum, serta sama sekali tidak
berasal dari kaidah sosial lain sebelumnya.

Contohnya:
Undang-undang lalulintas dan angkutan jalan
Apa yang dimaksud Pospisil sebagai 4 atribut
hukum yang membedakannya dengan kaidah sosial
non hukum, adalah:
a. Attribute of authority yaitu bahwa hukum
merupakan keputusan-keputusan dari pihak-
pihak yang berkuasa dalam masyarakat
keputusan-keputusan mana ditujukan untuk
mengatasi ketegangan-ketegangan yang terjadi
de dalam masyarakat.
b. Attribute of intention of universal application:
yaitu bahwa keputusan-keputusan yang
mempunyai daya jangkau yang panjang untuk
masa mendatang
c. Attiribute of abligation: merupakan ciri yang
berarti bahwa keputusan-keputusan
pengawasan yang harus berisi kewajiban-
kewajiban pihak pertama terhadap pihak kedua
dan sebaliknya. Dalam hal ini semua pihak harus
masih dalam pengawasan hidup.
d. Attribute of sanction: yang menentukan bahwa
keputusan-keputusan dari pihak yang berkuasa
harus dikuatkan dengan sanksi, yang didsarkan
pada kekuasaan msyarakat yang nyawa.

Anda mungkin juga menyukai