Anda di halaman 1dari 14

TEORI PEMBENARAN NEGARA

Nama : Irma Salsabila


NPM : 2321101042
FAKULTAS HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MAJALENGKA 2023
KLS : 1C
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………2
KATA PENGANTAR…………………………………………………..3
BAB 1 : PENDAHULUAN……………………………………………..4
1.1.TEORI PEMBENARAN NEGARA ………………………………..5
1.2.PENGERTIAN TEORI PEMBENARAN NEGARA……………….6
BAB 2 : TEORI LEGITIMASI………………………………………….7
2.1.A.LEGITIMASI TEOLOGIS………………………………………..8
2.1.B.LEGITIMASI SOSIOLOGIS……………………………………..9
2.1.C.LEGITIMASI YURIDIS………………………………………….10
2.1.D.LEGITIMASI ETIS(FILOSOFIS)………………………………..11
BAB 3 : PENUTUP……………………………………………………..12
3.1.KESIMPULAN……………………………………………………..13
3.2.PENUTUP..…………………………………………………………14
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala


nikmatnya sehingga penulis dapat menyusun makalah
tentang”Teori Pembenaran Negara" dengan sebaik-baiknya.
Saya ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu, memfasilitasi, memberi masukan, dan mendukung
penulisan makalah ini sehingga selesai tepat pada waktunya.
Semoga dibalas oleh Allah Swt. dengan ganjaran yang berlimpah.
Meski penulis telah menyusun makalah ini dengan maksimal,
tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca sekalian.
Akhir kata, saya berharap makalah ini dapat menambah
referensi keilmuan masyarakat.

Majalengka, 30 Oktober 2023


BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1. TEORI PEMBENARAN NEGARA


1.2. PENGERTIAN TEORI PEMBENARAN NEGARA
Teori pembenaran Hukum biasa disebut dengan istilah
Rechtsvaardiging Theorieen : yaitu suatu teori yang membahas
dasar-dasar yang dijadikan alasan-alasan sehingga tindakan
penguasa negara dapat dibenarkan. Sebagaimana kita pahami
bahwa suatu pemerintahan negara tidak akan mungkin untuk
berjalan efektif tanpa adanya legitimasi yang penuh. Pemerintahan
negara dan alat perlengkapannya sebagai instrumen penataan
masyarakat yang memegang kekuasaan politik utama harus
memiliki pembenaran atau pendasaran yang sah(legitimasi) atas
kekuasaan yang dijalankannya agar ia dapat efektif
1. Kewenangan langsung maupun yang tidak langsung dari
Tuhan Semesta Alam, yang diterapkan dalam bentuk konstitutif
dan kepercayaan yang diformalkan dalam ketentuan negara
(Teori Teokrasi)
2. Kekuatan jasmani maupun rohani, serta materi (finansial)
yang diefektifkan sebagai alat berkuasa, dalam bentuknya yang
modern seperti kekuatan militer yang represif, kharisma para
rohaniawan yang berpolitik, atau dalam bentuk money politics
(Teori Kekuatan);
3. Ada perjanjian, baik yang dipersepsi sebagai perjanjian
perdata maupun publik, serta adanya pandangan dari perspektif
hukum keluarga dan hukum benda ( TeoriYuridis).
Secara rasional, pemerintah mana pun di dunia tidak mungkin
lagi menyadarkan klaim wewenang dan kekuasaannya atas
dasar kekuatan fisik angkatan perang (militer) yang represif
atau mitos-mitos feodlistik maupun teokratik. Klaim-klaim
yang bersifat tidak rasional dan dipaksakan semakin lama
akansemakin ditinggalkan sejalan dengan kemajuan gerakan-
gerakan pemikiran kritis filsafat dan politik serta
perkembangan teknologi yang menafikan irasionalitas. Dapat
disimpulkan bahwa tanpa legitimasi yang rasional dan objektif,
suatu negara tidak akan mungkin berjalan efektif.
Secara garis besar ada empat teori legitimasi yang menjadi
pembenaran (dasar pembenar) kekuasaan negara, yaitu sebagai
berikut.
BAB 2 : TEORI LEGITIMASI

2.1.A. LEGITIMASI TEOLOGIS


Teori ini beranggapan tindakan penguasa / negara selalu
benar, sebab negara diciptakan oleh Tuhan, ada yang secara
langsung / tidak langsung.
- Negara secara langsung adalah dimana penguasa wahyu dari
Tuhan
- Negara secara tidak langsung adalah dimana penguasa
berkuasa mendapat kodrat dari Tuhan
Preidrich Julius Stahl mengatakan negara itu timbul dari takdir
Illahi. Preidrich Hegel, mengatakan negara adalah lau Tuhan
di dunia.
Bangsa Indonesia mengakui kemerdekaan negaranya sebagai
rahmat Allah Yang Mahakuasa. Keberadaan negara juga
dibenarkan sebagai perpanjangan tangn dari kekuasaan Tuhan
yang memerintahkan hamba-Nya agar hidup teratur dalam
mengabdi pada-Nya. Bernegara merupakan manifestasi
pengabdian hamba terhadap Khaliqnya, Pandangan ini
kerapkali disebut teokratis. Namun, sebenarnya lebih tepat
dinyatakan sebagai teosentris (berorientasi kepada Tuhan)
sebagai wujud bangsa yang religius, yaitu bahwa Tuhan
diinsyafi telah memberikan berkah dan rahmat-Nya bagi
bangsa Indonesia merupakan wujud legitimasi teologis yang
kita sadari.
2.1.B.LEGITIMASI SOSIOLOGIS
Menurut teori ini, siapa yang berkemampuan maka akan
mendapat kekuasaan dan memegang tampuk kekuasaan atau
pemerintahan. Kekuatan yang meliputi jasmani, rohani, materi dan
politik.
Menurut Leon Dugut, yang memaksakan kehendak pada orang
lain maka ialah yang paling kuat. Baik kekuatan dari segi fisik,
intelegensi, ekonomi dan agama.
Menurut Pranz Oppenheimer bahwa negara merupakan
susunan masyarakat dimana golongan yang menang memaksakan
kehendak pada golongan yang ditaklukan, dengan maksud
mengatur kekuasaan dan melindungi ancaman dari pihak lain.
Pengakuan masyarakat atas adanya kekuasaan negara biasanya
terlihat dari kenyataan politik yang menunjukkan adanya kekuatan
kelembagaan negara yang menguasai peri kehidupannya sebagai
warga negara. Pengakuan ini kemudian menjadi persetujuan sosial
di mana rakyat tunduk kepada ketentuan-ketentuan negara.
Misalnya, negara dibenarkan dapat mengeluarkan ‘sertifikat hak
milik’ atas tanah untuk diberikan kepada warga negaranya yang
telah memiliki persyaratan untuk itu.
2.1.C.LEGISTIMASI YURIDIS
Teori ini membagi hukum 3 bagian :
- Hukum kekeluargaan (Patriarchal)
Yang diangkat sebagai kepala keluarga adalah orang yang kuat,
berjasa, bijaksana (primus interparis).
- Hukum kebendaan (Patrimonial)
Ialah hak milik, raja memiliki hak terhadap daerahnya, rakyat
tunduk padanya.
- Hukum perjanjian
Perjanjian masyarakat :
Menurut Thomas Hobbes (Pactum Uniones) : Manusia hidup
dalam kekuatan karena takut diserang manusia lainnya yang lebih
kuat keadaan jasmaninya. Sehingga diadakan perjanjian
masyarakat. Dalam perjanjian ini hanya rakyat dan rakyat.
Jhone Locke (Pactum Subjektiones): Raja berkuasa dapat
melindungi hak-hak rakyatnya, apabila raja sewenang-wenang
maka rakyat dapat meminta pertanggung jawaban dalam perjanjian
ini antara raja dan rakyat.
Menurut Jean Jecques Rousseau : Menurutnya kedaulatan
rakyat dan kekuasaan tidak pernah diserahkan pada raja-raja yang
hanya sebagai mandataris. Dalam perjanjian ini menyerahkan
kekuasaan antara rakyat dengan raja.
Pembenaran dari sudut hukum (yuridis) terlihat dari adanya
dasar hukum yang jelas (legalitas) atas keberadaan entitas negara.
Negara Republik Indonesia dengan proklamasi keberadaannya
sebagai nation-state baru.Entitas negara baru ini masuk dalam
pergaulan masyarakat hukum internasional pada tanggal 17
Agustus 1945. Dari sudut teori kontrak, proklamasi ini adalah
unilateral contract yang mendapat pengakuan dari dunia
internsional sebagai subjek hukum internasional baru yang
memiliki hak-hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat
hukum internasional. Keberadaan konstitusinya, UUD 1945,
menegaskan dasar yuridis eksistensi ketatanegaraannya sebagai
komunitas politik yang mandiri (independen); tidak berada di
bawah kedaulatan negara lain dan mampu mempertahankan
kemerdekaan secara politik maupun sosiologis. Keberadaan unsur-
unsur negara dan adanya pengakuan internasional menjadi dasar
legitimasi konstatasi de jure bagi Republik Indonesia.
2.1.D.LEGITIMASI ETIS (Filosofis)
Pendasaran keabsahan keberadaan negara secara etis dapat
dilihat dari pendapat Wolf dan Hegel. Pembentukan negara
merupakan keharusan moral yang tertinggi (Wolf) untuk
mewujudkan cita-cita tertinggi dari manusia dalam suatu entitas
politik yang bernama negara (Hegel).Tindakan berkuasa dari
negara dibenarkan karena negara memang merupakan cita-cita
manusia yang membentuknya. Dalam konteks Negara Republik
Indonesia, secara etis keberadaan negara juga dimaksudkan untuk
merealisasi tujuan-tujuan etis secara kolektif.
Dalam hal ini suatu regime pemerintahan negara sudah
semestinya berdiri tegak di atas legitimasi yang kokoh (penuh).
Legitimasi yang kokoh ini tidak hanya bersifat sosiologis- dalam
arti mendapat pengakuan masyarakat- dan bersifat yuridis, dalam
arti berlaku sebagai hukum positif dalam format yuridis-
ketatanegaraan tertentu, melainkan lebih dalam lagi, yaitu absah
(legitim) secara etisfilosofis.
Dalam hal ini perlu ditegasklan bahwa legitimasi politik tidak
selalu sama dengan legitimasi moral (etis-filosofis). Legitimasi
politik secara sederhana dapat dipahami sebagai legitimasi sosial
(sosiologis) yang telah mengalami proses artikulatif dalam
institusi-institusi politik yang representatif.
Proses tarik-menarik kepentingan kekuasaan yang telah
tersimpul menjadi keputuan politik itu disebut memiliki legitimasi
politik. Artinya, legitimasi politik dapat dipahami pula sebagai
legitimasi sosiologis yang telah mengalami proses transformasi
politis. Sementara itu, legitimasi moral (etis) mempersoalkan
keabsahan wewenang kekuasaan politik dari segi norma-norma
moral, bukan dari segi kekuatan politik riil yang ada dalam
masyarakat, bukan pula atas dasar ketentuan hukum (legalitas)
tertentu. Dengan demikian, “tidak seluruh legitimasi politik
langsung dapat dikatakan berlegitimasi etis”.
Legitimasi etis (filosofis) merupakan penyempurna akhir dari
kemauan dan kemampuan berkuasa. Walaupun seorang atau suatu
pemerintahan memilikibanyak legitimasi sebagai background
kekuasaannya, legitimasi akhir dan terus-menerus (kontinu)
merupakan legitimasi etisnya. Tanpa legitimasi etis yang kontinu
berpihak pada kepentingan kemanuasiaan, suatu kekuasaan
pemerintahan hanya menunggu waktu untuk dijatuhkan; apakah
itu lewat demonstrasi ‘people power’ , revolusi atau reformasi
(evolusi), maupun penggantian lewat mekanisme konstitusional;
yang jelas akan ada gerakan reformasi untuk mendudukkan
kekuasaan pada proporsi pertanggungjawaban politiknya yang
konkret dan etis.
Selain teori-teori diatas ada beberapa teori mengenai tentang
pembenaran Negara yaitu sebagai berikut :
- Teori Ethis / Teori Etika.
Menurut teori ini, negara itu ada karena suatu keharusan
manusia.
- Teori Absolut dari Hegel
Manusia tujuannya untuk kembali pada cita-cita absolut dan
penjelmaan cita-cita absolut manusia itu adalah negara. Negara
dibenarkan karena dicita-citakan oleh manusia.

- Teori Psycologis
Alasan pembenaran negara adalah berdasarkan unsur-unsur
psycologis manusia, misalnya dikarenakan rasa takut, sayang dan
lain-lain.
3.1.KESIMPULAN
Suatu legitimasi dapat pula mengalami krisis bila seseorang atau
lembaga yang memiliki legitimasi itu tidak memliki kecakapan
(skill) yang cukup untuk melakukan pengelolaan (manajemen)
negara secara keseluruhan. Dalam hal ini legitimasi perlu diikuti
oleh capability dan capacity untuk mengimplementasikan program
yang langsung menyentuh rakyat; rakyat sebagai pemegang
legitimasi tertinggi. Keamanan dan kesejahteraaan rakyat
merupakan ukuran utama dalam menilai kemampuan legitimasi
kapabilitas pemerintahan negara.
Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa kekuasaan
yang legitimen (absah) tidak selalu berbanding lurus dengan
kecakapannya. Pemerintah yang sah (legitimed government) tidak
selalu cakap dalam mengelola negara adalah hal yang harus kita
sadari sebagai hal yang tersendiri.
3.2.PENUTUP
Demikian makalah yang saya susun, Mohon maaf apabila ada
kesalahan dalam penulisan. Makalah ini saya susun atas dasar
memenuhi tugas dan kewajiban saya untuk mengerjakan. Terima
Kasih, Wassalamualaikum wr.wb.

Irma Salsabila,
2321101042

Anda mungkin juga menyukai