Anda di halaman 1dari 12

Nama : Afrilius Alvero Angga Saputra

STB / Absen : 5416 / 2

Prodi : Bimbingan Kemasyarakatan

Kelas :A

Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan

Bab 1
KONSEP NEGARA

A. Pengertian Negara
State dalam bhs inggris berarti negara, keadaan, dan kebesaran.
Negara adalah organisasi dalam wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi, mempunyai kedaulatan dan berhak menentukan tujuan
negaranya.
Negara dalam pandangan Plato adalah satuan yang terdiri atas
bagian yang saling melengkapi, ketergantungan dan bertindak
bersama untuk mencapai kebahagiaan. Negara menurut hukum
modern adalah sebagai sekelompok individu yang teratur, memiliki
daerah tertentu, kekuasaan, dan kedaulatan.
Berdasarkan dari pendapat yang ada dapat disimpulkan, negara
adalah manusia yang teroganisasi dalam suatu wilayah,
mempunyai kedaulatan, diperintah oleh seorang pimpinan yang
berkuasa diakui oleh rakyat dan masyarakat dunia, bahkan
kekuasaan memaksa melalui peraturan perundang-undangan
tertentu terhadap warganya untuk menyelenggarakan aktivitas
dalam upaya mencapai kesejahteraan material dan spiritual agar
memperoleh kehidupan bahagia lahir,batin, dunia, dan akhirat.

B. Hakikat Negara
Hakikat bermakna dasar atau inti sari yang menjadi suaru
kenyataan.
Teori hakikat negara, yaitu :
 Teori sosiologis : negara adalah organisasi orang-orang
untuk mengurus dan menyelenggarakan berbagai
kepentingan yang merupakan sarana mencapai tujuan
 Teori organis : negara adalah organisasi yang dipengaruhi
oleh hukum. Negara merupakan raga, pemikiran, dan
semangat nasional rakyat adalah jiwanya.
 Teori ikaan golongan : negara meupakan ikatan kelompok
orang-orang untuk mencapai tujuan negara yang merupakan
perimbangan berbagai kepentingan berdasar kepentingan
bersama.
 Teori hukum murni : negara adalah wadah yang diperlukan
untuk menegakkan norma hukum dan memelihara ketertiban
serta adanya hubungan subordinasi antara pemerintah
dengan yang diperintah
 Teori dua sisi : sisi sosiologik yaitu kesatuan hidup
masyarakat yang terpadu dan sisi yuridis-formal, yaitu
negara sebagai lembaga hukum yang memiiki organ-organ
dan ada struktur kelembagaan yang saling berhubungan.

C. Unsur-unsur Negara
 Wilayah, merupakan syarat utama berdirinya sebuah negara
tanpa wilayah mustahil sebuah negara dapat berdiri. Wilayah
merupakan tempat tinggal warga negara tersebut dan
disitulah merela beraktivitas untuk membangun negara agar
mencapai tujuan bersama yang diinginkan.
 Adanya kekuasaan atau kedaulatan tertinggi, pemerintah
yaitu suatu lembaga yang berfungsi mengurus dan mengatur
aktivitas negara untuk mencapai tujuan bernegara.
 Adanya warga negara, adalah penduduk berdasarkan
keturunan, tempat kelahiran dan undang-undang. Penduduk
juga dikenal dengan mereka yang mendiami suatu wilayah
negara tertentu yang didata oleh negara. Sementara,
masyarakat adalah sejumlah orang yang diikat oleh
kebudayaan yang sama. Masyarakat orang-orang yang
dibina oleh pemerintah suatu negara melalui administrasi
kependudukan, seperti masalah KTP.
 Pengakuan negara sendiri maupun dari negara lain tentang
eksistensi sebuah negara diperlukan, pengakuan

Pengakuan De Facto
Pengakuan de facto merujuk pada pengakuan atas keadaan atau situasi
yang sebenarnya. Dalam konteks hukum internasional, pengakuan de
facto diberikan kepada suatu entitas atau pemerintahan yang memiliki
kendali atau kekuasaan nyata atas wilayah atau populasi tertentu,
meskipun pengakuan ini belum tentu didasarkan pada legitimasi hukum
formal. Contoh yang sering muncul adalah ketika suatu pemerintahan
baru berhasil merebut kekuasaan melalui jalur non-konstitusional atau
revolusioner.

Negara-negara atau pihak-pihak lain dapat memberikan pengakuan de


facto untuk menjaga kepentingan politik, ekonomi, atau strategis mereka.
Meskipun pengakuan de facto tidak selalu diikuti oleh pengakuan de jure,
itu dapat memainkan peran penting dalam hubungan internasional dan
diplomasi.

Pengakuan De Jure
Pengakuan de jure, di sisi lain, merujuk pada pengakuan yang didasarkan
pada legitimasi hukum formal. Artinya, pengakuan de jure diberikan
kepada entitas atau pemerintahan yang diakui sebagai sah berdasarkan
norma-norma hukum internasional, konstitusi, atau perjanjian
internasional. Pengakuan de jure mengakui kedaulatan dan legalitas suatu
entitas secara resmi.

Proses pengakuan de jure sering kali melibatkan penilaian terhadap


kepatuhan suatu entitas terhadap norma-norma hukum internasional dan
prinsip-prinsip demokrasi. Negara-negara yang memberikan pengakuan
de jure biasanya telah melalui proses evaluasi mendalam terkait
kestabilan politik, penghormatan hak asasi manusia, dan kepatuhan
terhadap hukum internasional.

TEORI KEDAULATAN

1. Teori Kedaulatan Tuhan


Menurut teori ini, segala sesuatu yang terdapat di alam semesta berasal
dari Tuhan. Secara langsung, artinya Tuhanlah yang memegang
kekuasaan tertinggi yang biasanya dipersonifikasikan dalam pribadi
seorang penguasa yang dianggap sebagai Tuhan. Sementara, kedaulatan
Tuhan secara tidak langsung diwujudkan dengan kekuasaan yang
dipegang oleh wakil Tuhan di muka bumi atau diwujudkan melalui hukum
Tuhan sebagai sumber hukum tertinggi. Perwujudan kedaulatan Tuhan
melalui hukum dapat ditemui dalam ajaran agama yang tidak
melembagakan agama dalam bentuk personifikasi. Kedaulatan Tuhan
melalui aturan hukum ini lazim disebut sebagai Nomokrasi. Teori
Kedaulatan Tuhan umumnya dianut oleh raja-raja yang mengakui sebagai
keturunan dewa, contoh raja-raja mesir kuno, kaisar jepang dan cina, raja-
raja jawa pada zaman hindu.

2. Teori Kedaulatan Raja


Kekuasaan negara menurut teori ini, terletak ditangan raja ialah sebagai
penjelmaan kehendak Tuhan. Raja adalah bayangan dari Tuhan. Agar
negara kuat, raja harus berkuasa dengan mutlak dan tidak terbatas. dalam
teori kedaulatan raja ini posisi raja selalu berada diatas undang-undang.
Rakyat harus rela menyerahkan hak asasinya dan kekuasaannya secara
mutlak kepada raja.
Pandangan seperti ini muncul terutama setelah periode sekularisasi
negara dan hukum di Eropa. Kedaulatan raja (kings of souveregnity)
dalam negara, maka raja dianggap sebagai orang bijaksana, suci dan
yang berdaulat, meskipun sama-sama manusia bisa dianggap berbeda
dengan rakyat (warga negara). Posisi raja dalam hal ini tidak ada yang
menandingi dan sangat kuat.
Kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan raja, karena raja
adalah penerima amanah atau wakil tuhan untuk berkuasa dan berhak
melakukan apa saja dan berkuasa atas rakyat karena menurutnya semua
tindakannya sesuai dengan kehendak Tuhan.

3. Teori Kedaulatan Rakyat


Teori kedaulatan rakyat, yakni teori yang menyatakan bahwa kekuasaan
suatu negara berada ditangan rakyat sebab yang benar- benar berdaulat
dalam suatu negara adalah rakyat. Konsepsi kedaulatan rakyat ini berakar
pada doktrin Romawi, yaitu lex regia, yang berarti bahwa kekuasaan
diperoleh dari rakyat (populus). Dalam hal ini kedaulatan rakyat dapat
dipahami dalam beberapa pengertian: a) Rakyat diartikan sebagai
“seluruh rakyat”, dalam suatu wilayah negara; b) Rakyat dapat ditafsirkan
sebagai suatu “bangsa” (the nation, das Volk); c) Korporatis, maksudnya
“rakyat” juga meliputi penguasa; d) Kedaulatan terletak pada suatu dewan
pemilihan (the electorate); dan e) Kekuasaan rakyat diwakilkan dalam
suatu majelis.

4. Teori Kedaulatan Negara


Dalam Teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada suatu negara. sumber
maupun asal kekuasaan yang dinamakan dengan kedaulatan itu ialah
negara. Negara sebagai lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa,
dengan sendirinya mempunyai kekuasaan, jadi kekuasaan negara
tersebut ialah kedaulatan negara yang timbul bersamaan dengan
berdirinya suatu negara.

5. Teori kedaulatan Hukum


Teori kedaulatan hukum adalah suatu paham yang tidak disetujui oleh
paham dari kedaulatan negara. Menurut Teori kedaulatan hukum,
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara terletak pada hukum. hal tersebut
berarti bahwa yang berdaulat ialah suatu lembaga atau orang yang
berwenang mengeluarkan perintah maupun larangan yang mengikat
semua warga negaranya.
TEORI TERBENTUKNYA NEGARA
1. Teori Hukum Alam
Terbentuknya negara dapat terjadi karena adanya hukum alam. Teori
hukum alam mengungkapkan jika hukum alam tidak dibuat oleh negara,
tetapi karena adanya kehendak dari alam. Thomas Aquinas memaparkan
jika pembentukan serta keberadaan negara tidak dapat lepas dari hukum
alam.

Karena secara hukum alam, manusia harus saling berdampingan serta


bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak hanya itu,
secara alami, manusia merupakan makhluk sosial dan politis yang perlu
mendirikan komunitas untuk mengemukakan pendapat serta
menyumbangkan pemikiran.

2. Teori Ketuhanan (Teokrasi)


Teori ketuhanan dikenal sebagai istilah doktrin teokritis. Teori ini dapat
dijumpai dari sisi dunia bagian timur ataupun barat. teori ketuhanan
memiliki bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan sarjana Eropa
pada abad pertengahan dengan menggunakan teori ini sebagai dasar
pembenaran kekuasaan mutlak para raja.

Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki raja
bersumber dari Tuhan. Mereka mendapat mandate Tuhan untuk bertakhta
sebagai penguasa. Para raja merasa dirinya sebagai wakil Tuhan di dunia
yang diberikan tanggung jawab kekuasaan dan
mempertanggungjawabkannya hanya kepada Tuhan, bukan manusia.

Praktik model kekuasaan seperti ini, ditentang oleh


kalangan monarchomach (penentang raja). Menurut mereka, raja menjadi
tirani yang dapat diturunkan atau dilengserkan dari tahtanya. Bahkan
dapat dibunuh. Mereka menganggap bahwa kekuasaan tertinggi dipegang
oleh rakyat.
Dalam sejarah tata negara Islam, pandangan teokritis serupa pernah
dijalankan raja-raja Muslim sepeninggal Nabi Muhammad. Dengan
mengklaim diri mereka sebagai wakil Tuhan atau bayang-bayang Allah di
dunia (khalifatullah fi al-ard, dzilullah fi al-ard), raja-raja muslim tersebut
umumnya menjalankan kekuasaannya secara tiran.
Keadaan tidak jauh berbeda dengan para raja-raja di Eropa pada abad
pertengahan, raja-raja muslim merasa tidak harus
mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat, tetapi langsung
kepada Allah. Paham teokrasi Islam ini pada akhirnya melahirkan doktrin
politik Islam sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa dawlah).
Pandangan ini berkembang menjadi paham dominan bahwa Islam tidak
ada pemisahan antara agama dan negara. Sama halnya dengan
pengalaman teokrasi di barat, penguasa teokrasi Islam menghadapi
perlawanan dari kelompok-kelompok anti-kerajaan.

3. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)


Teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat menganggap bahwa
negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat dalam
tradisi sosial masyarakat. Teori ini menitikberatkan negara untuk tidak
berpotensi menjadi negara tirani.

Hal tersebut disebabkan oleh keberlangsungannya ada pada kontrak-


kontrak sosial antara warga negara dengan lembaga negara. Adapun
tokoh yang menganut aliran ini di antaranya Thomas Hobbes, John Locke,
dan J. J. Roussae.

Menurut Hobbes, kehidupan manusia terpisah menjadi dua zaman, yakni


keadaan selama belum ada negara, atau keadaan alamiah (status
naturalis, state of nature), dan keadaan setelah ada negara. Bagi Hobbes,
keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman dan sejahtera.

Namun, sebaliknya, keadaan alamiah merupakan suatu keadaan sosial


yang kacau, tanpa hukum, tanpa pemerintah, dan tanpa ikatan-ikatan
sosial antar-individu di dalamnya. Hobbes beranggapan bawah, kontrak
atau perjanjian bersama individu-individu dibutuhkan. Yang dulunya hidup
dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak
kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan yang
disebut negara.

John Locke mendefinisikan teori terbentuknya negara sebagai suatu


keadaan yang damai, penuh komitmen baik, saling menolong
antarindividu dalam sebuah kelompok masyarakat. Sekalipun keadaan
alamiah dalam pandangan Locke merupakan suatu yang ideal.

Baginya, keadaan ideal tersebut memiliki potensial terjadinya kekacauan


karena tidak adanya organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur
kehidupan mereka. Di sini, unsur pimpinan atau negara menjadi sangat
penting demi menghindari konflik di antara warga negara yang didasarkan
pada alasan inilah negara menjadi mutlak didirikan.

Namun, penyelenggara negara atau pimpinan negara juga harus dibatasi


melalui suatu kontrak sosial. Dasar pemikiran kontrak sosial antar negara
dan warga negara dalam pandangan Locke ini menjadi suatu peringatan
bahwa kekuasaan pemimpin (penguasa) tidak pernah mutlak, tetapi selalu
terbatas.

Hal tersebut disebabkan karena dalam melakukan perjanjian individu-


individu warga negara tersebut tidak menyerahkan seluruh hak-hak
alamiah mereka. Menurut Locke, terdapat hak-hak alamiah yang menjadi
bagian hak-hak asasi warga negara yang tidak dapat dilepaskan,
sekalipun oleh masing-masing individu.

J. J. Rosseu memili pandangan sendiri mengenai terbentuknya negara.


Menurtnya, keberadaan suatu negara didasarkan pada perjanjian warga
negara untuk meningkatkan diri dengan suatu pemerintah yang dilakukan
melalui organisasi politik.

Pemerintah tidak memiliki dasar kontraktual, tetapi hanya organisasi politik


yang dibentuk dengan cara kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan
organisasi negara dan ditentukan oleh yang berdaulat dan merupakan
wakil-wakil dari warga negara.

Yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya melalui kemauan umumnya.


Pemerintah tidak lebih dari sebuah komisi atau pekerja yang
melaksanakan mandat bersama tersebut. Melalui pemikirannya, Rosseu
dikenal sebagai peletak dasar bentuk negara yang kedaulatannya ada di
tangan rakyat melalui organisasi politik mereka.

Artinya, ia juga sekaligus dikenal sebagai penggagas paham negara


demokrasi yang bersumberkan pada kedaulatan rakyat, yakni rakyat
berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanyalah merupakan wakil-
wakil rakyat pelaksana mandat mereka

4. Teori Kekuatan
Secara sederhana, teori kekuatan dapat diartikan sebagai negara
terbentuk disebabkan adanya dominasi negara kuat yang menjajah.
Kekuatan menjadi pembenaran (raison d’etre) dari terbentuknya sebuah
negara.
Melalui proses penaklukan dan pendudukan oleh suatu kelompok (etnis)
atas kelompok tertentu maka dimulailah proses pembentukan suatu
negara Atau dapat diasumsikan bahwa terbentuknya suatu negara
disebabkan oleh adanya pertarungan kekuatan, yang mana pemenangnya
yang akan membentuk sebuah negara.
Awalnya, teori ini bersumber dari kajian antropologis atas pertikaian di
kalangan suku-suku primitif. Yang mana, sang pemenang akan menjadi
penentu uatama kehidupan suku yang dikalahkan.

Sebagai contoh dalam kehidupan modern adalah penaklukkan dalam


bentuk penjajahan bangsa-bangsa barat kepada bangsa-bangsa timur.
Setelah masa penjaajahan selesai pada awal abad ke-20, dijumpai
banyak negara baru yang kemerdekaannya ditentukan oleh penguasa
kolonial. Misalnya negara Brunei Darussalam dan Malaysia.

Bentuk-Bentuk Negara

Bentuk negara sangat beragam. Secara umum, dalam konsep teori


modern, negara terbagi ke dalam dua bentuk, yakni negara kesatuan dan
negara serikat. Negara kesatuan merupakan bentuk negara yang
merdeka, berdaulat, dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan
mengatur seluruh daerah.

Namun, dalam pelaksanaannya, negara kesatuan dikelompokkan menjadi


dua macam sistem pemerintahan, yakni sentral dan otonomi. Berikut
penjelasan keduanya.

1. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi merupakan sistem


pemerintahan yang langsung dipimpin oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, pemerintah daerah di bawahnya melaksanakan
kebijakan pemerintah pusat. Sebagai contoh adalah model
pemerintahan orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto.
2. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi merupakan kepala
daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus
seluruh urusan pemerintah di wilayahnya sendiri. Sistem ini, dikenal
dengan istilah otonomi daerah atau swantantra. Sistem pemerintahan
negara Malaysia dan pemerintahan pasca orde baru di Indonesia
dengan sistem otonomi khusus dapat tergolong ke dalam model ini.

Adapun negara serikat atau federasi merupakan bentuk negara gabungan


yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat.
Pada mulanya, negara-negara bagian tersebut merupakan negara
merdeka, berdiri sendiri, dan berdaulat. Lalu, setelah menggabungkan diri
dengan negara serikat, dengan sendirinya melepaskan sebagian
kekuasannya dan menyerahkannya kepada negara serikat.
Sementara itu, dari sisi pelaksana dan mekanisme pemilihan, bentuk
negara dapat digolongkan menjadi tiga kelompok di antaranya monarki,
oligarki, dan demokrasi. Berikut rincian ketiganya.

1. Pemerintahan Monarki
Pemerintahan monarki merupakan model pemerintahan yang dikepalai
oleh raja dan ratu. Dalam praktiknya, monarki memiliki dua jenis, yakni
monarko absolut dan monarki konstitusional. Monarki absolut merupakan
model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang
ratu atau raja.

Sebagai contoh negara Arab Saudi. Sementara, pemerintahan monarki


konstitusional merupakan pemerintahan yang kekuasaan kepala
pemerintahannya ada pada perdana menteri yang dibatasi oleh
ketentuan-ketentuan konstitusi negara.

Praktik monarki konstitusional monarki ini menjadi yang paling banyak


dilakukan oleh beberapa negara di antaranya Thailand, Malaysia, Jepang,
dan Inggris. Dalam model monarki konstitusional ini, kedudukan raja
hanya sebagai simbol negara.

2. Pemerintahan Oligarki
Model pemerintahan oligarki merupakan model pemerintahan yang
dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan tertentu.

3. Pemerintahan Demokrasi
Pemerintahan model demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang
menitikberatkan kedaulatan tertinggi ada pada rakyat atau mendasarkan
kekuasannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme
pemilihan umum (pemilu).

Terdapat tujuan dari sebuah pemerintahan yakni melindungi


segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa;
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Hubungan agama dan negara adalah hubungan saling


membutuhkan, di mana agama memberikan kerohanian yang dalam
berbangsa dan bernegara sedangkan negara menjamin kehidupan
keagamaan.

Pengertian Rule of Law


Rule of law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke-19, seiring
dengan perkembangan negara konstitusi dan demokrasi. Konsep ini
menekankan supremasi hukum, keadilan, dan egalitarianisme, dan
menentang pemerintahan berdasarkan keputusan individu.

Rule of law mendorong agar seluruh lapisan masyarakat dan lembaga


negara menghormati hukum. Ia lahir sebagai respons terhadap dominasi
gereja, ningrat, dan kerajaan yang mengarah pada negara konstitusi.
Realisasi rule of law penting untuk memberikan jaminan hukum, keadilan,
dan kesejahteraan bagi rakyat. Pengukuran ada atau tidaknya rule of law
dapat dilihat dari perlakuan hukum yang adil terhadap warga negara.

Di berbagai negara, konsep rule of law dapat memiliki fokus yang


berbeda. Misalnya, di Inggris, hubungan antara hukum dan keadilan
menjadi fokusnya, sementara di Amerika, hubungan dengan hak asasi
manusia yang diutamakan. Di Indonesia, rule of law berdasarkan UUD
1945 ditekankan pada “keadilan sosial.”

Ciri-Ciri Negara Hukum (Rule of Law)


Negara hukum merupakan terjemahan dari konsep Rechtsstaat atau Rule
of law yang bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di
Eropa pada abad ke-19 dan ke-20. Oleh karena itu, negara demokrasi
pada dasarnya adalah negara hukum. Beberapa ciri negara hukum,
antara lain:

1. Supremasi Hukum
Negara hukum memiliki supremasi hukum, yang berarti hukum berlaku
untuk semua orang, termasuk pemerintah itu sendiri. Tidak ada
kekuasaan yang di atas hukum.

2. Jaminan Hak Asasi Manusia


Negara hukum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia. Hak-hak ini harus dihormati dan dilindungi oleh negara.

3. Legalitas Hukum
Negara hukum beroperasi berdasarkan hukum yang ditetapkan secara
jelas dan transparan. Tidak ada tindakan sewenang-wenang dari
pemerintah atau individu.

Selain itu, negara hukum juga memiliki ciri-ciri lain seperti pemisahan atau
pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia (trias politika),
pemerintahan berdasarkan hukum, dan adanya peradilan administrasi
dalam perselisihan.

Prinsip-Prinsip Rule of Law


Prinsip-prinsip rule of law dalam penyelenggaraan negara dapat beragam.
Di Indonesia, prinsip-prinsip ini secara formal tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 dan mencakup aspek-aspek seperti:

1. Negara Indonesia adalah negara hukum.

2. Kekuasaan kehakiman merdeka untuk menegakkan hukum dan


keadilan.

3. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan


pemerintahan.

4. Hak asasi manusia diakui dan dijamin.

5. Hak untuk bekerja dan mendapatkan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja dijamin.
Hakikat negara Indonesia sebagai negara hukum tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 yang menggambarkan tujuan bernegara, yaitu
melindungi warga negara, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut menjaga ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Negara ini
berkomitmen memberikan perlindungan hukum, keadilan, dan
kesejahteraan, termasuk melindungi hak asasi manusia.

Penggunaan prinsip-prinsip rule of law menjadi pedoman dalam


menjalankan pemerintahan, memastikan perlindungan hukum bagi rakyat,
dan mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat
Indonesia. Prinsip-prinsip ini mencerminkan landasan dasar hukum
negara Indonesia sebagai negara hukum.

rule of law merupakan konsep hukum yang penting dalam menjaga


keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan masyarakat. Negara hukum
memiliki ciri-ciri seperti supremasi hukum, jaminan hak asasi manusia,
dan legalitas hukum. Prinsip-prinsip rule of law harus diimplementasikan
dengan baik dalam sistem pemerintahan untuk mencapai tujuan tersebut

Anda mungkin juga menyukai