Anda di halaman 1dari 5

HAKIKAT NEGARA

Oleh: Ghaniyya 110601


Negara dalam arti luas dapat di artikan kesatuan sosial (masyarakat) yang
di atur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama. Negara
adalah ketika ia memiliki wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat. Ketiga
hal ini merupakan unsur dari sebuah negara. Dapatt diibaratkan, negara
merupakan sebuah organisasi yang akan melindungi diri dan tempat tinggal dari
masyarakat atau sekumpulan orang yang ada di dalamnya. Selain itu, untuk
menjadi sebuah negara yang sah, diperlukan juuga pengakuan kedaulatan dari
negara lain dan tujuan negara, baik yang tersurat maupun tersirat dalam konstitusi.
Wilayah yang dimaksud adalah wilayah yang telah dinyatakan sebagai
milik bangsa, batas-batasnya ditentukan melalui perjanjian internasional. Rakyat
adalah rakyat yang mendiami wilayah tersebut, yang dapat terdiri atas berbagai
golongan sosial, serta harus patuh pada hukum dan pemerintah yang sah.
Pemerintah adalah sekumpulan orang yang berhak mengatur dan berwenang
merumuskan serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang mengikat
warganya.
Dalam suatu negara, juga dibutuhkan kedaulatan. Kedaulatan ini
merupakan ciri yang membedakan organisasi pemerintah dengan organisasi
sosial. Agar mampu menghadapi musuh, negara berhak menuntut kesetiaan para
warganya. Rumusan tujuan nasional dalam konstitusi kemudian merupakan
pedoman untuk mencapai tujuan nasional dalam bernegara. Seperti tujuan
nasional bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 (alinea
IV) yang antara lain menyatakan Pemerintah Negara Indonesia melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
kesejahteraan sosial.
Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan
kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman yunani kuno, para ahli filsafat
negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles (384-322SM)

merumuskan negara, dalam bukunya Politica, sebagai negara polis yang pada saat
itu masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu, negara disebut
sebagai negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang
ikut dalam permusyawaratan (eccelesia). Oleh karena itu, menurut Aristoteles,
keadilan merupakan syarat mutalak bagi terselenggaranya negara yang baik demi
terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang
merupakan tokoh katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas
Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas Terrena. Civitas Terrena ini tidak
disetujui oleh Agustinus sendiri, sedangkan negara Tuhan dianggap baik olehnya.
Negara tuhan bukanlah negara dari dunia ini melainkan jiwanya yang dimiliki
oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang
melaksanakan negara adalah gereja yang mewakili negara tersebut alias Civitas
Dei.
Menurut Prof. Mr. L.J. Van Apeldoom dalam bukunya yang berjudul
Inleiding tot de studie van het Nederlandse Richi (Pengantar Ilmu Hukum
Belanda), negara memiliki berbagai pengertian, di antaranya adalah:

Istilah negara dipakai dalam arti penguasa, untuk menyatakan orang atau
orang orang yang melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat
yang bertempat tinggal dalam suatu daerah.

Istilah negara kita dapati juga dalam arti persekutuan rakyat, yakni untuk
menyatakan sesuatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, di bawah
kekuasaan yang tertinggi, menurut kaidah-kaidah hukum yang sama.

Negara mengandung arti Sesuatu wilayah tertentu dalam hal ini istilah
negara dipakai untuk menyatakan sesuatu daerah didalamnya diam sesuatu
bangsa di bawah kekuasaan tertinggi.

Negara terdapat juga dalam arti kas negara atau fiscus, jadi untuk
menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum,
misalnya dalam arti domein negara, pendapat negara dan lainlain.

Menurut Logemann, negara adalah susatu organisasi masyarakat yang


bertujuan dengan kekuasaannnya, mengatur serta menyelenggarakan sesuatu

masyarakat. Sementara menurut Max Webber, negara adalah suatu struktur


masyarakat yang mempunyai monopoli dalam menggunakan kekerasan fisik
secara sah dalam suatu wilayah. Dengan demikian, negara merupakan alat
masyarakat untuk mengatur hubungan manusia dengan masyarakat. Dalam
mengatur hubungan itu, ada legitimasi bagi negara untuk memaksa dengan
kekuasaannya yang sah terhadap semua kolektiva dalam masyarakat.
Negara tidak terlepas dari konsep kedaulatan. Yang dimaksud dengan
kedaulatan adalah konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.
Menurut Jack H. Nagel, dalam setiap analisis mengenai konsep kekuasaan ada
dua hal penting yang terkait, yaitu lingkup kekuasaan (scope of power) dan
jangkauan kekuasaan (domain of power). Lingkup kedaulatan adalah gagasan
kedaulatan sebagai konsep mengenai kekuasaan tertinggi yang meliputi proses
pengambilan keputusan misalnya seberapa besar kekuatan keputusa-keputusan
yang ditetapkan itu, baik di lapangan legislatif maupun eksekutif. Jangkauan
kekuasaan meliputi siapa yang menguasai dan apa yang dikuasai, namun titik
beratnya ada pada apa yang dikuasai. Kedaulatan ini pada prinsipnya dapat
dipegang oleh seseorang, sekelompok orang, sesuatu badan, atau sekelompok
badan yang melakukan legislasi dan administrasi fungsi-fungsi pemerintahan.
Pada umumnya, sifat hakikat negara mencakup hal-hal berikut:

Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk memaksakan


kekuasaan fisik secara legal, sehingga sseluruh peraturan perundangundangan serta kebujakan lainnya dapat ditaati oleh masyarakat, terwujud
ketertiban dan kemampuan dalam masyarakat.

Sifat monopoli, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menetapkan


tujuan bersama masyarakat. Bila warga negara dan masyarakat mengingkari
dan melanggar hal demikian, maka negara dapat mengambil tindakan sesuai
dengan hukum yang berlaku.

Sifat mencakup semua (all-encompasing, all-embaracing), artinya semua


peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali.

Peristiwa amuk massa yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu


contoh penyampaian aspirasi masyarakat dengan cara yang salah. Adanya sikap

menghakimi sendiri menyebabkan hal ini tidak menjadi sesuatu yang patut untuk
dilakukan. Sebagai masyarakat pada negara demokrasi, memang merupakan salah
satu kewajiban kita untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk
menjaga kelangsungan pemerintahan. Namun, hal yang seharusnya benar ini,
menjadi salah ketika dilakukan dengan cara yang tidak baik.
Selain itu, merupakan hak masyarakat untuk menegur orang lain dan
kembali mengajaknya pada jalan yang benar. Seperti ditunjukkan pada protes
massa terhadap beberapa orang yang dianggap memiliki beguganjang (ilmu
santet). Baik untuk menegurnya, namun tidak benar adanya menegur hingga
berlebihan bahkan membunuh. Apalagi belum ada bukti yang benar-benar
menunjukkan bahwa mereka memang memiliki ilmu santet. Sebelum kita
menghakimi orang lain, akan lebih baik jika kita berpikir secara mendalam dan
mendasar dengan mengumpulkan berbagai bukti bkti yang cukup.
Pemerintah yang berdaulat juga dibutuhkan perannya untuk lebih menjaga
ketertiban masyarakat. Sifatnya yang dapat memaksa seharusnya bisa lebih
dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih baik dan berguna, bukan untuk
disalahgunakan.

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, R.I., Soemiarno, S., dan Poerbasari, A.S. 2011. Buku Ajar III, Bangsa,
Negara, dan Pancasila. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI.
http://www.cybereduweb.com/2011/09/10/hakikat-bangsa-dan-negara/ 15
November 2011
http://www.inoputro.com/2011/07/hakikat-negara/ 15 November 2011
http://harrisanggara.blogspot.com/2010/11/hakikat-negara.html 15 November
2011

Anda mungkin juga menyukai