merumuskan negara, dalam bukunya Politica, sebagai negara polis yang pada saat
itu masih dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu, negara disebut
sebagai negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang
ikut dalam permusyawaratan (eccelesia). Oleh karena itu, menurut Aristoteles,
keadilan merupakan syarat mutalak bagi terselenggaranya negara yang baik demi
terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang
merupakan tokoh katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu Civitas
Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas Terrena. Civitas Terrena ini tidak
disetujui oleh Agustinus sendiri, sedangkan negara Tuhan dianggap baik olehnya.
Negara tuhan bukanlah negara dari dunia ini melainkan jiwanya yang dimiliki
oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang
melaksanakan negara adalah gereja yang mewakili negara tersebut alias Civitas
Dei.
Menurut Prof. Mr. L.J. Van Apeldoom dalam bukunya yang berjudul
Inleiding tot de studie van het Nederlandse Richi (Pengantar Ilmu Hukum
Belanda), negara memiliki berbagai pengertian, di antaranya adalah:
Istilah negara dipakai dalam arti penguasa, untuk menyatakan orang atau
orang orang yang melakukan kekuasaan tertinggi atas persekutuan rakyat
yang bertempat tinggal dalam suatu daerah.
Istilah negara kita dapati juga dalam arti persekutuan rakyat, yakni untuk
menyatakan sesuatu bangsa yang hidup dalam suatu daerah, di bawah
kekuasaan yang tertinggi, menurut kaidah-kaidah hukum yang sama.
Negara mengandung arti Sesuatu wilayah tertentu dalam hal ini istilah
negara dipakai untuk menyatakan sesuatu daerah didalamnya diam sesuatu
bangsa di bawah kekuasaan tertinggi.
Negara terdapat juga dalam arti kas negara atau fiscus, jadi untuk
menyatakan harta yang dipegang oleh penguasa guna kepentingan umum,
misalnya dalam arti domein negara, pendapat negara dan lainlain.
menghakimi sendiri menyebabkan hal ini tidak menjadi sesuatu yang patut untuk
dilakukan. Sebagai masyarakat pada negara demokrasi, memang merupakan salah
satu kewajiban kita untuk menyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk
menjaga kelangsungan pemerintahan. Namun, hal yang seharusnya benar ini,
menjadi salah ketika dilakukan dengan cara yang tidak baik.
Selain itu, merupakan hak masyarakat untuk menegur orang lain dan
kembali mengajaknya pada jalan yang benar. Seperti ditunjukkan pada protes
massa terhadap beberapa orang yang dianggap memiliki beguganjang (ilmu
santet). Baik untuk menegurnya, namun tidak benar adanya menegur hingga
berlebihan bahkan membunuh. Apalagi belum ada bukti yang benar-benar
menunjukkan bahwa mereka memang memiliki ilmu santet. Sebelum kita
menghakimi orang lain, akan lebih baik jika kita berpikir secara mendalam dan
mendasar dengan mengumpulkan berbagai bukti bkti yang cukup.
Pemerintah yang berdaulat juga dibutuhkan perannya untuk lebih menjaga
ketertiban masyarakat. Sifatnya yang dapat memaksa seharusnya bisa lebih
dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih baik dan berguna, bukan untuk
disalahgunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, R.I., Soemiarno, S., dan Poerbasari, A.S. 2011. Buku Ajar III, Bangsa,
Negara, dan Pancasila. Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI.
http://www.cybereduweb.com/2011/09/10/hakikat-bangsa-dan-negara/ 15
November 2011
http://www.inoputro.com/2011/07/hakikat-negara/ 15 November 2011
http://harrisanggara.blogspot.com/2010/11/hakikat-negara.html 15 November
2011