Anda di halaman 1dari 5

NEGARA HUKUM DALAM SIYASAH SYAR’IYYAH

Negara hukum adalah sebuah konsep yang bersifat umum dan dapat
dihubungkan dengan berbagai predikat lainnya. Secara sederhana, negara hukum
berarti negara yang menegakkan supremasi (kekuasaan tertinggi) hukum dalam
pelaksanaan pemerintahannya, bukan supremasi kekuasaan.
Dalam negara hukum, penguasa tidak bisa berbuat menurut kehendak dan
kemauannya saja, karena segala tindak-tanduk dan kebijaksanaan politiknya
dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.

Penggolongan Negara-negara dengan melihat hubungan antara penguasa dan


rakyat merupakan peninjauan dari sisi Negara hukum, Negara hukum yang timbul
akibat reaksi terhadap kekuasaan raja yang absolute melahirkan 3 macam Negara
hukum, yaitu :

1. Negara hukum liberal, yaitu negara hukum yang berkriteria sebagai


berikut :
a. Negara pasif, negara harus tunduk pada peraturan-peraturan
negara.
b. Tindakan penguasa dibatasi oleh hukum.
c. Orang yang akan berjabat harus memenuhi standar tertentu.
d. Persetujuan pihak terkait.
2. Negara hukum formil, yaitu negara hukum yang berkriteria sebagai berikut
:
a. Adanya kesepakatan antara rakyat dan pemerintah atas negara
hukum.
b. Tindakan pemerintah dibatasi oleh hukum (berdasarkan UUD)
c. Negara demokratis yang berlandasan negara hukum.
3. Negara hukum materil, yaitu negara hokum yang berkriteria sebagai
berikut. :
a. Perkembangan signifikan dari negara hukum formil.
b. Tindakan pemerintah dibatasi oleh hukum.
c. Berlaku asas opportunitas (suatu kajian sistem peradilan pidana
terpadu dalam hukum pidana modern)

Perbedaan yang tercitra antar negara hukum juga mengindikasikan adanya


kepentingan baik untuk masyarakat dan penguasa. Seperti kesepakatan yang
terjalin antara rakyat dan penguasa pada negara hukum formil, namun ciri tersebut
tidak terdapat pada negara hukum liberal.

Menurut Aristoteles, negara hukum adalah negara yang berdiri diatas hukum yang
menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan salah satu
syarat tercapainya kebahagiaan hidup, namun sebagian daripada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang
baik dan taat hokum. Aristoteles juga mengutarakan pendapatnya tentang
peraturan, ia berpendapat bahwa peraturan yang mencerminkan keadilan bagi
warga negaranya merealisasikan pikiran adillah yang memerintah negara,
penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan.

Macam Negara Hukum Berintikan Rule of Law


Negara hukum berintikan Rule of Law harus memenuhi syarat berikut :
Supremacy before of law, artinya hukum diberi kedudukan yang tertinggi, hukum
berkuasa penuh terhadap negara dan rakyat. Konsekuensinya, negara tidak dapat
dituntut apabila bersalah ”the state can do not wrong”. Yang dapat dituntut
hanyalah manusianya. Dalam hal ini negara tidak dapat bersalah, yang mungkin
bersalah hanyalah pejabat negara, dan dialah yang dihukum.
Dalam tipe Negara Hukum Anglo Saxon ini Negara mempunyai immuniteit
kedaulatan,sehingga disana dikenal suatu asa yang disebut souvereiniteit
immuniteit (kekebalan kedaulatan).
Dalam sistem ini hukum tidak dapat diganggu. Satu-satunya badan yang dapat
menyatakan suatu hukum tidak berlaku hanyalah Supreme Court ( Mahkamah
Agung dinegara kita). Di Amerika Serikat, Supreme Court dapat membatalkan
suatu produk parlemen, jika menurut badan ini produk tersebut bertentangan
dengan konstitusi.1

2.2 Nomokrasi Islam


M. Tahir Azhary dalam kepustakaan ditemukan lima macam konsep negara yaitu:
1. Nomokrasi Islam adalah konsep negara hukum yang pada
umumnya diterapkan di negara-negara Islam.
2. Rechtsstaat adalah konsep negara hukum yang diterapkan di
negara-negara Eropa kontinental, misalnya : Belanda, Perancis dan
Jerman.
3. Rule of Law adalah konsep negara hukum yang diterapkan di
negara-negara Anglo Saxon, seperti : Inggris dan Amerika Serikat.
4. Social Legality adalah konsep negara hukum yang diterapkan di
negara-negara komunis.
5. Konsep Negara Hukum Pancasila adalah konsep negara hukum
yang diterapkan di indonesia.

Ibnu Khaldun berpendapat, bahwa dalam mulk siyasi ada dua macam bentuk
Negara hukum yaitu : 1) siyasah diniyah atau disebut juga nomokrasi islam dan 2)
siyasah „aqliyah atau disebut juga nomokrasi sekuler. Ciri pokok yang
membedakan kedua macam nomokrasi itu ialah pelaksanaan hukum Islam
(syari‟ah) alam kehidupan Negara dan hukum sebagai hasil pemikiran manusia.
Dalam Nomokrasi Islam, baik syari‟ah atau maupun hukum yang didasarkan pada
rasio manusia, kedua-duanya berfungsi dan berperan dalam Negara. Sebaliknya,
dalam nomokrasi sekuler manusia hanya menggunakan hukum semata-mata

1
Prof. Drs. C. S. T. Kansil, S. H., Christine, S. T. Kansil, S. H., M. H., Hukum Tata Negara Republik
Indonesia (Jakarta : PT RENIKA CIPTA, 2008) hal. 84-85
sebagai hasil pemikiran mereka. Konsep Ibnu Khaldun yang terakhir ini, memiliki
banyak persamaan dengan konsep Negara hukum menurut pemikiran Barat.2

Nomokrasi Islam adalah suatu Negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip


umum sebagai berikut :
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah
2. Prinsip musyawarah
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip persamaan
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan setiap hak-hak asasi manusia
6. Prinsip peradilan bebas
7. Prinsip perdamaian
8. Prinsip kesejahteraan
9. Prinsip ketaatan rakyat.3

Prinsip-prinsip tersebut tercantum dalam Al-Qur‟an dan diterapkan oleh Sunnah


Rasulullah.
Suatu miskonsepsi (pemahaman) yang tidak benar tentang pemahaman konsep
Negara dari sudut Islam sampai sekarang masih bekas pada persepsi sarjana Barat.
Mereka memahami konsep Negara dalam Islam sebagai teokrasi.
Predikat yang tepat untuk konsep Negara dalam Islam ialah nomokrasi Islam dan
bukan teokrasi. Karena teokrasi adalah suatu Negara, sebagaimana yang
dirumuskan oleh Ryder Smith yang diperintah oleh Tuhan atau Tuhan-Tuhan.
Dalam Oxford Dictionary teokrasi dirumuskan sebagai bentuk pemerintahan yang
mengakui Tuhan atau dewa sebagai raja atau “penguasa dekat”.4

2
Prof. Dr. H. Muhammad Tahir Azhary, S. H., Negara Hukum, (Jakarta : Prenada Media, 2004)
hal. 85
3
Ibid, hal. 85
4
Op.Cit, hal. 86
Predikat teokrasi lebih tepat dikaitkan dengan misalnya Negara yang dipimpin
oleh Paus pada abad pertengahan dan Kota Vatikan sebagai suatu “lembaga
kekuasaan rohani” Dalam Islam hal itu tidak ada. Bahkan hidup sebagai pendeta
yang tidak kawin juga bukan ajaran Islam. Islam tidak mengenal hierarki (pangkat
kedudukan) kependetaan seperti misalnya dalam agama katholik. Sebaliknya,
ajaran Islam sangat mengutamakan persamaan diantara para pemeluknya.
Karena itu tidak mungkin sekelompok ahli agama dapat mengklaim diri mereka
sebagai “wakil Tuhan” sehingga mereka berkuasa dalam satu Negara, dalam
hubungan ini, tepat benar pandangan Louis Gardet sebagaimana dikutip H.M.
Rasjidi bahwa konsep Negara dalam hukum Islam adalah suatu Negara yang
penguasa-penguasanya adalah orang-orang biasa yaitu tidak merupakan lembaga
kekuasaan rohani, dengan satu cirri yang sangat menonjol adalah “egalitaire”
yang berarti persamaan hak antar penduduk, baik yang biasa maupun yang alim
mengetahui agama. Baik yang beragama Islam maupun yang bukan Islam.
Karena itu, predikat Negara dalam Islam yang paling tepat dalah nomokrasi Islam
artinya kekuasaan yang didasarkan kepada hukum-hukum yang berasal dari Allah.
Majid Khadduri mengutip rumusan nomokrasi dari The Oxford Dictionary
sebagai berikut : “ Nomokrasi adalah suatu system pemrintahan yang didasarkan
pada suatu kode hukum: rule of law dalam suatu masyarakat.” Apabila rumusan
Khadduri itu digunakan sebagai titik tolak, maka dapat disimpulkan Nomokrasi
Islam menurut Majid Khadduri ialah suatu system pemerintahan yang didasarkan
pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (Syari‟ah).5

5
Ibid, hal. 87

Anda mungkin juga menyukai