Anda di halaman 1dari 5

MODUL PERTEMUAN KETIGA

MATA KULIAH: TEORI PERUNDANG-UNDANGAN


Buku sumber: Efik Yusdiansyah (Ilmu Perundang-Undangan)

3.1. Pengertian, dan sejarah ruang lingkup negara hukum


Negara hukum adalah suatu gagasan bernegara yang paling ideal. Gagasan negara hukum
ini telah berkembang sejak Plato menulis Nomoi atau bahkan jauh sebelum itu. Gagasan negara
hukum didasari oleh suatu keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum
yang baik dan adil.
Sejarah kenegaraan menunjukan bahwa pengisian dan pengertian negara hukum selalu
berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat dan zaman saat perumusan negara hukum itu
dicetuskan. Aristoteles yang melihat pemerintahan dalam polis dengan wilayah yang kecil serta
penduduk sedikit memberikan ciri-ciri negara hukum, adalah :
1. Segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah;
2. seluruh warganegara ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara;
3. berdiri di atas hukum yang mencerminkan keadilan.
Dalam perkembangannya raja yang memerintah menyelenggarakan kepentingan
rakyatnya dengan tidak mengikutsertakan rakyat dan bahkan banyak melakukan hal-hal yang
merugikan rakyatnya. Terhadap keadaan tersebut munculah faham liberalisme yang mengajarkan
bahwa negara harus melepaskan diri dari campur tangan urusan kesejahteraan rakyatnya.
Pemikiran ini melahirkan konsep negara hukum dalam arti sempit. Konsep negara hukum
dalam arti sempit menurut Emanuel Kant dan Fichte disebut Nacht Wachter Staat yang unsur-
unsurnya adalah perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan pemisahan kekuasaan.
Tuntutan masyarakat yang terus berkembang mengakibatkan konsep negara hukum dalam arti
sempit tidak dapat dipertahankan. Negara ternyata harus turut campur dalam menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat, namun turut sertanya negara dibatasi oleh undang-undang. Pembatasan ini
dimaksudkan agar negara tidak berbuat sewenang-wenang. Konsep negara hukum seperti ini
adalah konsep negara hukum modern.
Konsep negara hukum modern inipun dalam penerapannya masih dipengaruhi oleh system
hukum yang digunakan oleh suatu negara. Literatur lama membagi system hukum dalam dua
bagian besar yaitu system hukum Anglo Saxon dan Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa
Kontinental merupakan system hukum yang mengutamakan hukum tertulis, dengan demikian
peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukumnya.
Negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental, lebih banyak
mengarahkan hukum-hukumnya dalam bentuk tertulis, bahkan dituangkan dalam suatu
sistematika yang diupayakan selengkap mungkin dalam sebuah kitab undang-undang yang
penyusunannya disebut kodifikasi. Karena itu, system hukum Eropa kontnental sering pula disebut
sistem hukum kodifikasi (codified law system). Dalam pada itu system hukum Anglo Sistem, tidak
menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama system hukumnya. Sendi
utamanya terletak pada putusan pengadilan (Yurisprudensi). Sistem hukum Anglo sakson
berkembang dari kasus-kasus kongkret, dan dari kasus tersebut lahir berbagai kaidah dan asas-asas
hukum. Karena itu, system hukum ini sering disebut system hukum yang berdasarkan kasus (case
law system).
Sistem hukum Eropa Kontinental melahirkan konsep negara hukum Eropa Kontinental atau
disebut Rechtstaats dan system hukum Anglo Saxon melahirkan konsep negara hukum Anglo Saxon
atau disebut Rule of Law. Sedangkan literature yang dating kemudian menambahkan dengan
system hukum Islam yang melahirkan konsep negara hukum Islam, system hukum Sosialis yang
melahirkan negara hukum Socialist Legality, dan system hukum Pancasila yang melahirkan konsep
negara hukum Pancasila.
Dalam negara hukum konsep Eropa kontinental negara dikatakan sebagai negara hukum,
bila memenuhi unsure-unsur :
1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
2. Trias Politica,
3. Wetmatig Bestuur,
4. Peradilan Administrasi.
Konsep negara hukum Anglo Saxon membagi unsur-unsur negara hukum menjadi tiga, yaitu
:
1. Supremasi hukum, dalam arti bahwa hukum mempunyai kekuasaan tertinggi,
2. Persamaan di dapan hukum bagi semua warga negara, dan
3. Jaminan terhadap Hak-hak asasi manusia.
Perbedaan dari kedua konsep negara hukum tersebut diakibatkan oleh :
1. Pada sistem Eropa kontinental berlaku Prerogative State yang menurut konsep ini pejabat
administrasi negara dalam melakukan fungsi administrasinya tunduk pada hukum administrasi
negara, sehingga bila pejabat administrasi negara itu melakukan kesalahan atau kekeliruan
dalam menjalankan fungsi administrasinya maka mempunyai forum peradilan tersendiri yaitu
peradilan administrasi negara. Sedangkan dalam konsep Anglo Saxon peradilan administrasi
negara tidak penting dengan alasan adanya pesamaan kedudukan dalam hukum sehingga tidak
ada perbedaan forum peradilan baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat administrasi
negara.
2. Sistem eropa kontinental selalu berusaha untuk menyusun hukum-hukumnya dalam satu
sistematika yang diupayakan selengkap mungkin dalam sebuah kitab undang-undang. Hal
tersebut melahirkan unsur setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang telah ada. Sedangkan dalam system anglo saxon sendi utamnya
adalah yurisprudensi, dari yurisprudensi itulahir berbagai kaidah dan asas hukum. Dan hal itu
melahirkan unsure supremasi hukum.
Sedangkan konsep negara hukum menurut Hukum Islam ialah suatu pemerintahan yang
didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (Syariah). Dalam Syariah ini diatur dua
aspek hubungan, yaitu hubungan vertical dan horizontal. Hubungan vertikal ialah hubungan
manusia dengan Allah disebut ibadah dan hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan
manusia serta manusia dengan alam lingkungan hidupnya disebut muamalat atau kemasyarakatan.
Syariah Islam memberi dasar sesuai dengan sifat manusia yang langgeng dan tak berubah,
yang berlaku pada setiap tempat dan pada segala jaman. Namun Islam tidak mengatur seribu satu
permasalahan secara teknis terinci, Islam hanya mempunyai satu aturan dalam ibadah yaitu semua
dilarang kecuali apa yang diperintahkan dan satu untuk muamalat yaitu semua diperbolehkan
kecuali yang dilarang.
Dalam muamalat atau kemasyarakatan karena semua diperbolehkan kecuali yang dilarang
maka dengan sendirinya hal tersebut memberi kebebasan kepada manusia untuk merinci dan
mengembangkan aturan-aturan kemasyarakatan. Walaupun begitu manusia tidak dapat
sekehendak hatinya merinci dan mengembangkan aturan ini, tetapi harus selalu mengikuti rambu-
rambu yang terdapat dalam Qur’an dan Sunah Rasul. Dengan demikian dalam negara hukum Islam
rasio meanusia digunakan untuk membuat aturan kemasyarakatan. Bentuk pengaturan yang
dilakukan sebagai hasil rasio manusia dapat dalam bentuk peraturan perundang-undangan dapat
pula dalam bentuk ijtihad.
Indonesia sebagai negara yang lahir pada abad modern menyatakan diri sebagai negara
hukum. Landasan berpijak yang dapat digunakan untuk menyatakan Indonesia sebagai negara
hukum adalah Penjelasan Umum Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45) tentang system
pemerintahan negara yang menyatakan :
1. Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtsstaat),
2. Pemerintah berdasarkan atas system konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas).
Penjelasan UUD’45 ini lebih dikuatkan lagi dengan amandemen ketiga UUD’45 dalam Pasal 1 Ayat
(3) yang menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”.
Terhadap isi penjelasan UUD’45 di atas Sri Soemantri M. memberikan ulasan bahwa negara
Indonesia berdasarkan hukum, berarti negara Indonesia adalah hukum (Pancasila). Negara
Indonesia yang berdasarkan atas hukum itu tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Hal tersebut
menyiratkan bahwa dalam negara hukum Indonesia unsur kekuasaan diakui keberadaannya akan
tetapi pemerintahannya berdasar atas sistem konstitusi.
Sri Soemantri Lebih lanjut mengatakan bahwa pembatasan kekuasaan tersebut perlu
diadakan karena kekuasaan dilihat dari si pemegangnya cenderung disalahgunakan. Pembatasan
kekuasaan dalam negara tersebut dilakukan melalui hukum. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar
merupakan sebagian dari hukum, sehingga sistem konstitusi ini merupakan sarana yang efektif
untuk membatasi kekuasaan. Dikatakan paling efektif karena dalam konstitusi terdapat tiga materi
muatan yang diatur yaitu:
1. adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara,
2. ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental,
3. adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan arti dari negara hukum Pancasila itu sendiri adalah setiap pemegang kekuasaan dalam
negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mendasarkan diri atas norma-norma
hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, dan norma hukum itu harus
berdasarkan Pancasila. Adapun unsur-unsur dari negara hukum Pancasila adalah:
1. adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara,
2. adanya pembagian kekuasaan ,
3. bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pemerintah harus selalu berdasarkan
atas hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
4. adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka artinya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus untuk Mahkamah Agung
harus juga merdeka dari pengaruh-pengaruh lainnya.
Padmo Wahyono dalam pidato pengukuhan gurubesarnya memberikan pula unsur-unsur
dari negara hukum Pancasila, yaitu :
1. ada suatu pola untuk menghormati dan melindungi hak-hak kemanusiaan,
2. ada suatu mekanisme kelembagaan yang demokratis,
3. ada suatu sistem tertib hukum,
4. ada kekuasaan kehakiman yang bebas.
Muhammad Tahir Azhari mengatakan bahwa negara hukum Pancasila adalah negara hukum yang
bercirikan ada hubungan yang erat antara agama dan negara, bertumpu pada Ketuhanan Yang
Maha Esa, adanya kebebasan agama dalam arti positif,atheisme tidak dibenarkan dan komunisme
dilarang, dan adanya asas kekeluargaan dan kerukunan. Unsur-unsur negara hukum Pancasila
adalah :
1. Pancasila,
2. MPR,
3. sistem konstitusi,
4. persamaan,
5. peradilan bebas.
Azhary menyatakan bahwa unsur-unsur dari negara hukum Indonesia adalah :
1. Hukumnya bersumber pada Pancasila,
2. berkedaulatan Rakyat,
3. pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi,
4. persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan,
5. kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya,
6. pembentukan undang-undang oleh Presiden bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat,
7. dianutnya sistem MPR.
Penulis sendiri dengan mendasarkan pada pendapat Bagir Manan yang mengatakan bahwa
di Indonesia sekurang-kurangnya ada tiga sistem hukum yang berlaku, yaitu sistem hukum adat,
sistem hukum agama, dan sistem hukum barat, menganggap Indonesia sebagai suatu negara
hukum yang unik. Dikatakan unik karena Hukum adat yang merupakan hukum tidak tertulis yang
terwujud melalui putusan penguasa adat lebih dekat pada sistem Anglo Saxon, sistem hukum
agama yang menonjol adalah hukum Islam, sedangkan sistem hukum barat adalah Eropa
Kontinental. Ketiga sistem hukum ini mempengaruhi konsep negara hukum Pancasila dan penulis
beranggapan bahwa unsur-unsur dari negara hukum Pancasila adalah :
1. Kekuasaan sebagai amanah,
2. adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia,
3. adanya pembagian kekuasaan,
4. adanya persamaan dalam hukum,
5. adanya sistem konstitusi,
6. adanya asas musyawarah,
7. pemerintah bertindak berdasarkan hukum,
8. adanya peradilan bebas.

Anda mungkin juga menyukai