putrapratamaandriyan@gmail.com
Abstrak
Metode Penelitian
sekunder dari literatur-literatur, berupa jurnal maupun buku yang terkait dengan ep
hukum di dalam hukum positif Indonesia. Setelah data dikumpulkan, maka disajikan
dengan metode informal berupa deskripsi.
Pembahasan
2
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
perbedaan arti, materi, maupun pelaksanaan dari hukum itu sendiri. Hal itu karena
terdapat perbedaan latar belakang sejarah, budaya, sosio-politik, ekonomi serta
falsafah hidup masing-masing bangsa. Kendatipun demikian, dengan derajat yang
berbeda sesuai dengan pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara, masing
memiliki tujuan pada terciptanya kehidupan bersama yang membawa kepada
kesejahteraan umum dalam arti seluas-luasnya. Negara sebagai perwujudan hukum,
kekuasaannya diatur menurut hukum yang berlaku serta menempatkan hukum
sebagai sesuatu yang sifatnya “suprematif” dalam negara.
Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika terdapat dua aliran hukum yang
mendasari sistem hukum dan ketatanegaraan. Termasuk penerapan Undang-
Undang Dasar sebagai dasar konstitusi negara. Pertama, sistem cammon law;
sebuah sistem hukum yang didasarkan pada kebiasaankebiasaan lembaga
kehakiman di dalam memutuskan hukum (yurisprudensi). Hukum adalah ciptaan
hakim (judge-made law) di dalam memutuskan perkara. Kedua, sistem civil law;
suatu sistem hukum yang didasarkan pada aturan Bahkan di antara negara-negara
yang menyatakan dirinya sebagai negara berdasarkan hukum dan
melaksanakannya dalam arti materiil, terdapat perbedaan-perbedaan arti, materi,
maupun pelaksanaan dari hukum itu sendiri. Hal itu karena terdapat perbedaan latar
belakang sejarah, budaya, sosio-politik, ekonomi serta falsafah hidup masing-
masing bangsa. Kendatipun demikian, dengan derajat yang berbeda sesuai dengan
pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara, masing memiliki tujuan pada
terciptanya kehidupan bersama yang membawa kepada kesejahteraan umum dalam
arti seluas-luasnya. Negara sebagai perwujudan hukum, kekuasaannya diatur
menurut hukum yang berlaku serta menempatkan hukum sebagai sesuatu yang
sifatnya “suprematif” dalam negara.
Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika terdapat dua aliran hukum yang
mendasari sistem hukum dan ketatanegaraan. Termasuk penerapan Undang-
Undang Dasar sebagai dasar konstitusi negara. Pertama, sistem cammon law;
sebuah sistem hukum yang didasarkan pada kebiasaankebiasaan lembaga
kehakiman di dalam memutuskan hukum (yurisprudensi). Hukum adalah ciptaan
hakim (judge-made law) di dalam memutuskan perkara. Kedua, sistem civil law;
suatu sistem hukum yang didasarkan pada aturan Bahkan di antara negara-negara
yang menyatakan dirinya sebagai negara berdasarkan hukum dan
melaksanakannya dalam arti materiil, terdapat perbedaan-perbedaan arti, materi,
maupun pelaksanaan dari hukum itu sendiri. Hal itu karena terdapat perbedaan latar
belakang sejarah, budaya, sosio-politik, ekonomi serta falsafah hidup masing-
masing bangsa. Kendatipun demikian, dengan derajat yang berbeda sesuai dengan
pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara, masing memiliki tujuan pada
terciptanya kehidupan bersama yang membawa kepada kesejahteraan umum dalam
arti seluas-luasnya. Negara sebagai perwujudan hukum, kekuasaannya diatur
menurut hukum yang berlaku serta menempatkan hukum sebagai sesuatu yang
sifatnya “suprematif” dalam negara.
3
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
Di negara-negara Eropa Barat dan Amerika terdapat dua aliran hukum yang
mendasari sistem hukum dan ketatanegaraan. Termasuk penerapan Undang-
Undang Dasar sebagai dasar konstitusi negara. Pertama, sistem cammon law;
sebuah sistem hukum yang didasarkan pada kebiasaankebiasaan lembaga
kehakiman di dalam memutuskan hukum (yurisprudensi). Hukum adalah ciptaan
hakim (judge-made law) di dalam memutuskan perkara. Kedua, sistem civil law;
suatu sistem hukum yang didasarkan pada aturan hukum yang dikodifikasikan
dalam suatu Kitab Undang-Undang (statute). 2
Bahkan dalam ungkapan yang lebih radikal, Max Boli Sabon menyatakan:
“Tanpa konstitusi negara tidak mungkin ada”. 3 Pernyataan ini didasarkan pada suatu
kenyataan bahwa tidak ada satupun negara di dunia sekarang ini yang tidak
mempunyai konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Negara dan konstitusi seolah
menjadi dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya
(bagaikan sekeping mata uang). Hal ini menjadikan embrio (asal-usul) lahirnya
2
Sistem cammon law lebih ruwet kalau dibandingkan dengan civil law. Tidak terbukukan secara rapi akibatnya
kacau balau, amburadul, tidak seragam dan tidak konsisten. Sedangkan civil law dikenal sebagai sistem hukum
yang lebih rapi dan lebih ringkas. Mungkin itu wajar karena undang-undang dapat langsung menjelaskan
secara tepat pada hukumnya, aturan apa yang harus dipatuhi oleh warga negara. Amerika Serikat pada
awalnya menganut sistem cammon law, tetapi karena sistem civil law dirasa lebih rapi, logis, dan setidaknya
kelihatan lebih rasional, pada abad ke-19 tergugah untuk mengadopsi gagasan mengkodifikasi hukum
sebagaimana yang menjadi ciri sistem civil law. Lihat, Lawrence M. Fridman, Hukum Amerika Sebuah
Pengantar, Terjemahan Wishnu Basuki, Jakarta: PT. Tatanusa, 2001, hlm. 123-134.
3
Lihat Max Boli Sabon, Fungsi Ganda Konstitusi, Bandung: PT Grafiti, 1991, hlm. 44.
4
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
konstitusi dalam suatu negara, yang biasanya juga mengiringi sejarah dari
pembentukan negata itu sendiri. Sebab konstitusi sudah merupakan unsur pokok
sebagai hukum dasar (droit constitutional) dari terbentuknya negara.
Sehingga apabila dilihat dari sudut pandang negara dan pemerintahan, menurut
Hawgood dalam bukunya; Modern Constitution since 1787, mengemukakan bahwa
konstitusi memiliki arti penting yang menggambarkan bangunan bentuk negara dan
pemerintahan. Karena kedua hal tersebut, pada hakekatnya tercantum dalam setiap
konsitusi. Pendapat tersebut didasarkan pada studinya yang membandingkan
bentuk-bentuk negara di dunia, sehingga Hawgood memperkenalkan beberapa
macam bentuk negara dan konstitusi. Ada tiga macam bentuk bangunan negara dan
konstitusi yang bisa dilihat dari perkembangan negara-negara di dunia sekarang ini: 4
5
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
Sudah menjadi sebuah kenyataan bahwa tidak ada satu pun negara di dunia ini
yang tidak memiliki konstitusi. Oleh karena itu, negara dan kontitusi merupakan dua
lembaga yang tak terpisahkan dalam kehidupan demokrasi suatu bangsa. Sebab
negara sebagai sebuah lembaga adalah suatu arena kehidupan yang netral, di
mana pewarnaannya sangat tergantung pada bentuk-bentuk kekuasaan dan
pengisian kekuasaan tersebut. Masalah dasar yang sering muncul dalam sebuah
negara – kaitannya dengan pengisian kekuasaan dan penyelenggaraan kekuasaan
– adalah mengenai bagaimana legitimasi dari kekuasaan dan ruang batas
kekuasaan itu diberikan dan dijalankan? Serta masalah berikutnya yang juga selalu
mengiringi adalah mengenai prinsip-prinsip umum dari penyelengaraan kekuasaan
itu sendiri.
6
Mukthie Fadjar misalkan, mengungkapkan bahwa hukum tatanegara positif Indonesia bertumpu pada hukum
dasar tertulis UUD 1945 dan Undang-Undang Organik yaitu UU yang diperintahkan keberadaannya oleh UUD
1945 itu sendiri. Lihat Mukthie Fadjar, Op. cit., hlm. 22.
7
Mahfud MD menyebutkan, demokrasi abad ke-19 sebagai fenomena “negara hukum formal”. Di mana hukum
negara (konstitusi) lebih bersifar membatasi pada kewenganan-kewenganan pemeintah untuk menjamin
kebebasan individualisme yang diperjuangkan melalui parlemen. Lihat Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi
di Indonesia (studi tentang intraksi politik dan kehidupan ketatanegaraan), Jakarta: PT. Renika Cipta, 1993,
hlm. 26.
6
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
8
Dalam sudut pandang demokrasi, konstitusi memiliki arti yang cukup luas. Tidak sebatas kaedah hukum
normatif, melainkan sebuah perwujudan masyarakat politik dalam suatu negara. Robert A. Dahl, mengupas
demokrasi dengan bahasa-bahas yang elegan, dan mengandung diskursus yang cukup menakjubkan untuk
diperdebatkan. Termasuk dalam salah satu diskursusnya tentang arti konstitusi bagi demokrasi. Lihat Robert A.
Dahl, Perihal Demokrasi, Terjemahan A. Rahman Zainuddin, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001, hlm. 173-
177.
8
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
9
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
KESIMPULAN
10
KONSTITUSIONALISME
DALAM PRAKTEK BERNEGARA
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Thaib, et. al, 2009, Teori dan Hukum Konstitusi, Rajawali Press,
Jakarta.
11