NRP : 120119231
Email : kyogreaku@gmail.com
Kelas :A
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SURABAYA
APRIL 2022
1. A. Indonesia, menganut konsep Rechtstaats eropa Kontinental yang merupakan
warisan dari kolonial Belanda. Istilah negara hukum di Indonesia sering diterjemahkan
Rechtstaats atau Rule of Law untuk menunjuk hal yang sama. Pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan negara merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikenal
dengan istilah “rechtstaat”. Pembatasan tersebut diberlakukan melalui peraturan
perundang-undangan, yang kemudian berkembang menjadi konsep konstitusionalisme,
atau negara yang diatur oleh konstitusi. Dengan cara yang sama, konsep negara
demokrasi, juga dikenal sebagai demokrasi konstitusional, dikaitkan dengan konsep
negara demokrasi berdasarkan aturan hukum. Setiap negara yang mengikuti aturan
hukum mengikuti seperangkat prinsip. Aturan hukum (supremacy of law), persamaan
di depan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang
tidak melanggar hukum (due process of law) adalah prinsip-prinsip tersebut. Ketika
Indonesia mendeklarasikan dirinya sebagai negara merdeka, undang-undang itu mulai
berlaku. Hal ini tercermin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) tahun 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat (3) yang mangatakan “
Negara Indonesia adalah Negara Hukum “. Indonesia juga disebut negara Demokrasi
yang tercermin dalam Undang- Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat
(2), bahwa” Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”. Konsekuesi bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah hukum. Dapat diberi kesimpulan bahwa Indonesia adalah
negara hukum, dengan pengertian bahwa pola yang dianutnya tidak menyimpang
berdasarkan atas hukum pada umumnya, tetapi disesuaikan dengan keadaan di
Indonesia dengan menggunakan taraf hidup masyarakat Indonesia dan pandangan
nasional Indonesia.
Akibatnya, suatu sistem peraturan perundang-undangan mengatur segala aspek
penyelenggaraan dan penyelenggaraan negara. Tujuan peraturan perundang-undangan
adalah untuk mengatur dan mengatur kehidupan dalam suatu negara agar masyarakat
yang diatur oleh hukum tersebut mempunyai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peraturan perundang-undangan sangat
penting untuk pembentukan sistem hukum nasional karena supremasi hukum
menopang semua aspek kehidupan, termasuk urusan negara dan nasional serta interaksi
sosial. Peraturan perundang-undangan dibentuk untuk memberikan ketentuan dan
mekanisme yang ditujukan kepada masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa untuk
mendorong pembangunan nasional. Keberadaan peraturan perundang-undangan juga
berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Untuk mencapai tujuan ini, kita
harus memastikan bahwa warga negara dan lembaga pemerintah Indonesia memiliki
akses ke kebebasan mendasar yang menjadi hak individu masyarakat, maka dari itu
Peraturan hukum harus dipatuhi setiap saat. Peran utama legislasi adalah mengatur
suatu substansi untuk memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat dan
sekaligus melayani masyarakat. Artinya, dalam konteks pengabdian kepada
masyarakat, peraturan perundang-undangan menjadi alat untuk memajukan kebijakan
pemerintah melalui berbagai cara pengesahan dan interpretasi.
3. Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan, ada dua hal yang tidak bisa
diabaikan, yaitu Sinkronisasi dan Harmonisasi yang dimana proses tersebut harus
dilakukan sepanjang keseluruhan proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai suatu proses
penyelarasan atau penyerasian peraturan perundang-undangan yang hendak atau
sedang disusun, agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan sesuai prinsip-
prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang baik. Kegiatan harmonisasi
adalah kajian menyeluruh terhadap suatu rancangan peraturan yang dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan apakah rancangan peraturan tersebut dalam berbagai
aspeknya mencerminkan keserasian atau kesesuaian dengan peraturan perundang-
undangan nasional lainnya, dengan peraturan perundang-undangan tidak tertulis yang
ada di masyarakat, atau dengan konvensi dan kesepakatan internasional, baik bilateral
maupun multilateral, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Harmonisasi
bertujuan untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya disharmoni hukum.
Harmonisasi juga dapat membantu memastikan bahwa proses penyusunan rancangan
undang-undang dilakukan sesuai dengan prinsip kepastian hukum. Menurut pengertian
ini, harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah suatu proses penyelarasan dan
penyelarasan antara peraturan perundang-undangan sebagai bagian atau subsistem yang
tidak terpisahkan dari sistem hukum untuk mencapai tujuan hukum.
Sedangkan sinkronisasi hukum adalah penyelarasan dan harmonisasi berbagai
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan
yang ada dan yang sedang disusun, mengatur suatu bidang tertentu. Tujuan kegiatan
sinkronisasi adalah untuk memastikan bahwa substansi yang diatur dalam produk
perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplemen), atau saling
berhubungan, dan semakin detail dan operasional isi materi, semakin rendah jenis
regulasinya. adalah. Kegiatan sinkronisasi dilakukan secara berkala untuk memastikan
tercapainya tujuan tersebut. Untuk mencapai kepastian hukum yang memadai bagi
pelaksanaan bidang-bidang tertentu secara efisien dan efektif, perlu dilakukan kegiatan
sinkronisasi guna menetapkan landasan bagi pengaturan bidang tertentu yang
bersangkutan. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan seringkali menimbulkan
perbedaan pendapat mengenai peraturan perundang-undangan mana yang lebih tepat
untuk diterapkan dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus
memperhatikan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman berlakunya peraturan
perundang-undangan. Asas lex superiori derogat legi inferiori, yang menyatakan
bahwa apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah, maka peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus dikesampingkan,
relevan dalam hal sinkronisasi peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi dan sinkronisasi adalah dua konsep yang berbeda dalam
terminologi hukum. Dalam mengkaji peraturan perundang-undangan, perbedaan
keduanya terletak pada tujuan kajiannya: harmonisasi lebih mempelajari kesejajaran
undang-undang secara horizontal atau sederajat, sedangkan sinkronisasi lebih
mempelajari kesejajaran undang-undang vertikal (lebih tinggi dan lebih rendah).
Harmonisasi peraturan perundang-undangan diharapkan akan melibatkan proses
membandingkan atau menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang memiliki
kedudukan hierarkis yang sama dan menentukan apakah isi peraturan perundang-
undangan tersebut sama. Di sisi lain, berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu
upaya untuk mencapai keselarasan dan mengatasi perbedaan atau konflik hukum dalam
rangka menciptakan suatu sistem hukum yang terpadu, baik dalam bentuk penyusunan
peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku atau berupa peraturan perundang-
undangan yang sedang dipertimbangkan. Harmonisasi dan sinkronisasi hukum sebagai
suatu proses dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mengatasi konflik
antar norma hukum dalam peraturan perundang-undangan untuk membentuk peraturan
perundang-undangan yang sinkron, selaras, serasi, seimbang, terpadu, konsisten, dan
berpegang teguh pada prinsip merupakan istilah-istilah yang digunakan untuk
menjelaskan proses pembentukan undang-undang dan peraturan. Selain dilakukan pada
saat pembentukan suatu produk hukum, juga dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi
hukum terhadap produk hukum yang telah terbentuk sebagai akibat dari dinamika
hukum yang terkait dengan pembentukan atau diundangkannya peraturan perundang-
undangan baru, yang mengakibatkan dalam beberapa produk hukum tersebut tidak
selaras atau tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
undang-undang baru telah diberlakukan. Akibatnya, jika kedua faktor ini diabaikan,
akan terjadi kekacauan regulasi, yang akan meningkatkan kemungkinan tumpang tindih
regulasi. Banyak aturan akan menjadi tidak konsisten, dan menerapkannya akan
menjadi lebih sulit.