Anda di halaman 1dari 8

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2021/2022

MATA UJIAN : PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Nama Lengkap : Muhammad Luqman Hakim

NRP : 120119231

Email : kyogreaku@gmail.com

Kelas :A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SURABAYA

APRIL 2022
1. A. Indonesia, menganut konsep Rechtstaats eropa Kontinental yang merupakan
warisan dari kolonial Belanda. Istilah negara hukum di Indonesia sering diterjemahkan
Rechtstaats atau Rule of Law untuk menunjuk hal yang sama. Pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan negara merupakan salah satu ciri negara hukum yang dikenal
dengan istilah “rechtstaat”. Pembatasan tersebut diberlakukan melalui peraturan
perundang-undangan, yang kemudian berkembang menjadi konsep konstitusionalisme,
atau negara yang diatur oleh konstitusi. Dengan cara yang sama, konsep negara
demokrasi, juga dikenal sebagai demokrasi konstitusional, dikaitkan dengan konsep
negara demokrasi berdasarkan aturan hukum. Setiap negara yang mengikuti aturan
hukum mengikuti seperangkat prinsip. Aturan hukum (supremacy of law), persamaan
di depan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang
tidak melanggar hukum (due process of law) adalah prinsip-prinsip tersebut. Ketika
Indonesia mendeklarasikan dirinya sebagai negara merdeka, undang-undang itu mulai
berlaku. Hal ini tercermin dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
(UUD NRI) tahun 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat (3) yang mangatakan “
Negara Indonesia adalah Negara Hukum “. Indonesia juga disebut negara Demokrasi
yang tercermin dalam Undang- Undang Dasar 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat
(2), bahwa” Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar”. Konsekuesi bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka kekuasaan
tertinggi dalam negara adalah hukum. Dapat diberi kesimpulan bahwa Indonesia adalah
negara hukum, dengan pengertian bahwa pola yang dianutnya tidak menyimpang
berdasarkan atas hukum pada umumnya, tetapi disesuaikan dengan keadaan di
Indonesia dengan menggunakan taraf hidup masyarakat Indonesia dan pandangan
nasional Indonesia.
Akibatnya, suatu sistem peraturan perundang-undangan mengatur segala aspek
penyelenggaraan dan penyelenggaraan negara. Tujuan peraturan perundang-undangan
adalah untuk mengatur dan mengatur kehidupan dalam suatu negara agar masyarakat
yang diatur oleh hukum tersebut mempunyai kepastian, kemanfaatan, dan keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Peraturan perundang-undangan sangat
penting untuk pembentukan sistem hukum nasional karena supremasi hukum
menopang semua aspek kehidupan, termasuk urusan negara dan nasional serta interaksi
sosial. Peraturan perundang-undangan dibentuk untuk memberikan ketentuan dan
mekanisme yang ditujukan kepada masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa untuk
mendorong pembangunan nasional. Keberadaan peraturan perundang-undangan juga
berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah. Untuk mencapai tujuan ini, kita
harus memastikan bahwa warga negara dan lembaga pemerintah Indonesia memiliki
akses ke kebebasan mendasar yang menjadi hak individu masyarakat, maka dari itu
Peraturan hukum harus dipatuhi setiap saat. Peran utama legislasi adalah mengatur
suatu substansi untuk memecahkan suatu masalah yang ada dalam masyarakat dan
sekaligus melayani masyarakat. Artinya, dalam konteks pengabdian kepada
masyarakat, peraturan perundang-undangan menjadi alat untuk memajukan kebijakan
pemerintah melalui berbagai cara pengesahan dan interpretasi.

B. Bahwa negara hukum, konstitusi harus menjadi pedoman bagi penyelenggaraan


pemerintahan dan kehidupan sehari-hari warga negara. Dalam hal ini, sistem
pemerintahan harus menghadirkan sistem hukum yang bekerja sebagai kerangka norma
hukum, sehingga memungkinkan untuk saling berhubungan dan terorganisir menjadi
suatu sistem. Di mana setiap norma hukum dalam sistem tersebut tidak boleh
mengesampingkan atau bahkan bertentangan norma hukum yang lainnya. Dengan
demikian dalam negara hukum, sistem hukumnya harus tersusun dalam tata norma
hukum secara hirarkis dan tidak boleh saling bertentangan di antara norma-norma
hukumnya baik secara vertikal maupun horizontal. Sehingga jika terjadi konflik antar
norma-norma tersebut maka akan tunduk pada norma-norma logisnya, yakni norma-
norma dasar yang ada dalam konstitusi. Karakteristik dari norma hukum yang
bersumber pada norma dasar itu meliputi prinsip konsistensi dan legitimitas. Di mana
suatu norma hukum tetap akan berlaku dalam suatu sistem hukum sampai daya lakunya
diakhiri melalui suatu cara yang ditetapkan dalam sistem hukum, atau digantikan norma
lain yang diberlakukan oleh sistem hukum itu sendiri. Dalam karakteristik tersebut
maka berlaku prinsip-prinsip, antara lain lex posterior derogate legi priori (norma
hukum yang baru membatalkan norma hukum yang terdahulu), lex superior derogate
legi inferiori (norma hukum yang lebih tinggi
Menurut Hans Kelsen, norma itu berjenjang berlapis-lapis dalam suatu susunan
hierarki. Pengertiannya, norma hukum yang dibawah berlaku dan bersumber, dan
berdasar dari norma yang lebih tinggi, dan norma lebih tinggi juga bersumber dan
berdasar dari norma yang lebih tinggi lagi begitu seterusnya sampai berhenti pada suatu
norma tertinggi yang disebut sebagai Norma Dasar (Grundnorm) dan masih menurut
Hans Kelsen termasuk dalam sistem norma yang dinamis. Oleh sebab itu, hukum selalu
dibentuk dan dihapus oleh Lembaga-lembaga otoritas-otoritasnya yang berwenang
membentuknya, berdasarkan norma yang lebih tinggi, sehingga norma yang lebih
rendah (Inferior ) dapat dibentuk berdasarkan norma yang lebih tinggi (superior), pada
akhirnya hukum menjadi berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu
Hierarki.
Salah satu tujuan utama tata susunan norma hukum adalah untuk mengkaji
bagaimana konteks politik yang berbeda mempengaruhi norma hukum. Nilai-nilai yang
dipertaruhkan di sini adalah keadilan dan supremasi hukum sebagai perwujudan dari
nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu, idealnya hukum dibuat dengan memperhatikan
kepentingan semua pihak agar keadilan dapat tercapai. Dengan mengandung perintah
dan larangan, menuntut ketaatan dan hukuman, hukum yang berjalan akan menjamin
bahwa masyarakat beroperasi sesuai dengan aturan keadilan.Ketika norma hukum
ditetapkan, Akan ada gambaran yang lebih jelas tentang kebijakan apa yang harus
dilaksanakan dan bagaimana mencapai tujuan pembangunan jangka panjang suatu
bangsa setelah norma hukum telah ditetapkan. Tanpa adanya kerangka hukum, upaya
pembangunan negara akan kurang terfokus, bahkan ada kemungkinan dinamika
penyelenggaraan negara itu sendiri akan terganggu. Agar hukum negara tetap stabil
secara politik sekaligus memajukan pembangunan nasional yang sejalan dengan cita-
cita bangsa, norma hukum harus ditetapkan.

2. Peraturan perundang-undangan dirancang dan disajikan kepada masyarakat umum.


Peraturan perundang-undangan dapat memberikan suatu kewajiban bagi masyarakat
untuk melakukan sesuatu karena kekuatan mengikatnya. Dalam sistem demokrasi,
legislasi lebih dari sekedar produk lembaga perwakilan yang dipilih langsung oleh
rakyat. Namun terbentuk atas kerjasama dengan masyarakat, karena lembaga
perwakilan dalam sistem demokrasi dapat menjelma menjadi kekuatan oligarkis,
sehingga mengakibatkan masyarakat tidak melegitimasi atau mengakui produk hukum
yang dihasilkan oleh lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat itu sendiri. Isu yang
sering muncul di kalangan masyarakat adalah DPR, DPD, dan pemerintah sebagai
legislator dipandang kurang aspiratif dan partisipatif. Lagi pula, tujuan dibuatnya
undang-undang ini adalah untuk menjamin kesejahteraan umum seluruh rakyat
Indonesia.. Bertitik tolak dari tujuan konstitusi dalam pembukaan (preambule) UUD
1945 alinea ke-IV dengan tegas menyatakan bahwa: “untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
Landasan ini menegaskan adanya "kewajiban negara" dan "tugas pemerintah" untuk
melindungi dan melayani segenap kepentingan masyarakat, guna terwujudnya
kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Pembentukan perundang-undangan merujuk
kepada tujuan negara yaitu: "memajukan kesejahteraan umum," sebagaimana dimaksud
dalam pembukaan alinea ke-IV UUD 1945, secara filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Akibatnya, dalam rangka membentuk peraturan perundang-undangan dan untuk
meminimalisir penolakan terhadap peraturan perundang-undangan yang telah
diundangkan, masyarakat berhak memberikan masukan dan akses kepada masyarakat
untuk melakukan kegiatan tersebut dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan. Hak-hak masyarakat ini dituangkan dalam Pasal 28 D Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjelaskan bahwa setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Maka
dari itu Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin
terciptanya kesejahteraan bersama dalam kehidupan masyarakat melalui undang-
undang yang dibuat oleh DPR, DPD, dan Pemerintah baik yang menyangkut
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan maupun kepentingan politik.
Sistem peraturan perundang-undangan Indonesia sebagai suatu rangkaian unsur-unsur
hukum tertulis yang saling terkait, pengaruh memengaruhi, dan terpadu dan tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya yang dilandasi oleh falsafah Pancasila dan UUD 1945
Sebagai contohnya adalah Omnibus Law yang sempat marak eksistensinya
yang mengandung pro dan kontra di kalangan masyarakat yang salah satunya
berdampak bagi Buruh. Pendapat yang kontra ada yang melihat dari segi substansi,
maupun dari segi teknis perundang-undangannya. Buruh juga tidak hanya
mempersoalkan substansi materi yang masih mengundang pro dan kontra, tetapi
prosedurnya juga dinilai tidak transparan. Dalam proses pembahasan di tingkat
pemerintah, tidak pernah melibatkan dan mendengar aspirasi buruh. Namun
kelihatannya pemerintah mempunyai pendapatnya sendiri. Tidak ada tanda tanda untuk
mengakomodasi aspirasi buruh, tetapi justru menuduh ada konspirasi politik di balik
reaksi para buruh terhadap omnibus law, RUU CK tersebut. Menurut Kontra, ada pasal-
pasal dalam omnibus law yang dinilai berbahaya untuk buruh, mengancam kelestarian
lingkungan, mengancam kesejahteraan buruh perempuan, dan mengintervensi pers.
Secara teori, pembentuk undang-undang mempunyai otoritas yang membuat produk
yang baru sama sekali, merevisi yang sudah ada. Atau menggabungkan menjadi satu
undang-undang yang lebih efektif dan efisien. Undang-undang juga bisa digunakan
untuk mengarahkan masyarakat ke arauh tujuan yang akan dicapai oleh negara. Namun
yang harus menjadi pedoman adalah tujuan negara yang sudah disepakati dalam
konstitusi, dan dirumuskan dalam ideologi negara, misalnya menyangkut sila kelima
Pancasila, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Meskipun pemerintah atau DPR tidak bisa hanya mengejar efisiensi waktu dan
efektivitas sasaran karena kebutuhan yang mendesak dan waktu yang terbatas,
pembuatan undang-undang harus mengikuti prosedur yang diperlukan untuk
memastikan keabsahan kewenangan yang diberikan oleh konstitusi. Selain berpegang
pada politik hukum negara untuk menjamin terwujudnya cita-cita bangsa, dalam
pembentukan undang-undang penciptaan lapangan kerja ini juga harus menjaga
penyertaan kepentingan, baik kepentingan politik maupun kepentingan bisnis, dalam
bentuk politisasi hukum. Jika hal ini terjadi, maka tujuan pembentukan hukum ideal
yang menjamin kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum tidak akan tercapai.Dalam
hal ini, bentuk kebebasan berekspresi individu masyarakat dapat ditemukan dengan
menentang atau bahkan menyetujui suatu peraturan perundang-undangan. Jadi wajar
saja jika pemerintah dan semua badan hukum, baik nasional maupun daerah, dikritik
atau ditentang, karena melalui ini mereka bisa merenung dan mempertimbangkan lebih
banyak hal. Akibat pertentangan tersebut, sistem hukum suatu masyarakat dapat
berpikir lebih kritis tentang bagaimana menemukan sistem yang adil bagi semua pihak,
termasuk pembuat kebijakan dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara.
Penentangan terhadap peraturan perundang-undangan seharusnya sah dan sangat
penting dalam perumusan peraturan perundang-undangan ke depan karena rakyat
memegang kekuasaan tertinggi.

3. Dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan, ada dua hal yang tidak bisa
diabaikan, yaitu Sinkronisasi dan Harmonisasi yang dimana proses tersebut harus
dilakukan sepanjang keseluruhan proses pembuatan peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat diartikan sebagai suatu proses
penyelarasan atau penyerasian peraturan perundang-undangan yang hendak atau
sedang disusun, agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan sesuai prinsip-
prinsip hukum dan peraturan perundang-undangan yang baik. Kegiatan harmonisasi
adalah kajian menyeluruh terhadap suatu rancangan peraturan yang dilakukan dengan
tujuan untuk menentukan apakah rancangan peraturan tersebut dalam berbagai
aspeknya mencerminkan keserasian atau kesesuaian dengan peraturan perundang-
undangan nasional lainnya, dengan peraturan perundang-undangan tidak tertulis yang
ada di masyarakat, atau dengan konvensi dan kesepakatan internasional, baik bilateral
maupun multilateral, yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Harmonisasi
bertujuan untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya disharmoni hukum.
Harmonisasi juga dapat membantu memastikan bahwa proses penyusunan rancangan
undang-undang dilakukan sesuai dengan prinsip kepastian hukum. Menurut pengertian
ini, harmonisasi peraturan perundang-undangan adalah suatu proses penyelarasan dan
penyelarasan antara peraturan perundang-undangan sebagai bagian atau subsistem yang
tidak terpisahkan dari sistem hukum untuk mencapai tujuan hukum.
Sedangkan sinkronisasi hukum adalah penyelarasan dan harmonisasi berbagai
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan
yang ada dan yang sedang disusun, mengatur suatu bidang tertentu. Tujuan kegiatan
sinkronisasi adalah untuk memastikan bahwa substansi yang diatur dalam produk
perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplemen), atau saling
berhubungan, dan semakin detail dan operasional isi materi, semakin rendah jenis
regulasinya. adalah. Kegiatan sinkronisasi dilakukan secara berkala untuk memastikan
tercapainya tujuan tersebut. Untuk mencapai kepastian hukum yang memadai bagi
pelaksanaan bidang-bidang tertentu secara efisien dan efektif, perlu dilakukan kegiatan
sinkronisasi guna menetapkan landasan bagi pengaturan bidang tertentu yang
bersangkutan. Sinkronisasi peraturan perundang-undangan seringkali menimbulkan
perbedaan pendapat mengenai peraturan perundang-undangan mana yang lebih tepat
untuk diterapkan dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, aparat penegak hukum harus
memperhatikan prinsip-prinsip yang menjadi pedoman berlakunya peraturan
perundang-undangan. Asas lex superiori derogat legi inferiori, yang menyatakan
bahwa apabila terjadi pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang lebih
rendah, maka peraturan perundang-undangan yang lebih rendah harus dikesampingkan,
relevan dalam hal sinkronisasi peraturan perundang-undangan.
Harmonisasi dan sinkronisasi adalah dua konsep yang berbeda dalam
terminologi hukum. Dalam mengkaji peraturan perundang-undangan, perbedaan
keduanya terletak pada tujuan kajiannya: harmonisasi lebih mempelajari kesejajaran
undang-undang secara horizontal atau sederajat, sedangkan sinkronisasi lebih
mempelajari kesejajaran undang-undang vertikal (lebih tinggi dan lebih rendah).
Harmonisasi peraturan perundang-undangan diharapkan akan melibatkan proses
membandingkan atau menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang memiliki
kedudukan hierarkis yang sama dan menentukan apakah isi peraturan perundang-
undangan tersebut sama. Di sisi lain, berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu
upaya untuk mencapai keselarasan dan mengatasi perbedaan atau konflik hukum dalam
rangka menciptakan suatu sistem hukum yang terpadu, baik dalam bentuk penyusunan
peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku atau berupa peraturan perundang-
undangan yang sedang dipertimbangkan. Harmonisasi dan sinkronisasi hukum sebagai
suatu proses dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mengatasi konflik
antar norma hukum dalam peraturan perundang-undangan untuk membentuk peraturan
perundang-undangan yang sinkron, selaras, serasi, seimbang, terpadu, konsisten, dan
berpegang teguh pada prinsip merupakan istilah-istilah yang digunakan untuk
menjelaskan proses pembentukan undang-undang dan peraturan. Selain dilakukan pada
saat pembentukan suatu produk hukum, juga dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi
hukum terhadap produk hukum yang telah terbentuk sebagai akibat dari dinamika
hukum yang terkait dengan pembentukan atau diundangkannya peraturan perundang-
undangan baru, yang mengakibatkan dalam beberapa produk hukum tersebut tidak
selaras atau tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
undang-undang baru telah diberlakukan. Akibatnya, jika kedua faktor ini diabaikan,
akan terjadi kekacauan regulasi, yang akan meningkatkan kemungkinan tumpang tindih
regulasi. Banyak aturan akan menjadi tidak konsisten, dan menerapkannya akan
menjadi lebih sulit.

Anda mungkin juga menyukai