Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“RULES OF LAW”

Dosen Pengampu: Qorry Ulfah Lasia, SH. M. Kn

Disusun Oleh:

Sarah Lisfiza (0203222051)

Nurul Siti Khadijah (0203222070)

M. Dimas Wirayuda (0203222082)

Kaka Anugrah Miranto (0203222062)

Rahma Meisyarah Sihombing (0203222042)

PROGRAM STUDI S-1 HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt. Yang maha esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada bapak dosen yang telah membimbing kami dalam
penyelesaian makalah ini

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai kewarganegaraan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari
Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke-
19, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan demokrasi. Ia lahir sejalan
dengan tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam
penyelenggaraan negara dan sebagai reaksi terhadap negara absolut yang
berkembang sebelumnya. Rule of Law merupakan konsep tentang common law
Drmenjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan
egalitarian. egalitarian merupakan sifat seseorang, yang antara lain ditunjukkan
melalui perilaku atau keyakinan tentang persamaan hak, meraih kesejahteraan dan
kesempatan yang sama bagi setiap individu. Misalkan bahwa seseorang harus
diperlakukan dan memperoleh perlakuan yang sama pada dimensi seperti agama,
politik, ekonomi, sosial atau adat.

Rule of Law adalah rule by the law dan bukan rule by the man. Ia lahir
mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum gereja, ningrat dan kerajaan,
menggeser negara kerajaan dan memuncul-kan negara konstitusi dari mana doktrin
Rule of Law ini lahir. Ada tidaknya Rule of Law dalam suatu negara ditentukan
oleh “kenyataan” apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan yang adil, baik sesama warganegara, maupun dari pemerintah. Oleh
karena itu, pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu negara
merupakan suatu premis bahwa kaidah-kaidah yang dilaksanakan itu merupakan
hukum yang adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi
masyarakat.1

1
Dr. Syahrial Syarbaini, Ph. D, Kompetensi Demokrasi Yang Beradab Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, (Jakarta: UIEU Press, 2009) h. 133
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Rule of Law?

2. Apa prinsip-prinsip Rule of Law secara formal?

3. Bagaimana prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki dalam

penyelenggaraan pemerintah?

4. Bagaimana strategi pelaksanaan Rule of Law?

5. Apa saja bentuk dari Rule of Law?

C. Tujuan

1. Memahami apa yang dimaksud dengan Rule of Law.

2. Mengetahui prinsip Rule of Law secara formal.

3. Memahami prinsip- prinsip Rule of Law secara hakiki dalam

kepemerintahan.

4. Memahami strategi pelaksanaan Rule Of law.

5. Mengetahui bentuk dari Rule of Law.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Rule of Law

The Rule of Law dalam literatur-literatur terkemuka memiliki


pengertian yang sama dengan Negara Hukum. Demikian juga dalam kepustakaan
Indonesia istilah Negara Hukum merupakan penterjemahan langsung dari
Rechtstaat. Konsep Rechtstaat banyak mempengaruhi sistem hukum di beberapa
negara termasuk sistem hukum Indonesia. Secarajelas konstitusi negara Indonesia
memuat apa yang dinamakan dengan Rechtstaat ini dalam rangkaian kata
“Indonesia ialah negara berdasar atas hukum (rechtstaat)” dan selanjutnya, hal ini
tertuang dalam UUD 1945.2 Pernyataan ini dikuatkan pendapat para pakar- pakar
hukum di Indonesia, diantaranya adalah Notohamidjojo dan Sumrah, adapun
pernyataan mereka, adalah:

• Dengan timbulnya gagasan-gagasan pokok yang dirumuskan dalam


konstitusi-konstitusi dari abad IX itu, maka timbul juga istilah negara
hukum (rechtstaat).3
• Yang sudah kita kenali lebih lama adalah pengertian Rechtstaat atau negara
hukum atau untuk menjamin kata-kata dalam Penjelasan Undang-Undang
Dasar 1945, negara yang berdasarkan atas hukum.4

Dari dua pendapat tersebut dapat dijadikan acuan bahwa Rechtstaat sama artinya
dengan “Negara Hukum”.

The Rule of Law merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh


seorang Albert Venn Dicey pada tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah
buku berjudul Introduction to the Study of the Law of Constitution. Sejak itulah The
Rule of Law mulai menjadi bahan kajian dalam pengembangan negara hukum,
bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda. Konsep

2
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, h. 72.
3
0. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, h. 31
4
Azhary, Negara Hukum Indonesia-Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur-Unsurnya, h. 31.
Dicey tersebut yang intinya bahwa the Rule of Law mengandung tiga unsur penting,
yaitu:

1. Supremacy of Law

Unsur Supremacy of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang
sewenang-wenang (arbitrary power), baik rakyat (yang diperintah) maupun raja
(yang memerintah). Kedua- duanya tunduk pada hukum (regular law). Prinsip
ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. Hukum dijadikan
sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan
itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum, dan bukan
kekuasaan.5

2. Equality Before the Law

Unsur Equality Before the Law, mengandung arti bahwa semua warga negara
tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya sebagai pejabat negara tunduk
pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan biasa yang sama. Jadi setiap
warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum. Penguasa maupun warga
negara biasa apabila melakukan tort (perbuatan melanggar hukum:
Surechtmatige daad; delict), maka akan diadili menurut aturan Common Law
dan di pengadilan biasa.6

3. Constitution Based on Human Right.7

Unsur Constitution Based on Human Rights jika ditelaah mengandung arti


adanya suatu Undang-Undang Dasar yang biasa disebut degan konstitusi.
Konstitusi disini bukan berarti merupakan sumber akan hak- hak asasi manusia
melainkan indikator-indikator dari hak-hak asasi manusia itulah yang
ditanamkan dalam sebuah konstitusi, secara harfiah dapat dikatakan bahwa apa
yang telah dituangkan ke dalam konstitusi itu haruslah dilindungi
keberadaannya.

5
Miriam Budiarjo, Op.cit., h. 58.
6
Azhary, Op.cit., h. 41.
7
Didi Nazmi Yunus, Konsepsi Negara Hukum, h. 22-23.
2. Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal di Indonesia

Mendefinisikan rule of law tidak lah mudah, dan sejak dulu banyak
pandangan sarjana yang disinggung diberbagai bangku akademik. Secara teori
rule of law merupakan prinsip hukum yang menyatakan bahwa hukum harus
memerintah sebuah negara dan bukan keputusan pejabat-pejabat secara
Individual. Prinsip ini umumnya merujuk pada pengaruh dan otoritas hukum
dalam masyarakat, terutama sebagai pengatur perilaku, termasuk perilaku para
pejabat pemerintah.8
Indonesia menjalankan prinsip checks and balences dalam mengatur
seluruh kelembagaan negara yang secara ekspilit harus tercantum didalam
konstitusi. Indonesia juga harus mencantumkan jaminan hak asasi warga negara
Indonesia dalam konstitusi Undang-undang Dasae 1945.9 Pada saat yang sama
Indonesia juga sebagai negara demokratis. Bahkan demokrasi di negara ini
terbesar ketiga di dunia modern setelah Amerika Serikat, India. Persyaratan
negara demokratis harus memiliki pemerintah yang sah dan diakui legtimasinya
oleh meilik kedaulatan yakni rakyat melalui suksesi kepemimpinan yang teratur.
Hal ini berhubungan dengan prinsip Rule of Law.
Di Indonesia, prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera dalam
pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
1. Bahwa kemerdekaan itu hak segala bangsa, … karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan “peri keadilan”
2. Kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, “adil” dan
makmur
3. …, untuk memajukan “kesejahteraan umum”, … dan “keadilan social”
4. Disususnlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
“Undang-undang Dasae Negara Indonesia”
5. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”

8
Wikipedia, Negara Hukum, (id.m.wikipedia.org).
9
Kaelan dan Achmad Zubaidi, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Paradigma, 2010)
6. Serta dengan mewujudkan suatu “keadilan social” bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara


formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan
social”, sehingga Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap dan instruktif bagi
penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan
adanya keadilam bagi masyarakat, terutama keadilan social. Prinsip-prinsip di
atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara
negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan
dengan jaminan atas rasa keadilan terutama keadilan social.

3. Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Hakiki (Materil) dalam


Penyelenggaraan Pemerintah

Prinsip-prinsip Rule of Law secara hakiki sangat erat kaitannya dengan


“the enforcement of the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan,
terutama dalam hal penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of
law. Berdasarkan pengalaman berbagai negara dan hasil kajian, menunjukkan
bahwa keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada
kepribadian nasional setiap bangsa.10 Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa
Rule of Law merupakan institusi social yang memiliki struktur sosiologis yang
khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula.
Rule of Law ini juga merupakan legalisme suatu aliran pemikiran yang
didalamya terkandung wawasan social. Rule of Law juga merupakan gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara yang dengan demikian
memuat nilai-nilai tertentu yang memiliki truktur sosiologis sendiri. Legalisme
tersebut mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan

10
Sunarjati Hartono: 1982
system peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak,
tidak personal, dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang0undangan yang terkait dengan
Rule of Law telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum
mencapai hasil yang optimal sehingga rasa keadilan bisa secara optimal
dilaksanakan.

4. Strategi Pelaksanaan Rule of Law

Agar pelaksanaa Rule of Law berjalan efektif sesuai dengan yang


diharapkan, maka:
1. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada
corak masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional
masing-masing bangsa.
2. Rule of Law merupakan institusi social harus didasarkan pada akar budaya
yang tumbuh dan berkembang pada bangsa.
3. Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat
ditegakkan secara adil, dan hanya memihak kepada keadilan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum


progresif11 yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat
politik yang memihak kepada kekuasaan seperti yang selama ini diperlihatkan.
Hukum progresif merupakan gagasan yang ingin mencari cara untuk
mengatasi keterpurukan hukum di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi
dasar hukum progresif bahwa “hukum adalah untuk manusia”, bukan sebaliknya,
hukum bukan merupakan institusi yang absolut dan final, hukum selalu berada
dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as process, law in the making).

11
Satjipto Rahardjo, 2004
5. Bentuk Rule of Law

Brian Tamanaha, seperti dikutip oleh Marjanne Termoshuizen-Artz


dalam jurnal Hukum Jentera12, membagi konsep Rule of Law dalam dua
kategori, “Formal and Substansive”. Setiap kategori, yaitu Rule of Law dalam
arti formal dan Rule of Law dalam arti substansif, masing-masing mempunyai
tiga bentuk, sehingga konsep negara hukum atau Rule of Law itu sendiri
mempunyai 6 bentuk, sebagai berikut:
1. Rule by Law (bukan rule of law), dimana hukum hanya difungsikan sebagai
“instrument of government action”. Hukum hanya dipahami dan difungsikan
sebagai alat kekuasaan belaka, tetapi serajat kepastian dan prediktabilitasnya
sangat tinggi, serta sangat disukai oleh para penguasa sendiri, baik yang
menguasai modal maupun yang menguasai proses-proses pengambilan
keputusan politik.
2. Formal Legality, yang mencakup ciri-ciri yang bersifat (i) prinsip
prospektivitas dan tidak boleh bersifat retroaktif, (ii) bersifat umum dalam
arti berlaku untuk semua orang. (iii) jelas, (iv) public, dan (v) relative stabil.
Artinya, dalam bentuk yang formal legality itu, di idealkan bahwa
prediktabilitas hukum sangat diutamakan.
3. Democracy ang Legality. Demokrsi yang dinamis diimbangi oleh hukum
yang menjamin kepastian. Tetapi, menurut Brian Tamanaha, sebagai “a
procedural mode of legitimation” demokrasi juga mengandung keterbatasan-
keterbatasan yang serupa dengan formal legality13. Seperti dalam formal
legality rezim demokrasi juga dapat menghasilkan hukum yang buruk dan
tidak adil. Karena itu, dalam suatu system deomkrasi yang berdasar atas
hukum dalam arti formal atau rule of law dalam arti formal sekali pun, tetap
dapat juga timbul ketidak pastian hukum. Jika nilai kepastian dan
prediktabilitas itulah yang diutamakan, maka praktek demokrasi itu dapat

12
Brian Tamanaha (Cambridge University Press, 2004), lihat Marjanne Termoshuizen-Artz, "The
Concept of Rule of Law" , Jurnal Hukum Jentera, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
Jakarta, edisi 3-Tahun II, November 2004, hal. 83-92.
13
Ibid, hlm. 86
saja dianggap menjadi lebh buruk daripada rezmi otoriter yang lebih
menjamin stabilitas dan kepastian.
4. “Substantive Views” yang menjamin ”Individual Rights”.
5. Rights of Dignity and Justice
6. Social Welfare, substantive equality, welfare, preservation of community.14

14
Randall Peerenboom, 2004

Anda mungkin juga menyukai