Anda di halaman 1dari 6

SUPREMASI HUKUM DALAM TEORI DAN PENEGAKANNYA DI INDONESIA

Pengertian dan Asas-asas Supremasi Hukum dalam Konstitusionalitas di Indonesia

Secara leksikal, supremasi hukum diartikan menempatkan kedudukan hukum sebagai panglima
dalam sosial kenegaraan dan kemasyarakatan. Dalam konsep ini hukum menempatkan dirinya
sebagai sesuatu yang harus dipatuhi termasuk oleh pembuat hukum itu sendiri bahkan kepala
pemerintahan sehingga dengan adanya kepatuhan atas superioritas hukum itulah terbentuknya
tatanan masyarakat yang berkeadilan.

Dalam supremasi hukum unsur yang harus diutamakan adalah rasa keadilan ketimbang unsur
politik, sosial, ekonomi dan sebagainya hal ini ditujukan karena konsep hukum yang mengikat
dan memaksa haruslah memenuhi rasa keadilan yang ada agar nantinya tidak timbul masalah
baru dari aturan yang final tersebut. Oleh karena itu dalam konteks sekarang ini kita bisa juga
menggunakan istilah “supremasi hukum dan keadilan” sebab salah satu faktor utama
keterpurukan hukum di Indonesia adalah karena mengabaikan rasa keadilan masyarakat dan
hanya terpaku pada formalitas dan prosedur yang kaku.

Mengutip perkataan Thomas Aquinas, “lex injusta non est lex” artinya hukum yang tidak adil
bukanlah hukum. Saat hukum tidak lagi ditaati bahkan ia dikendalikan oleh sekelompok orang
(penguasa) demi ambisi kursi mereka, tumbuhlah oligarki kekuasaan di negara hukum. Hingga
matilah demokrasi dan terjerumus dalam negara kekuasaan. Akhirnya, supremasi hukum ambruk
dan kemudian yang tersisa adalah supremasi kekuasaan politik. Kondisi seperti ini yang
dihindari dengan adanya supremasi hukum sehingga kita tidak dikuasai oleh motif politik.
Dengan adanya supremasi hukum maka kita akan dinaungi oleh kepastian hukum, kesetaraan
untuk mendapat akses yang sama di hadapan hukum (equality before the law) hingga
terjaminnya hak asasi manusia.

Adapun asas-asas yang terkandung dalam supremasi hukum diantaranya sebagai berikut:

1. Penyusunan serta penetapan perundang-undangan dan kebijakan publik harus bisa


dilakukan secara terkoordinasi, mengedepankan seluruh asas transparansi, akuntabilitas
dan perlindungan hak asasi manusia atau ham.
2. Peraturan perundang-undangan serta kebijakan publik harus memiliki kandungan nilai
yang bisa mendukung terwujudnya supremasi hukum. Hal ini akan bisa menciptakan
kepastian hukum.

3. Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik, seluruh


penyelenggara negara harus bisa menjalankan tugas masing-masing secara lebih
profesional dan jujur.

4. Sanksi terhadap pelanggaran perundang-undangan dan kebijakan publik harus bisa


dilaksanakan secara taat sesuai dengan ketentuan yang telah diberlakukan.

5. Lembaga negara harus bisa memastikan berfungsinya lembaga hukum, sumber daya
manusia serta perangkat hukum.

Supremasi Hukum dalam Koridor Konstitusionalitas di Indonesia

Dalil pertama yang menunjukkan superioritas hukum di Indonesia terdapat pada Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai
kontekstualisasi atau bentuk pertanggungjawaban dari apa yang telah kita pahami sebagai
perintah konstitusi maka seharusnya penegakan dan implementasi dari aturan hukum berada
pada tataran tertinggi pada aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia.

Bicara mengenai konstitusi maka lebih lanjut kita perlu memahami apa yang dimaksud dengan
konstitusi, konstitusionalitas dan konstitusionalisme. Konstitusi secara sederhana dapat dipahami
sebagai peraturan tertinggi dalam sebuah negara, sementara konstitusional adalah perbuatan yang
sesuai atau berada pada jalur yang legal menurut konstitusi dan konstitusionalisme adalah sebuah
paham/semangat menjaga konstitusi agar tetap hidup demi tujuan pembatasan kekuasaan negara
yang sewenang-wenang.

Sementara itu Djokosoetono memberikan definisi atas beberapa makna konstekstual konstitusi
sebagai berikut:

• Konstitusi dalam makna materil (constitutie in materiele zin), berpaut dengan


gekwalificeerde naar de inhoud, yaitu dititikberatkan pada isi konstitusi yang memuat dasar
(grondslagen) dari struktur (inrichting) dan fungsi (administratif) negara.
• Konstitusi dalam makna formal (constitutie in formele zin), berpaut dengan
gekwalificeerde naar de maker, yaitu dititikberatkan pada cara dan prosedur tertentu dari
pembuatannya.

• Konstitusi dalam makna UUD (grondwet) selaku pembuktian (constitutie als


bewijsbaar) agar menciptakan stabilitas (voor stabiliteit) perlu dinaskahkan dalam wujud
Undang-Undang Dasar atau grondwet.

Maka sebagaimana dengan keterangan yang telah dijelaskan diatas sebenarnya supremacy of law
diatur secara jelas dan gamblang oleh konstitusi sebagaimana bunyi Pasal 1 Ayat 3 Undang-
Undang Dasar 1945 yang menegasiasikan kedudukan Indonesia sebagai negara hukum. Dalam
tataran realita seharusnya jika ada konflik sosial yang terjadi di masyarakat atau bahkan jika ada
kisruh antar lembaga negara maka wajib kembali kepada hukum yang berlaku sehingga apa yang
menjadi harapan dari adanya kepastian dan kemanfaatan akan hukum benar-benar terlaksana.

Supremasi Hukum Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM)

Persoalan pemenuhan HAM haruslah dilihat dari cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa penyalahgunaan kekuasaan negara
(abuse of power) merupakan ancaman paling efektif terhadap hak-hak asasi yang merendahkan
martabat manusia sebagaimana dibuktikan selama masa orde baru. Terutama kecenderungan
penguasa untuk membangun kekuasaan yang absolut.

Supremasi hukum sekali lagi menunjukkan taringnya untuk menyelamatkan negara kedalam
genggaman oligarki atau otoritarianisme penguasa dengan memanfaatkan sumber daya yang ia
punya. Itulah fungsi utama daripada adanya supremasi hukum sehingga sejatinya jika supremasi
hukum yang berkeadilan ini dilaksanakan akan ada banyak perbaikan utamanya dalam kepastian
dan kebermanfaatan hukum.

Bicara mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) sejatinya dari awal kita haruslah sepakat
bahwasanya HAM itu sesuatu yang kohern pada diri setiap manusia ia tidak diberikan oleh
negara melainkan dipenuhi keberadaannya. Sehingga negara dalam kajian HAM merupakan
suatu unsur yang wajib memenuhi HAM itu sendiri. Dalam istilah yang mafhum kita pahami
bahwa negara memang bersifat to respect (menghormati HAM), to protect (melindungi HAM)
and to fulfill (memenuhi HAM).
Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) secara jelas menggambarkan posisi negara dalam mengatur
masalah hak asasi manusia. Negara menganggap diri mereka mampu memenuhi misi untuk
mempromosikan hak asasi manusia secara global. Akibatnya negara menjadi entitas yang kuat
dan negara mempunyai kewajiban untuk memenuhi pemajuan hak asasi manusia. Sebagaimana
prinsip dari Hak Asasi Manusia, negara bertindak sebagai pemegang human rights. Setiap
individu yang tunduk pada kekuasaan negara adalah orang yang memiliki hak dan negara hanya
bisa melindungi HAM Ketika supremasi hukum itu berjalan. Oleh karena itu jelaslah sudah
bahwa hanya hukum yang berkeadilan, humanis dan tegak yang dapat melindungi Hak Asasi
Manusia.

Daulat Rakyat dalam Perspektif Supremacy of Law

Kedaulatan adalah berawal dari terjemahan bahasa inggris “sovereignty”, dan dalam bahasa
prancis “souverainete”. Konsep ini berawal dari bahasa latin “superanus” yang mempunyai arti
tertinggi. Dalam tradisi para ahli kenegaraan dan hukum pada masa abad pertengahan,
menggunakan makna “superanus” dengan istilah “summa potestas” dalam arti kedaulatan
tertinggi dari suatu kesatuan politik.

Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (2) kedaulatan rakyat ditegaskan dengan
berani oleh konstitusi dengan bunyi “kedaulatan berada di tangan rakyat dilaksanankan menurut
undang-undang dasar”. Artinya konsep kedaulatan rakyat sudah legal secara yuridis dan tentu
berangkat dari tataran filosofis founding person bangsa ini dengan maksud menghasilkan
keadilan dan distribusi kesejahteraan yang seluas-luasnya.

Berangkat dari paparan keterangan diatas maka hakikat kedaulatan rakyat ialah konsep tentang
kekuasaan tertinggi didalam sebuah negara dan tidak dapat dikurangi atau diintervensi oleh
negara atau penguasa. Dalam analisa tentang konsep kekuasaan, ide atas kedaulatan yang
menjadi konsep tentang kekuasaan tertinggi mencakup pelaksaan pengambilan keputusan
sehingga ideal nya hukum atau peraturan yang berlaku dalam sebuah negara memang berasal
dari kehendak rakyat secara utuh dan bukan merupakan tukar tambah deal politik.

Maka ketika produk hukum itu sendiri berangkat dari kehendak rakyat rasanya supremitas atas
hukum hanya tinggal bicara soal budaya taat hukum. Terlebih di Indonesia yang menggunakan
sistem hukum common law yang mengenal adanya proses legislasi atau penyusunan undang-
undang oleh lembaga legislatif maka akan lebih mudah mewujudkan supremasi hukum jika
kehendak rakyat memang betul ditekuni oleh para anggota dewan dari awal proses legislasi
tersebut dengan menggunakan meaningful participation.
DAFTAR PUSTAKA

Bunga, Marten. "Modernisasi Negara Dalam Konteks Supremasi Hukum." Jurnal Al


Himayah 5.2 (2021).

Sudrajat, Shinta Azzahra. "Hak Asasi Manusia (HAM) Sebagai Bentuk Kebijakan Politik Dalam
Pelaksanaan Perlindungan." Definisi: Jurnal Agama dan Sosial Humaniora 1.1 (2022).

Nasution, Adnan Buyung, SEMINAR PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL VIII, Badan


Pembinaan Hukum Nasional. "Implementasi Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Supremasi
Hukum."  Denpasar. 2003.

Suteki, Suteki. "HEGEMONI OLIGARKI DAN AMBRUKNYA SUPREMASI


HUKUM." CREPIDO 4.2 (2022)

Mahrus Ali, "Pemetaan Tesis dalam Aliran-Aliran Filsafat Hukum dan Konsekuensi
Metodologisnya", Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 24.2 (2017).

Qoroni, Waisol, and Indien Winarwati. "Kedaulatan Rakyat Dalam Konteks Demokrasi Di
Indonesia." INICIO LEGIS 2.1 (2021).

Mohamad Faisal Ridho, Journal “Adalah” “Kedaulatan Rakyat Sebagai Perwujudan Demokrasi
Indonesia” 1.8 (2017).

Marzuki, M. Laica. "Konstitusi dan Konstitusionalisme." Jurnal Konstitusi 7.4 (2010).

Anda mungkin juga menyukai